1
BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1.Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Menurut Yudanto (2011: 67) bahwa pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pendidikan jasmani merupakan upaya agar dapat mengaktualisasikan seluruh potensi aktivitasnya sebagai manusia berupa sikap, tindakan dan karya yang diberi bentuk, isi dan arah kebulatan pribadi sesuai cita-cita kemanusiaan. Dalam hal ini Rosdiani ( 2012:41) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik dan kesehatan untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah sebuah bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, pendidikan jasmani berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya, hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya.
2
Husdarta
(2009:167)
mengungkapkan
bahwa
pendidikan
jasmani
merupakan upaya agar dapat mengaktualisasikan seluruh potensi aktivitasnya sebagai manusia berupa sikap, tindakan dan karya yang diberi bentuk, isi dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai cita-cita kemanusiaan. Sedangkan menurut Paturusi (2012:29) bahwa pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainanan dan olahraga. Didalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Menurut (Paturusi, 2012:29) bahwa pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid
diperkenalkan
berbagai
cabang
olahragaagar
mereka
menguasai
keterampilan olahraga. Selanjunya yang ditekankan disini adalah hasil dari pembelajaran itu, sehingga metode pembelajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup kedalam proses pembelajaran. Paturusi (2012: 29-30) mengungkapkan bahwa Pendidikan kesehatan adalah usaha yang diberikan berupa bimbingan atau tuntunan kepada seseorang atau anak didik tentang kesehatan, yang meliputi seluruh aspek pribadi baik (fisik, mental, dan sosial) agar dapat berubah dan berkembang secara harmonis. Pelaksanaan pendidikan kesehatan dapat terintegrasi dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani dan olahraga.
3
Menurut (paturusi, 2012:1) bahwa Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan suatu
bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya
adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia indonesia seutuhnya. Sumbangan nyata pendidikan jasmani dan olahraga adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani dan olahraga menjadi unik,sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dan olahraga dari pelajaran-pelajaran lainnya. Parenkuan (2010:40) mengungkapkan pendidikan jasmani dan olahraga merupakan bagian dari proses pendidikan yang diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan manusia secara menyeluruh (fisik, mental, sosial, intelektual, emosional, spiritual) melalui media aktivitas fisik. Menurut Junaidi (2010:12) bahwa pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertemuan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.
4
2.2 Hakikat Hasil Belajar Belajar merupakan kegiatan sehari-hari bagi siswa sekolah. Kegiatan ini dilakukan secara sadar dan terencana yang mengarah pada pencapaian tujuan dari kegiatan
belajar
yang
sudah
dirumuskan
dan
diterapkan
sebelumnya.
Keberhasilan dalam belajar terlihat dari siswa yang berprestasi. Rusman (2012:1) berpendapat bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses melihat, mengamati, dan memahami. Kemudian Sutikno (2013:3-4) bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak terlepas peran aktif guru yang aktif mampu memberi motivasi dan dapat menciptakan iklim belajar yang harmonis, kondusif, menyenangkan dan mampu memberi semangat kepada siswa. Rendahnya prestasi belajar dipengaruhi beberapa faktor baik internal maupun eksternal siswa itu sendiri. Faktor internal antara lain minat siswa, bakat, motivasi dan intelegensi sedangkan faktor eksternal antara lain metode belajar, fasilitas, media, proses belajar baik disekolah maupun luar sekolah. Menurut Ahmadi, Setyono dan Amri (2011:131-132) bahwa belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperhatikan. Jadi belajar terjadi hanya dapat diketahui bila ada sesuatu diingat dan apa yang dipelajari itu. Suatu fakta yang dipelajari harus dapat diingat dengan setelah diajarkan. Akan tetapi dalam waktu
5
tertentu dapat terjadi perubahan, karena yang diingat itu dapat dilupakan sebagian atau seluruhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: 1) jumlah yang dipelajari dalam waktu tertentu, 2) adanya kegiatan-kegiatan yang lain sesudah belajar, yang merupakan interference yang mengganggu apa yang diingat itu, 3) waktu yang tersisa setelah berlangsungnya belajar juga dapat mengandung kegiatan yang mengganggu. Proses belajar yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajanmerupakan proses yang komplek dan senantiasa berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi. Menurut Suprijono (2013:5) bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Sedangkan Aunurrahman (2012:109) mengungkapkan bahwa hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh anak adalah terjadinya perubahan perilaku secara holistik. Pandangan yang menitikberatkan hasil belajar dalam bentuk penambahan pengetahuan saja merupakan wujud dari pandangan yang sempit, karena belajar dan pembelajaran harus dapat menyentuh dimensi-dimensi individual anak secara menyeluruh, termasuk dimensi emosional yang dalam waktu cukup lama luput dari perhatian. Menurut Wena (2012:22) bahwa variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 1) keefektifan (effectiveness), 2) efisiensi ( efficiency), dan 3) daya tarik (appeal). Menurut Wena (2012:22) Dalam pelaksanaan pembelajaran ada beberapa variable, baik teknis maupun non teknis yang berpengaruh dalam keberhasilan proses pembelajaran. Beberapa variable tersebut antara lain: 1) Kemampuan guru dalam membuka pelajaran, 2)
6
Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan inti pembelajaran, 3) Kemampuan guru melakukan penilaian pembelajaran, 4) Kemampuan guru dalam menutup pembelajaran, dan 5) Faktor penunjang lainnya. Menurut Sudjana (2010:3) Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan criteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Sudjana (2010:3) menambahkan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Sudjana (2010:22) Mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional. Mujiman, (2009: 76-77) menjelaskan bahwa evaluasi hasil belajar terbagi atas tiga jenis evaluasi, yaitu: 1) tes objektif dan esai; tujuan evaluasi adalah untuk mengukur perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan setelah mengikuti pelatihan, 2) portfolio; untuk mengukur secara lebih konprehensif capaian belajar partisipan, sekaligus untuk menumbuhkan motivasi belajar, dalam pelatihan dapat digunakan evaluasi diri dengan pelaporan portfolio, dan 3) evaluasi diri dan motivasi belajar; evaluasi jenis ini menempatkan partisipan dalam posisi sebagai hakim terhadap capaian belajarnya sendiri. Sedangkan menurut Dimyanti dan Mujiono (2009: 200) bahwa evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran
7
hasil belajar. Hasil kegiatan hasil belajar berfungsi untuk (i) diagnostic dan pengembangan, (ii) seleksi, (iii) kenaikan peringkat belajar, dan (iv) penempatan siswa. Adapun sasaran evaluasi hasil belajar berorientasi pada perbaikan dan peningkatan pada kemampuan ranah-ranah kognitif, afektif, danp sikomotor siswa. Sudjana (2010:22,23) mengungkapkan bahwa dalam system pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni: 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan reflex, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative. Sementara itu menurut Sutikno (2013: 4) bahwa hasil dari belajar adalah ditandai dengan adanya “perubahan”, yaitu perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas tertentu. Hasil belajar
8
merupakan suatu kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang itu melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu. Hasil belajar yaitu kemampuan yang diperoleh setelah mendapat kegiatan belajar yang mengakibatkan perubahan dalam ciri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Sementara itu menurut Hanafiah dan Suhana, (2010:9-10) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar, antara lain: 1. Peserta didik dengan sejumlah latar belakangnya, yang mencakup: a. Tingkat kecerdasan (intelligent quetion); b. Bakat (aptitude); c. Sikap (attitude); d. Minat (interest); e. Motivasi (motivation); f. Keyakinan (belief); g. Kesadaran (consciousness); h. Kedisiplinan (discipline); i. Tanggung jawab (responsibility). 2. Pengajar yang profesional yang memiliki: a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi sosial; c. Kompetensi personal; d. Kompetensi profesional;
9
e. Kualifikasi pendidikan yang memadai; f. Kesejahtreraan yang memadai. 3. Atmosfir pembelajaran partisipasif dan interaktif yang dimanifestasikan dengan
adanya
komunikasi
(multiplecommunication)
secara
timbal aktif,
balik kreatif,
dan efektif,
multi
arah
inovatif,
dan
menyenangkan, yaitu : a. Komunikasi antara guru dengan peserta didik; b. Komunikasi antara peserta didik dngan peserta didik; c. Komunikasi kontekstual dengan integratif antara guru, peserta didik, dan lingkungannya. 4. Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran, sehingga peserta didik merasa betah dan bergairah (enthuse) untuk belajar, yang mencakup: a. Lahan tanah, antara lain kebun sekolah, halaman, dan lapangan olahraga; b. Bangunan, antara lain ruang kantor, kelas, laboratorium, perpustakaan, dan ruang aktivitas ektra kulikuler; c. Perlengkapan, antara lain alat tulis kantor, media pembelajaran, baik elektronik maupun manual. 5. Kurikulum sebagai kerangka dasar atau arahan, khusus mengenai perubahan perilaku (behavior change) peserta didik secara integral, baik yang berkaitan dengan kognitif, afektif, maupun psikomotor. 6. Lingkungan agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, ilmu, dan teknologi, serta lingkungan alam sekitar, yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan. Lingkungan ini
10
merupakan faktor peluang (opportunity) untuk terjadinya belajar konstektual (constextual learning). 7. Atmosfir kepemimpinan pembelajaran yang sehat, partisipasif, demokratis, dan situsional yang dapat membangun kebahagiaan intelektual (intelectual happiness), kebahagiaan emosional (emotional happiness), kebahagiaan dalam merekayasa ancaman menjadi peluang (adversity happiness), dan kebahagiaan spiritual (spiritual happiness). 8. Pembiayaan yang memadai, baik biaya rutin (recurrent budget) maupun biaya pembangunan (capital budget) yang datangnya dari pihak pemerintah, orang tua, maupun stakeholder lainnya sehingga sekolah mampu melangkah maju dari sebagai pengguna dana (cost) menjadi penggali dana (revenue). Aunurrahman (2012:37) menjelaskan bahwa hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan sesuatu perubahan yang dapat diamati (observable).