13
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari kegiatan belajar. Sebagian besar dari proses perkembangan berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar yang disadari atau tidak, sederhana atau kompleks, belajar sendiri atau dengan bantuan guru, belajar dari buku atau dari media elektronika, belajar dari sekolah , di rumah, di lingkungan kerja atau masyarakat. Sesungguhnya sebagian aktivitas manusia dalam aktivitas manusia dalam aktivitas seharihharinya adalah kegiatan belajar. Menurut Witheringthon (Sukmadinata, 2011, hlm. 155) mendefinisikan “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai polapola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengentahuan dan kecakapan”. Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan. Menurut Suyono (2012, hlm. 9) “Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian”. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan (knowledge), atau a body of knowledge. Menurut Rusman (2013, hlm. 1) “Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu”. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan da proses berbuat melalui pengalaman. Dapat disimpulkan belajar adalah proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu melalui pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut James O. Whittaker (Annurrahman, 2013 hlm. 35) mengemukakan bahwa “Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atauh diubah melalui latihan atau pengalaman”. Dapat disimpulkan belajar adalah proses perubahan perilaku melalui pengalaman.
14
Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku manusia kearah yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang tidak bisa menjadi bisa sehingga mendapatkan pengalaman berupa pengetahuan dan pemahaman akibat interaksi individu dengan lingkungannya. 2. Pengertian Pembelajaran Menurut Rusman (2013, hlm. 1) “Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagaikomponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya”. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dapat disimpulkan pembelajaran adalah suatu proses untuk mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran dengan mencapainya suatu tujuan pembelajaran. Menurut Corey (Rizema, 2013, hlm. 16) “Pembelajaran ialah suatu proses yang menunjukan bahwa lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dakam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi tersebut”. Dapat disimpulkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk perubahan tingkah laku. Menurut Dr. Oemar Hamalik (Rizema, 2013, hlm. 17) “Pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang tidak semata-mata hanya penyampaian materi sesuai dengan target kurikulum, tanpa memperhatikan kondisi siswa, tetapi juga terkait dengan unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi demi mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, pembelajaran adalah interaksi dua arah antara guru dan siswa, serta teori dan praktik. 3. Pengertian Model Pembelajaran Dalam pembelajaran berbagai masalah sering dialami oleh guru. Untuk mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya modelmodel pembelajaran yang dipandang dapat membantu guru dalam proses belajar mengajar. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta
15
didik
mendapatkan
informasi,
ide,
keterampilan,
cara
berfikir,
dan
mengekpresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktifitas mengajar Menurut Joyce & Weil (1980) (Rusman, 2013, h. 133) berpendapat bahwa, “Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangak panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain”. Menurut Annurahman (2013, h. 146) mengatakan bahwa “Model pembelajaran adalah sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktiviitas pembelajaran”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pedoman berupa rencana yang dilakukan oleh guru berupa kerangka konseptual yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: 1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax), 2) adanya prinsip-prinsip reaksi, 3) system sosial, dan 4) system pendukung. Keempat bagian tersebit merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. 4. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning Menurut Oemar Hamalik (Illahi, 2012, h. 29) “discovery adalah proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual pada anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga
16
menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan dilapangan”. Dengan kata lain, kemampuan mental intelektual merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan dalam menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi termasuk persoalan belajar yang membuat mereka sering kehilangan semangat dan gairah ketika mengikuti materi pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Masarudin Siregar (Illahi, 2012, h. 30) “discovery by learning adalah proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kegiatan belajar-mengajar”. Proses belajar mengajar dapat menemukan sesuatu apabila pendidik menyusun terlebih dahulu beragam materi yang akan disampaikan, selanjutnya mereka melakukan proses untuk menemukan sendiri berbagai hal penting terkait dengan kesulitan dalam pembelajaran. Menurut Mulyasa (Illahi, 2012, h. 32) “discovery strategy merupakan strategi pembelajaran yang menemukan pengalaman langsung dilapangan, tanpa harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman buku pelajaran”.
Karakteristik Model Pembelajaran Dicovery Learning Ciri utama belajar menemukan yaitu: 1) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk
menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan. 2) Berpusat pada siswa. 3) Kegiatan untuk menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan yang sudah ada. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning Berikut ini langkah-lagkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas secara rinci: a. Langkah Persiapan 1) Menentukan tujuan pembelelajaran 2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) 3) Memilih materi pelajaran
17
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) 5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk siswa. 6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. 7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa b. Langkah Pelaksanaan Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum berikut ini. 1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Stimulus) Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan keraguannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Brunner memberikan stimulasi dengan menggunakan teknik bertanya yang bersifat “HOTS” (High order thinking skill) yaitu dengan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi yang dapat mendorong siswa pada kondisi internal untuk bereksplorasi. Dengan demikian, seorang guru garus menguasai teknik-teknik dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan tujuan mengaktifkan siswa dalam mengeksplorasi konsep materi. 2. Problem statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda masalah yang relevan denganbahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Adapun menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
18
3. Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang relevan untuk membutktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (Collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubunngan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak sengaja siwa masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya. 4. Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244) bahwa pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengodean/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 5. Verivication (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2204:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sesuatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Berdasarlkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian di cek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. 6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
19
memperhatikan hasil verivikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verivikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang yang mendasari generaliasasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan siswa atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalamanpengalaman itu. Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning Pembelajaran penemuan memiliki beberapa kelebihan. Diantaranya membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja, hingga menemukan jawaban, mempertajam berpikir kritis siswa secara mandiri. Kelebihan tersebut diantaranya sebagai berikut: a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. d. Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri. e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. f. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti. i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
20
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. Pembelajaran penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut: a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsepkonsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. c. Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. e. Pada beberapa muatan, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa f. Tidak memberikan kesempatan untuk berpikir tentang sesuatu yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. 5. Pengertian Kerja Sama Kerjasama merupakan suatu bentuk proses sosial dimna didalamnya terdapat aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan tang sama degan saling membantu dan saling memahami terhadap aktifitas masing-masing. Menurut Pamudji dalam bukunya yang berjudul kerjasama antar daerah (http:// hendrians diamonds. Blogspot. Com/ 2012/ 0 1/ pengertian – kerjasama. Html) “ kerjasama pada hakekatnya mengindikasi adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu obyek yang dikaji dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak terdapat kerjasama. Unsur dua pihak, selalu menggambarkan suatu himpunan yang satu sama lain saling mempengaruhi sehingga interaksi untuk mewujudkan tujuan bersama penting dilakukan. Apabila hubungan atau interaksi itu tidak ditujukan pada terpenuhinya kepentingan masingmasing pihak, maka hubungan yang dimaksud bukanlah suatu kerjasama. Suatu interaksi meskipun bersifat dinamis, tidak selalu berarti kerjasama.
21
Suatu interaksi yang ditunjukan untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses interaksi, juga bukan suatu kerjasama. Kerjasama senantiasa menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi yang seimbang, serasi dan selaras. a. Indikator Kerjasama Ada beberapa indikator kerjasaa diantaranya sebagai berikut : 1) Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan 2) Saling berkontribusi, yaitu saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama. 3) Pengerahhan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerjasama akan lebih kuat dan berkualitas. b. Karakteristik Kerjasama Menurut Jhonson dan jhonson dalam Djoko (2011:162), karakteristik suatu kelompok kerjasama terlihat dari adanya lima komponen yang melekat pada program kerjasama tersebut yakni: 1. Adanya saling ketergantungan positif diantara individuindividu dalam kelompok tersebut untuk mencapai tujuan. 2. Adanya interaksi tatap muka yang dapat meningkatkan sukses satu sama lain diantara anggota kelompok. 3. Adanya akuntabilitas dan tanggung jawab personal individu. 4. Adanya keterampilan komunikasi interpersonal dan kelompok kecil. 5. Adanya keterampilan bekerja dalam kelompok. 6. Pengertian Sikap Cermat Menurut KBBI tersedia http://kbbi.web.id/cermat (di akses 10 mei 2017 jam13.00) cermat /cer.mat/ a 1 penuh minat (perhatian); saksama; teliti: ia mengerjakan soal-soal hitungan dng --; 2 berhati-hati dl memakai uang dsb; hemat: ia seorang wanita yg – sehingga tidak ada uangnya yang terhambur begitu saja; mencermatkan /men.cer.mat.kan/ v 1 melakukan sesuatu dng cermat (teliti, hati-hati); 2 menghematkan (pengeluaran uang dsb): ia memberi tahu saya bagaimana cara ~ uang belanja; mencermati /men.cer.mati/ v memperhatikan dng cermat (saksama, teliti, penuh minat); mengamati dan memperhatikan dng sungguh-sungguh: dia tampak antusias ~ foto-foto yg terpampang; kecermatan/ke.cer.mat.an/ n 1 ketelitian; kesaksamaan; 2 kehematan; perihal hati-hati.
22
7. Pengertian Sikap Percaya Diri Menurut Thantawy dalam Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling (2005, hlm 87), “percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang member keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negative, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri”. Menurut Maslow (dalam Iswidharmajaya & Agung, 2004, hlm. 13) “percaya diri merupakan model dasar untuk pengembangan dalam aktualisasi diri (eksplorasi segala kemampuan dalam diri). Dengan percaya diri seseorang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri”. Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik mengenai sikap percaya diri adalah bentuk aktualisasi diri yang terbentuk dari keyakinan dalam jiwa manusia sehingga membuat manusia tersebut mamahami dan menggali dirinya sendiri. b. Upaya Meningkatkan Sikap Percaya Diri Menurut Santrock (2003: hlm. 339) ada empat cara untuk meningkatkan rasa percaya diri, yaitu melalui: 1) mengidentifikasi penyebab dari rendahnya rasa percaya diri dan domain-domain kompetensi diri yang penting, 2) dukungan emosional dan peneriman sosial, 3) prestasi, dan 4) mengatasi masalah.
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Sedangkan menurut Lauster (2002: hlm. 15) memberikan beberapa petunjuk untuk meningkatkan rasa percaya diri, yaitu: Sebagai langkah pertama, carilah sebab-sebab mengapa individu merasa percaya diri. Mengatasi kelemahan, dengan adanya kemauan yang kuat individu akan memandang suatu perbaikan yang kecil sebagai keberhasilan yang sebenarnya. Mengembangkan bakat dan kemaunya secara optimal. Merasa bangga dengan keberhasilan yang telah dicapai dalam bidang tertentu. Jangan terpengaruh dengan pendapat orang lain, dengan kita berbuat sesuai dengan keyakinan diri individu akan merasa merdeka dalam berbuat segala sesuatu. Mengembangkan bakat melalui hobi. Bersikaplah optimis jika kita diharuskan melakukan suatu pekerjaan yang baru kita kenal dan ketahui. Memilki cita-cita yang realistis dalam hidup agar kemungkinan untuk terpenuhi cukup besar.
23
9) Jangan terlalu membandingkan diri dengan orang lain yang menurut kita lebih baik. Menurut Hakim (2002: hlm. 170) cara-cara untuk dapat meningkatkan rasa percaya diri adalah sebagai berikut: 1). membangkitkan kemauan yang keras, 2). biasakan untuk memberanikan diri, 3). berpikir positif dan menyingkirkan pikiran negatif, 4). biasakan untuk selalu berinisiatif, 5). selalu bersikap mandiri, 6). mau belajar dari kegagalan, 7). tidak mudah menyerah, 8). 18 bersikap kritis dan objektif, 9). pandai membaca situasi, dan 10). pandai menempatkan diri. Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan sikap percaya diri adalah bersikap optimis, berpikir positif dan menyingkirkan perasaan negatif, jangan selalu membandingkan diri dengan orang lain dan pandai menempatkan diri 8. Pengertian Hasil Belajar Pengertian hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya Purwanto (2008. H. 46) hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar dan sebagai bentuk realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya . hasil belajar perlu dievaluasi. Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan untuk memperoleh hasil belajar. Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan
pengetahuan,
sikap
dan
keterampilan.
Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan
yang
lebih
baik
dibandingkan
dengan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya . Menurut Firdaus (2014, h. 30) mengatakan “Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu
24
siswa dan dari sisi guru”. Dari sisi siwa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik jika dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Menurut Woodworth (Firdaus, 2014, h. 30) mengatakan “Hasil belajar merupakan perubhan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”. Woodworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Menurut Sudjana (2014, h. 22) mendefinisikan hasil belajar adalah sebagai berikut : Kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa kearah yang lebih baik setelah ia belajar yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan intelektual dan sikap maupun keterampilan.
Unsur-unsur hasil belajar a. Ranah Kognitif Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: a. Pengetahuan (knowledge) Tipe hasil pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar yang berikutnya. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi pelajaran. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana mengguankan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan dalam membuat kalimat. b. Pemahaman Pemahaman dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan sesuatu masalah atau pertanyaan. c. Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut
25
mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulangulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. d. Analisis Analisi adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. e. Sintesis Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen dimana menyatukan unsurunsur menjadi integritas. f. Evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode, dll. b. Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiaannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. c. Ranah psikomotor Ranah psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. b. Karakteristik Hasil Belajar Menurut (Dimyati dan Mudjiono 2002), membagi beberapa ciri hasil belajar sebagai berikut: a. Hasil belajar memiliki kapasitas berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan sikap dan cita-cita. b. Adanya petubahan mental dan perubahan jasmani. c. Memiliki dampak pengajaran dan dampak pengiring.
26
Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri hasil belajar adalah berupa perubahan pengetahuan, kebiasaan siakap serta adanya perubahan mental dan perubahan jasmani yang ditunjukan. c.Faktor Pendorong dan Penghambat Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Purwanto (2008, hlm. 107) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal: a. Faktor Internal 1. Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. 2. Faktor Psikologis Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
b. Faktor Eksternal a. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega. b. Faktor Instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.
27
B. Analisis dan pengembangan Materi Pelajaran yang Diteliti Gambar 1.1 KI & KD Kelas V Semester 2
28
29
Gambar 1.2 Kegiatan Pembelajaran
30
31
C. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Sesuai Dengan Penelitian Berikut hasil dari penelitian yang dilakukan terkait model penemuan (discovery learning) di antaranya:
32
1.
Hasil penelitian yang didapatkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh saudari Hani Fridayani (2015) yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Menumbuhkan Sikap Cermat dan Rasa Ingin Tahu Serta Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Standar Kompetensi 7. Memahami Teks Dengan Membaca Sekilas, Membaca Memindai dan Membaca Cerita Anak. Kompetensi Dasar 7.1 Membandingkan Isi Dua Teks yang Dibaca Dengan Membaca Sekilas. Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Swasta Linggawastu Tahun Ajaran 2014-2015”. Penelitian ini dilatar belakangi oleh pembelajaran yang masih menggunakan metode konvensional. Permasalahan yang dihadapi pada pembelajaran ini adalah penggunaan model pembelajaran yang tidak sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan yang mengakibatkan kurangnya sikap cermat dan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa dibawah KKM 70. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas akan memberikan kesempatan guru menerapkan strategi pembelajaran yang tetap. Subjek tindakan adalah siswa kelas V SD Swasta Linggawastu yang berjumlah 33 orang. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, tes dan lembar observasi. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, yang setiap siklusnya meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran discovery learning dapat menumbuhkan sikap cermat dan rasa ingin tahu serta meningkatkan hasil belajar siswa yang berdampak langsung pada prestasi belajar siswa kelas V SD Swasta Linggawastu. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang ada peningkatan. Pada siklus I hasil belajar siswa meningkat sebanyak 66,66% dari hasil awal 18,18%. Pada siklus II data hasil belajar siswa mengalami peningkatan siswa dari siklus I sebanyak 90,90 %. Hal ini dikarenakan penerapan pembelajaran discovery learning dapat dijadikan suatu alternatif pemecahan masalah pembelajaran, karena model pembelajaran ini mengutamakan proses penemuan untuk memperoleh suatu pengetahuan dan memiliki tahap-tahap yang melatih kemampuan siswa.
33
2.
Hasil penelitian yang kedua yaitu didapatkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh saudari Mita Purnama (2014) yang berjudul “ Penerapan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kerjasama Siswa Dalam tema Peduli Terhadap Lingkungan Hidup Pada Pembelajaran Tematik di Kelas IV SDN Cigebar 1 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung) penelitian ini dilatar belakangi oleh guru yang menemukan beberapa kendala dalam meningkatkan kerjasama antar siswa terutama didalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara berkelompok khususnya bagi siswa yang memiliki prestasi tinggi yang tidak mau berkomunikasi dengan anggota kelompoknya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan sehingga siswa tersebut belajar secara individual. Hal itu karena dalam proses pembelajaran, guru hanya menggunakan metode ceramah sehingga siswa cenderung pasing dan kurang melakukan komunikasi serta sulit untuk mengeluarkan pendapat. Hal ini akan berdampak bagi prestasi belajar siswa. Dari permasalahan tersebut penulis menyusun sebuah skripsi dengan judul “ Penggunaan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kerjasama Siswa Pada Tema Perduli Terhadap Lingkungan Hidup Dalam Pembelajaran Tematik”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemempuan kerjasama siswa mealui model pembelajaran Discovery Learning dalam pembelajaran tematik di kelas IV SDN Cigebar 1 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung . Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan kerjasama siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata peningkatan kerjasama siswa dari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I kerjasama siswa 51,57% dengan kategori sedang, dan siklus II 81,64% dengan kategori baik. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa dengan menggunakan model Discovery Learning terutama dalam pembelajaran tematik tema peduli terhadap lingkungan hidup dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran tematik hendaknya guru menggunakan model pembelajaran yang variatif serta membuat siswa aktif
34
dimana salah satunya adalah dengan menggunakan dan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning. D. Kerangka Pemikiran Didalam melaksanakan KBM ada beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya hasil belajar siswa dimana kenyataannya pada pembelajaran Tema 9 ini guru masih menggunakan metode ceramah yang menyebabkan siswa pasif didalam melaksanakan kegitan pembelajaran dan siswa cenderung hanya mendengarkan saja. Kondisi seperti ini akan menyebabkan siswa jenuh dalam melaksanan proses pembelajaran serta siswa kurang berfikir kritis didalam memecahkan maslah yang terjadi karena tidak adanya tindakan pada siswa. Didalam metode ceramah siswa dituntut hanya menghafal saja tanpa mementingkan pemahaman materi terhadao siswa oleh sebab itu sikap kerjasama terhadap siswa kurang membentuk dan sedik sekali terlihat. Guru tidak sebagai fasilitator tetapi guru aktif didalam pembelajaran tanpa melibatkan siswa, maka dapat disimpulkan hasil belajar siswa didalam sikap, pengetahuan dan keterampilan kurang menonjol dan kurang memenuhi kriteria keberhasilan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam proses pelaksanaan pembelajaran guru di harapkan dapat memilih strategi yang tepat dalam pembelajaran. Misalnya dengan memilih model atau metode pembelajaran yang tepat agar siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Bukan hanya sekedar mencatat, menghafal dan mendengar di dalam pembelajaran. Salah satu alternative penggunaan model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan partisifasi aktif siswa di dalam kelas adalah adalah
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
pembelajaran di kelas menjadi lebih bermakna.
penemuan
sehingga
35
Menurut Sekaran (Sugiyono 2015, h. 91) mengatakan, “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidntifikasikan sebagai masalah yang penting”. Kerangka berpikir menjelaskan tentang bagaimana hubungan masalah dengan solusi secara umum, dan bagaimana proses yang dilakukan peneliti dalam mencapai keberhasilan penggunaan solusi pada permasalahan yang ditemuinya. Agar penelitian penulis ini dapat dipahami, meka penulis akan menjelaskan dalam sebuah diagram sebagai berikut. Tabel 1.1 Diagram Kerangka Pemikiran
Pembelajaran hanya berpusat pada guru
Model Pembelajaran Tidak Guru kurang Kreatif
Relevan
Model Pembelajaran Discovery Learning
Instrumen Tulis
Wawancara
Observasi
Angket
Data Nilai Model Pembelajaran Discovery Leraning dapat meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa
E. Asumsi Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian sebagaimana diutarakan di atas, maka beberapa asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan model pembelajaran discovery learning memiliki banyak keunggulan. Pada pembelajaran bersifat penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar melalui keterlibatan aktif dengan bekerja sama
36
secara berkelompok menemukan fakta-fakta sehingga membentuk sendiri konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam pembelajaran. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri. 2. Penggunaan model pembelajaran discovery learning berkaitan dengan proses mental siswa. Siswa dituntut untuk mengamati sesuatu kemudian mengidentifikasi, berhipotesis, menjelaskan, mengukur, dan akhirnya siswa menyimpulkan hasil dari semua proses-proses yang sudah dijalani tersebut. Setelah proses yang telah dilakukan tadi, siswa akan dengan sendirinya membentuk sebuah
pemahaman konsep sehingga model
pembelajaran discovery learning ini sangat cocok untuk digunakan dalam meningkatkan hasil belajar siswa. F. Hipotesis Menurut iqbal Hasan (Mahmud 2011, h. 133) mengatakan, hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga harus diuji secara empiris (hipotesis berasal dari kata “hypo” yang berarti di bawah dan “thesa” yang berarti kebenaran). Hipotesis juga merupakan proposisi yang masih bersifat sementara dan masih harus diuji kebenarannya. Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian dan asumsi sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka hipotesis tindakan dallam penelitian ini adalah “Penggunaan model pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Pasir Halang 1 kabupaten Bandung Barat”.
37