BAB II KAJIAN TEORI
A. KAJIAN TEORI 1. Hakikat metode bermain dalam Pembelajaran Senam Bermain dan belajar dapat digolongkan menjadi dua hal yang saling berkaitan. Bermain adalah belajar menyesuaikan diri dengan keadaan. (Soemitro,1992:2). Sementara menurut Sukintaka (1997:2) bermain dapat dirumuskan sebagai aktivitas jasmani yang dilakukan dengan sukarela dan bersungguh-sungguh untuk memperoleh rasa senang dari melakukan aktivitas tersebut. Untuk bermain baik anak-anak maupun dewasa pasti mereka membutuhkan teman bermain, sebab pada dasarnya mereka bermain berawal dari naluri
bergeraknya dan terdorong baik untuk memenuhi
kebutuhan isyarat-isyarat dari dorongan. Dimana anak-anak bermain tanpa memikirkan akan tujuan dari permainan mereka. Menurut Sukintaka (1997:1) menyatakan bahwa bermain lebih tua dari kebudayaan, sebab kebudayaan itu didasari oleh pemikiran dan segala peristiwa srawung antara manusia. Manusia bermain untuk mendapatkan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan. Sehingga akan ada unsur sukarela, dan akan berprilaku jujur serta tidak akan melukai teman bermainya karena keinginan untuk memperoleh kesenangan bersama. Manusia bermain juga untuk rekreasi, pelepasan energy dan juga untuk memperoleh kepuasan. Menurut teori
8
rekreasi dalam Sukintaka (1997:4) teori ini mengatakan bahwabermain itu merupakan kegiatan manusia yang berlawanan dengan kerja dan kesungguhan hidup, dan imbangan antara kerja dan istirahat. Tujuan bermain pada dasarnya adalah untuk mencari sebuah kepuasan, kesenangan, memanfaatkan waktu luang, rekreasi, dan juga bias sebagai sarana untuk menyalurkan energy yang berlebih. Teori rekreasi dalam Sumitro (1992:8) menjelaskan bahwa orang bermain didasarkan oleh pemikiran bahwa manusia membutuhkan bermain sebagai usaha untuk mengembalikan gairah hidup. Bermain dapat dikelompokkan didalam beberapa kategori tergantung sudut pandang kita terhadap permainan atau bermain itu sendiri. Menurut Sumitro (1992:11), ada tiga kelompok yakni : (1) pengelompokkan berdasarkan pada jumlah pemain. (2) pengelimpokkan berdasarkan sifat permainan. (3) pengelompokkan berdasarkan ala yang digunakan. Sementara bermain dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, kesemuanya
memiliki
manfaat
yang
besar
untk
pendidikan
atau
pembelajaran bagi anak. Menurut Sumitro (1992:10), ada tiga kategori pengelompokkan bermain yakni : (1) tipe bermain aktif, (2) tipe bermain pasif, (3) tipe bermain intelektual. Tipe bermain aktif adalah bermain aktif meliputi gerakan fisik secara aktif. Contoh model bermainnya adalah kejar-kejaran, berenang, dan sebagainya. Dengan jalan berperan serta secara aktif maka anak akan mendapat keuntungan dalam psikomotor, kognitif, afektif, dan fisik. Namun
9
sebenarnya dari bermain anak juga akan mendapatkan pelajara mengenai mental, social serta emosional. Tipe bermain pasif adalah dimana si pelaku tidak turut serta dalam permainan itu tetapi memperoleh kesenangan, ketenangan, dan yang lain dengan melihat permainan atau proses bermain itu sendiri. Sebagai contoh seorang penikmat permaianan bola voli meskipun dia tidak terlibat langsung dengan permainan serta hanya melihat permainan, namun perasaan senang itu ada. Tipe bermain intelektual disini bukan berarti bentuk permainan yang lain tidak memerlukan intelektual. Permaianan intelektual ini berkaitan erat dengan pemikiran yang mendalam serta konsentrasi yang terpusat. Contoh permainannya seperti: catur, dam-daman, dan lain-lain. Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan hal yang sangat komplek. Bermain apa saja tentunya akan memiliki peranan serta menfaat tersendiri. Sebab dengan bermain tentunya akan kita peroleh banyak manfaat. Horlock dalam Sukintaka (1997:20) permaian bermain dalam perkembangan anak: (1) perkembangan fisik: anak akan memperoleh pertumbuhan dan perkembangan oto dengan baik. (2) belajar komunikasi: kebahagiaan dalam bermain diperoleh karena adanya teman bermain, sehingga tidak boleh tidak mereka akan berkomunikasi. (3) dengan bermain, energi emosionalnya akan tersalur dalam aktivitas bermain, (4) jalan keluar untuk mendapatkan yang dibutuhkan dan sesuatu yang dicita-citakan, (5) sebagai sumber belajar, (6) memacu kreativitas, (7) pengembaangan
10
pengenalan diri, (8) belajar bermasyarakat, (9) standar moral, (10) mengetahui pembedaaan dan peranan seks, (11) perkembangan kepribadian yang layak. Menurut K. Mahmudi Sholeh, (1992:2), senam adalah istilah atau nama salah satu cabang olahraga. Sebagai cabang olahraga, senam mempunyai dominan atau daerah batas-batasan sendiri, mempunyai ruang lingkup yang tertentu. Senam terjemahan dari kata ”gymnastiek” (bahasa Belanda), ”gymnastics” (bahasa Inggris), ”thymnastiek” asal kata dari ”gymnos” (bahasa Greka). Untuk mengetahui pengertian senam, kita harus mengetahui ciri-ciri dan kaidah-kaidahnya antara lain: a. Gerakan-gerakannya selalu dibuat atau di ciptakan dengan sengaja. b. Gerakan-geerakannya harus selalu berguna untuk mencampai tujuan tertentu (meningkatkan kelentukan, memperbaiki sikap dan gerak atau keindahan tubuh, menambah keterampilan, menambah keindahan gerak, meningkatkan keindahan tubuh). c. Gerakan harus selalu tersusun dan sistimatis. Berdasar pengertian di atas, batasan senam adalah latihan tubuh yang dipilih dan diciptakan dengan berencana,disusun dengan sistimatis dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis.Selian itu, senam digunakan untuk meningkatkan keterampilan gerakan tubuh, sehingga dari pengertian dan ciri-ciri di atas maka sesuai dengan pemahaman metode bermain.Karena dengan metode bermain siswa harus
11
dituntut aktif, kreatif dan senang sehingga pembelajaran senam dapat dikatakan efektif.
2. Hakikat Metode Bermain dalam Pembelajaran Senam Lantai Senam lantai pada umumnya disebut floor exercise, tetapi ada juga yang menamakan tumbling. Menurut Galih(2009) yang diunduh dari rosy46nelli.wordpress.com senam lantai adalah latihan senam yang dilakukan pada matras, unsur-unsur gerakannya terdiri dari mengguling, melompat, meloncat, berputar di udara, menumpu dengan tangan, atau kaki untuk mempertahankan sikap seimbang atau pada saat meloncat ke depan atau belakang. Jenis senam ini juga disebut latihan bebas karena pada waktu melakukan gerakan pesenam tidak mempergunakan suatu peralatan khusus. Bila pesenam membawa alat berupa bola, pita, atau alat lain, itu hanyalah alat untuk meningkatkan fungsigerakan kelentukan, pelemasan, kekuatan, ketrampilan, dan keseimbangan. Senam lantai dilakukan di atas matras, biasanya berukuran 12 x 24 m, 15 x 30 m dan 18 x 36 m ( Suyati, 1992:423). Rangkaian gerakan senam harus dimulai dari komposisi gerakan ringan, sedang, berat, dan akrobatik, serta mengandung gerakan ketangkasan, keseimbangan, keluwesan, dll. Menurut Suyati (1992:435) macam-macam teknik senam lantai diantaranya: a. Guling depan atau forward roll berarti menggelidingkan badan kedepan mulai dari pundak-punggung-pinggul kembali sikap semula.
12
b. Guling belakang atau backward roll berarti menggelidingkan badan kebelakang mulai dari panggul-punggung-pundak kembali sikap semula. c. Handstand roll (guling dari berdiri di atas kedua tangan). d. Dive roll diteruskan drop sit backward roll (guling depan dengan awalan meloncat diteruskan dengan guling belakang dengan lutut lurus dan rapat). e. Back extension atau stut (berdiri di atas kedua tangan yang diawali guling belakang),dan lain sebagainya.
3. Guling Belakang Guling belakang merupakan materi di dalam olahraga senam. Menurut Sunarsih, dkk (2006:33) gerak guling disebut juga dengan gerakan roll. Gerakan berguling dapat dilakukan ke depan dan dapat pula dilakukan ke belakang.Guling belakang adalah gerakan mengguling dengan posisi badan mengarah ke depan kemudian mengguling dengan tumpuan kedua tangan yang kuat dan diakhiri dengan sikap awal.Oleh karena itu, dalam pembelajaran materi pokok senam terutama guling belakang diperlukan komunikasi atau arahan yang tepat dari guru kepada siswa supaya cedera dapat dihindari dan mendapatkan hasil yang maksimal dalam melakukan guling belakang.
13
Langkah-langkah guling belakang menurut Hananto, dkk, (2007:51) yaitu: a. Sikap permulaan Jongkok membelakangi matras dengan paha merapat di dada, kedua tangan berada di samping telinga, dan kedua telapak tangan menghadap ke atas. b. Gerakan Angkatlah kedua tumit, bersama dengan itu pinggul diturunkan dan langsung berguling belakang. Kedua tangan menyentuh matras, dilanjutkan dengan menarik lutut ke arah kepala dibantu dengan dorongan kedua tangan sehingga badan berbentuk bulat dan langsung kembali jongkok menghadap ke arah semula.
Gambar 1. Gerakkan guling belakang Gambar gerakan roll belakang Sumber : Farida Mulyaningsih (2010.30) Kesalahan-kesalahan
yang
sering
dilakukan
saat
guling
belakangadalah: a. Penempatan tangan terlalu jauh kebelakang, tidak bisa menolak b. Keseimbangan tubuh kurang baik saat mengguling belakang, hal ini disebabkan karena sikap tubuh kurang bulat
14
c. Salah satu tangan yang menumpu kurang bulat, atau bukan telapak tangan yang digunakan untuk menumpu diatas matras. d. Posisi mengguling kurang sempurna. Hal ini disebabkan karena kepala menoleh ke samping. e. Keseimbangan
tidak
terjaga
karena mendarat
dengan
lutut
(seharusnya telapak kaki).
4. Hakikat bermain Bermain sebagai Pengalaman Belajar yang Menyenangkan Bermain mempunyai pengertian yang luas. Bermain merupakan suatu kata kerja, yang mempunyai arti mengerjakan sesuatu permainan. Dalam bermain kita akan merasakan senang, namun rasa senang itu akan makin terpenuhi bila yang bermain atau semua yang bermain akan bermain sungguh-sungguh, tetapi bermain itu sendiri bukan merupakan suatu kesungguhan. Rasa senang bermain itu harus disebabkan karena bermain itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan aktivitas jasmani yang dilakukan dengan sungguh-sungguh atas dasar rasa senang (Sukintaka, 1990 :2). Papalia, seorang ahli perkembangan manusia dalam bukunya Human Development, mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain (Martina Rini S. Tasmin, 2002 : 2). Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Anak-anak bermain menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa
15
lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Pada saat bermain, anak-anak juga menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar (learn) kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya (need). Fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif, dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang ktika anak bermain. Sedangkan Menurut Hughes (1999) dalam Martina Rini S. Tasmin (2002 : 2), seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya Children, Play, and Development, mengatakan harus ada 5 (lima) unsur dalam suatu kegiatan yang disebut bermain. Kelima unsur tersebut yaitu ; (1) Tujuan bermain yang merupakan permainan itu sendiri dan si pelaku mendapat kepuasan karena melakukannya (tanpa target), bukan untuk misalnya mendapatkan uang ; (2) Dipilih secara bebas, permainan dipilih sendiri dan dilakukan atas kehendak sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa ; (3) Menyenangkan dan dinikmati ; (4) Ada unsur kayalan dalam kegiatannya ; (5) Dilakukan secara aktif dan sadar. Fromberg dalam (Dockett & Fleer, 1999 : 16) mendefinisikan bahwa bermain bagi anak adalah simbolis, sangat bermakna, aktif, menyenangkan, sukarela, aturan yang tidak baku, dan berkisah. Semua itu merupakan elemenelemen penting dalam bermain. Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang dia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara yang menggembirakan
16
hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat bermain, tapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya. Orangtua akan dapat semakin mengenal anak dengan mengamati ketika anak bermain. Bahkan lewat permainan (terutama bermain peran/roleplaying) orangtua juga dapat menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orangtuanya dan keluarganya. Bermain peran menggambarkan pemahamannya tentang dunia dimana ia berada. Menurut Mary Go Setiawani (2000:41-44), fungsi dan nilai bermain yaitu : (1) Melatih fisik, Bermain merupakan latihan olahraga yang terbaik bagi tubuh. Karena bermain dapat membina kemampuan anak dalam berolahraga, kecerdasan, dan ketangkasan otak ; (2) Belajar hidup bersama/berkelompok. Bermain adalah kesempatan yang baik bagi anak untuk terjun ke dalam kelompok dan belajar menyesuaikan diri dalam kehidupan yang harmonis di masyarakat ; (3) Menggali potensi diri sendiri, dengan bermain, anak diberi kesempatan untuk menyelesaikan kesulitan dengan kemampuan dirinya sendiri ; (4) Menaati peraturan, Orang dewasa harus membantu anak bersikap sportif dalam bermain dan membimbing mereka untuk menaati peraturan Berdasarkan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak, permainan terdiri atas dua macam, yaitu Permainan Aktif dan Permainan Pasif (Temu Ilmiah Tumbuh Kembang Jiwa Anak dan Remaja, 2003 : 1). Permainan Aktif terdiri atas : (a) Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi, dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak
17
ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru ; (b) Drama, dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media ; (c) Bermain
musik,
Bermain
musik
dapat
mendorong
anak
untuk
mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, berdansa, atau memainkan alat musik ; (d) Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu, kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing ; (e) Permainan olah raga, dalam permainan ini anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif. Permainan Pasif terdiri atas : (a) Membaca, membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya ;
18
(b) Mendengarkan radio, mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya ; (c) Menonton televisi, pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya (Temu Ilmiah Tumbuh Kembang Jiwa Anak dan Remaja, 2003 : 1).
5. KarakteristikAnak Kelas IV Sekolah Dasar Menurut Yudha M. Saputra (2001: 17) periode spesifikasi, umumnya ada anak berusia antara 10-13 tahun. Pada saat ini, anak sudah dapat menentukan pilihannya akan cabang olahraga yang sangat disukainya. Secara umum, mereka memiliki kemampuan dalam koordinasi dan kelincahan yang jauh lebih baik. Atas dasar pertimbangan pada faktor fisik, kognitif, dan budaya, mereka memilih untuk lebih mengkhususkan pada salah satu cabang yang dianggap mampu ia lakukan. Mereka sudah mulai bisa memahami kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.Anak mulai mencari atau menghindari aktivitas yang tidak disukainya. Dari ketiga fase perkembangan gerak dasar yang terjadi pada anak usia sekolah ini perlu, adanya upaya guru dalam menentukan dan mengarahkan anak didiknya dalam jenjang yang berbeda. Dalam konteks pembelajaran senam di sekolah dasar, guru bisa membagi siswa ke dalam
19
dua kelompok tahapan ajar yaitu; kelompok kelas bawah (kelas 1, 2 dan 3) serta kelompok kelas atas ( kelas 4, 5, dan 6). Menurut Yudha M. Saputra (2001: 19-20) materi untuk pelajaran senam yang sesuai untuk kelas atas (kelas 4, 5, dan 6) pada umumnya dan kelas 5 pada khususnya adalah guling belakang yang lebih kompleks yang membutuhkan gerakan koordinasi yang lebih maju. Gerakkan ini lebih mengarah pada keterampilan olahraga sebagai berikut: a. Permainan Kompetitif dan Kerjasama 1) Permainan yang menggunakan net 2) Permainan yang menggunakan alat pemukul 3) Permainan yang sifatnya saling menyerang 4) Permainan yang menggunakan sasaran 5) Permainan tradisional b. Kegiatan Jasmani Serial 1) Gerakkan meniru binatang 2) Permainan gendongan atau gajah-gajahan 3) Permainan dengan mengikuti irama musik c. Kegiatan Permainan Senam Kegiatan ini harus diberikan dalam bentuk bermain dan bukan dalam senam secara utuh. Sedangkan menurut Suyati (1992:14 – 16) karakteristik anak umur 10-13 tahun atau kelas 5-6 adalah sebagai berikut: a. Karakteristik Fisik
20
1) Otot tangan dan lengan lebih berkembang 2) Anak-anak menjadi sadar akan keadaan jasmaninya 3) Anak laki-laki senang pertandingan yang kasar dan keras 4) Anak-anak pada masa ini ada perbaikan kecepatan bereaksi 5) Anak-anak umur ini gemar akan jenis olahraga pertandingan 6) Koordinasi anak-anak umur ini baik, karena itu sudah dapat diajarkan jenis-jenis kegiatan yang agak sukar, artinya kegiatan yang memerlukan gerakan gabungan. 7) Keadaan jasmani terlihat kuat, kokoh dan sehat. b. Karakteristik Sosial dan Emosional 1) Bersamaan dengan proses kematangan fisik, emosinya pada waktu itu tidak stabil 2) Karena hasrat bergabung dan adanya perbedaan cara menimbulkan salah paham antara anak satu dan lainnya. 3) Anak usia ini mudah timbul takjub 4) Anak-anak usia ini emosi biasa berontak 5) Mempunyai tanggapan positif terhadap penghargaan dan puji-pujian 6) Anak-anak masa ini mempunyai pandangan kritis terhadap tindakan orang dewasa 7) Rasa kebanggaan berkembang 8) Setiap hal yang dikerjakan, menginginkan adanya penghargaan atau pengenalan 9) Ingin pengenalan atau penghargaan dari kelompok
21
10) Anak-anak masa ini mudah memperoleh teman. Lebih senang melakukan kegiatan dalam kelompok dari pada kegiatan yang bersifat perorangan (individual).
c. Karakteristik Mental 1) Anak-anak masa ini lebih gemar bermain-main dengan mempergunakan bola 2) Anak-anak lebih berminat dalam permainan-permainanberegu atau berkelompok 3) Anak-anak sangat terpengaruh apabila ada kelompok yang menonjol atau mencapai prestasi tinggi 4) Sementara anak masa ini mudah putus asa, karena itu usahakan bangun kembali atau bangkit kembali apabila tidak berhasil dalam mencapai sesuatu. 5) Dalam melakukan sesuatu usaha, selalu berusaha mendapat persetujuan dari guru terlebih dahulu. 6) Anak-anak masa ini pada umumnya memperhatikan soal waktu, karena itu berusaha bekerja tepat pada waktunya. Selain itu menurut RusliLutan (2001:19) faktor lainnya dipengaruhi oleh pengetahuan yang diperoleh anak, terutama mengenai manfaat, atau tata cara melaksanakan tugas. Hal ini cenderung dijumpai di kalangan anakanak yang sudah maju pengetahuannya, seperti dikelas akhir 4, 5, dan 6.Pengetahuan anak mengenai manfaat berlatih secara teratur seperti untuk
22
meningkatkan kebugaran jasmani, rupa dan bentuk tubuh yang bagus, atau tidak mengalami kegemukan, dapat merupakan faktor penting atau untuk membentuk
sikap
positif.Itulah
sebabnya,
pada
kelas-kelas
akhir,
pengetahuan yang terkait dengan aktivitas jasmani sangat bermanfaat untuk membentuk sikap positif. Jadi, dengan tahapan-tahapan tersebut, diharapkan siswa kelas atas sekolah dasar lebih tertarik dengan fondasi gerakkan guling belakang yang benar.Pada saat memasuki tahap spesifikasi, fondasi gerak dasar itu diharapkan sudah terbentuk.
B. PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian mengenai proses pembelajaran baik secara teori maupun praktek di lapangan telah banyak dilakukan salah satunya penelitian tentang “Peningkatan Pembelajaran Roll Depan melalui metode bermain Siswa Kelas IV SD Negeri Sumber ,Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang oleh Wastuti ( 2010 ). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Sumber yang berjumlah 9
siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektivitas pembelajaran senam lantai guling depan melalui metode bermain dapat meningkat. Berdasarkan hasil tes 90% siswa dapat mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) untuk nilai Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di SD Negeri Sumber. Penelitian
yang
lain
yaitu
penelitian
tentang
“Peningkatan
Pembelajaran Guling Belakang Melalui Pendekatan Pakem Pada Siswa Kelas
23
V SD Negeri Soka 1 Srumbung, Magelang Tahun 2010/2011” oleh Albisah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Soka yang berjumlah 18 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas pembeajaran senam lantai guling belakang melalui pendekatan PAKEM dapat meningkat. Berdasarkan hasil tes 84% siswa dapat mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) untuk nilai Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di SD Negeri Soka.
C. KERANGKA BERPIKIR Pada pembelajaran senam lantai guling belakang yang biasa diterapkan selama ini menunjukkan peran aktif serta motivasi siswa masih kurang. Proses pembelajaran merupakan salah satu segi yang perlu diperhatikan karena banyak sekali kegiatan yang terjadi dalam proses pembelajaran diantaranya : penyampaian materi dapat menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Penyampaian materi akan mudah dipahami dan dilakukan oleh anak apabila menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat dan menarik bagi siswa. Senam lantai guling belakang sangat sulit bagi anak untuk melakukannya. Materi ini banyak ditakuti dan tidak diminati anak sekolah dasar, untuk mendapatkan hasil terbaik dalam pembelajaran senam lantai guling belakang maka dibutuhkan metode pembelajaran oyang tepat. Salah satu cara untuk meningkatkan pembelajaran senam lantai guling belakang adalah dengan
24
metode bermain sehingga akan mengurangi rasa takut siswa saat mengguling dan memudahkan siswa untuk melakukan gerakan guling belakang. Siswa akan merasa tidak ragu-ragu untuk melakukan guling belakang karena telah mempunyai keberanian dan motivasi yang lebih dalam pembelajaran senam lantai guling belakang atau dengan kata lain pembelajaran senam lantai guling belakang melalui metode bermain akan menjadikan siswa lebi berani dan idak ragu-ragu untuk melakukan guling belakang sehingga dapat melakukan gerak guling belakang dengan baik dan mencapai (teori) kualitas pembelajaran yang diharapkan peneliti.
D. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah metode bermain dapat meningkatkan pembelajaran senam guling belakang pada siswa kelas IV SD Negeri Jati III Sawangan Magelang.
25