BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori Bab ini memuat uraian teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori-
teori yang digunakan sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan ini adalah Teori Stakeholder, Persistensi Laba, Book Tax Differences, Large Positive Book Tax Differences, Large Negative Book Tax Differences, PSAK 46 tentang Pajak Tangguhan, Koreksi Fiskal dan Corporate Governance. Bab ini juga membahas tentang penelitian sebelumnya untuk membangun rumusan hipotesis.
2.1.1 Teori Stakeholder Berdasarkan teori stakeholder (Guthrie et al, 2002 dalam Pratiwi, 2014), manajemen perusahaan diharapkan untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan yang diharapkan stakeholder dan melaporkan informasi kepada stakeholder.
Stakeholder
sendiri
adalah
orang-orang
yang
mempunyai
kepentingan terhadap suatu perusahaan seperti kreditur, pemerintah, dan badan pembuat regulasi. Teori ini mengharapkan manajemen perusahaan melaporkan aktivitasaktivitas perusahaan kepada para stakeholder, yang berisi mengenai bagaimana dampak kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan kepada stakeholder. Jadi stakeholder mempunyai hak untuk mengetahui informasi yang disampaikan baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan meskipun nantinya mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut. Informasi
11
yang terdapat di dalam book tax differences baik berupa perbedaan temporer mengenai laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang boleh digunakan ataupun tidak digunakan oleh para stakeholder dalam pengambilan keputusan. Sesuai dengan teori ini yang mengharapkan manajemen melakukan aktivitas sesuai dengan yang diharapkan stakeholder, maka untuk membantu berjalannya harapan dari stakeholder terhadap manajemen tersebut maka diterapkanlah tata kelola perusahaan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan sehingga manajemen tidak melakukan aktivitas yang menyimpang dari keinginan stakeholder.
2.1.2 Persistensi Laba Persistensi laba adalah laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings) yang tercermin pada laba tahun berjalan (Penman, 2001). Laba yang berkesinambungan (sustainable) untuk suatu periode yang akan datang merupakan cerminan laba yang berkualitas (Ikhsan, 2012). Laba yang tidak terlalu berfluktuatif merupakan ciri dari laba yang persisten. Laba merupakan salah satu tujuan perusahaan selain untuk dapat bertahan hidup (going concern). Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan di masa depan. Penyusunan laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan. Mencapai tujuan tersebut, Standar Akuntansi Keuangan menetapkan suatu kriteria yang harus dimiliki informasi akuntansi agar dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Kriteria utamanya adalah relevan dan reliabel. Persistensi laba merupakan salah satu
12
komponen nilai prediktif laba, oleh karena persistensi merupakan unsur relevansi, maka persistensi dapat digunakan untuk menilai kualitas laba. Persistensi laba mengindikasikan laba yang berkualitas karena menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu, serta melihat bahwa perusahaan tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menyesatkan pengguna informasi, karena laba perusahaan tidak berfluktuatif tajam. Pihak eksternal perusahaan seperti investor menginginkan laba yang persisten, hal ini disebabkan karena investor dapat memprediksi nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham. Persistensi laba diukur menggunakan koefisien regresi (β1) antara laba akuntansi sebelum pajak tahun depan (PTBIt+1) dengan laba akuntansi sebelum pajak periode sekarang (PTBIt) (Hanlon, 2005). Menurut Hanlon (2005) laba sebelum pajak pada masa depan (PTBIt+1) adalah sebagai proksi laba akuntansi yang dihitung dari laba perusahaan sebelum pajak (PTBIt) dibagi total aset.
2.1.3 Book Tax Differences Perbedaan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan perpajakan (UU Nomor 17 Tahun 2000) mengharuskan perusahaan pada setiap periodenya untuk menyusun dua laporan laba rugi, yaitu laporan laba rugi komersial dan laporan laba rugi fiskal. Laporan laba rugi komersial merupakan pelaporan laba yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan menghasilkan laba bersih sebelum pajak (laba akuntansi), sedangkan laporan laba rugi fiskal disusun berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan untuk menentukan penghasilan kena pajak (taxable income) atau laba fiskal.
13
Rekonsiliasi fiskal merupakan penyesuaian-penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia. Rekonsiliasi fiskal tersebut dilakukan pada akhir periode pembukuan yang menyebabkan terjadi perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara standar akuntansi keuangan dan peraturan pajak. perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan kedalam perbedaan permanen dan perbedaan temporer (Martini dan Persada, 2010). Perbedaan permanen disebabkan oleh pengaturan yang berbeda terkait dengan pengakuan penghasilan dan biaya antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jadi dengan kata lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, sedangkan secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. Begitu juga sebaliknya, ada beberapa biaya sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedangkan menurut komersial biaya tersebut diperhitungkan sebagai biaya. Perbedaan temporer atau waktu disebabkan karena adanya perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan biaya untuk penghitungan laba. Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terdapat penghasilan atau biaya yang boleh dikurangkan pada periode akuntansi terdahulu atau periode akuntansi berikutnya dari periode akuntansi sekarang. Sementara itu,
14
komersial mengakuinya sebagai penghasilan atau biaya pada periode yang bersangkutan. Manajer dapat menggunakan kebijakannya ketika memilih salah satu diantara beberapa metode-metode akuntansi dalam proses akrual, misalnya ketika menentukan metoda depresiasi, pengestimasian periode depresiasi dan amortisasi, serta manajer bebas menggunakan pertimbangannya untuk menentukan besarnya cadangan dana yang dapat mengurangi laba, misalnya penentuan cadangan piutang tidak tertagih, cadangan kompensasi, cadangan garansi, dan lain-lain (Mills dan Newberry, 2001 dalam Irfan, 2013). Menurut Wijayanti (2006) tujuan pajak perusahaan hanya untuk mengakui pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan. Artinya, pendapatan dicatat ketika kas diterima, penangguhan pendapatan (unearned) tidak dimasukkan dalam laba fiskal, dan biaya diakui pada saat kas dikeluarkan, atau cash basic. Peraturan pajak juga tidak memberikan banyak kebebasan bagi manajemen untuk memilih prosedur akuntansi dalam pelaporan
pajaknya.
Peraturan
pajak
tidak
memperkenankan
adanya
pengestimasian dan pencadangan biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Penelitian ini hanya memfokuskan pada perbedaan temporer sesuai dengan model penelitian Hanlon (2005). Penelitian ini tidak menggunakan perbedaan permanen, karena perbedaan permanen hanya mempengaruhi periode terjadinya saja dan tidak mengindikasikan kualitas laba yang dihubungkan dengan proses akrual, selain itu perbedaan permanen tidak menimbulkan konsekuensi adanya
15
penambahan atau pengurangan jumlah pajak masa depan. Sebaliknya, perbedaan temporer dapat menimbulkan jumlah pajak yang dapat ditambahkan atau dikurangkan dimasa depan (future taxable and future deductible amounts), yang berhubungan dengan proses akrual, sehingga dapat digunakan untuk penilaian kualitas laba masa depan. Perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya biaya pajak tangguhan (deferred tax expense), sehingga kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aset pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti bahwa kenaikan aset pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak (Phillips et al., 2002). Blaylock et al. (2010) menyatakan bahwa book tax differences memiliki 3 kelompok, yaitu Large Positive Book Tax Differences (LPBTD), Large Negative Book Tax Differences (LNBTD), dan Small Book Tax Differences.
2.1.4 Large Positive Book Tax Differences Large positive book tax differences atau perbedaan besar positif terjadi akibat adanya perbedaan temporer dalam pengakuan pendapatan dan beban antara Standar Akuntansi Keuangan dan ketentuan peraturan perpajakan. Large positive
16
book tax differences merupakan selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih besar dari laba fiskal (Prabowo, 2010 dalam Irfan, 2013). Soewito (2009) dalam Pratiwi (2014) menyatakan bahwa large positive book tax differences akan timbul jika perbedaan temporer menyebabkan terjadinya koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal negatif merupakan penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak penghasilan) untuk menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan peraturan pajak penghasilan dan peraturan pelaksanaannya yang bersifat mengurangi penghasilan dan
atau
menambah
biaya-biaya
komersial
tersebut.
Koreksi
tersebut
menyebabkan beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut ketentuan peraturan perpajakan, sehingga large positive book tax differences akan menimbulkan biaya pajak tangguhan (deffered tax exspenses) di laporan laba rugi dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Menurut Prabowo (2010) dalam Irfan (2013) secara garis besar penyebab timbulnya large positive book tax differences ada dua, yaitu sebagai berikut. 1) Terdapatnya pendapatan atau keuntungan tertentu yang telah diakui dalam laporan keuangan tahun berjalan. Contohnya, keuntungan yang belum direalisasikan atas investasi dalam efek yang diperdagangkan pada periode terjadinya. Kenaikan nilai tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Sedangkan
17
dalam penghitungan pajak keuntungan tersebut belum diakui. Pajak baru mengakui keuntungan tersebut apabila keuntungan tersebut telah terealisasi yaitu pada saat efek tersebut dijual. 2) Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk perhitungan pajak tahun berjalan, tetapi baru akan dikurangkan dalam tahun mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan. Contohnya, beban penyusutan yang timbul akibat perbedaan masa manfaat aset menurut undang-undang pajak penghasilan, dimana masa manfaat aset lebih pendek dibandingkan estimasi masa manfaat aset yang dilakukan oleh manajemen, sehingga beban penyusutan menurut pajak lebih besar dari perhitungan dalam laporan keuangan komersil. Akibatnya laba komersil sebelum pajak lebih besar dari laba fiskal.
2.1.5 Large Negative Book Tax Differences Large negative book tax differences atau perbedaan besar negatif terjadi akibat adanya perbedaan temporer dalam pengakuan pendapatan dan beban antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan perpajakan. Large negative book tax differences adalah selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal (Prabowo, 2010 dalam Irfan, 2013). Large negative book tax differences timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal positif dalam laporan rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal positif terjadi ketika penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak) untuk menghitung
18
penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang pajak penghasilan
beserta
peraturan
pelaksanaanya,
yang
bersifat
menambah
penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan, sehingga large negative book tax differences akan menimbulkan manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laba rugi dan aset pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca. Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recovable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (Soewito, 2009 dalam Pratiwi, 2014). Prabowo (2010) dalam Irfan (2013) menyatakan secara garis besar large negative book tax differences timbul akibat dua hal, yaitu: 1) Terdapatnya penghasilan atau keuntungan kena pajak belum diakui di laporan keuangan tetapi telah diakui di laporan perpajakan. Contohnya, pendapatan sewa yang diterima dimuka diakui sebagai pendapatan untuk tujuan perpajakan namun diakui pada periode-periode di masa depan untuk tujuan laporan keuangan. 2) Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk perpajakan pada tahun mendatang, tetapi dikurangkan pada tahun berjalan untuk tujuan pelaporan keuangan. Contohnya, beban garansi dan beban piutang tak tertagih boleh dikurangkan untuk tujuan perpajakan hanya ketika benar-benar terjadi atau kerugian benar-benar terealisasi, tetapi biaya tersebut diperhitungkan dimuka untuk tujuan pelaporan keuangan.
19
2.1.6 Small Book Tax Differences Small book tax differences atau perbedaan kecil adalah perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, dimana nilai perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal tersebut relatif kecil, sehingga mengindikasikan kualitas laba yang dihasilkan baik (Prabowo, 2010 dalam Irfan, 2013).
2.1.7 PSAK 46 tentang Pajak Tangguhan Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, akumulasi rugi pajak belum dikompensasi, dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan. Beban pajak (Penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode. Dasar pengenaan pajak atas aset atau liabilitas adalah nilai yang terkait dengan aset atau liabilitas untuk tujuan pajak. Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak. Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
20
Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas. Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu. Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk satu periode. Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa: 1) Perbedaan
temporer
kena
pajak
adalah
perbedaan
temporer
yang
menimbulkan jumlah kena pajak dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan. 2) Perbedaan temporer dapat dikurangkan adalah perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan. Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tangguhan, kecuali jika timbul perbedaan temporer kena pajak yang berasal dari pengakuan awal goodwill atau pada saat pengakuan awal aset atau liabilitas dari
21
suatu transaksi yang bukan transaksi kombinasi bisnis dan pada saat transaksi, tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba kena pajak (rugi pajak). Aset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer dapat dikurangkan, sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang cukup memadai sehingga perbedaan temporer dapat dikurangkan tersebut dapat dimanfaatkan, kecuali jika aset pajak tangguhan timbul dari pengakuan awal aset atau pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang bukan dari transaksi kombinasi bisnis dan pada saat transaksi, tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak (rugi pajak). Aset dan liabilitas pajak tangguhan harus diukur dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aset dipulihkan atau liabilitas diselesaikan, yaitu dengan tarif pajak (dan peraturan pajak) yang telah berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada periode pelaporan. Pengukuran aset dan liabilitas pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak yang sesuai dengan cara yang diharapkan entitas, pada akhir periode pelaporan, untuk memulihkan atau menyelesaikan jumlah tercatat aset dan liabilitas.
2.1.8 Koreksi Fiskal Koreksi fiskal bertujuan untuk menyesuaikan laba komersial (yaitu laba yang dihitung menurut Standar Akuntansi Keuangan) dengan Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 sehingga diperoleh laba fiskal. Laporan Perhitungan Laba Rugi yang dibuat perusahaan merupakan laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan. Oleh karena itu agar dapat menghitung besarnya pajak penghasilan yang terutang, perusahaan harus
22
melakukan penyesuaian laporan perhitungan rugi-labanya tersebut agar sesuai dengan ketentuan dan peraturan undang-undang perpajakan. Langkah penyesuaian ini dilakukan dengan cara mencari pos-pos rekening yang berbeda perlakuan antara prinsip akuntansi berlaku umum dengan ketentuan peraturan undangundang perpajakan. Pos-pos rekening ini yang perlu dilakukan koreksi fiskal. Halhal yang menimbulkan perbedaan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan UU Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 antara lain: 1) Perbedaan Konsep Penghasilan Contoh: a. Deviden yang diterima oleh PT, Yayasan, Koperasi, BUMN/BUMD, b. Sisa Cadangan Kerugian Piutang bagi Bank, Leasing dan Asuransi 2) Perbedaan Cara Pengukuran Penghasilan Contoh : Penjualan diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada pembeli tidak melihat apakah ada hubungan istimewa atau tidak. 3) Perbedaan konsep biaya pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah semua pengorbanan ekonomis dalam rangka memperoleh barang dan jasa. Tidak terbatas hanya biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan saja. Singkatnya, biaya menurut pajak adalah pengeluaranpengeluaran yang ada kaitan langsung dengan perolehan penghasilan (cash basic). 4) Perbedaan cara pengukuran biaya sama dengan cara pengukuran penghasilan, jika ada transaksi yang tidak wajar karena hubungan istimewa maka transaksi tersebut harus dikoreksi.
23
5) Perbedaan Cara Pembebanan atau Alokasi Biaya Contoh : a. Penyusutan, hanya metode Garis Lurus dan Saldo Menurun dengan tarif yang telah ditentukan. b. Pengakuan Kerugian Piutang hanya menggunakan metode langsung. c. Penilaian Persediaan hanya menggunakan metode rata-rata dan FIFO. 6) Adanya penghasilan yang kena pajak penghasilan secara final. Penghasilan yang dikenakan pajak secara final berarti telah diperhitungkan pajak penghasilannya sehingga tidak perlu diperhitungkan lagi dalam menghitung pajak penghasilan di akhir tahun maka harus dikeluarkan dari laporan perhitungan laba-rugi. Jenis Koreksi Fiskal ada dua yaitu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif. Koreksi Fiskal Positif (FKP) adalah koreksi fiskal yang menambah besarnya laba kena pajak. Sedangkan Koreksi Fiskal Negatif (FKN) adalah koreksi fiskal yang mengurangi laba kena pajak. Soewito (2009) dalam Pratiwi (2014) menyatakan bahwa large positive book tax differences akan timbul jika perbedaan temporer menyebabkan terjadinya koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal negatif merupakan penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak penghasilan) untuk menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan peraturan pajak penghasilan dan peraturan pelaksanaannya yang bersifat mengurangi penghasilan dan
atau
menambah
biaya-biaya
komersial
tersebut.
Koreksi
tersebut
menyebabkan beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak
24
menurut ketentuan peraturan perpajakan, sehingga large positive book tax differences akan menimbulkan biaya pajak tangguhan (deffered tax exspenses) di laporan laba rugi dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Large negative book tax differences timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal positif dalam laporan rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal positif terjadi ketika penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak) untuk menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang pajak penghasilan
beserta
peraturan
pelaksanaanya,
yang
bersifat
menambah
penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan, sehingga large negative book tax differences akan menimbulkan manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laba rugi dan aset pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca. Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recovable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (Soewito, 2009 dalam Pratiwi, 2014).
25
2.1.9 Corporate Governance Corporate governance menurut Forum for Corporate Governance Indonesian (FCGI, 2001) adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemangku kepentingan internal maupun eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Dalam konsep good corporate governance
terdapat
prinsip-prinsip
dasar
yang
meliputi
transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan (KNKG, 2006). Prinsip-prinsip yang terkandung dalam good corporate governance yang dijabarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) meliputi lima prinsip sebagai berikut. 1) Transparansi (keterbukaan) Transparansi artinya perusahaan harus menyediakan informasi yang materiil dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemakai kepentingan. Dengan kata lain harus adanya keterbukaan informasi perusahaan dengan tidak hanya mengungkapkan masalah yang disyaratkan oleh perundang-undangan, tetapi juga hal penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan.
26
2) Accountability (akuntabilitas) Akuntabilitas
adalah
pertanggungjawaban
kejelasan
dalam
organ
fungsi,
struktur,
perusahaan,
sistem
sehingga
dan
pengelolaan
perusahaan berjalan dengan efektif. 3) Responsibility (pertanggung jawaban) Responsibilitas merupakan kepatuhan dalam pengelolahan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat, peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pemenuhan terhadap tanggungjawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. 4) Independency (independensi) Independensi merupakan pengelolaan perusahaan harus dilakukan secara independen dalam hal ini bebas dari kepentingan pihak manapun yang tidak sesuai dengan prinsip korporasi yang sehat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) Fairness (kewajaran) Fairness adalah perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi kebutuhan stakeholder dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan
harus
memperhatikan
hak-hak
para
pemangku
kepentingan berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan kearah yang lebih baik. Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) merupakan salah satu lembaga independen yang berfokus pada penilaian penerapan konsep corporate
27
governance di perusahaan yang telah melakukan riset mengenai penerapan corporate governance di Indonesia. IICG memeringkatkan penerapan corporate governance di Indonesia melalui riset guna memacu perusahaan di Indonesia dalam
peningkatan
kualitas
penerapan
konsep
corporate
governance.
Pemeringkatan yang dilakukan oleh IICG berupa indeks, yaitu Corporate Governance Perception Index (CGPI). CGPI yang dilakukan oleh IICG bekerjasama dengan majalah SWA yang merupakan program tahunan sebagai bentuk perhargaan terhadap inisiatif dan hasil upaya perusahaan dalam mewujudkan bisnis yang etikal dan bermartabat sejak tahun 2001. Penerapan corporate governance ini diukur dengan menggunakan skala skor yang terdiri dari 3 kategori berdasarkan tingkat kepercayaan, yaitu 55 – 69 cukup terpercaya, 70 – 84 terpercaya, dan 85 – 100 sangat terpercaya. Penerapan corporate governance memiliki manfaat bagi perusahaan, yaitu meningkatkan kinerja perusahaa melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders (FCGI, 2001).
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Tabel 2.2 berikut menyajikan ringkasan penelitian sebelumnya yang dapat
dijadikan referensi dan berhubungan dengan penelitian ini. Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya No.
1.
Judul Penelitian
Peneliti dan Alat Analisis dan Tahun Variabel Penelitian Analisis Intan Ratna Regresi Berganda Pengaruh Book Pratiwi Variabel Independen: Tax Differences (2014)
28
Hasil Penelitian
Perbedaan permanen berpengaruh
Perbedaan permanen Perbedaan temporer Large positive book tax differences Large negative book tax differences Variabel Dependen: Persistensi laba Variabel Kontrol: Komponen arus kas dan akrual Ukuran perusahaan Return on asset
terhadap Persistensi Laba
2.
Pengaruh Taufikul Kualitas Ikhsan Penerapan (2012) Corporate Governance dan konsentrasi kepemilikan terhadap Persistensi Laba
3.
Pengaruh Perbedaan antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba
4.
Pengaruh Book Tax Differences terhadap Persistensi Laba
Regresi Berganda Variabel Independen: Kualitas penerapan corporate governance Konsentrasi kepemilikan Variabel Dependen: Persistensi laba
Sheila Nike Regresi Berganda Purwanti Variabel Independen: (2013) Large positive book tax differences Large negative book tax differences Variabel Dependen: Persistensi laba Mohd. Regresi Berganda Zdulhiyanov Variabel Independen: (2015) Large positive book tax differences Large negative book tax
29
signifikan terhadap persistensi laba dan perbedaan temporer tidak berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, sedangkan large positive book tax differences dan large negative book tax differences tidak berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba. Kualitas penerapan corporate governance berpengaruh terhadap persistensi laba, sedangkan konsentrasi kepemilikan tidak signifikan berpengaruh terhadap persistensi laba. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh terhadap persistensi laba.
large positive book tax differences dan large negative book tax differences berpengaruh
5.
Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba dengan Komponen Akrual dan Aliran Kas sebagai Variabel Moderasi
6.
Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Book Tax Differences pada Persistensi Laba
7.
Pengaruh Tata Kelola Perusahaan dan Struktur Kepemilikan terhadap Persistensi Laba
differences Variabel Dependen: Persistensi laba Fatkhur Haris Regresi Berganda Irfan (2013) Variabel Independen: Large positive book tax differences Large negative book tax differences Perubahan pendapatan Nilai aset tetap kotor Ukuran perusahaan Variabel Dependen: Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal Persistensi laba Variabel Moderasi: Komponen akruan dan aliran kas Fitria Jumiati Regresi berganda (2014) Independen: Kepemilikan manajerial Large positive book tax differences Large negative book tax differences Dependen: Persistensi laba Mohammad Regresi berganda Khafid Independen: (2012) Komposisi dewan komisaris Kepemilikan manajerial Komite audit Dependen: Persistensi laba
30
terhadap persistensi laba. Perubahan pendapatan dan nilai aset tetap kotor berpengaruh terhadap perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, sedangkan large positive book tax differences dan moderasi komponen akrual dan aliran kas dengan large negative book tax differences berpengaruh terhadap persistensi laba.
Kepemilikan manajerial berpengaruh positif pada persistensi laba. Large positif (negatif) book tax differences tidak berpengaruh pada persistensi laba.
Komposisi dewan komisaris, kepemilikan manajerial, komite audit secara signifikan berpengaruh terhadap persistensi laba.
8.
Earning Management: New Evidence Based on Deferred Tax Expense
9.
The Persistence and Pricing of Earnings, Accrual, and Cash Flows When Firms Have Large Book Tax Differences
10.
Analisis Pengaruh Perbedaan antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas. Hubungan Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Pajak dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba
11.
Phillips et al. Pooled Regresion (2002) Independen: Deffered tax expense, accrual, cash flow operation, characteristic industry Dependen: Earning Management Hanlon Pooled Regresion (2005) Independen: Large positive book tax differences Large negative book tax differences Dependen: Earning persistence
Wijayanti (2006)
Pooled Regresion Independen: Persistensi laba, akrual, dan arus kas Dependen: Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
Wiryandari Regresi linier dan Yulianti berganda (2008) Independen: Persistensi laba Perilaku manajemen laba Dependen: Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
31
Beban pajak tangguhan berguna untuk mendeteksi manajemen laba yang dilakukan perusahaan untuk menghindari kerugian dan penurunan laba.
Large positive book tax differences dan large negative book tax differences mempunyai laba yang kurang persisten dibandingkan dengan perusahaan dengan small book tax differences. Large positive book tax differences dan large negative book tax differences mempunyai persistensi laba yang lebih rendah. Beban pajak tangguhan dan akrual tidak terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba degan tujuan untuk menghindari penurunan laba. Large positive book tax differences
2.3
12.
Book-Tax Differences and Earning Growth
Jackson (2009)
Pooled Regresion Independen: Permanent differences Temporer differences Dependen: Earning growth
13.
Pengaruh Book Tax Gap terhadap Persistensi Laba
Martani dan Regresi linier Persada berganda (2010) Independen: Book tax gap Dependen: Persistensi laba
memiliki persistensi laba yang lebih rendah. Terdapat hubungan negatif antara komponen perbedaan temporer dengan perubahan di masa depan beban pajak, sedangkan komponen sementara berhubungan negatif dengan perubahan dalam laba sebelum pajak masa depan. Perbedaan permanen memiliki hubungan negatif terhadap perubahan laba bersih, sedangkan perbedaan temporer memiliki hubungan positif terhadap perubahan laba bersih.
Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh Book Tax Differences pada Persistensi Laba Book tax differences dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba. Adanya perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) dapat digunakan untuk mengetahui adanya rekayasa manajerial dengan menggunakan kebebasan akrual, yang tentunya berpengaruh terhadap kualitas informasi yang terkandung dalam laba tersebut. Saat kualitas laba rendah maka tidak
32
mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya sehingga para stakeholder tidak dapat mengambil keputusan dengan baik melalui informasi yang terkandung dalam laba tersebut. Artinya book tax differences dapat mempengaruhi persistensi laba sebagai salah satu ukuran dari kualitas laba. Persistensi laba digunakan sebagai ukuran kualitas laba karena merupakan ciri kualitatif relevansi, yaitu predictive value. Mengikuti penelitian Purwanti (2013) book tax differences dilihat dari large positive book tax differences, large negative book tax differences, dan small book tax differences. Pratiwi (2014), Martani dan Persada (2010), Wijayanti (2006), Tang (2006), Yulianti (2005), dan Phillips et al. (2002) membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba, artinya perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences mempunyai laba yang kurang persisten dibandingkan perusahaan dengan small book tax differences. Perusahaan dengan perbedaan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang besar diperkirakan memiliki persistensi laba yang rendah dibandingkan perusahaan dengan perbedaan yang kecil. Large positive book tax differences akan menimbulkan biaya pajak tangguhan (deffered tax exspenses) di laporan laba rugi dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca. Large negative book tax differences akan menimbulkan manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laba rugi dan aset pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca. Munculnya saldo aset (kewajiban) pajak tangguhan dalam large positive (negative) book tax differences diduga mempunyai kualitas yang rendah dan kurang persisten dan harus ditelusuri
33
lebih lanjut, karena perubahan dalam hubungannya dengan akun neraca memungkinkan digunakan sebagai suatu cara merekayasa (menaikkan atau menurunkan) laba secara semu dalam kebijakan manajemen, sehingga large positive (negative) book tax differences secara bersama-sama mengindikasikan tidak dapat dipertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa yang akan datang (Hanlon, 2005). Semakin besar perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, diduga manajemen merekayasa laba, sehingga persistensi laba juga akan menjadi lebih rendah. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H1a: Perusahaan dengan large positive book tax differences berpengaruh negatif pada persistensi laba H1b: Perusahaan dengan large negative book tax differences berpengaruh negatif pada persistensi laba
2.3.2 Pengaruh Book Tax Differences pada Persistensi Laba Diperlemah oleh Corporate Governance Persistensi laba dapat memprediksi laba di masa depan melalui laba tahun berjalan. Informasi yang didapat dari adanya perbedaan pengakuan biaya dan penghasilan menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang menyebabkan perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) dapat digunakan sebagai indikasi untuk melihat adanya kebijakan manajemen dalam suatu perusahaan. Ciri dari persistensi laba itu sendiri adalah laba yang tidak terlalu berfluktuatif. Menurut
34
penelitian Zdulhiyanov (2015), Purwanti (2013), Wiryandari dan Yulianti (2008), Tang (2006), Yulianti (2005), serta Phillips et al. (2002) dinyatakan bahwa perusahaan dengan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal yang besar (large positive (negative) book tax differences) akan menunjukkan bahwa terdapatnya kecurangan (red flags) bagi pengguna laporan keuangan, sehingga laporan laba yang dihasilkan kurang informatif bagi para penggunanya (Hanlon, 2005). Menurut Ikhsan (2012), Khafid (2012), Susanti (2010), dan Veronica dan Siregar (2005) penerapan corporate governance terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga mampu mengurangi aktivitas menyimpang seperti rekayasa isi laporan keuangan yang tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya. Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang terdapat didalam corporate governance dapat digunakan untuk mengontrol tindakan manajer atau pengelola sehingga informasi yang dihasilkan berkualitas. Penerapan corporate governance yang baik diharapkan mampu mengendalikan perusahaan sehingga dapat mencegah terjadinya manajemen laba dan mampu memberikan informasi laba yang lebih berkualitas melalui laba yang persisten bagi para penggunanya. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H2a:
Corporate governance memperlemah pengaruh large positive book tax differences pada persistensi laba.
H2b: Corporate governance memperlemah pengaruh large negative book tax differences pada persistensi laba.
35