BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka kokoh. 2.1.1 Tumpuan Konstruksi rangka bertugas mendukung beban atau gaya yang bekerja pada sebuah sistem tersebut. Beban tersebut harus ditumpu dan diletakan pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya. Beberapa peletakan antara lain: a. Tumpuan rol Tumpuan rol adalah tumpuan yang dapat menahan gaya tekan yang arahnya tegak lurus bidang tumpuanya. Tumpuan rol tidak dapat menahan gaya yang arahnya sejajar dengan bidang tumpuan dan momen. Tumpuan rol ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tumpuan Rol
b. Tumpuan sendi Tumpuan sendi adalah tumpuan yang mampu menahan gaya yang arahnya sembarang pada bidang tumpuan. Tumpuan sendi dapat menumpu gaya yang arahnya tegak lurus maupun sejajar dengan bidang tumpuan. Tumpuan sendi ditunjukkan pada Gambar 2.2.
4
5
Gambar 2.2 Tumpuan Sendi
c. Tumpuan jepit Tumpuan jepit adalah tumpuan yang dapat menahan gaya dalam segala arah dan dapat menahan momen. Tumpuan jepit ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Tumpuan Jepit 2.1.2
Gaya Luar Gaya luar adalah gaya yang bekerja diluar konstruksi. Gaya luar dapat
berupa gaya vertikal, gaya horizontal, momen lentur dan momen puntir. Pada persamaan statis tertentu untuk menghitung besarnya gaya yang bekerja harus memenuhi syarat kesetimbangan :
2.1.3
∑ FX
=0
∑ FY
=0
∑M
=0
Gaya Dalam Gaya dalam adalah gaya–gaya yang bekerja didalam konstruksi sebagai
reaksi terhadap gaya luar. Reaksi yang timbul antara lain sebagai berikut :
6
1. Gaya normal (N) Gaya normal merupakan gaya dalam yang bekerja searah sumbu dan bekerja tegak lurus terhadap bidang balok. -
Gaya normal positif (+) jika sebagai gaya tarik. Gaya normal positif ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Gaya Normal Positif -
Gaya normal negatif (-) jika sebagai gaya desak. Gaya normal negatif ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Gaya Normal Negatif 2. Gaya Geser (S) Gaya geser merupakan gaya dalam yang bekerja tegak lurus sumbu balok. -
Gaya geser dianggap positif (+) jika cenderung berputar searah
jarum jam. Gaya geser positif ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Gaya Geser Positif -
Gaya geser dianggap negatif (-) jika cenderung berputar
berlawanan jarum jam. Gaya geser negatif ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Gaya Geser Negatif
7
3. Momen lentur (M) Momen lentur adalah gaya perlawanan dari beban sebagai penahan lenturan yang terjadi pada balok/penahan terhadap kelengkungan. -
Momen lentur positif (+) jika cenderung membengkokan batang cekung ke bawah. Momen lentur positif ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Momen Lentur Positif -
Momen lentur negatif (-) jika cenderung membengkokan batang cembung ke atas. Momen lentur negatif ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Momen Lentur Negatif 4. Reaksi. Reaksi adalah gaya lawan yang timbul akibat adanya beban. Reaksi sendiri terdiri dari : - Momen Momen terjadi apabila sebuah gaya bekerja mempunyai jarak tertentu dari titik yang akan menahan momen tersebut dan besarnya momen tersebut adalah besarnya yang dikalikan dengan jaraknya.
M = F x s................................................................................(2.1) Keterangan :
M = momen (N.mm) F = gaya (N) s = jarak (mm)
8
- Torsi Torsi sama dengan gaya pada gerak translasi. Torsi menunjukkan kemampuan sebuah gaya untuk membuat benda melakukan gerak rotasi.
T= F x r......................................................................................(2.2) Keterangan:
T = Torsi (N.mm) F = Gaya (N) R = Lengan gaya (mm)
- Gaya Gaya merupakan kekuatan yang dapat membuat benda dalam keadaan diam menjadi bergerak. Gaya biasa dilambangkan sebagai besaran yang mempunyai arah dan digambarkan dalam ilmu fisika seperti vector dan biasa disimbolkan dengan F.
2.1.4
Diagram Gaya Diagram gaya dalam adalah diagram yang menggambarkan besarnya gaya
dalam yang terjadi pada suatu konstruksi. Sedang macam-macam diagram gaya dalam itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. Diagram gaya normal (NFD), diagram yang menggambarkan besarnya gaya normal yang terjadi pada suatu konstruksi. 2. Diagram gaya geser (SFD), diagram yang menggambarkan besarnya gaya geser yang terjadi pada suatu konstruksi. 3. Diagram moment (BMD), diagram yang menggambarkan besarnya momen lentur yang terjadi pada suatu konstruksi.
2.2. Pengelasan Sambungan las (welding joint) merupakan jenis sambungan tetap. Sambungan las menghasilkan kekuatan sambungan yang besar. Cara kerja pengelasan : a. Benda kerja yang akan disambung disiapkan terlebih dahulu mengikuti bentuk sambungan yang diinginkan.
9
b. Pengelasan
dilakukan
dengan
memanaskan
material
pengisi
(penyambung) sampai melebur (mencair). c. Material pengisi berupa material tersendiri (las asitelin) atau berupa elektroda (las listrik). d. Setelah didinginkan maka material yang dilas akan tersambung oleh material pengisi.
Simbol pengelasan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Contoh Simbol Pengelasan (Agustinus Purna Irawan, 2009)
2.2.1. Tipe Sambungan Las a. Lap joint atau fillet joint. Overlapping plat, dengan beberapa cara : 1. Single transverse fillet (las pada satu sisi) :melintang 2. Double transverse fillet (las pada dua sisi) 3. Parallel fillet joint (las paralel) Tipe las Lap joint dapat dilihat pada Gambar 2.10
Gambar 2.10 Tipe Las Lap Joint Sumber: Agustinus Purna Irawan, 2009
10
b. Butt Joint - Digunakan untuk beban tekan / kompensi - Panjang leg sama dengan throat thickness sama dengan thickness of plates (t) Gaya tarik maksimum : Single V butt joint, Ft = t . L . ⎯σt Double V butt joint, Ft = ( t1 + t2 ) L x ⎯σt Tipe las Butt joint dapat diihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Tipe Las Butt Joint Sumber: Khurmi dan Gupta, 1980 2.2.2. Perhitungan Kekuatan Las Kekuatan transverse fillet welded joint. Sambungan las dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Sambungan Las Sumber: R.S. Khurmi, 2005 - Mencari throat area a. Single fillet : A =
𝑡𝑥𝐿 √2
x σt = 0.707 x t x L x σt………....………................(2.3)
b. Double fillet : 2A = 2
𝑡𝑥𝐿 √2
x σt = 1,414 x t x L x σt......................................(2.4)
11
Keterangan: A: luas area las t : tebal las L : panjang las σt: tegangan tarik ijin bahan las - Menghitung t (tebal pengelasan) Perhitungan tebal pengelasan menggunakan rumus sebai berikut. t = s × sin 45° = 0.707 s............................................................(2.5) Keterangan : t = tebal lasan (mm) s = Tebal plat (mm) - Panjang las minimum dalam proses pengelasan (l) Perhitungan panjang pengelasan mengunakan rumus sebagai berikut. P = 1.414 s x l x 𝜏 ............................................................................(2.6) Keterangan : l = panjang pengelasan (mm) P = beban yang bekerja (N) s = Tebal plat (mm) 𝜏 = tegangan geser (𝑁⁄mm2 ) - Menghitung momen inersia (J ) Perhitungan momen inersia menggunakan rumus sebagai berikut. -
J=t
(𝑏+𝑙)4 −6𝑏 2 𝑙2 12 (𝑙+𝑏)
..............................................................................(2.7)
Keterangan: J = momen inersia (mm4) t = tebal lasan (mm)
- Menghitung momen bending Perhitungan momen bending menggunakan rumus sebagai berikut.
12
M = P × e..........................................................................................(2.8) - Menghitung gaya geser (𝜏) Perhitungan gaya geser (𝜏) menggunakan rumus sebagai berikut. 𝑃
𝜏 = 𝐴 .................................................................................................(2.9) - Section modulus (Z) Perhitungan section modulus menggunakan rumus sebagai berikut. Z=𝑡 [
4𝑙.𝑏+𝑏2 6
]..............................................................................(2.10)
- Bending stress Perhitungan bending stress menggunakan rumus sebagai berikut. 𝜎𝑏 =
𝑀 𝑍
.........................................................................................,.(2.11)
- Resultan untuk tegangan geser maksimal Perhitungan resultan tegangan geser maksimal menggunakan rumus sebagai beriut. 1
𝜏𝑚𝑎𝑥 = 2 √(𝜎𝑏 )2 + 4 𝜏 2 ………………………….…………..…...(2.12) Keterangan : P = gaya yang membebani ( N ) A = throat area ( mm ) Z = Section modulus (mm3) e = jarak gaya dengan pusat ( mm ) 𝜎𝑏 = tegangan bending (N/mm2) e = jarak gaya dengan pusat titik berat G ( mm ) b = tebal plat (mm) l = lebar plat (mm) M = Momen (N.mm) 𝜏 = tegangam geser (N/mm2)