BAB II DASAR TEORI
2.1
PRINSIP-PRINSIP PEMBAKARAN
2.1.1
Proses Pembakaran Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan
produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup. Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping pembakaran. Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar
9 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.
Gambar 2.1 Reaksi kimia C, H, dan S terhadap O2
2.1.2
Pembakaran Tiga T Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang
terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “tiga T” pembakaran yaitu (1) Temperature/ suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar, (2) Turbulence/ turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik, dan (3) Time/ waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna. Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propana biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan produk samping pembakaran hidrogen, yang dapat mengambil panas dari gas buang, yang mungkin dapat digunakan untuk transfer panas lebih lanjut. Gas alam mengandung lebih banyak hidrogen dan lebih sedikit karbon per kg daripada bahan bakar minyak, sehingga akan memproduksi lebih banyak uap air. Sebagai akibatnya, akan lebih banyak panas yang terbawa pada pembuangan saat membakar gas alam. Terlalu banyak atau terlalu sedikitnya bahan bakar pada jumlah udara pembakaran tertentu, dapat mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan terbentuknya karbon monoksida. Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) diperlukan untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Walaupun demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2.
10 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Gambar 2.2 Perbedaan pembakaran sempurna, baik dan tidak sempurna
2.1.3
Proses Pembakaran Pada Mesin Diesel Proses pembakaran pada mesin diesel berbeda dengan proses pembakaran
pada mesin otto. Pada mesin diesel yang juga disebut dengan Compressed Ignition Engine, proses pembakaran terjadi secara spontan akibat adanya pencampuran bahan bakar pada udara yang bertekanan tinggi diruang bakar. Pada mesin otto yang biasa disebut Spark Ignition Engine, penyalaan bahan bakar yang sebelumnya dicampur dengan udara di dalam karburator menggunakan percikan bunga api dari busi. Proses pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar mesin diesel dimulai dengan penyemprotan bahan bakar pada temperatur tertentu dan tekanan yang tinggi agar butiran-butiran bahan bakar secara langsung akan berubah menjadi uap didalam ruang bakar. Temperatur dan tekanan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar akan mengkondisikan kecepatan penguapan bahan bakar tersebut. Uap bahan bakar yang terjadi selanjutnya bercampur dengan udara disekitarnya (didalam ruang bakar) sehingga tercapai pencampuran yang sesuai antara uap bahan bakar dengan udara pembakar. Pencampuran uap bahan bakar dengan udara pembakar akan sangat menentukan kesempurnaan proses pembakaran yang diawali dengan proses penyalaan. Proses penyalaan pada mesin diesel dapat terjadi pada banyak tempat, yaitu tempat-tempat dimana terdapat campuran yang sesuai antara bahan bakar dengan udara untuk proses penyalaan. Proses penyalaan yang terjadi akan dengan sangat cepat meningkatkan temperatur dan tekanan campuran uap bahan bakar dan udara sehingga mengakibatkan terjadinya proses pembakaran pada campuran tersebut.
11 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Proses pembakaran dapat dipercepat dengan cara memusar udara yang masuk kedalam silinder sehingga terjadi percepatan pencampuran uap bahan bakar dengan udara. Hal ini bertujuan agar terjadi proses pembakaran yang lebih sempurna sehingga power yang dihasilkan menjadi lebih besar dan pemakaian bahan bakar menjadi lebih efisien. Efisiensi pembakaran yang terjadi sangat ditentukan jenis bahan bakar yang digunakan. Karakteristik bahan bakar yang dimiliki oleh setiap jenis bahan bakar sangat berpengaruh desain ruang bakar mesin diesel. Umumnya desain ruang bakar mesin diesel didahului dengan penentuan jenis bahan bakar yang digunakan serta karakteristik dari bahan bakar tersebut. Penggunaan bahan bakar dengan karakteristik yang berbeda dari karakteristik bahan bakar yang direncanakan pada saat merencanakan desain ruang bakar akan menyebabkan perubahan unjuk kerja mesin tersebut serta perubahan dampak kerusakan yang mungkin diakibatkan pada periode operasi yang sama yang menyebabkan perubahan periode pemeliharaan pada mesin tersebut. Ada dua jenis perlakuan yang diterapkan agar penggunaan bahan bakar dari jenis yang berbeda dari jenis bahan bakar desainnya dapat beroperasi pada mesin diesel yang ada. Perlakuan tersebut meliputi modifikasi mesin dan treatment bahan bakar. Modifikasi mesin dapat dilakukan dengan perubahan sistem suplai bahan bakar misalnya dengan perubahan atau penambahan tangki bahan bakar, penambahan pemanas bahan bakar dan perubahan sistem injeksi bahan bakar. Modifikasi mesin umumnya dilakukan untuk penggunaan bahan minyak nabati (Straight Vegetable Oil/SVO) atau minyak hewani secara langsung dan penggunaan minyak bahan bakar (Marine Fuel Oil/MFO) sebagai bahan bakar mesin diesel. Treatment bahan bakar dilakukan dengan membuat jenis bahan bakar yang berbeda tersebut sehingga memiliki karakteristik utama yang mirip dengan jenis bahan bakar desainnya. Treatment bahan bakar ini diterapkan pada penggunaan bahan bakar biodiesel sebagai bahan bakar untuk mesin diesel.
12 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
2.1.4 2.1.4.1
Siklus Termodinamika Mesin Diesel 4-Langkah Siklus Tertutup Siklus ini merupakan permodelan ideal untuk menganalisa proses
termodinamika pada siklus Diesel. Diasumsikan gas yang terdapat pada silinder adalah udara. Pada persamaan di bawah, udara diasumsikan sebagai gas ideal dengan specific heat konstan. Siklus termodinamika yang terjadi pada siklus ialah :
Gambar 2.3 Siklus diesel tertutup
Keterangan : 1 ke2 : kompresi isentropik 2 ke 3 : pemanasan reversibel tekanan tetap 3 ke 4 : ekspansi isentropik 4 ke 1 : pendinginan reversibel volume tetap
Gambar 2.4 Diagram P-V siklus diesel
2.1.4.2
Siklus Terbuka Siklus Diesel terbuka merupakan permodelan ideal untuk menganalisa proses
yang terjadi pada compression-ignition engine. Siklus ini terdiri dari tujuh macam proses, termasuk proses yang ada pada mesin aktual, namun tanpa proses overlaping.
13 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Gambarr 2.5 Sikluss diesel terbuka Keterangaan : Compression (1 - 2) mulai padaa saat posissi piston beerada di titiik mati baw wah (TMB) dan Proses dim posisi katuup intake diitutup samppai dengan posisi p pistonn berada pada titik matti atas (TMA). Proses P ini biasanya diasumsikan d n sebagai reversibel r aadiabatik, maka siklus term modinamikka yang terrjadi ialah isentropik. Gas yangg dikompreesikan merupakann udara yanng dibawa ke k silinder dari d langkah intake (7 - 1). ( - 3) Fuel Injecction and Coombustion (2 Dimulai pada p posisii TMA kettika volumee berada pada nilai m minimum. Tidak T seperti sikklus spark-eengine, tidaak ada bahaan bakar paada silinderr. Selama proses p pembakaraan, bahan bakar diinnjeksikan dan d dibakarr. Pada peermodelan ideal, pembakaraan digantikkan dengan pemanasan n pada tekannan konstann, dimana panas p yang dimaasukkan sam ma dengan energi yan ng dilepaskaan pada pem mbakaran bahan b bakar. Expansionn (3 - 4) Merupakaan perpanjanngan dari akhir a prosees injection--combustionn menuju TMB. Proses ini diasumsikaan sebagai issentropik. B (44 - 5) Exhaust Blowdown
14 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Terjadi ketika katup exhaust terbuka. Gas meninggalkan silinder hingga tekanan pada silinder sama dengan tekanan pada exhaust manifold. Exhaust (5 - 6) Mencakup dari TMB hingga TMA, gas pada silinder didorong keluar pada tekanan yang konstan. Pada permodelan ideal, tekanan pada katup exhaust diabaikan. Intake Blowdown (6 - 7) Terjadi ketika katup exhaust dalam posisi tertutup dan katup intake dalam posisi terbuka. Tekanan pada silinder sama dengan tekanan pada manifold intake. Intake (7 - 1) Pada saat piston menuju ke bawah, udara ditarik masuk ke silinder. Tekanan pada katup intake diabaikan.
Gambar 2.6 Diagram P-V, T-V dan T-s dari siklus diesel
15 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
2.1.5
Persamaan-Persamaan Pada Siklus Diesel Ideal
Persamaan energi yang terjadi pada keempat proses adalah : u2 - u1 = q12 - w12 u4 - u3 = q34 - w34 u3 - u2 = q23 - w23 u1 - u4 = q41 - w41 Persamaan gas ideal dapat dinyatakan dengan : P.v = R.T u
= cv.T
h
= cp.T
s
= cp.ln(T) - R. ln(P)
Gambar 2.7 Siklus diesel
cv = R/(k-1) cp = k.cv Maka persamaan untuk keempat proses ialah : Kompresi : Karena s2 = s1, k
P2 ⎛ v1 ⎞ k = ⎜⎜ ⎟⎟ = rc P1 ⎝ v2 ⎠
T2 ( k −1) =r c dimana rc ialah rasio kompresi pada mesin T1 w12 =
P2 .v 2 − P1 .v1 R (T2 − T1 ) = = u1 − u 2 = cv (T1 − T2 ) 1− k 1− k
q12 = 0
2.1
2.2
Combustion: Pada langkah ini, tekanan konstan, maka
w23 = P2 (v3 − v 2 ) = P3 .v3 − P2 .v 2 = R (T3 −T 2)
q 23 = (h3 − h2 ) = qin = c p (T3 −T 2) 16 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
2.3
2.4
β = v3/v2 atau disebut juga sebagai
‘cut-off ratio’, karena ini merupakan
perbandingan volume ketika aliran bahan bakar dihentikan dengan volume ketika aliran bahan bakar baru dimasukkan.
Ekspansi : Reaksi termodinamika yang terjadi ialah isentropis, sehingga v4 = v1,
P3 ⎛ v 4 ⎞ =⎜ ⎟ P4 ⎜⎝ v3 ⎟⎠ T3 ⎛ v 4 ⎞ =⎜ ⎟ T4 ⎜⎝ v3 ⎟⎠
k
2.5
k −1
2.6
2.7
q34 = 0
w34 =
P4 .v 4 − P3 .v3 R (T4 − T31 ) = = u 3 − u 4 = cv (T3 − T4 ) 1− k 1− k
2.8
Cooling: Karena volume konstan, maka w41 = 0
2.9
q41 = (u1-u4) = qout = cv (T1 -T4)
2.10
Energi yang terjadi pada siklus Diesel ini ialah : wnet
=
w12 + w34
Efisiensi thermal sebesar :
ηt = η
t
q out wnet = 1− q 23 q in = 1 −
ηt = 1 −
2.11
(T 4 − T 1 ) k (T 3 − T 2 )
2.12
c v (T 4 − T1 ) c p (T 3 − T 2 )
2.13
17 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
2.1.6
Siklus Diesel Aktual Siklus aktual ini digunakan sebagai dasar untuk desain dari hampir semua
mesin diesel modern.
Gambar 2.8 Siklus diesel aktual Gambar diatas merupakan diagram P-V untuk mesin diesel 4-langkah. Dari gambar, dapat terlihat bahwa garis volume dibagi menjadi 16 unit. Unit-unit ini menggambarkan rasio kompresi sebesar 16 : 1. Semakin besar rasio kompresi, maka temperatur yang dibutuhkan untuk pembakaran juga semakin meningkat. Bahan bakar diinjeksikan pada titik C, dan proses pembakaran dijabarkan dengan garis CD. Proses pembakaran pada mesin diesel terjadi dengan volume yang dapat dikatakan konstan dalam waktu yang singkat. Pada periode ini terjadi kenaikan tekanan yang drastis hingga piston mencapai titik sedikit melebihi TDC. Kemudian, proses pembakaran berlanjut dengan tekanan yang relatif konstan yang kemudian turun perlahan hingga proses ini berhenti di titik D. Diagram P-V untuk bahan bakar dari mesin diesel yang mengoperasikan siklus 2-langkah hampir sama dengan diagram diatas. Perbedaan yang terjadi disebabkan tidak adanya saluran exhaust dan intake yang dipisah. Hal ini terjadi karena proses intake dan exhaust terjadi dalam interval waktu yang relatif singkat (meliputi BDC) dan tidak membutuhkan langkah penuh dari piston seperti dalam mesin 4-langkah. Sehingga, jika diagram siklus Diesel 2-langkah dianalogikan
18 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
dengan diagram diatas, fase exhaust dan intake berada diantara titik E dan B dengan beberapa overlap pada pelaksanaannya. Jadi, perbedaan mendasar dari siklus Otto dan Diesel terletak pada : - lokasi pencampuran antara bahan bakar dan udara - rasio kompresi - metode pembakaran - proses pembakaran
2.2
SIFAT BAHAN BAKAR MESIN DIESEL Pembakaran pada mesin diesel adalah proses yang terjadi pada saat bahan
bakar hidrokarbon yang mampu auto-ignition diinjeksikan ke dalam silinder yang berisi udara bertekanan dan bertemperatur tinggi hasil kompresi. Pada saat bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder, bahan bakar tidak langsung terbakar. Tetapi terdapat periode waktu yang disebut ignition delay, yaitu total waktu dari, bahan bakar dipanaskan, menguap, bercampur dengan udara dan bereaksi secara kimia menghasilkan auto-ignition. Setelah beberapa waktu kemudian, ignition akan terjadi secara spontan di beberapa lokasi tertentu. Lokasi ignition cenderung terjadi pada daerah yang mempunyai fuel-air ratio mendekati stoikometri. 1. Bahan bakar harus terbakar di dalam mesin Sifat yang terpenting dari bahan bakar mesin diesel harus mampu autoignition pada saat temperatur dan tekanan yang terjadi di silinder saat bahan bakar diinjeksikan. Nilai yang dipakai untuk mengukur ini adalah Cetane Number (ASTM D 613). Bahan bakar yang mempunyai cetane number yang tinggi cenderung mempunyai ignition delay yang pendek dan jumlah premixed combustion yang sedikit karena waktu yang dibutuhkan untuk mempersipakan bahan bakar juga sedikit. Cetane number merupakan faktor yang penting dalam sifat bahan bakar mesin solar terutama pada bahan bakar alternatif nabati. 2. Bahan bakar harus melepaskan energi pada saat terbakar Energi yang terdapat di dalam bahan bakar sama dengan jumlah total energi panas yang dikeluarkan pada saat bahan bakar mulai terbakar pada
19 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
kondisi ambient hingga terjadi produk yang kemudian dingin hingga ke kondisi ambient. Fenomena ini disebut entalpi pembakaran yang menghasilkan air dalam bentuk cairan atau gas. Jika air pada gas buang berupa cairan maka panas yang dihasilkan adalah higher heating value (HHV) atau gross heating value. Tetapi jika air yang dihasilkan berupa gas (uap air) maka yang dihasilkan adalah lower heating value (LHV) atau nett heating value. Pada mesin diesel kebanyakan tidak mempunyai kondensor sehingga yang dipakai kebanyakan adalah LHV. Nilai kalor yang terkandung di dalam bahan bakar tergantung dari beberapa
hal,
diantaranya
adalah,
proses
penyulingan,
waktu
pembuatan,dan sumber pasokan dari bahan bakar, serta komposisi bahan bakar itu sendiri. Tes yang telah dilakukan menunjukkan bahwa efisiensi aktual antara mesin diesel berbahan bakar fosil dan mesin diesel berbahan bakar biodiesel mempunyai referensi yang sama. Oleh karena itu, BSFC (Brake Spesific Fuel Consumption Ratio) yang merupakan parameter yang banyak dipakai untuk menunjukkan nilai ekonomi bahan bakar menunjukkan 12,5% lebih tinggi pada mesin diesel berbahan biodiesel.
2.14 BSFC menunjukkan efisiensi dari seberapa banyak bahan bakar yang diperlukan untuk melakukan sejumlah kerja. Jadi semakin kecil nilai BSFC maka mesin diesel tersebut semakin efisiensi. Akan tetapi, nilai tersebut tidak mencakup informasi mengenai tentang jumlah energi yang terkandung di dalam bahan bakar sehingga tidak dapat dipakai untuk perbandingan mesin diesel yang berbeda bahan bakar. Kata ‘brake’ mengandung arti bahwa power yang diukur langsung pada output shaft. Efisiensi thermal bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai rasio antara power yang dihasilkan mesin terhadap energi pada bahan bakar yang terpakai, biasanya diindikasikan dengan lower heating value (LHV) bahan
20 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
bakar. Pada saat brake power terpakai, maka efisiensi termal dapat dihitung dengan persamaan :
2.15 Nilai LHVdapat diukur dengan menggunakan calorimeter atau dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan komposisi bahan bakar. 3. Bahan bakar harus menyediakan jumlah energi yang besar setiap volumenya. Densitas dari suatu bahan bakar tidak menjadi suatu parameter yang terlalu penting untuk mesin diesel tetapi yang terpenting adalah nilai energi yang terkandung di dalamnya. Untuk perkiraan awal, bahan bakar mesin diesel hidrokarbon rata-rata mempunyai energi yang sama setiap massanya. Bahan bakar yang berbeda biasanya dihubungkan dengan densitasnya. Makin besar nilai densitasnya, maka makin besar energi potensialnya. 4. Bahan bakar tidak boleh membatasi kinerja mesin diesel pada temperatur yang rendah Bahan bakar mesin diesel mempunyai rantai hidrokarbon yang pendek yang disebut dengan waxes dimana mengkristal pada saat temperatur normal mesin diesel beroperasi. Jika temperaturnya cukup rendah, kristalkristal wax ini akan berkumpul dan menghalangi filter bahan bakar yang akan berakibat akan berhentinya operasi mesin. Bahkan pada temperatur yang sangat rendah, bahan bakar bisa memadat. Ada zat additive yang disebut sebagai pour point depressants yang berguna untuk mencegah pengumpulan kristal-kristal wax di titik lokasi penyumbatan filter bahan bakar. ASTM D2500 digunakan untuk mengukur nilai Cloud Point dari suatu bahan bakar. 5. Bahan bakar tidak bersifat korosif Banyak komponen yang terdapat dalam sisten injeksi bahan bakar mesin diesel terbuat dari High-Carbon Steels dan sangat rentan akan air yang berakibat pada pengaratan. Bahaya akan air yang dikandung oleh bahan
21 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
bakar menjadi kegagalan utama dalam sistem injeksi bahan bakar mesin diesel. Banyak mesin diesel dilengkapi dengan separator air yang membuat droplet air yang berukuran kecil berkumpul menjadi kumpulan air yang cukup besar untuk selanjutnya dibuang dari aliran bahan bakar. Bahan bakar diesel mengandung air berlebih yang apabila masuk kedalam sistem injeksi dapat mengakibatkan kerusakan dalam waktu yang singkat. ASTM D 2709 dipakai untuk mengukur jumlah air dan sedimen di dalam bahan bakar mesin diesel. Metode yang dipakai pada prinsipnya memakai gaya sentrifugal untuk mengumpulkan air yang terkandung. Beberapa bahan logam yang terkandung di dalam bahan bakar terutama sulfur juga bersifat korosif. Karena copper sangat peka terhadap jenis korosi ini, maka sering dipakai sebagai indikator untuk mengetahui korosifitas bahan bakar. 6. Bahan bakar tidak boleh mengandung sedimen yang dapat menyumbat sistem dan menyebabkan keausan Filter mesin diesel didesain untuk dapat menangkap partikel-partikel kecil yang berukuran lebih besar dari 10 mikron. Pada mesin-mesin diesel yang baru dilengkapi dengan filter yang mampu menangkap partikel berukuran 2 mikron. Kegunaan filter ini untuk mencegahnya material-material asing yang akan masuk kedalam sistem injeksi bahan bakar. Akan tetapi, pada saat bahan bakar berada pada temperatur yang tinggi, material asing itu dapat merubah bentuknya dan dapat larut di dalam bahan bakar. Material ini dapat membentuk kumpulan sedimen yang dapat menyumbat sistem dan membuat tebal permukaan komponen mesin yang bergerak misalnya piston dan stang piston. Banyak metode
penelitian yang telah
dikembangkan untuk mengukur kecenderungan bahan bakar mesin diesel untuk menghasilkan sedimen tersebut, seperti ASTM D2274, akan tetapi tidak satu pun bahan bakar yang mempunyai spesifikasi yang disebutkan dalam ASTM D 975. Pada saat bahan bakar terbakar, secara stoikometri dihasilkan CO2 dan uap air. Material-material inorganic dalam bahan bakar tersebut kemungkinan juga menghasilkan abu yang dapat menyebabkan keausan pada piston dan
22 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
silinder. Terdapat metode ASTM D 482 yang dapat dipakai untuk mengkarakterisasi jenis abu yang terdapat dalam bahan bakar mesin diesel. Selain itu pada saat bahan bakar terbakar pada temperatur yang tinggi sedangkan tidak ada oksigen yang tersedia, maka bahan bakar tersebut akan pyrolize menjadi residu yang kaya akan karbon. Hal ini tidak boleh terjadi di dalam silinder mesin diesel yang sedang beroperasi karena dapat menyebabkan pengumpulan residu seperti pada nozzel injeksi dan dapat membatasi pergerakan dari komponen mesin diesel yang bergerak. Sistem injeksi mesin diesel mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tugas yang berat. Komponen ini tentunya harus memerlukan pelumasan untuk mencegah keausan. Semua sistem injeksi mesin diesel sangat tergantung pada jenis bahan bakar yang dipakainya agar dapat memberikan pelumasan ini. 7. Bahan bakar tidak boleh menghasilkan polusi yang berlebihan Dalam kondisi yang ideal, semua karbon dalam bahan bakar akan terbakar menjadi karbon dioksida dan semua hidrogen akan berubah menjadi uap air. Dalam banyak kasus kondisi ini tercapai, akan tetapi jika terdapat kandungan sulfur di dalam bahan bakar maka akan teroksidasi menjadi sulfur dioksisda dan sulfur trioksida. Zat okida sulfat ini dapat bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfat zat sulfat lainnya. Zat sulfat ini dapat membentuk partikel di gas buang dan menaikkan level partikulat yang dihasilkan. Selain itu sulfur merupakan zat katalis yang sangat beracun. Aromatics adalah sejenis hidrokarbon yang mempunyai struktur kimia yang stabil. Zat ini terdapat di dalam bahan bakar pada level 30-35%. Aromatics merupakan zat yang mempunyai energi yang lebih besar per volumenya akan tetapi mempunyai kelemahan yaitu menghasilkan partikulat dan emisi NOx yang besar juga. Biodiesel tidak mengandung aromatics dan juga mempunyai kadar sulfat yang rendah. Jadi dari segi polusi yang dihasilkan, biodiesel tidak berbahaya karena tidak menghasilkan partikulat sebanyak bahan bakar hidrokarbon.
23 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
8. Properties bahan bakar tidak boleh menyimpang dari spesifikasi desain Viskositas bahan bakar mesin diesel seperti yang disebutkan pada ATM D975 mempunyai jarak nilai yang kecil. Kebanyakan sistem injeksi mesin diesel mengkompresikan bahan bakar menggunakan piston dan pompa silinder yang disebut plunger dan barrel. Untuk mendapatkan tekanan yang tinggi maka clearance antara plunger dan barrel sangat kecil. Oleh karenanya, pada sebagian fraksi bahan bakar dapat bocor pada saat kompresi. Jika viskositas bahan bakar rendah, maka kebocoran ini dapat menyebabkan loss power yang cukup signifikan. Dan jika viskositas juga terlalu tinggi dari spesifikasi standarnya maka pompa injeksi tidak dapat menyuplai bahan bakar pada chamber pompa. Kedua kondisi tersebut berujung pada akibat hilangnya tenaga mesin. Apabila bahan bakar mempunyai viskositas yang sangat tinggi (ekstrem) , maka akan terjadi degradasi dari kabut di dalam silinder yang mengakibatkan pengabutan yang jelek dan menghasilkan asap hitam. Karakterisasi standard bahan bakar mesin diesel dapat dilihat pada ASTM D975. Standard ini membagi bahan bakar mesin diesel menjadi 5 jenis, yaitu : Tabel 2.1 Pembagian Bahan Bakar Mesin Diesel
Sumber : ASTM D975
24 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Pada ASTM D975 hanya menyebutkan batas nilai yang harus dimiliki bahan bakar untuk dapat digunakan pada mesin diesel dan tidak menyebutkan komposisi bahan bakar yang harus dimiliki maupun asal sumbernya. Jadi pada penelitian yang kami lakukan menggunakan CPO sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel (biofuel) harus memenuhi nilai minimum yang terdapat pada ASTM D974 tersebut. Solar adalah salah satu bahan bakar motor diesel, yang dihasilkan dari penyulingan minyak mentah (crude oil) pada temperatur 200°C sampai 340°C. Kualitas solar sebagai bahan bakar motor diesel sangat menentukan kelancaran operasi. unjuk kerja, usia motor dan juga kebersihan gas buang motor diesel serta unsur pencemar udara. Sebagai bahan bakar mesin diesel, solar mempunyai beberapa sifat fisik yang mempengaruhi proses pembakaran di dalam silinder dan tingkat emisi gas buang, antara lain sebagai berikut: Angka Setana (Cetane number) Kualitas bahan bakar diesel terhadap kecepatan penyalaan dinyatakan dengan bilangan atau angka "Setana". Bilangan ini merupakan salah satu karakteristik utama pada bahan bakar diesel. Sebenarnya angka setana berhubungan denaan ignition delay (waktu penyalaan). Ignition delay sangat berpengaruh terhadap proses pembakaran didalam ruang bakar. Bahan bakar dengan angka setana yang tinggi, akan menghasilkan pembakaran yang sempurna
dan
mesin
mudah
dihidupkan,
karena
waktu
pembakaran
tertundanya (ignition delay) sangat pendek, disamping kemungkinan terjadinya detonasi semakin kecil. Bahan bakar dengan angka setana yang lebih rendah maka akan mengalami kesulitan penyalaan pada suhu rendah dan juga akan menghasilkan suara yang berisik dikarenakan ignition delay yang terlalu lama disebabkan makin besarnya tekanan puncak silinder yang terjadi pada ruang bakar. Namun angka setana yang terlalu tinggi juga tidak baik digunakan dikarenakan ignition delay yang terjadi terlalu pendek atau terlalu awal sehingga
pencampurannya
dengan
udara
tidak
sempurna
dan
akan
menyebabkan emisi gas buang yang buruk. Pada beberapa penelitian 25 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
membuktikan bahwa angka setana biodiesel lebih tinggi daripada solar. Sehingga biodiesel menjadi pilihan yang sangat menguntungkan Densitas (Density) Densitas
sangat
berhubungan
dengan
kandungan
energi
yang
dinyatakan dalam berat per satuan volume. Bila ukuran bahan bakar dinyatakan dalam unit volume, maka nilai kalor bahan bakar akan lebih tinggi harganya bila dinyatakan per satuan volume. Pada sistem injeksi bahan bakar motor diesel bahan bakar diinjeksikan berbasis ukuran volume, sehingga bila ada variasi densitas akan menyebabkan perbedaan power output. Makin besar densitas akan menimbulkan emisi smoke dan power yang lebih hesar. Maka pada prinsipnya akan lebih menguntungkan menggunakan bahan bakar yang mempunyai densitas yang lebih besar. Kekentalan (Viscosity) Pada umumnya syarat viskositas adalah maksimum, tetapi dalam beberapa hal, syarat minimum juga diperlukan. Viskositas kinematis biasanya diukur dengan viscosity meter dengan unit stoke atau cm2/detik, dan viskositas absolut dalarn poise, yang mana tenaga yang dibutuhkan untuk memutar luasan sebesar 1 cm2 dengan kecepatan 1 m/s dalarn bidang paralel yang dipisahkan dalam fluida. Untuk memudahkan perhitungannya menggunakan satuan unit centipoise (cP) dan centistokes (cS). Kenaikan viskositas akan menurunkan sudut injeksi penyemprotan, penetrasi dan distribusi bahan bakar dalam ruang bakar. Disamping dengan tingginya viskositas bahan bakar akan menimbulkan panas yang berlebihan pada injektor sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sedangkan bahan bakar dengan viskositas terlalu rendah akan dapat menyebabkan kebocoran bahan bakar tersebut pada pompa bahan bakar dan injektor, dan menyebabkan atomisasi bahan bakar yang halus serta penurunan tingkat penetrasi bahan bakar tersebut di ruang bakar. Untuk itu pentingnya menentukan viskositas yang tepat pada bahan bakar diesel sesuai dengan kebutuhan. CPO memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar, hal ini yang menyebabkan CPO pada
konsentrasi tinggi
memerlukan pemanasan awal.
26 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Selain itu viskositas juga menggambarkan tingkat pelumasan dari bahan bakar. Secara logika, viskositas bahan bakar yang lebih tinggi memiliki tingkat pelumasan yang lebih baik. Disebabkan karena fungsi solar adalah sebagai bahan bakar, maka nilai viskositas diusahakan tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu bahan bakar solar memiliki viskositas yang relatif rendah agar bahan bakar lebih mudah teratomisasi pada saat diinjeksikan ke dalam ruang bakar dan tidak mengalami hambatan di dalam sistem pemompaan dan injeksi. Disisi lain viskositas yang terlalu rendah akan menyebabkan panas berlebihan yang ditimbulkan oleh kurangnya pelumasan pada dinding silinder dan piston sehingga membuat komponen mensin menjadi cepat aus. Volatilitas (Volatility) Volatilitas adalah kecenderungan sifat bahan bakar cair untuk berubah menjadi gas. Volatilitas bahan bakar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : densitas, suhu penyalaan sendiri (autoignition), titik nyala (flash point), viskositas dan angka setana. Volatilitas yang rendah akan menyebabkan penyumbatan sistem injeksi akibat dari uap bahan bakar. Sedangkan volatilitas yang tinggi mesin akan susah hidup pada cuaca dingin, pembakaran yang tidak sempurna sehingga menyebabkan kotoran diruang bakar dan tingkat emisi yang tinggi. Nilai Kalor Bahan Bakar (LHV) Nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan kandungan energi dalarn bentuk panas yang dimiliki oleh setiap kilogram atau liter bahan bakar yang dihasilkan pada saat proses pembakaran. Motor diesel adalah suatu pesawat yang menghasilkan energi mekanis dari proses pembakaran bahan bakar, besarnya energi mekanis tersebut tergantung pada kandungan panas yang dimiliki bahan bakar. Dalam hukum-hukum fisika dan ilmu termodinamika dikenal hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa energi tersebut adalah kekal dan energi dapat dikonversi (diubah) dari satu bentuk ke bentuk energi yang lain. Besar kecilnya energi panas yang dikonversi menjadi energi mekanis tergantung dari
27 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
nilai kalor yang dimiliki oleh suatu bahan bakar. Nilai kalor biodiesel lebih rendah daripada solar, sehingga akan terjadi konsumsi bahan bakar yang lebih besar daripada solar.
Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala adalah temperatur terendah suatu bahan bakar yang pada saat dipanaskan, maka uap yang bercampur dengan udara dari hasil pemanasan tersebut akan menyala bila diberikan api kecil. Nyala tersebut tidak kontinyu, hanya berupa kilatan api. Titik nyala menunjukkan temperatur terendah bahan bakar akan mulai menyala bila tercampur dengan udara. Hal ini penting diketahui untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan keamanan pada saat penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Titik nyala sebaiknya harus cukup tinggi untuk menghindari bahaya kebakaran pada suhu ambient yang normal. Kadar Air (Water Content) Kadar air pada bahan bakar diesel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja mesin. Adanya kandungan air pada bahan bakar meskipun dalam jumlah sedikit akan menyebabkan terjadinya penyumbatan pada saluran dan filter bahan bakar, terutama untuk negara yang memiliki musin dingin. Hal tersebut terjadi karena terbentuknya kristal-kristal es pada suhu rendah di dalam bahan bakar. Kadar Belerang (Sulfur Content) Kadar belerang dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straigth-run) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Minyak mentah yang mengandung kadar belerang tinggi akan berpengaruh terhadap ketahanan mesin diesel. Kandungan belerang yang berlebihan akan menyebabkan keausan pada komponen mesin. Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya partikel-partikel padat yang terbentuk pada saat pembakaran, selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya oksida belerang, seperti SO2 dan SO3.
28 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Titik tuang (Pour Point) Titik tuang adalah batas temperatur tuang dimana mulai terbentuk kristalkristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar dan injektor. Titik tuang dipengaruhi oleh derajat ketidak jenuhan (angka iodium), semakin tinggi angka iodium maka nilai titik tuang akan semakin rendah. Selain itu titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi pula nilai titik tuang.
2.3
BAHAN BAKAR CPO Bahan bakar CPO termasuk jenis straight vegetable oil (SVO) dan
memiliki komposisi kimia yang sama dengan vegetable oil yaitu triglicerol (C3H8(OOCR)3. Struktur kimia CPO ini berbeda dengan struktur kimia biodiesel yang berupa asam lemak (alkyl ester & methyl ester) (3RCOOH). Pengolahan CPO menjadi biodiesel akan menimbulkan penurunan berat molekul dari bahan bakar nabati tersebut sebesar 30% dan penurunan viskositas yang cukup signifikan. Pemanfaatan straight vegetable oil sebagai bahan bakar mesin diesel pada mulanya dilakukan oleh Rudolf Diesel pada tahun 1900 dengan menggunakan minyak kacang tanah (peanut oil). Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak kacang tanah pada mesin diesel yang didesain menggunakan bahan bakar solar (petrolium oil) tanpa merubah atau memodifikasi mesin. Hasil pengujian menyebutkan bahwa pengoperasian mesin diesel dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kesulitan yang berarti dengan konsumsi bahan bakar sebesar 240 gram/BHP pada nilai kalor bahan bakar sebesar 8.600 kalori/kg. Penggunaan bahan bakar minyak nabati secara langsung juga digunakan oleh Amerika pada saat perang dunia ke-2 dengan memanfaatkan minyak biji kapas dan minyak jagung. Walton J tahun 1938 menyampaikan bahwa terdapat 20 jenis vegetable oil (jarak/castor, biji anggur/grapeseed, maize, camelina, biji labu/pumpkinseed, beechnut, lobak/rapeseed, lupin, pea, poppyseed, kacang tanah/peanut, ganja/hemp, rami/linseed, chestnut, biji bunga matahari/sunflower seed, sawit/palm, zaitun/olive, kedelai/soybean, biji kapas/cottonseed, and shea butter) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
29 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Pengggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel dikarenakan adanya persamaan sifat-sifat atau karakteristik minyak nabati dengan petrodiesel. Adanya persamaan karakteristik disini tidak berarti mutlak seluruh parameter minyak diesel harus sama dan terpenuhi pada minyak nabati. Parameter utama yang paling penting agar penggunaan bahan bakar minyak nabati dapat dilakukan secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel adalah viskositas bahan bakar, asam lemak bebas, density, titik nyala dan nilai kalor bahan bakar. Karakteristik bahan bakar minyak sawit dan biodiesel ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 Karakteristik Minyak Sawit CPO dan Biodiesel No
Uraian
Unit
Biodiesel
1
Kinematic Viscosity at 40oC
cSt
2.3 – 6
Minyak Sawit CPO *) 38,7
2
o
gr/cm3
0.85 – 0.90
-
o
gr/cm3
-
0,9232
mg KOH/gr
< 0.8
7,8
oC
> 100
239
% vol
< 0.05
0,05
62.1 **)
62,5
37.114 **)
36.711
Density at 40 C Density at 15 C
3
Total Acid Number (TAN)
4
Flash Point
5
Water Content
6
Cetane Index
7
Heating Value
kJ/kg
Sumber : BPPT, Standard Biodiesel Indonesia (SNI), Workshop Pemanfaatan Biodiesel sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel, Jakarta, 26 Mei 2005 **), www.coderat.com *)
Karakteristik viskositas dan density (berat jenis) bahan bakar minyak nabati jenis straight vegetable oil (SVO) sangat tergantung pada perubahan temperatur bahan bakar. Hal ini yang menyebabkan bahan bakar tersebut dijual berdasarkan satuan berat (kg atau ton), sedangkan bahan bakar petrodiesel dijual dengan satuan volume (liter atau barrel). Pengaruh perubahan temperatur terhadap viskositas dan densitas ditunjukkan pada gambar 2.9 dan 2.10 dibawah ini.
30 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Gam mbar 2.9 Peengaruh tem mperatur terh hadap densiitas bahan bbakar nabati sum mber : Dr. Rooman Przybyls lski, Canola Oil: O Physical and a Chemical Properties
Gamb bar 2.10 Penngaruh tem mperatur terh hadap viskositas bahan bakar nabaati sum mber : Dr. Rooman Przybylsski, Canola Oil: Physical annd Chemical Properties
k tumbuhann secara laangsung seebagai Di Indonesia, pemanfaaatan minyak bahan bakkar mesin diesel d saat ini i belum berkembang b dengan baaik dibandin ngkan pemanfaattan biodiessel dengan mengkonv versikan miinyak nabatti menjadi ester (metil atauu etil ester)). Hal ini disebabkan d karena k adannya pandanngan bahwa pada proses theermal (panaas) di dalam m mesin akaan menyebaabkan minyak nabati teerurai menjadi gliserin g dann asam lem mak. Asam lemak dapaat teroksidaasi atau terb bakar relatif sem mpurna, akann tetapi glisserin akan menghasilka m an pembakaaran yang ku urang sempurna dan dapat terpolimerrisasi menjaadi senyaw wa plastis yyang agak padat. p m kan kerusak kan pada mesin, m kareena membentuk Senyawa ini akan menyebabk
31 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
deposit pada pompa injektor. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak tumbuhan langsung (100 %) sebagai bahan bakar pengganti solar / minyak diesel.
2.4
PARAMETER UNJUK KERJA MESIN DIESEL Beberapa parameter yang dicatat selama pengujian unjuk kerja mesin
digunakan sebagai data mentah yang kemudian diolah menjadi data hasil pengujian. Dari data hasil pengujian akan terlihat ada tidaknya peningkatan atau penurunan performa mesin yang diuji dengan menggunakan bahan bakar CPO 100% dan campurannya dengan solar. Hasil pengujian tersebut ditunjukkan dengan parameter fuel consumption, specific fuel consumption, daya, efisiensi thermal dan komposisi gas buang yang pada pengujian ini akan diukur opasitasnya. Hasil akhir dari pengujian bahan bakar CPO 100% dan campurannya dengan solar pada variasi campuran yang didapat akan dibandingkan dengan bahan bakar solar murni sebagai pembanding (dasar acuan) dan direpresentasikan ke dalam bentuk grafik karakteristik mesin diesel genset. Berikut ini akan diuraikan metode perhitungannya, sedangkan tabel data mentah serta tabel hasil perhitungan disertakan pada Lampiran.
2.4.1
Laju Konsumsi Bahan Bakar (FC) Konsumsi bahan bakar per satuan waktu ( FC – Fuel Consumption ) dapat
ditentukan melalui persamaan berikut:
2.16 dimana : Vg = Volume bahan bakar yang dipergunakan [liter] t
2.4.2
= waktu yang dibutuhkan [detik]
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) Persamaan untuk menghitung Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ( Spesific
Fuel Consumption ) adalah sebagai berikut : 32 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
2.17 dimana:
2.4.3
SFC
= Spesific fuel oil consumption (kg/kWh)
E
= Energi yang terukur (kWh)
W
= Daya yang dihasilkan (kW)
t
= waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi (s)
mbb
= jumlah bahan bakar (kg) = Vg * ρ
Vg
= volume bahan bakar yang dipergunakan (L/hr)
ρ
= berat jenis bahan bakar (kg/L)
Daya Listrik Keluaran daya listrik yang dihasilkan mesin diesel genset diukur dengan
bantuan Watthour Meter pada satuan waktu pengukuran. Besarnya daya listrik yang dihasilkan ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut:
2.18 dimana :
W = Daya listrik yang dihasilkan (kW) E = Energi listrik yang terukur (kWh) t = waktu pengukuran (s)
2.4.4
Jumlah Input Energi Bahan Bakar Jumlah kalor masuk (Qm) dirumuskan: 2.19
dimana:
Qm
= jumlah kalor masuk (kcal)
LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kcal/kg) mbb
2.4.5
= jumlah bahan bakar (kg)
Efisiensi Thermal (ηth) Sumber energi untuk menggerakkan mesin adalah energi kimia yang
tersimpan didalam bahan bakar. Fakta yang terjadi adalah piston, bagian mesin 33 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
yang berfungsi untuk mengkonversikan energi kimia menjadi tenaga, bekerja tidak terlalu efisien untuk mengubah seluruh energi kimia menjadi tenaga (energi mekanik). Lebih kurang sepertiga dari energi bahan bakar tersebut dikeluarkan melalui pipa pembuangan sebagai panas yang hilang, sepertiga lagi hilang ke sistem pendinginan mesin (radiator) dan hanya menyisakan lebih kurang sepertiga untuk digunakan sebagai pembangkit tenaga mesin. Efisiensi Thermal, ηth , merupakan ukuran pemakaian bahan bakar oleh mesin. Efisiensi ini menunjukkan seberapa banyak daya yang dihasilkan oleh sejumlah laju panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar. Laju pelepasan panas sendiri merupakan hasil dari laju aliran bahan bakar dan nilai pembakaran bahan bakar. Sehingga untuk meningkatkan efisiensi thermal, daya output mesin dapat ditambah dengan cara meningkatkan laju aliran bahan bakar atau dengan menggunakan bahan bakar dengan nilai pembakaran yang tinggi. Efisiensi thermal dari mesin diesel genset menyatakan besarnya efektifitas energi bahan bakar yang disuplai ke ruang bakar dalam menghasilkan kerja. Efisiensi thermal dapat ditentukan melalui persamaan berikut:
2.20 dimana:
2.4.6
ηth
= Efisiensi thermal
E
= Energi yang terukur (kWh)
W
= Daya listrik yang dihasilkan (kW)
t
= waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi (s)
Qm
= jumlah kalor masuk (kcal)
mbb
= jumlah bahan bakar (kg)
Emisi Gas Buang Exhaust Diesel menghasilkan lebih dari 400 campuran partikel berbeda,
uap dan material racun organik, yang disebabkan akibat proses pembakaran bahan bakar. Beberapa racun yang ditemukan pada exhaust Diesel antara lain :
34 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Tabel 2.3 Tabel Daftar Racun Pada Exhaust Diesel carbon monoxide sulfur dioxide arsenic acetaldehyde benzene formaldehyde
inorganic lead manganese compounds mercury compounds methanol phenol cyanide compound
Tingkat polutan pada kendaraan juga tergantung pada tahun pembuatan, kebanyakan mobil tua menghasilkan asap yang lebih banyak sehingga menghasilkan polutan yang besar pula. Dibawah ini ditampilkan grafik perbandingan antara smoke factor yang diakibatkan berdasarkan daya per waktu yang dihasilkan yang dikaitkan dengan tahun pembuatan mobil.
Gambar 2.11 Grafik Pengaruh Asap Terhadap VSP Sumber : Bambang Sugiarto, Motor Pembakaran Dalam
Oleh karena itu, harus ada proses pencegahan agar efek dari exhaust Diesel dapat dikurangi sehingga tidak membahayakan bagi lingkungan. Untuk mengetahui tingkat polutan pada exhaust Diesel digunakan smoke analyzer . Smoke analyzer ini digunakan untuk mengukur nilai opasitas suatu exhaust Diesel.
35 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Gambar 2.12 Portable smoke analyzer Cara Kerja Smoke Analyzer :
Gambar 2.13 Diagram skematik smoke analyzer Sampel gas dimasukkan kedalam measurement cell, light source memancarkan sinar, apabila receiver menerima sinar secara penuh berarti opasitas 0% dan jika sinar tidak diterima sama sekali berarti opasitas 100%, jadi makin besar cahaya yang dikirim terganggu dibaca oleh receiver maka makin besar nilai opasitasnya.
36 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
Gambar 2.14 Aplikasi penggunaan smoke analyzer Saat digunakan probe smoke analyzer biasa diletakkan pada sistem exhaust knalpot, setelah itu mesin dijalankan pada rpm tertentu hingga didapatkan nilai opasitas yang nilainya konstan.
Gambar 2.15 Contoh hasil pengujian smoke analyzer Gambar diatas adalah contoh tampilan keluaran dari pengujian smoke analyzer. Dapat dilihat bahwa pada saat mesin 0 rpm, tingkat opasitasnya 27%..
Gambar 2.16 Hasil pengukuran smoke analyzer Tampilan gambar diatas menunjukkan hasil dari smoke analyzer dalam bentuk grafik dimana pada contoh diatas mesin dipertahankan melakukan putaran 3000 rpm sampai 3400 rpm.
37 Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008