BAB II DASAR TEORI
2.1.
Paramotor dan Paratrike
2.1.1. Paramotor Paramotor merupakan salah satu alat bantu olahraga dirgantara yang memadukan antara petualangan dan wisata dengan melayang layang diudara. Akan tetapi, dalam menerbangkan paramotor dibutuhkan keberanian dan skill khusus untuk mengendalikan parasut dan mesin yang berfungsi sebagai alat bantu menjelajah. Paramotor terdiri dari bingkai, mesin penggerak baling-baling, harness (tempat duduk terpadu), dan parasut. Paramotor dapat digunakan sediri maupun tandem (berdua). Seperti terlihat pada gambar 2.1. di bawah ini.
Gambar 2.1. Paramotor, (standar dimensi P.A.P). 2.1.2. Paratrike Paratrike adalah gabungan paramotor dan paratrike yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan penerbang yang mengalami cidera fisik serta sudah
6
7
tidak mampu lagi menggunakan paramotor (foot launch). Paratrike tidak jauh berbeda dengan paramotor perbedaannya hanya pada rangka. Paratrike dirancang untuk penerbang yang kurang mampu menggunakan paramotor (foot launch) hal ini, disebabkan oleh fisik dari seorang penerbang yang kurang mampu menggendong paramotor. Paratrike dirancangnya untuk memenuhi kebutuhan pernerbang yang kurang mampu menggunakan paramotor. Seperti terlihat pada gambar 2.2. di bawah ini.
Gambar 2.2. Paratrike, (Fly products, 2006). 2.2.
Bagian-Bagian Paratrike
2.2.1. Perancangan Frame Pesawat Paratrike Frame pesawat paratrike berfungsi sebagai tempat dudukan mesin bensin, alat bantu take-off, tempat duduk pilot, konektor parasut, dan roda, serta kelengkapan lainnya yang mendukung kinerja dari pesawat paratrike. Desain frame pesawat paratrike dapat dilihat pada gambar 2.3. berikut ini.
8
Gambar 2.3. Frame pesawat paratrike. 2.2.2.
Perancangan Pelindung Propeller Pesawat Paratrike Pelindung Propeller pesawat paratrike berfungsi sebagai pembatas
berputarnya propeller yang dieratkan menggunakan U-bolt pada kerangka utama untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena jika terjadi kecelakaan akan menimbulkan cidera yang fatal. Kontruksi pelindung propeller sangat sederhana, tetapi memiliki fungsi terpenting bagi pilot maupun orang lain untuk melindungi dari kecelakaan yang diakibatkan oleh propeller. Seperti terlihat pada gambar 2.4. dibawah ini.
Gambar 2.4. Pelindung propeller.
9
2.2.3.
Perancangan Lengan Ayun Pada umumnya, lengan ayun berfungsi sebagai batang pengungkit dari
roda yang di sambungkan ke suspensi dan rangka utama serta berperan untuk mengurangi gaya yang terjadi. Seperti terlihat pada gambar 2.5. dibawah ini.
Gambar 2.5. Lengan ayun (swing arm). 2.2.4.
Perancangan dan Pemilihan Sistem Peredam Kejut Peredam kejut biasa disebut sebagai suspensi, karena memiliki dua
fungsi utama yaitu berperan dalam handling, pengereman dan berfungsi menambah keamanan dan kenyamanan pengendara dari kondisi jalan yang tidak rata, dan getaran mesin. Seperti terlihat pada gambar 2.6. dibawah ini.
Gambar 2.6. Peredam kejut.
10
2.2.5.
Perancangan dan Pemilihan Sambungan Ulir Perancangan frame peawat paratrike memakai Sambungan ulir untuk
mengikat dua atau lebih komponen frame paratrike. Sambungan Ulir merupakan jenis dari sambungan semi permanent (dapat dibongkar pasang). Sambungan ulir terdiri dari dua bagian, yaitu baut yang memiliki ulir di bagian luar dan Mur memiliki ulir di bagian dalam. Seperti terlihat pada gambar 2.7. di bawah ini.
Gambar 2.7. Sambungan ulir. 2.2.6.
Perancangan Gandar Gandar berfungsi sebagai tumpan dari roda, karena gandar merupakan
salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Gandar memiliki peranan utama dalam menahan beban pada setiap roda, sedangkan gandar tidak menerima beban puntir dan hanya mendapat beban lentur sehingga pemilihan jenis poros ini sesuai dengan kebutuhan dari mekanisme penerus daya yang dibutuhan oleh frame paratrike. Seperti terlihat pada gambar 2.8. dibawah ini.
Gambar 2.8. Gandar.
11
2.2.7.
Perhitungan dan Pemilihan Bantalan (Bearing) Proses pemilihan bantalan yaitu berdasarkan jenis pembebanan dan
mengukur diameter gandar yang dipakai, dan pemilihan bantalan harus sesuai dengan diameter gandar yang digunakan. Bantalan berfungsi sebagai elemen mesin yang menumpu poros berbeban. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros suatu mesin bekerja dengan baik. Bantalan yang direncanakan adalah bantalan gelinding. Seperti terlihat pada gambar 2.9 di bawah ini.
Gambar 2.9. Bantalan 2.2.8.
Perancangan dan Pemilihan Roda (kaki-kaki) Roda berfungsi sebagai alat bantu gelinding frame pesawat paratrike
yang membawa beban serta melaju dengan kecepatan tinggi. Roda yang direncanakan adalah memakai roda grobak angkung dengan dimensi velg 10 inchi, roda grobak ini sudah didesain mampu menumpu beban hingga 200 kg lebih, sehingga roda grobak angkung ini masih dapat diaplikasikan pada perancangan roda paratrike. Seperti terlihat pada gambar 2.10 dibawah ini.
12
Gambar 2.10. Roda. 2.2.9.
Perancangan Jok Jok berfungsi sebagai tempat duduk pilot yang terbuat dari
serangkaian pipa aluminium yang dieratkan menggunakan paku keling dan dianyam menggunakan belt (sabuk) untuk menahan beban pilot. Tempat duduk disambungkan pada kerangka utama dengan bantuan baut dan tali, serta dilengkapi dengan sabuk pengaman (safety belt). Seperti terlihat pada gambar 2.11 di bawah ini.
Gambar 2.11. Tempat duduk
13
2.2.10.
Pemilihan Tali Weebing Pemilihan tali weebing berdasarkan beban maksimum dari paratrike,
akan tetapi, perancang mengambil angka faktor keamanan puluhan kali lipat supaya mendapatkan safety yang lebih memadai karena tali weebing ini penting perannya dan berfungsi untuk memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) yang memerintahkan untuk memasang tali dan carabiner (pengait) disetiap frame minimal dua buah carabiner, selain untuk memenuhi persyaratan, tali dan carabiner berfungsi sebagai kekuatan utama pada saat terbang melayang diudara. Pemilihan tali weebing pada perancangan ini adalah tali weebing panjat tebing yang sudah teruji kekuatannya. Seperti terlihat pada gambar 2.12 di bawah ini.
Gambar 2.12. Tali weebing. 2.2.11. Pemilihan Carabiner Carabiner berfungsi sebagai pengait tali parasut dan tali weebing, serta berguna untuk memenuhi peraturan yang dikeluarkan oleh Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) yang memerintahkan menggantung sebuah pengait minimal 2 buah pada rangka. Pengait yang dipilih harus standart material dan mampu menahan beban dari paratrike (Kn). Seperti terlihat pada gambar 2.13 di bawah ini.
14
Gambar 2.13. Carabiner. 2.3. Kriteria Perancangan Meskipun kriteria yang digunakan oleh seorang perancang adalah banyak, namun semuanya tertuju pada kriteria berikut ini: 1. Function (fungsi/pemakaian) 2. Safety (keamanan) 3. Reliability (dapat dihandalkan) 4. Cost (biaya) 5. Manufacturability (dapat diproduksi) 6. Marketability (dapat dipasarkan)
2.4.
Prosedur Umum dalam Perancangan Mesin dan Struktur Dalam perancangan komponen mesin disini tidak ada aturan yang baku.
Masalah perancangan mungkin bisa diselesaikan dengan banyak cara. Jadi, prosedur umum untuk menyelesaikan masalah perancangan adalah sebagai berikut (Zainuri, 2010). 1. Mengenali kebutuhan/tujuan Pertama adalah membuat pernyataan yang lengkap dari masalah perancangan, menunjukkan kebutuhan/tujuan, maksud/usulan dari mesin yang dirancang.
15
2. Mekanisme Pilih mekanisme atau kelompok mekanisme yang mungkin. 3. Analisis gaya Tentukan gaya aksi pada setiap bagian mesin dan energi yang ditransmisikan pada setiap bagian mesin. 4. Pemilihan material Pilih material yang paling sesuai untuk setiap bagian dari mesin. 5.
Tentukan bentuk dan ukuran bagian mesin dengan mempertimbangkan gaya aksi pada elemen mesin dan tegangan yang diijinkan untuk material yang digunakan.
6.
Modifikasi Merubah/memodifikasi ukuran berdasarkan pengalaman produksi yang lalu. Pertimbangan ini biasanya untuk menghemat biaya produksi.
7.
Detail Menggambar secara detail setiap komponen dan perakitan mesin dengan spesifikasi lengkap untuk proses produksi.
8.
Produksi Komponen bagian mesin seperti tercantum dalam gambar detail diproduksi di workshop.
Diagram alir untuk prosedur umum perancangan mesin dapat dilihat pada Gambar 2.14 di bawah ini.
16
Pengenalan kebutuhan
Sintesis (mekanisme)
Analisa gaya
Pemelihan bahan
Desain elemen (ukuran dan tegangan-tegangan).
Modifikasi
Gambar detail
Produksi Gambar 2.14. Diagram alir prosedur umum perancangan, (Zainuri, 2010).
2.5. Standar, Kode, Dan Peraturan Pemerintah Dalam Desain. Pembatas desain disediakan oleh organisasi pemasaran dan manajemen insinyur-insinyur termasuk standar, kode, dan peraturan-peraturan pemerintah, baik dalam dan luar negeri. Standar adalah didefinisikan sebagai kriteria, aturan, prinsip, atau gambaran yang dipertimbangkan oleh seorang ahli, sebagai dasar perbandingan atau keputusan atau sebagai model yang diakui.
17
Kode adalah koleksi sistematis dari hukum yang ada pada suatu negara atau aturan-aturan yang berhubungan dengan subyek yang diberikan. Peraturan pemerintah adalah peraturan-peraturan yang berkembang sebagai hasil perundang-undangan untuk mengontrol beberapa area kegiatan. Contoh perarturan pemerintah Amerika adalah: 1. ANSI : American National Standards Institute 2. SAE
: Society of Automotive Engineers
3. ASTM : American Society for Testing and Materials 4. AISI 2.6.
: American Iron and Steel Institute
Pengertian Dan Kegunaan Software Autodesk Inventor Autodesk Inventor merupakan program yang dirancang khusus untuk
keperluan bidang teknik seperti desain produk, desain mesin, desain mold, desain konstruksi, atau keperluan teknik lainnya. Autodesk Inventor adalah program pemodelan solid berbasis fitur parametrik, artinya semua objek dan hubungan antar geometri dapat dimodifikasi kembali meski geometrinya sudah jadi, tanpa perlu mengulang lagi dari awal. Hal ini sangat membantu ketika sedang dalam proses desain suatu produk atau rancangan. Untuk membuat suatu model 3D yang solid ataupun surface, langkah awal harus membuat gambar sketch terlebih dahulu atau mengimpor gambar 2D dari Autodesk Autocad. Setelah gambar atau model 3D tersebut jadi, langkah selanjutnya dapat membuat gambar kerjanya menggunakan fasilitas drawing. Autodesk Inventor juga mampu memberikan simulasi pergerakan dari produk yang akan didesain, serta software ini dapat digunakan untuk analisis kekuatan. Alat ini cukup mudah digunakan, dan dapat membantu mengurangi kesalahan dalam membuat desain. Dengan demikian, biaya uji coba produk dapat berkurang, (time to market).
benda yang desain pun dapat diproses secara langsung oleh bagian
workshop, karena produk yang akan diproses sudah disimulasi terlebih dahulu melalui software. sehingga kerusakan produk dapat diatasi seminimal mungkin.
18
Dalam Autodesk Inventor terdapat pilihan beberapa template, Masing–masing template mempunyai kegunaan dan fungsi sesuai pekerjaan yang dibutuhkan. Berikut adalah penjelasan pada masing-masing template, yaitu: 1. Sheet Metal.ipt Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk part atau komponen berjenis metal seperti benda-benda yang terbuat dari plat besi yang ditekuk-tekuk. 2. Standard.dwg Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar kerja. 3. Standard.iam Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar assembly yang terdiri atas beberapa part atau komponen. 4. Standard.idw Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar kerja atau 2D. 5. Standard.ipn Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk animasi urutan perakitan dari
gambar assembly yang telah dirakit. Kita dapat memanfaatkannya untuk membuat gambar Explode View. 6. Standard.ipt Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk part atau komponen secara umum tanpa spesifikasi khusus seperti dalam pembuatan part pada Sheet Metal. 7. Weldment.iam Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk assembly yang memiliki tool
untuk teknik pengelasan.
19
2.7. Dasar Pembebanan Tegangan dan Regangan Dasar pembebanan pada elemen mesin adalah beban (gaya) aksial, gaya geser murni, torsi dan bending. Setiap gaya menghasilkan tegangan pada elemen mesin, dan juga deformasi, artinya perubahan bentuk. Disini hanya ada 2 jenis tegangan normal dan geser. Gaya aksial menghasilkan tegangan normal. Torsi dan geser murni, menghasilkan tegangan geser, dan lentur menghasilkan tegangan normal dan geser. 2.7.1. Gaya aksial Tegangan normal adalah intensitas gaya yang bekerja normal (tegak lurus) terhadap irisan yang mengalami tegangan, dan dilambangkan dengan ζ (sigma). Bila gaya-gaya luar yang bekerja pada suatu batang sejajar terhadap sumbu utamanya dan potongan penampang batang tersebut konstan, tegangan internal yang dihasilkan adalah sejajar terhadap sumbu tersebut. Gaya-gaya seperti itu disebut gaya aksial, dan tegangan yang timbul dikenal sebagai tegangan aksial. Konsep dasar dari tegangan dan regangan dapat diilustrasikan dengan meninjau sebuah batang prismatik yang dibebani gaya-gaya aksial (axial forces) P pada ujung-ujungnya. Sebuah batang prismatik adalah sebuah batang lurus yang memiliki penampang yang sama pada keseluruhan pajangnya. Untuk menyelidiki tegangan-tegangan internal yang ditimbulkan gaya-gaya aksial dalam batang, dibuat suatu pemotongan garis khayal pada irisan mn, seperti pada Gambar 2.15 irisan ini diambil tegak lurus sumbu longitudinal batang. Karena itu irisan dikenal sebagai suatu penampang (cross section).
20
L
δ m
P
P
d n
(a)
m 𝛿
P n
(b)
Gambar 2.15. Batang prismatik yang dibebani gaya aksial, (www.aripsusanto.com) Tegangan normal dapat berbentuk: 1. Tegangan Tarik (Tensile Stress) Tegangan tarik terjadi apabila sepasang gaya tarik aksial menarik suatu batang, dan akibatnya batang ini cenderung menjadi meregang atau bertambah panjang. Maka gaya tarik aksial tersebut menghasilkan tegangan tarik pada batang di suatu bidang yang terletak tegak lurus atau normal terhadap sumbunya. Seperti terlihat pada gambar 2.15 di bawah ini.
P
P
Gambar 2.16. Gaya aksial pada balok, (Zainuri, 2010).
21
Tegangan Dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis balok, menghasilkan tegangan normal tarik ζ sebesar :
ζ=
(2.1)
Keterangan : α = Luas penampang P = Gaya ζ = Tegangan normal 2.7.2.
Regangan Regangan merupakan perubahan bentuk per satuan panjang pada suatu
batang. Semua bagian bahan yang mengalami gaya-gaya luar, dan selanjutnya tegangan internal akan mengalami perubahan bentuk (regangan). Misalnya di sepanjang batang yang mengalami suatu beban tarik aksial maka akan meregang atau bertambah panjang, sementara suatu kolom yang menopang suatu beban aksial akan tertekan atau menjadi pendek. Perubahan bentuk total (total deformation) yang dihasilkan suatu batang dinyatakan dengan huruf Yunani δ (delta). Jika panjang batang adalah L, regangan (perubahan bentuk per satuan panjang) dinyatakan dengan huruf Yunani ε (epsilon), maka: Gaya aksial pada Gambar 2.5. juga menghasilkan regangan aksial ε : ε=δ/L Keterangan : δ = Pertambahan panjang (deformasi) L = Panjang awal. ε = Regangan normal
(2.2)
22
Sesuai dengan hukum Hooke, tegangan adalah sebanding dengan regangan. Dalam hukum ini hanya berlaku pada kondisi tidak melewati batas elastis suatu bahan, ketika gaya dilepas. Kesebandingan tegangan terhadap regangan dinyatakan sebagai perbandingan tegangan satuan terhadap regangan satuan, atau perubahan bentuk. Pada bahan kaku tapi elastis, seperti baja, dapat diperoleh bahwa tegangan satuan yang diberikan menghasilkan perubahan bentuk satuan yang relatif kecil. Pada bahan yang lebih lunak tapi masih elastis, seperti perunggu, perubahan bentuk yang disebabkan oleh intensitas tegangan yang sama dihasilkan perubahan bentuk sekitar dua kali dari baja dan pada aluminium tiga kali dari baja. Regangan ε disebut regangan normal (shear strain) karena berhubungan dengan tegangan normal. Adapun persamaan regangan normal berdasarkan hukum Hooke : = E /ε
ε=
/E
(2.3)
Keterangan : = Tegangan normal. ε = Regangan normal. E = Modulus elastis. 2.7.3.
Tegangan Geser Akibat Torsi Tegangan geser akibat tosi terjadi ketika bagian mesin menerima aksi dua
kopel yang sama dan berlawanan dalam bidang satu maka bagian mesin ini dikatakan menerima torsi. Tegangan yang diakibatkan oleh torsi dinamakan tegangan geser torsi. Tegangan geser torsi adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada permukaan luar. Pada sebuah poros yang dijepit pada salah satu ujungnya dan menerima torsi pada ujung yang lain seperti pada Gambar 2.17. Akibat torsi, setiap bagian yang terpotong menerima tegangan geser. Tegangan geser maksimum pada permukaan luar poros dengan persamaan sebagai berikut :
23
η
(2.4)
Gambar 2.17. Tegangan geser torsi, (Zainuri, 2010). Keterangan : η = Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau Tegangan geser maksimum. r = Radius poros, T = Momen puntir atau torsi, J = Momen inersia polar, C = Modulus kekakuan untuk material poros, l = Panjang poros, = Sudut puntir dalam radian sepanjang l. 1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah: (2.5)
2. Dari persamaan (2.4-2.5) diperoleh: T
=
η atau T= η r r
(2.6)
24
Untuk poros pejal berdiameter d, maka momen inersia polar J adalah:
=
T= η
=
d
d
d
=
d =
(2.7)
d
(2.8)
ηd
Untuk poros berlubang dengan diameter luar d dan diameter dalam d , maka momen o
i
inersia polar J adalah: =
T=η
=
[(d ) (di ) dan r =
[(d ) (di ) ]
η (d ) (
d
d
=
) dimana k =
(2.9)
(d ) (di ) η [ ] d
(2.10)
di d
3. Kekuatan poros berarti torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros. Jadi desain sebuah poros digunakan untuk kekuatan. persamaan diatas Daya yang ditransmisikan oleh poros (dalam watt) adalah:
P =
(Watt)
Keterangan: T = Torsi yang ditransmisikan dalam N-m, dan ω = Kecepatan sudut dalam rad/s.
(2.11)
25
2.8.
Gandar Menurut Sularso dan Suga, (1997), poros merupakan salah satu bagian
terpenting dari setiap elemen mesin, hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Gandar merupakan poros roda yang tidak memindahkan gaya, bahkan gandar terkadang tidak boleh ikut berputar. Gandar hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula. terkadang juga mengalami beban puntir. Seperti terlihat pada gambar 2.18 di bawah ini.
Gambar 2.18. Gandar roda. Dalam merancang sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1.
Kekakuan poros. Meskipun sebuah poros mempunyai kekakuan yang cukup tetapi jika lenturan atau defleksi puntirannya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda gigi). Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.
26
2.
Puntiran kritis Bila putaran suatu mesin dinaikan, maka pada suatu harga putaran tertentu terdapat getaran yang luar biasa besarnya, putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll., dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin, poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.
3.
Korosi Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.
4.
Bahan poros Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit (permukaan) yang sangat tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja chrom nikel, baja chrom nikel molibden, baja chrom, dan lain-lain.
Nama–nama dan lambang-lambang dari bahan menurut standart beberapa negara serta serta persamaannya dengan JIS (Standart Jepang) untuk poros diberikan dalam lampiran tabel standart baja.
2.8.1.
Poros dengan Tegangan Lentur (Bending stress) Tegangan lentur merupakan tegangan yang diakibatkan oleh bekerjanya
momen lentur pada benda. Sehingga lenturan benda disepanjang sumbunya menyebabkan sisi bagian atas tertarik, karena bertambah panjang dan sisi bagian bawah tertekan. Dengan demikian struktur material benda di atas sumbu akan mengalami tegangan tarik, sebaliknya dibagian bawah sumbu akan menderita tegangan tekan. Sedangkan daerah diantara permukaan atas dan bawah, yaitu
27
yang sejajar dengan sumbu benda tetap, tidak mengalami perubahan, ini disebut sebagai bidang netral seperti terlihat pada gambar 2.19. di bawah ini.
Gambar 2.19. Tegangan bending. Pergeseran (shear) adalah keadaan dimana dua buah benda yang saling bertumpukan bergeser akibat arah gaya yang berlawanan. Salah satu contoh pada frame paratrike yang akan dirancang dan menerima gaya pergeseran (shear) adalah pada titik center of gravity dan letak tumpuan lainnya. Bending atau kombinasi semua tegangan dan regangan adalah keadaan dimana sebuah benda mengalami tegangan dan regangan secara bersamaan. pada struktur pesawat paralayang model paratrike banyak struktur yang mengalami bending. sehingga akan berlakunya persamaan di bawah ini: Persamaan umum tegangan lentur, adalah :
=
ζ y
=
R
Keterangan : I = Inersia pada sumbu benda (Ixx atau Iyy). y = Jarak dari bidang netral ke permukaan luar benda. E = Modulus elastisitas / Young. R = Radius kelengkungan benda.
(2.12)
28
2.8.2. Poros dengan Beban Lentur Poros yang terpasang pada rangka paratrike ini terdapat satu poros artinya sebuah poros menahan keseluruhan beban yang dibantu dengan peredam kejut (suspensi) sehingga beban yang diterima oleh poros diredam oleh suspensi. Poros yang digunakan dalam perancangan ini adalah poros yang tidak menghantarkan putaran dari komponen lain, melainkan hanya sebagai alat bantu glinding roda saja yang ditahan oleh lengan ayun. Akibat adanya pembebanan pada poros, maka akan terjadi lenturan sehingga timbul momen sebagi reaksi dari pembebanan yang bekerja pada tumpuan, perlu dihitung terlebih dahulu gaya reaksi tumpuan akibat adanya reaksi pembebanan. (Sularso dan Suga, 1997). Tegangan yang diijinkan dari bahan poros menggunakan bahan jenis S-F harga safety faktor (SF1) diambil 5,6 dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan baja paduan (Sularso dan Suga, 1997). Besar harga tegangan pada gandar dapat dicari menggunakan persamaan seperti tertulis di bawah ini : =
(2.13.a) (
)
=
Keterangan : = Tegangan geser yang dijinkan (N/mm2) A = Luas penampang (mm) F = Gaya (N) = Safety faktor = Kekuatan tarik (N/mm2)
(2.13.b)
29
Dalam merancang suatu mesin, harus memperhatikan aspek kekuatan material bahan gaya yang bekerja. Gaya-gaya yang bekerja harus lebih kecil dari tegangan yang diijinkan. Mengingat macam-macam beban serta sifat beban, disarankan dalam menghitung diameter poros (ds) untuk memasukkan pengaruh kelelahan karena beban berulang. Harga faktor koreksi (Kt) untuk momen puntir atau torsi diberikan pada tabel 2.1. (Sularso dan Suga, 1997). Tabel 2.1. Faktor koreksi untuk momen puntir, (Sularso dan Suga, 1997) Pembebanan
Faktor koreksi
Beban dikenakan secara halus
1,0
Kejutan atau tumbukan besar
1,0-1,5
Sedangkan untuk momen lentur, faktor koreksi (Km) sesuai dengan tabel 2.2. Tabel 2.2. Faktor koresi untuk momen lentur, (Sularso dan Suga, 1997) Pembebanan
Faktor koreksi
Pembebanan tetap
1,5
Pembebanan dengan tumbukan ringan Pembebanan dengan tumbukan berat
1,5-2,0 2-3
Diameter poros dapat dihitung dengan menggunakan persamaan, (Sularso dan Suga, 1997) ds = *
+1/3
keterangan : ds = Diameter Poros (mm)
(2.14)
30
ηa = Tegangan geser yang diijinkan (N/mm2) Km = Faktor koreksi momen lentur M = Momen lentur maksimal (N.mm) Kt = Faktor koreksi momen puntir T = Torsi (N.mm) Sedangkan untuk menghitung Besar tegangan yang terjadi pada bahan yang digunakan untuk poros, dapat dipakai teori tegangan geser maksimum (ηmax) harus lebih kecil dari tegangan geser yang dijinkan (ηa) (Sularso dan Suga, 1997). ηmax = *(
) √(
)
(
)+
(2.15)
η
Keterangan : ds
= Diameter poros (mm)
Km
= Faktor koreksi momen lentur = Momen lentur maksimal (N.mm)
Kt
= Faktor koreksi momen puntir
T
= Torsi (N.mm)
Persamaan berikut digunakan untuk menghitung momen lentur pada gandar:
=
total
Keterangan : = Momen lentur F total
= Beban = Panjang gandar
(2.16)
31
Persamaan 2.17 dapat digunakan untuk menghitung momen tahanan yang diperlukan pada penampang lingkaran adalah sebagai berikut: (2.17) Keterangan : = Momen tahanan = Momen lentur = Tegangan lentur Persamaan untuk menghitung diameter minimum gandar adalah sebagai berikut: d=√
b
.
(2.18)
keterangan: d
= Diameter minimum b
= Momen tahanan
Persamaan untuk mencari harga tegangan lentur dapat adalah sebagai berikut: b b
Keterangan : = Tegangan lentur b
= Momen lentur
(2.19)
32
b
= momen tahan
Menurut Sularso dan Suga, (1997), persamaan-persamaan standart JIS E4501 diberikan seperti tertulis dibawah ini beserta arti dari lambang-lambang yang digunakannya adalah Proses menghitung momen pada tumpuan roda karena beban statis dapat digunakan persamaan sebagai berikut: M1 = (j-g)
w/4
(2.20)
Keterangan : M1 = Momen tumpuan roda karena beban statis. j
= Jarak bantalan radial.
g = Jarak telapak roda. W = Bebam statis pada satu gandar. Harga momen tumpuan roda gaya vertikal dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.21 seperti tertulis di bawah ini. M2 = αv
M1
(2.21)
Keterangan : M2 = Momen tumpuan roda gaya vertikal Harga αv dapat dilihat pada tabel di lampiran 2 M1 = Momen tumpuan roda karena beban statis. Untuk mengetahui besar beban horizontal, dapat digunakan persamaan di bawah ini. P=
W
(2.22)
33
Keterangan : P = Beban horizontal Harga
dapat dilihat pada tabel lampiran 2
W = Beban statis satu gandar.
Q0 adalah beban pada bantalan karena beban horizontal, adapun persamaan untuk mencari besar beban pada bantalan yaitu : Q0 = P
(h/j)
(2.23)
Keterangan : Q0 = Beban pada bantalan h = Tinggi titik berat j = Jarak roda P = Beban horizontal.
Persamaan untuk mengetahui besar beban horizontal dapat dituliskan seperti dibawah ini: Ro = P
(h + r) / g
(2.24)
Keterangan : Ro = Beban horizontal P = Beban horizontal h = Tinggi titik berat r = Jarak roda g = Jarak telapak roda
Persamaan 2.25 dapat digunakan untuk mencari harga momen lentur pada naf tumpuan roda sebelah dalam, seperti di bawah ini:
34
M3 = Pr + Qo
( + l) – Ro
[ (j-g) / 2]
(2.25)
Keterangan: M3 = Momen lentur pada naf tumpuan roda sebelah dalam Qo = Beban pada bantalan Ro = Beban horizontal J
= Jari-jari roda
g = Jarak telapak roda
2.9.
Bantalan Menurut Sularso dan Suga, (1997), bantalan adalah elemen mesin yang
menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan panjang umurnya. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak berfungsi secara mestinya. Jadi, bantalan dalam permesinan dapat disamakan perannya dengan pondasi pada gedung. Bantalan dapat diklarifikasikan sebagai berikut : 1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros. a. Bantalan luncur Pada bantalan luncur ini terjadi gesekan luncur antara poros roda dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisan pelumas. Seperti terlihat pada gambar 2.9.(a). b. Bantalan gelinding Gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat. Seperti terlihat pada gambar 2.20.(b).
35
Gambar 2.20. (a) Bantalan luncur, (b) Bantalan gelinding, (Sularso dan Suga, 1997). 2. Atas dasar arah beban terhadap poros a. Bantalan radial. Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros bantalan ini sering digunakan untuk komstir pada sepeda motor, sepada, mobil dll. b. Bantalan aksial. Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros. c. Bantalan gelinding khusus. Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus dengan sumbu poros. 2.9.1.
Klasifikasi dan Kriteria Pemilihan Bantalan Secara umum bantalan dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan
berdasarkan konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah beban yang bekerja pada bantalan, seperti ditunjukkan pada gambar 2.9., bantalan dapat diklasifikasikan menjadi : a. Bantalan radial/radial bearing : menahan beban dalam arah radial. b. Bantalan aksial/thrust bearing : menahan beban dalam arak aksial. c. Bantalan yang mampu menahan kombinasi beban dalam arah radial dan arah aksial. Pemasangan bantalan poros diantara poros dan dudukan bertujuan untuk memperlancar putaran poros, mengurangi gesekan dan mengurangi panas serta menambah ketahanan poros. Syarat bantalan poros harus tinggi nilai kepresisiannya menggunakan toleransi sekecil mungkin sehingga tidak ada terlalu bergerak-gerak pada saat beroperasi. adapun nilai tolerensi yang dipakai, akan tetapi tiap merk
36
bantalan berbeda-beda toleransi yang dipakainya. Perhitungan yang digunakan dalam perancangan ini adalah sebagai berikut : a. Beban Ekivalen p=(
r)
(Y
(2.26)
Keterangan: P = Beban radial ekivalen X = Faktor Radial Y = Faktor aksial Fr = Beban radial Fɑ = Beban aksial Faktor V sama dengan 1 untuk pembebanan pada cicin yang berputar, dan 1,2 untuk pembebanan pada cincin luar yang berputar. Harga-harga X dan Y terdapat dalam lampiran 1. b. Factor Kecepatan Factor kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : =(
. n
)1/3
(2.27)
Keterangan : = Faktor Kecepatan n = Putaran poros (rpm) c. Faktor Umur Persamaan yang dipakai untuk menghitung faktor umur adalah : c p
(2.28)
37
Keterangan: = Faktor umur = Faktor Kecepatan C = Beban nominal dinamis spesifik (kg) P = Beban ekivalen dinamis (kg) d. Umur Nominal Umur nominal bantalan dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Lh = 500 fh3
(2.29)
Keterangan : Lh = Umur nominal (jam) fh = Faktor umur
e. Keandalan Umur Keandalan umur dapat diketahui menggunakan persamaan dibawah ini : Ln = ɑ1
ɑ2 ɑ3
Lh
(2.30)
Keterangan : Ln = Kendala Umur (jam) ɑ1 = Faktor kendala (dapat dilihat pada tabel 2.3.) ɑ2 = Faktor bahan, ɑ2 = 1 untuk bahan baja yang dicairkan secara terbuka, 3 untuk baja de-gas hampa.
38
ɑ3 = Faktor kerja ɑ3 = 1 untuk kondisi kerja normal, kurang dari 1 untuk kondisi kerja tidak normal. Lh = Umur nominal (jam)
Tabel 2.3. dapat digunakan untuk menentukan faktor kendala pada bantalan, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.3. Harga faktor kendala, (Sularso dan Suga, 1997) Faktor kendala (%)
Ln
ɑn
90
L10
1,00
95
L5
0,62
96
L4
0,53
97
L3
0,44
98
L2
0,33
99
L1
0,21
2.10. SAMBUNGAN LAS Sambungan las adalah sebuah sambungan permanen yang diperoleh dengan peleburan sisi dua bagian yang disambung bersamaan, dengan atau tanpa tekanan dan bahan pengisi. Panas yang dibutuhkan untuk peleburan bahan diperoleh dengan pembakaran gas (untuk pengelasan gas) atau bunga api listrik (untuk las listrik). Pengelasan secara intensif digunakan dalam fabrikasi sebagai metode alternatif untuk pengecoran atau forging (tempa) dan sebagai pengganti sambungan baut dan keling. Sambungan las juga digunakan sebagai media perbaikan misalnya untuk menyatukan logam akibat crack (retak), untuk menambah luka kecil yang patah seperti gigi gear.
39
2.10.1.
Kekuatan sambungan las fillet melintang Lap joint (sambungan las fillet melintang) dirancang untuk kekuatan
tarik, seperti pada Gambar 2.21 (a) dan (b).
(a) Single transverse fillet weld
(b) double transverse fillet weld
Gambar 2.21. Lap joint, ( Zainuri, 2010). Proses menentukan kekuatan sambungan las, diasumsikan bahwa bagian fillet adalah segitiga ABC dengan sisi miring AC seperti terlihat pada gambar 2.22 Panjang setiap sisi diketahui sebagai ukuran las, dan jarak tegak lurus kemiringan BD adalah tebal leher. Luas minimum las diperoleh pada leher BD, yang diberikan dengan hasil dari tebal leher dan panjang las. seperti pada gambar 2.22.
Gambar 2.22. Skema dan dimensi bagian sambungan las, (Zainuri, 2010). Keterangan : t = Tebal leher (BD). s = Ukuran las = Tebal plat, l = Panjang las,
40
Dari gambar 2.22 ketebalan leher dapat dicari dengan : o
t=s
sin45 = 0,707
s
(2.31)
Luas minimum las atau luas leher adalah sebagai berikut:
A=t
l = 0,707
s
l
(2.32)
Proses menentukan ukuran las minimum dapat melihat harga pada tabel 2.4 ukuran las bisa saja lebih besar dari pada ketebalan plat tetapi, dapat juga lebih kecil. Tabel 2.4. Ukuran las minimum yang direkomendasikan, (Zainuri 2010). Thickness of plat (mm)
Minimum size of weld (mm)
3-5
3
6-8
5
10-16
6
18-24
10 14
26-55 20 Over 58
Apabila ζ adalah tegangan tarik yang diijinkan untuk las logam, dan kekuatan t
tarik sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet weld) maka: P = 0,707 s
l
ζ
t
(2.33.a)
41
Persamaan untuk menghitung kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double fillet weld) adalah sebagai berikut: P=2
0,707
s
l
ζ = 1,414 s l ζ t
t
.(2.33.b)
1. Las Fillet Melingkar Dikenai Torsi. Batang silinder yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar 2.23. di bawah ini :
Gambar 2.23. Las fillet melingkar yang dikenai torsi, (Zainuri, 2010). Keterangan : d = Diameter batang, r = Radius batang, T = Torsi yang bekerja pada batang, s = Uuran las, t = Tebal leher, J = Momen inersia polar dari bagian las =
3
t
d /4
Menurut Zainuri, (2010), persamaan tegangan geser untuk material adalah:
42
ηma =
Ty
=
T
d t
dimana :*
d T
.T
= =
t
d
η + r
Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet, untuk o
tegangan geser maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45 dari bidang horizontal untuk persamaan tegangan geser meksimum dapat dilihat pada persamaan 2.34 di bawah ini. o
Panjang leher, t = s.sin 45 = 0,707.s Adapun persamaan untuk menghitung tegangan geser maksimum adalah sebagai berikut: T
ηma =
sin
s
d
( 2.34)
2.10.2. Las Fillet Melingkar yang dikenai Momen Bending. Sebuah batang silinder dieratkan pada plat tebal dengan menggunakan las fillet melingkar, yang dirancang untuk menahan momen bending seperti pada gambar 2.24 di bawah ini.
Gambar 2.24. Las fillet melingkar, (Zainuri, 2010).
43
Keterangan : d = Diameter batang, M = Momen banding pada batang, s = Ukuran las, t = Tebal leher, Z = Section modulus dari bagian las =
2
t
d /4
Tegangan lentur terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet, dan o
tegangan lentur maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45 dari bidang horizontal, maka panjang leher adalah: o
t=s
sin 45 = 0,707.s
(2.35)
Persamaan untuk menghitung tegangan lentur maksimum adalah sebagai berikut:
ζb(ma =
sin
s d
=
. s
d
(2.36)
2.10.3. Beban Eksentris Sambungan Las Ketika tegangan geser dan tegangan bending terjadi secara simultan pada sambungan las tetap (T) seperti terlihat pada gambar 2.25, maka tegangan maksimum adalah tegangan normal maksimum : ζt(ma =
ζb
√(
)
(2.37)
Persamaan untuk menghitung tegangan geser maksimum adalah sebagai berikut: ηma = Keterangan :
√(ζb )
η
(2.38)
44
ζ = Tegangan lentur, b
η = Tegangan geser
Gambar 2.25. Sambungan tetap T mendapat Beban eksentris, (Zainuri, 2010). Keterangan: l = Panjang las s = Ukuran las t = Tebal leher P = Gaya e = Jarak Ada dua kasus beban eksentris sambungan las, yaitu: a.
Pembebanan eksentris pada sambungan tetap T Pada sambungan tetap T pada salah satu ujungnya dikenai beban eksentris
(P) pada jarak (e) seperti pada Gambar 2.25. Sambungan mendapat dua jenis tegangan: 1. Tegangan geser langsung akibat gaya geser P pada las, dan 2. Tegangan lentur akibat momen lentur P x e. Untuk mengetahui luas leher las adalah: A = Tebal leher x panjang las
45
=t
l
2 = 2 t l (untuk double fillet weld)
=2
0,707
o
s
l = 1,414
s
l (t = s
cos45 = 0,707
s)
Persamaan untuk menghitung tegangan geser pada las adalah sebagai berikut: (2.39)
Section modulus dari logam las melalui leher las adalah: = =
t
l
sin
s
l
=
s
l .
(2.40) (untuk kedua sisi las)
Persamaan untuk menghitung momen lentur,adalah sebagai berikut: M = P.e
(2.41)
Persamaan untuk menghitung tegangan lentur, adalah sebagai berikut:t
(2.42)
b.
Pembebanan secara eksentris pada sambungan las fillet sejajar Ketika sambungan las fillet sejajar dibebani secara eksentris seperti pada
Gambar 2.26, maka terjadi dua jenis tegangan berikut ini: 1. Tegangan geser utama, dan 2. Tegangan geser akibat momen puntir.
46
Gambar 2.26. Sambungan las dibebani secara eksentris, (Zainuri, 2010) Keterangan : P = Beban eksentris, e = Eksentrisitas yaitu yaitu jarak tegak lurus antara garis aksi beban dan pusat gravitasi (G) dari fillet. l = Panjang las, s = Ukuran las, t = Tebal leher. Dua gaya P dan P adalah didahului pada pusat gravitasi G dari sistem las. 1
2
Pengaruh beban P = P adalah untuk menghasilkan tegangan geser utama yang 1
diasumsikan seragam sepanjang las. Pengaruh P = P menghasilkan momen puntir 2
sebesar P x e yang memutar sambungan terhadap pusat gravitasi dari sistem las. Akibat momen puntir menimbulkan tegangan geser sekunder. Untuk mengetahui tegangan geser utama adalah sama dengan persamaan 2.39.
(Luas leher untuk single fillet weld = t.l = 0,707s.l)
47
Ketika tegangan geser akibat momen puntir (T = P.e) pada beberapa bagian adalah seimbang untuk jarak radial dari G, maka tegangan akibat P.e pada titik A adalah seimbang dengan AG (r ) dan arahnya memutar ke kanan terhadap AG. Dapat 2
ditulis: η
η = = konstan r
η =
η r
(2.43.a)
r
(2.43.b)
η adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r dan η adalah tegangan geser pada 2
2
jarak r. Sebuah bagian kecil dari las yang mempunyai luas dA pada jarak r dari G. Gaya geser pada bagian kecil ini adalah η. dA dan momen puntir dari gaya geser terhadap G adalah: dT = η
d
η
r=r
d
r
persamaan untuk menghitung momen puntir total seluruh luas las adalah sebagai berikut: ∫
∫
(
Keterangan: J = Momen inersia polar dari luas leher terhadap G.
∫
)
48
Tegangan geser akibat momen puntir yaitu tegangan geser sekunder adalah:
(2.44) Menentukan resultan tegangan, tegangan geser utama dan sekunder adalah kombinasi secara vektor. Resultan tegangan geser pada A, √( )
( )
( (2.45)
Keterangan : = sudut antara η dan η , dan 1
cos = r /r 1
2
2
Momen inersia polar pada luas leher (A) terhadap pusat gravitasi yang diperoleh dengan teorema sumbu sejajar yaitu:
[ = [
] l
]=
(
l
(double fillet weld) (2.46) )
Keterangan : A = Luas leher = t l = 0,707 s l, l = Panjang las, x = Jarak tegak lurus antara dua sumbu sejajar.
Pada sambungan las fillet sejajar dan sambungan las fillet (T) yang dibebani secara eksentris satu arah atau lebih akan menimbulkan momen inersia. Hal ini dipengaruhi oleh gaya yang bekerja pada suatu bidang. Maka dari itu akan berlakunya
49
persamaan-persamaan untuk menghitung momen inersia pada setiap jenis profil material seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Momen inersia polar dan section modulus dari las, ( Zainuri, 2010).
50
2.11. SAMBUNGAN ULIR 2.11.1
Pengertian Sambungan Ulir Sebuah ulir (screwed) dibuat dengan melakukan pemotongan secara
kontinyu alur melingkar pada permukaan silinder. Sambungan ulir sebagian besar terdiri dari dua elemen yaitu baut (bolt) dan mur (nut). Sambungan ulir banyak digunakan dimana bagian mesin dibutuhkan dengan mudah disambung dan dilepas kembali tanpa merusak mesin. Hal ini, dilakukan dengan maksud untuk menyesuaikan/menyetel pada saat perakitan (assembly) atau perbaikan, atau perawatan.
51
2.11.2. Istilah Penting Pada Ulir Istilah berikut digunakan pada ulir seperti pada Gambar 2.27 di bawah adalah penting untuk diperhatikan.
Gambar 2.27. Istilah pada ulir, (Zainuri,2010) Keterangan Gambar 2.27: 1. Major diameter adalah diameter terbesar pada ulir eksternal atau internal. Dinamakan juga outside atau nominal diameter. 2. Minor diameter adalah diameter terkecil pada ulir eksternal atau internal. Dinamakan juga core atau root diameter. 3. Pitch diameter adalah diameter rata-rata silinder. Dinamakan juga effective diameter. 4. Pitch adalah jarak antara puncak ulir. Secara matematika dapat dihitung: pitch =
jumlah puncak ulir per unit panjang ulir
5. Crest adalah permukaan atas pada ulir. 6. Root adalah permukaan bawah yang dibentuk oleh dua sisi berdekatan dari ulir. 7. Depth of thread adalah jarak tegak lurus antara crest dan root. 8. Flank adalah permukaan antara crest dan root. 9. Angle of thread adalah sudut antara flank ulir. 10. Slope adalah setengah pitch ulir.
52
2.11.3. Jenis Sambungan Mur dan Baut. Jenis ulir adalah sebagai berikut: 1. Ulir Metrik Ulir jenis ini banyak digunakan pada kendaraan bermotor, karena mempunyai kekuatan dan kepastia pengetatan yang tinggi dan dilambangkan dengan huruf M, misalnya M8 x 1.25, atau M8 x 1.5, seperti pada gambar 2.28.
Gambar 2.28. Metrik thread, (Zainuri 2010). 2.11.4. 1.
Jenis Sambungan ulir
Through bolts. Pada Through bolts baut dan mur mengikat dua bagian/plat secara bersamaan. Jenis baut ini banyak digunakan pada baut mesin, baut pembawa, baut auto mobil dan lain-lain. Seperti terlihat pada gambar 2.29 a.
53
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.29. (a), Through bolts, (b), Tap bolt, (c), Stud, (Zainuri, 2010). 2. Tap bolts. Pada tap bolt ulir dimasukkan ke lubang tap pada salah satu bagiannya dikencangkan tanpa mur. Seperti terlihat pada gambar 2.18 b. diatas. 3. Stud. Stud pada ujungnya cenderung berulir semua. Salah satu ujung ulir dimasukkan ke lubang tap kemudian dikencangkan sementara ujung yang lain ditutup dengan mur. Seperti pada gambar 2.18.c. diatas.
2.11.5.
Sambungan baut akibat beban eksentris Beberapa aplikasi sambungan baut yang mendapat beban eksentris
seperti bracket, tiang crane, dll. Beban eksentris dapat berupa: 1.
Sejajar dengan sumbu baut.
2.
Tegak lurus dengan sumbu baut.
3.
Dalam bidang baut.
2.11.6.
Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut Pada Gambar 2.30, ada empat baut yang mana setiap baut mendapat
beban tarik utama W =W/n, dimana n adalah jumlah baut. t1
54
Gambar 2.30. Beban eksentris yang sejajar dengan sumbu baut, (Zainuri 2010). Keterangan : w = Beban baut per unit jarak terhadap pengaruh balik bracket W dan W = Beban setiap baut pada jarak L dan L dari sisi tepi. 1
2
1
2
Besar beban setiap baut pada jarak L adalah: 1
W =w
L
1
(2.47)
1
Dan besar momen gaya terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut: =2
w
L
(L )2
L =w
. 1
1
(2.48.a)
1
Besar beban setiap baut pada jarak L adalah: 2
W =w
L
2
(2.49.b)
2 2
Dan besar momen gaya terhadap sisi tepi = w
.
L
2
L =w 2
(L ) 2
Total momen gaya pada baut terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut: 2
2w
.
(L ) + 2 w 1
2 .
(L ) 2
( 2.50)
55
Besar momen akibat beban W terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut: W
L
(2.51)
Dari persamaan (2.50) dan (2.37), diperoleh: (
= =
)
[( t )
(
)
( ) ]
Beban tarik dalam setiap baut pada jarak L adalah: 2
[( )
( ) ]
(2.52)
Beban tarik total pada baut yang terbebani paling besar adalah:
W =W +W t
t1
(2.53)
t2
Jika d adalah diameter core (minor dari baut dan ζ adalah tegangan tarik untuk c
t
material baut, maka total beban tarik W adalah sebagai berikut: t
2
W =4 t
(d ) c
ζ
(2.54)
t
Dari persamaan (2.53) dan (2.54), nilai d dapat diperoleh. c
2.11.7. Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut Sebuah dinding breacket membawa beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut seperti pada gambar 2.31 di bawah ini.
56
Gambar 2.31. Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut, (Zainuri, 2010) Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada seluruh baut. Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah:
W = W/n,
(2.55)
s
Keterangan : n = Jumlah baut.
Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada persamaan (2.52)
[( )
( ) ]
Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian beban ekuivalen dapat ditentukan dengan hubungan berikut: Beban tarik ekuivalen adalah: [
√(
)
(
) ]
(2.55)
Dan beban geser ekuivalen adalah sebagai berikut: [√(
)
(
) ]
(2.56)
57
Ukuran-ukuran nominal dalam kurung ( ) adalah pilihan kedua sebaiknya dihindarkan. Diameter mata bor = diameter nominal – gang. d
(
d
)
(2.57)
Keterangan : d2 = Diameter tengah d3 = Diameter terkecil
2.11.8. Jenis Ulir Menurut Sularso dan Suga, (1997), ulir digolongkan menurut bentuk profit penampangnya sebagai berikut: ulir segi tiga, persegi, trapesium, gigi gergaji, dan bulat. Bentuk persegi, trapesium, dan gigi gergaji, pada umumnya dipakai untuk penggerak atau penerus gaya, sedangkan ulir bulat dipakai untuk menghindari kemacetan karena kotoran. Tetapi bentuk yang paling banyak dipakai adalah ulir segi tiga. Ulir segi tiga diklasifikasikan lagi menurut jarak baginya dalam ukuran metris dan inchi, dan menurut ulir kasar dan ulir lembut sebagai berikut: 1.
Seri ulir kasar metris (Tabel 2.7)
2.
Seri ulir kasar UNG
3.
Seri ulir lembut metris
4.
Seri ulir lembut UNF
Harga-harga ulir standar metris dapat dilihat pada tabel 2.7. di bawah ini. 2.11.9. Dimensi Ulir Standar Dimensi desain JIS B 0205, untuk ulir, baut dan mur dapat dilihat pada tabel 2.6.a dan tabel 2.6.a berikut:
58
Tabel 2.6.a. Ukuran standar ulir metris kasar (JIS B 0205), (Sularso dan Suga 1997). Baut Diameter Luas tegangan terkecil tarik (d3) (As1 (mm^2))
Mur Diameter Diameter terkecil mata bor (d1)
Diameter nominal (d = D)
Gang (P)
Diameter tengah (d1 = D2)
M1 M 1,2 M 1,6 M2
0.20 0.25 0.35 0.4
0.838 1.038 1.373 1.740
0.69 0.89 1.71 1.51
0.46 0.73 1.27 2.07
0.73 0.93 1.22 1.57
0.75 0.95 1.25 1.5
M 2,5 M3 M4 M5
0.45 0.5 0.7 0.8
2.208 2.675 3.545 4.480
1.95 2.39 3.14 4.02
3.39 5.03 8.78 14.2
2.01 2.46 3.24 4.13
2 2.5 3.3 4.2
M6 M8 M 10
1 1.25 1.5
5.350 7.188 9.026
4.77 6.47 8.16
20.1 36.6 58.0
4.91 6.65 8.37
5 6.8 8.5
M 12 M (14) M 16 M (18)
1.75 2 2 2.5
10.863 12.700 14.701 16.376
9.85 11.55 13.55 14.93
84.3 115 157 192
10.10 11.83 13.83 15.29
10.2 12 14 15.5
59
Tabel 2.6.b. Ukuran standar ulir metris kasar (JIS B 0205), (Sularso dan Suga, 1997). Ulir dalam Ulir (1) Jarak bagi p 1
2
Tinggi Kaitan H1
Diameter luar D
Diameter efektif D2
Diameter dalam D1
Ulir luar
3
0,075 0,08 0,09
0,041 0,043 0,049
Diameter luar d 0,250 0,300 0,350
0,1 0,1 0,125 0,125 0,15 0,175
0,054 0,054 0,068 0,068 0,081 0,095
0,400 0,450 0,500 0,550 0,600 0,700
0,335 0,385 0,419 0,469 0,503 0,586
0,292 0,342 0,365 0,415 0,438 0,511
M1
0,2 0,225 0,25
0,108 0,122 0,135
0,800 0,900 1,000
0,670 0,754 0,838
0,583 0,656 0,729
M 1,2 M 1,4 M 1,7
0,25 0,3 0,35
0,135 0,162 0,189
1,200 1,400 1,700
1,038 1,205 1,473
0,929 1,075 1,321
M2 M 2,3 M 2,6
0,4 0,4 0,45
0,217 0,217 0,244
2,000 2,300 2,600
1,740 2,040 2,308
1,567 1,867 2,113
M 3 x 0,5
0,5 0,6 0,6
0,271 0,325 0,325
3,000 3,000 3,500
2,675 2,610 3,110
2,459 2,350 2,850
0,7 0,75 0,75 0,8 0,9 0,9
0,379 0,406 0,406 0,433 0,487 0,487
4,000 4,000 4,500 5,000 5,000 5,500
3,515 3,513 4,013 4,480 4,415 4,915
3,242 3,188 3,688 4,134 4,026 4,526
M 0,25 M 0,3 M 0,35 M 0,4 M 0,45 M 0,5 M 0,55 M 0,6 M 0,7 M 0,8 M 0,9
M 3,5 M 4 x 0,7 M 4,5 M 5 x 0,8
Diameter efektif d2 0,201 0,248 0,292
Diameter inti d1 0,169 0,213 0,253
60
2.11.10. Bahan Ulir Menurut Sularso dan Suga, (1997), penggolongan ulir menurut kekuatannya distandarkan dalam JIS dapat dilihat pada Tabel 2.7 Arti dari bilangan kekuatan untuk baut dalam tabel tersebut adalah sebagai berikut : Angka di sebelah kiri tanda titik adalah ⁄
⁄
harga minimum kekuatan yang bersangkutan menyatakan
tegangan
beban jaminan. Tabel 2.7. Bilangan kekuatan baut, sekrup mesin dan mur, (Sularso dan Suga 1997). Bilangan kekuatan Baut /
Kekuatan
sekrup
tarik
mesin
ζB 2
3,6
4,6
Minimun
34
40
50
Maksimu
49
55
70
20
24
(JIS B
(kg/mm )
m
1051)
Batas
Minimum
4,8
32
5,6
30
5,8
40
6,6
36
6,8
8,8
10,9
12,9
14,9
60
80
100
120
140
80
100
120
140
160
64
90
108
126
48
6,9
54
mulur ζƴ (kg/mm2) Mur
Bilangan kekuatan
4
5
6
8
10
12
14
Tegangan beban yang
40
50
60
80
100
120
140
(JIS B 1052)
2
dijamin (kg/mm )
2.11.11. Jenis Ulir menurut Bentuk Bagian dan Fungsinya Menurut Sularso dan Suga, (1997), baut digolongkan menurut bentuk kepalanya, yaitu segi enam, soket segi enam, dan kepala persegi. Baut dan mur dapat dibagi antara lain: baut penjepit, baut untuk pemakaian khusus, sekrup mesin, sekrup penetap, sekrup pengetap, dan mur, pada gambar 2.32 baut penjepit dapat berbentuk : (a) Baut tembus, untuk menjepit dua bagian melalui lubang tembus, dimana jepitan diketatkan dengan sebuah mur. Seperti telihat Pada gambar 2.32.(a).
61
(b) Baut tap, untuk menjepit dua bagian, dimana jepitan diketatkan dengan ulir yang ditapkan pada salah satu bagian. Seperti telihat Pada gambar 2.32.(b). (c) Baut tanam, merupakan baut tanpa kepala dan diberi ulir pada kedua ujungnya. Untuk dapat menjepit dua bagian, baut ditanam pada salah satu bagian yang mempunyai lubang berulir, dan jepitan diketatkan dengan sebuah mur. Seperti telihat pada gambar 2.32.(c).
(a)
Baut tembus
(b) baut tap
(c) baut tanam
Gambar 2.32. Baut penjepit, (Sularso dan Suga, 1997).
2.11.12. Pemilihan Baut dan Mur Menurut Sularso dan Suga, (1997), baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting. Untuk mencegah kecelakaan, atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan saksama untuk mendapatkan ukuran yang sesuai. Berikut ini adalah macam-macam kerusakan yang dapat terjadi pada baut. Seperti terlihat dalam gambar 2.33 di bawah ini.
62
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.33. Kerusakan pada baut, (Sularso dan Suga 1997). Keterangan gambar: (a) Putus karena tarikan
(c) Tergeser
(b) Putus karena puntiran
(d) Ulir lumur (dol)
Dalam menentukan ukuran mur dan baut, berbagai faktor harus diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian, dll. Adapun gaya-gaya yang bekerja pada baut dapat berupa : 1.
Beban statis aksial murni
2.
Beban aksial, bersama dengan puntir.
3.
Beban geser
4.
Beban tumbukan aksial.
Pertama-tama akan ditinjau kasus dengan pembebanan aksial murni. Dalam hal ini, persamaan yang berlaku adalah sebagai berikut:
ζt =
=
( )
(2.58)
63
Dimana ѡ (kg adalah beban tarik aksial pada baut, ζt adalah tegangan tarik yang terjadi di bagian yang berulir pada diameter inti d1 (mm). Pada sekrup atau baut yang mempunyai diameter luar d
3 (mm), umumnya besar diameter inti d1 ≈ 0,8 d,
sehingga (d1/d)2 ≈ 0,64. Jika ζa (kg/mm2) adalah tegangan yang diizinkan, maka
ζt =
(
)(
(2.59)
)
Dari persamaan (2.45) dan (2.46) diperoleh d
√
ζa
.
atau d
√
(2.60)
Harga ζa tergantung pada macam bahan, yaitu SS, SC, atau SF. Jika difinis tinggi, faktor keamanan dapat diambil sebesar 6-8, dan jika difinis biasa, besarnya antara 8-10. Untuk baja liat yang mempunyai kadar karbon 0,2-0,3 (%), tegangan yang diizinkan ζa umumnya adalah sebesar 6 (kg/mm2) Jika difinis tinggi, dan 4,8 (kg/mm2) jika difinis biasa. Dalam hal mur, jika tinggi profil yang bekerja menahan gaya adalah h (mm), seperti dalam gambar 2.34, jumlah lilitan ulir adalah z, diameter efektif ulir luar d2, dan gaya tarik pada baut ѡ (kg), maka besarnya tekanan kontak pada permukaan ulir q (kg/mm2) adalah q=
d
h
(2.61)
64
Gambar 2.34. Tekanan pada baut, (Sularso dan Suga, 1997). qa adalah tekanan kontak yang diizinkan, dan besarnya tergantung pada kelas ketelitian dan kekerasan permukaan ulir seperti diberikan dalam Tabel 2.9, jika persyaratan dalam persamaan 2.62 tersebut dipenuhi, maka ulir tidak akan menjadi lumur atau dol. Ulir yang baik mempunyai harga h paling sedikit 75 (%) dari kedalaman ulir penuh, ulir biasa mempunyai h sekitar 50 (%) dari kedalaman penuhnya. Jumlah ulir z dan tinggi mur H (mm) dapat dihitung dari persamaan berikut ini:
(
d
h
(2.62)
qa )
(2.63)
Menurut standar : H = (0.8
1,0)
d
(2.64)
Dalam gambar 2.34 diperlihatkan bahwa gaya W juga akan menimbulkan tegangan geser pada luas bidang silinder (
d1
k
p
z) dimana k
tebal akar ulir luar. Besar tegangan geser ini, ηb (kg/mm2) adalah
p adalah
65
ηb =
d
k
(2.65)
p
Jika tebal akar ulir pada mur dinayatakn dengan j
p, maka tegangan gesernya
adalah sebagai berikut:
(2.66) Harga k ≈
,8
dan j ≈
,7
dapat diambil untuk ulir metris. sedangkan
pembebanan pada seluruh ulir yang dianggap merata, ηb dan ηn harus lebih kecil dari pada harga yang diizinkan ηa. Besar harga-harga tekanan permukaan yang dijinkan pada ulir dapat dilihat pada tabel 2.8 dibawah ini.
Tabel 2.8. Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir, (Sularso dan Suga, 1997). Bahan Tekanan permukaan yang diizinkan qa (kg/mm2) Ulir luar
Ulir dalam
Untuk pengikat
Untuk penggerak
Baja liat
Baja liat atau
3
1
4
1,3
1,5
0,5
perunggu Baja keras
Baja liat atau perunggu
Baja keras
Besi cor
66
Bahan
Kecepatan luncur
Tekanan permukaan yang diizinkan qa (kg/mm2)
Perunggu
Kecepatan rendah
1,8 – 2,5
Perunggu
3,0 m/min atau
1,1 – 1,8
kurang Besi cor Baja
3,4 m/min atau
1,3 – 1,8
kurang Perunggu
6,0 – 12,0 m/min
0,4 – 0,7
besi cor Prunggu
0,6 – 1,0
15,0 m/min atau
0,1 – 0,2
lebih
Berikut ini adalah skema geseran yang terjadi pada ulir mur dan baut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.35 di bawah ini.
Gamabar 2.35. Geseran pada ulir, (Sularso dan Suga, 1997).
67
Keterangan gambar : (1) Ulir luar (2) Ulir dalam Menurut Sularso dan Suga, (1997), bila beban yang bekerja pada baut merupakan gabungan antara gaya tarik aksial dan momen puntir, maka sangat perlu untuk menentukan cara memperhitungkan pengaruh puntiran tersebut. Jika gaya aksial dinyatakan dengan W (kg), maka harus ditambahkan W|3 pada gaya aksial tersebut sebagai pengaruh tambahan dari momen puntir. Cara ini merupakan perhitungan kasar, dan dipakai bila perhitungan yang lebih teliti dianggap tidak diperlukan. Bila terdapat gaya geser murni W (kg), tegangan geser yang terjadi masih dapat diterima selama tidak melebihi harga yang diizinkan. Jadi (W / (
d2)
ηa1
untuk satu penampang yang mendapat beban geser. Seperti telah diuraikan dimuka, tegangan geser yang diizinkan diambil sebesar ηa = (0,5 – ,7
ζ a1 di mana ζa adalah
tegangan tarik yang diizinkan. Perlu diperhatikan bahwa beban geser harus ditahan oleh bagian badan baut yang tidak berulir, sehingga gaya geser yang ada dibagi oleh luas penampang yang berdiameter d. Baut yang mendapat beban tumbukan dapat putus karena adanya konsentrasi tegangan pada bagian akar profil ulir. Dengan demikian diameter inti baut harus diambil cukup besar untuk mempertinggi faktor keamanannya. Baut khusus untuk menahan tumbukan biasanya dibuat panjang, dan bagian yang tidak berulir dibuat dengan diameter lebih kecil dari pada diameter intinya, atau diberi lubang pada sumbunya sepanjang bagian yang tak berulir, seperti dalam Gambar 2.36. dibawah ini.
68
Gambar 2.36. Baut untuk beban tumbukan, (Sularso, dan Suga, 1997). Panjang l dari baut tap atau baut tanam yang disekrupkan kedalam lubang ulir, tergantung pada bahan lubang ulir tersebut sebagai berikut : untuk baja atau perunggu l = d, untuk besi cor l = 1,3 d, untuk logam lunak l = (1,8-2,0) d. Kedalaman lubang harus sama dengan l ditambah 2-10 (mm). Menurut Sularso dan Suga, (1997), permukaan dimana kepala baut atau mur akan duduk, harus dapat menahan tekanan permukaan sebagai akibat dari gaya aksial baut. Untuk menghitung besarnya tekanan ini, dianggap bahwa luas bagian kepala baut atau mur yang akan menahan gaya adalah lingkaran yang diameter luarnya sama dengan jarak dua sisi sejajar dari segi enam B (mm), dan diameter dalamnya sama dengan diameter-diameter luar baut d (mm). Jika beban aksial baut adalah W (kg), maka besarnya tekanan permukaan dudukan adalah
( )(
)
(2.67)
harga qa adalah tekanan permukaan yang diizinkan seperti dalam tabel 2.9. Menurut Sularso dan Suga, (1997), baut atau mur dapat menjadi kendor atau lepas karena getaran, Untuk mengatasi hal ini perlu dipakai penjamin. Di bawah ini diberikan beberapa contoh yang umum dipakai.
69
1) Cincin penjamin dapat dilihat pada gambar 2.37 yang berbentuk cincin pegas, cincin bergigi luar, cincin cekam, dan cincin berlidah. 2) Mur penjamin seperti terlihat pada gambar 2.38 menggunakan dua buah mur, yang bentuknya dapat bermacam-macam. Dalam hal Gambar 2.38. (a), mur A akan mencegah mur B menjadi kendor. 3) Pena penjamin, sekrup mesin, atau sekrup penetap seperti terlihat pada gambar 2.39. 4) Macam-macam penjamin lain dapat dilihat pada gambar 2.40 seperti dengan cincin nilon yang disisipkan pada ujung mur untuk memperbesar gesekan dengan baut, menipiskan dan membelah ujung mur yang berfungsi sebagai penjepit baut, dll.
Gambar 2.37. Cincin penjamin, (Sularso dan Suga, 1997). Keterangan gambar : (a) Cincin pegas (b) Cincin bergigi (gigi luar) (c) Cincin cekam
(d) Cincin berlidah (e) Cincin berlidah ganda
Berikut ini adalah gambar mur penjamin yang terdiri dari baut dan dua buah mur untuk pengunci mur supaya tidak kendor bila terjadi getaran ataupun hentakan secara tiba-tiba maupun berulang-ulang. Seperti terlihat pada gambar 2.38 dibawah ini.
70
Gambar 2.38. Mur penjamin, (Sularso dan Suga, 1997). Adapun bentuk mur pengunci lainnya yaitu seperti yang terlihat pada gambar 2.39 dibawah ini. bentuk penguci mur sangat banyak variasinya antara lain yaitu dengan menggunakan klip snapring, ring pegas, pena atau kawat serta dilakukannya pengeleman pada daerah ulir mur.
Gambar 2.39. Cara menjamin dengan pena atau sekrup, (Sularso dan Suga, 1997). Keterangan gambar: (a) Pena belah (b) Sekrup mesin
(4) Mur (5) Sekrup penetap
71
Penjamin mur dengan menggunakan cicin nilon dapat dilihat pada gambar 2.40 dibawah ini. Cicin nilon berfungsi sebagi pengerat ulir pada baut dan berfungsi sebagi Peredam getaran pada mur yang melekat dengan baut.
Gambar 2.40. Cara lain untuk menjamin, (Sularso dan Suga, 1997).
2.11.12. Ulir dengan Beban Berulang Menurut Sularso dan Suga, (1997), dalam praktek, pengetahuan tentang tata cara perhitungan ulir yang dikenai beban dinamis atau beban berulang adalah sangat penting. Sebagai contoh pada kasus ini adalah baut yang dipakai untuk menjepit kepala silinder motor bakar torak di mana tekanan di dalam silinder selalu berubah-ubah antara harga nol dan maksimumnya. Di bawah ini akan diuraikan tata cara perencanaan yang paling baru. Dua buah plat seperti dalam Gambar 2.41 dijepit oleh sebuah baut dengan gaya awal Po (kg). Karena gaya tersebut, baut akan mengalami perpanjangan sebesar λ
b
(mm) dan plat akan mengalami pengurangan pada tabelnya sebesar óp (mm)
karena elastisitas. Perpanjangan dan penipisan tersebut berbanding lurus dengan gaya jepit yang bekerja. Jika konstanta pegas dari baut pelat berturut-turut D Dinyatakan dengan Cb (kg/mm) dan Cp (kg/mm), maka gaya jepit awal dapat dinyatakan sebagai berikut:
( 2.68)
72
Dari persamaan 2.68 diatas, gambar skets dua buah plat yang dijepit oleh mur dan baut dengan arah gaya yang berlawanan pada dilihat pada gambar 2.40 dibawah ini.
Gambar 2.41. Dua buah plat dijepit dengan munggunakan mur dan baut, (Sularso dan Suga, 1997). Menurut Sularso dan Suga, (1997), persamaan tersebut dapat digambarkan seperti dalam Gambar 2.43 ika ΔO
` digeser ke kanan dan ΔOSS` digeser ke kiri
hingga PP` dan SS` berimpit, akan diperoleh Gambar 2.42 Besarnya konstanta pegas dari baut dan pelat juga dapat dinyatakan sebagai tangent sudut α dan ß sebagai berikut : Tan
(2.69)
Jika Eb (kg/mm2) menyatakan modulus elastisitas baut, l (mm) panjang ekivalen baut, Ak (mm2) diameter inti baut, lp (mm) tebal plat, dan H (mm) tinggi mur, maka:
73
(2.70)
=
p
H tambahan
(2.71)
Persamaan untuk baut dengan bagian yang tak berulir sepanjang l1 dan yang berulir l2 seperti dalam gambar 2.42, adalah sebagai berikut:
(
( )
)
(2.72)
( )
(2.73)
Konstanta pegas dari plat, sangat sulit dihitung karena luasnya, kecuali untuk bentuk-bentuk tertentu. Dalam hal ini, beberapa rumus telah diajukan untuk menaksir gaya jepit seperti terlihat pada gambar 2.42 dan 2.43 di bawah ini.
Gambar 2.42. Silinder dan ulir dari sebuah baut, (Sularso dan Suga, 1997).
74
Dari gambar diatas maka dapat digambarkan gaya jepit serta perpanjangan pada baut dan penipisan pada plat atau bagian yang diasir dan mempengaruhi mur dan baut adalah sebagai berikut.
Gaya jepit
Penipisan (perpendekan) plat
Perpanjangan baut
Gambar 2.43. Gaya jepit serta perpanjangan pada baut dan penipisan pada plat atau bagian yang diasir, (Sularso dan Suga, 1997).
Luas bagian plat yang terpengaruh oleh jepitan baut. Di sini hanya akan dipakai rumus Fritsche sebagai berikut :
[(
)
]
(2.74)
Keterangan: B = Jarak antara dua sisi segi enam yang sejajar (dari mur atau kepala baut, (mm) D = Diameter lubang baut, (mm)
75
K = Konstanta bahan yang besarnya antara 1/3 – 1/5
Dengan demikian maka konstanta pegas dari plat dapat ditulis sebagai berikut:
*(
)
+
(2.75)
Menurut Sularso dan Suga, (1997), jika kemudian ada gaya luar yang mencoba saling memisahkan kedua plat tersebut dalam arah sumbu baut, maka gaya aksial pada baut akan bertambah sehingga lebih besar dari Po. Misalkan gaya pemisah tersebut besarnya P (kg) dan bekerja pada bagian penampang plat seperti dalam gambar 2.44 Maka, bagian yang diarsir dengan garis mendatar adalah luas (1 – n) lp, akan mengalami penambahan kompresi, seperti terlihat pada gambar 2.44 berikut ini:
Gambar 2.44. Pengaruh titik kerja gaya luar, (Sularso dan Suga, 1997).
76
Bagian penampang yang diarsir dengan garis tegak, yaitu luas n lp, akan mengalami pengurangan kompresi, akibatnya plat akan cenderung untuk kembali ke tebal semula. Harga n pada umumnya diambil sebesar 1, 3/4, atau1/2. Suatu gaya dari luar (P), bagian Pb mengakibatkan perpanjangan baut sebesar λ sebesar λ
p1,
b1
dan penipisan plat
sedangkan bahwa modulus elastisitas baut Eb sama dengan modulus
elastisitas plat Ep
Maka persamaan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut:
b
p= λ b
λ= λb
,
b
pc = λ p
λp =
=
k
lb ( -n)
b(
b
p
-n)
b
=
=
b
p
(2.76)
-n
{
-n b
Penipisan bagian plat yang tebalnya n
p
}
(2.77)
lp akan berkurang ekivalen dengan λ
pengurangan kompresi pada bidang kontak antara kedua plat adalah sebagai berikut:
(2.78)
Hubungan ini digambarkan dalam gambar 2.45 adalah sebagai berikut:
(
)(
)
(2.79)
(2.80)
Gaya luar P = Pp + Pb digambarkan dengan garis tegak yang kedua ujungnya berada di garis titik-titik. Sekarang, jika digunakan notasi
77
(2.81)
=
b
=
b b
p
=
λb (λb
b
(λb
b b)
p⁄
n(
-n b
p
)
(2.82)
Gambar 2.45. Hubungan antara gaya yang bekerja pada ulir dan resultan teperpanjangan dan penipisan (perpendekan), (Sularso dan Suga, 1997). Dari persamaan 2.81-2.82 diperoleh persamaan sebagai berikut:
ϕ=n
(2.83)
Perbandingan antara gaya jepit awal Po dan Pp disebut faktor pelepasan L, yang dapat ditulis sebagai berikut:
78
L=
=(
(2.84)
)
Dalam tabel 2.10 diberikan harga-harga L tersebut. Notasi 10K, 12K, 6G, dan 8G dalam tabel tersebut berhubungan dengan sistim pembagian kekuatan ulir atau kekuatan bahan menurut standar DIN. Sifat-sifat mekanisnya diberikan dalam tabel 2.9. Setiap distribusi gaya jepit harus dikoreksi dengan menggunakan faktor pengetatan a dari tabel 2.11 sebagai berikut : Po = aL (1 - ϕ) P
(2.85)
Dengan mempergunakan harga batas mulur ζr (kg/mm2) dalam tabel 7.8, perlu diperiksa apakah P max memenuhi persamaan berikut :
Pmax
σƴ · Ak atau Pmax = Po + ζr
(2.86)
Selanjutnya, amplitude tegangan baut ζam (kg/mm2) adalah
ζam =
=
·
(2.87)
Besarnya harga amplitude tidak boleh melebihi batas kelelahan ulir luar menurut tabel 2.9. Tekanan dudukan kepala baut atau mur dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini:
=(
)(
–
)
(2.88)
79
Dalam hal ini perlu diperiksa apakah harga tersebut tidak melebihi harga yang ada dalam tabel 2.12. Jika diberikan beban dinamis dan statis aksial, beban statis dan dinamis radial atau lintang, atau gaya jepit awal, maka untuk menaksir diameter nimonal baut yang sesuai (sebagai taksiran pertama), dapat dipergunakan tabel 2.14.
Tabel 2.9. Sifat mekanis baja skrup, (Sularso dan Suga 1997). Bilangan kekuatan
4A
4D
4P
4S
5D
5S
6D
6S
6G
8G
10K
12K
80-
100- 120-
100
120
140
DIN 34-
kekerasan
Percobaan
Percobaan tarik
42
34-55
4055
50-70
60-80
20
21
21
32
28
40
36
48
54
64
90
108
30
25
-
14
22
10
18
8
12
12
8
8
98120
98-160
115160
145-205
175-235
235- 293- 350293
350
405
Dalam lampiran 3 diberikan harga-harga L tersebut. Notasi 10K, 12K, 6G, dan 8G dalam tabel tersebut berhubungan dengan sistim pembagian kekuatan ulir atau kekuatan bahan menurut standar DIN.
80
Tabel 2.10. Faktor pelepasan L, (Sularso dan Suga 1997). Beban dinamis Tarikan
10 k
l
12 k
d
Permukaan kontak kasar Geseran, atau gabungan antara tarikan, lenturan, putiran dan
Beban statis
Permukaan kontak halus
geseran Permukaan kontak halus Permukaan kontak kasar 10
Baut
1
pendek
2
17
30
50
0
M4
M10
M4
M10
M18
M4
M10
M18
M4
M10
M18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M8
M30
M8
M16
M30
M8
M16
M30
M8
M16
M30
3
5
3,5 2
4
25
3 Baut
4
sedang
5
semua
6 Baut
7
panjang
8
1,2
9 10 Baut sangat
11
1,3
1,4
1,3
1,6
1,6
1,3
2,5
1,4
panjang 7μ
μ Beban dinamis
0 `
ermukaan kontak halus ( μ
statis
Tarikan
Beban
μ
81
ermukaan kontak kasar ( μ 6G Geseran, atau gabungan anatara tarikan, lenturan, 8G
puntiran, dan geseran. ermukaan kontak kasar ( μ ermukaan kontak kasar ( μ
Menurut Sularso dan Suga, (1997), adapun standar harga-harga pengetatan mur dan baut seperti terlihat pada tabel 2.11 dibawah ini. Tabel 2.11. Faktor pengetatan, (Sularso dan Suga, 1997). Alat untuk mengetatan jepitan Faktor pengetatan a 1,25
kunci
1,4
Kunci, kunci dengan pembatas momen. Kunci dengan pukulan (perpanjangan
1,6 baut diukur). 1,8
Kunci, kunci dengan pembatas momen. Kunci dengan pukulan (diputar pada
2 murnya). Kunci yang pemegangnya disambung 3 dengan pipa
Menurut Sularso dan suga, (1997), harga batasan-batasan tekanan dudukan dari bahan diberikan pada tabel 2.12 dibawah ini.
82
Tabel 2.12. Batasan tekanan dudukan dari bahan, (Sularso dan Suga, 1997). Bahan Batas tekanan dudukan Psa (kg/mm2) Baja St 37, S20C
30
Baja St 50, S30C
50
Baja C45 (ditemper), S45C
90
Besi Cor GG22, FC20
100
Paduan magnesium aluminium GDMg A19
20
Paduan magnesium aluminium GKMg A19
20
Paduan-silica - aluminium - tembaga
30
GKAISi6Cu4
30
Menurut Sularso dan Suga, (1997), untuk pemilihan diameter nominal sementara dapat dilihat pada tabel 2.14 dibawah ini.
83
Tabel 2.13. Pemilihan diameter nominal sementara, (Sularso dan Suga, 1997). Gaya luar dai 1 baut Gaya jepit Diameter nominal ulir Beban
Beban
dinamis
statis atau
searah
dinamis
sumbu ulir P
lintang Q
160
100
32
250
250
160
50
400
250
630
Beban statis searah sumbu
P0 (kg)
6G
8G
10G
12G
4
4
-
-
400
5
6
4
4
80
630
6
6
5
5
400
125
1000
7
7
6
5
100
630
200
1600
9
8
7
7
1600
1000
315
2500
12
10
9
8
2500
1600
500
400
14
14
12
10
4000
2500
800
6300
18
16
14
12
6300
4000
1250
10000
22
20
16
16
10000
6300
2000
16000
27
24
20
20
16000
10000
3150
25000
-
30
27
24
25000
16000
5000
40000
-
-
30
30
ulir P
Besar harga-harga baut stanless stell A2-70 dapat dilihat pada tabel 2.14 mechanical properties for a1, a2 dan a4 austenitic stainlss stell bolt, screw, studs and nuts (BE EN ISO 3506 Part 1&2), di bawah ini.
84
Tabel 2.14. Mechanical Properties For A1, A2 Dan A4 Austenitic Stainlss Stell Bolt, Screw, Studs And Nuts (BE EN ISO 3506 Part 1&2). Bold, screws and studs (part 1)
Nuts (part 2)
Property
Diameter
class
range
Tensile
0.2 % proof
strenght
stress
(
(
)
Elongation A (mm)
)
50
M
500
210
0.6d
500
70
M
700
450
0.4d
700
80
M
800
600
0.3d
800
Sedangkan untuk tabel komposisi baut dan mur stainless stell A2-70 dapat dilihat pada tabel 2.15 di bawah ini. Tabel 2.15. Chemical Compositions For Austenitic Stainless Stell Fasteners grade
A1
Chemical Composition ( % Maxima Uniess Stated) c
Si
Mn
S
P
Cr
Mo
Ni
0.12
1
6.5
0.15
0.20
16-19
0.7
5-10
Type Cu
1.752.25
Included 303, 1,4305 304,349S17
A2
0.1
1
2
0.03
0.05
15-20
-
8-19
4
(BS 3111) 1.4567
A3
0.08
1
2
0.03
0.04 5
16-18.5
2-3
1015
1
316.396S17 (BS 3111)
85
2.12.
TEORI PEGAS Definisi Pegas
2.12.1
Pegas adalah elemen mesin flexible
yang digunakan untuk
memberikan gaya, torsi, dan menyimpan atau melepaskan energi. Energi disimpan pada benda padat dalam bentuk twist, stretch, atau kompresi. Energi di-recover dari sifat elastis material yang telah terdistorsi. Suatu pegas harus memiliki kemampuan untuk mengalami defleksi elastis yang besar. Beban yang bekerja pada pegas dapat berbentuk gaya tarik, gaya tekan, atau torsi (twistforce). Pegas umumnya beroperasi dengan ‘high working stresses’ dan beban yang bervariasi secara terus menerus. Beberapa contoh spesifik aplikasi pegas adalah : 1. Pegas digunakan untuk menyimpan dan mengembalikan energi potensial, seperti misalnya pada ‘gunrecoilmechanism’. 2. Pegas digunakan untuk memberikan gaya dengan nilai tertentu, seperti misalnya pada reliefvalve. 3. Pegas digunakan untuk meredam getaran dan beban kejut, seperti pada auto mobil. 4. Pegas digunakan untuk indikator/Kontrol beban, contohnya pada timbangan. 5. Pegas digunakan untuk mengembalikan komponen pada posisi semula, contohya pada ‘brakepedal’. 2.12.2. Klasifikasi Pegas Pegas dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis fungsi dan beban yang bekerja yaitu pegas tarik, pegas tekan, pegas torsi, dan pegas penyimpan energi. Tetapi klasifikasi yang lebih umum adalah berdasarkan bentuk fisiknya. Klasifikasi berdasarkan bentuk fisik adalah: 1.
Wire form spring (helical compression, helical tension, helical torsion, custom form).
2.
Spring was hers (curved,wave,finger,belleville).
86
3.
Flatspring (cantilever,simplysupportedbeam).
4.
Flat wound spring (motor spring, volute, constant force spring). Pegas ‘helical compression’ dapat memiliki bentuk yang sangat
bervariasi. Gambar 2.46 menunjukkan beberapa bentuk pegas helix tekan. Bentuk yang standar memiliki diameter coil, pitch, dan spring rate yang konstan. Picth dapat dibuat bervariasi sehingga spring rate-nya juga bervariasi. Penampang kawat umumnya bulat, tetapi juga ada yang berpenampang segi empat. Pegas konis biasanya memiliki spring rate yang non-linear, meningkat jika defleksi bertambah besar. Hal ini disebabkan bagian diameter coil yang kecil memiliki tahanan yang lebih besar terhadap defleksi, dan coil yang lebih besar akan terdefleksi lebih dulu. Kelebihan pegas konis adalah dalam hal tinggi pegas, dimana tingginya dapat dibuat hanya sebesar diameter kawat. Seperti terlihat pada gambar 2.46. di bawah ini.
Gambar 2.46. helical compression (Zainuri, 2010)
Bentuk barrel dan hour glass terutama digunakan untuk mengubah frekuensi pribadi pegas standar. Pegas helix tarik perlu memiliki pengait (hook) pada setiap ujungnya sebagai tempat untuk pemasangan beban. Bagian hook akan mengalami tegangan yang relative lebih besar dibandingkan bagian coil, sehingga kegagalan umumnya terjadi pada bagian ini. Kegagalan pada bagian hook ini sangat berbahaya karena segala sesuatu yang ditahan pegas akan terlepas. Salah
87
satu metode untuk mengatasi kegagalan hook adalah dengan menggunakan pegas tekan untuk menahan beban tarik seperti ditunjukkan pada gambar 2.46 Pegas wire form juga dapat untuk memberikan/menahan beban torsi seperti pada gambar 2.46 Pegas tipe ini banyak digunakan pada mekanisme ‘garage door counter balance’, alat penangkap tikus, dan lain-lain.
2.12.3. Material Pegas Material pegas yang ideal adalah material yang memiliki kekuatan ultimate yang tinggi, kekuatan yield yang tinggi, dan modulus elastisitas atau modulus geser yang rendah untuk menyediakan kemampuan penyimpanan energi yang maksimum. Parameter loss coefficient, Δv yang menyatakan fraksi energi yang didisipasikan pada siklus stress-strain, merupakan faktor penting dalam pemilihan material. Material pegas yang baik harus memiliki sifat loss coefficient yang rendah, kekuatan fatigue tinggi, ductility tinggi, ketahanan tinggi serta harus tahan creep. Pegas dapat dibuat dari berbagai jenis bahan sesuai pemakaiannya. Bahan baja dengan penampang lingkaran adalah yang paling banyak dipakai. Bahan-bahan pegas terlihat pada tabel 2.16. :
88
Tabel 2.16. Jenis Material Penyusun Pegas, (Zainuri, 2010) Material
1.
Allowable shear stress ( ) MPa
Modulus of
Modulus of
Severe
rigitdity (G)
elasticity (E)
Average
Light
service
service
service
kN/mm
2
kN/mm2
Carbon steel
(a)
Up to 2.125 mm dia.
420
525
651
80
210
(b)
2.125 to 4.625 mm
385
483
595
80
210
(c)
4.625 to 8.00 mm
336
420
525
80
210
(d)
8.00 to 12.25 mm
294
364
455
80
210
(e)
13.25 to 24.35 mm
252
315
392
80
210
(f)
24.25 to 38.00 mm
224
280
350
80
210
2.
Music wire
392
490
612
80
210
3.
Oli tempered wire
336
420
525
80
210
4.
Hard
280
340
437.5
80
210
drawn
spring
wire 5.
Stainless stell wire
280
350
437.5
70
196
6.
Monel metal
196
245
360
44
105
7.
Phasphor bronze
196
245
360
44
105
8.
Brass
160
175
219
35
100
2.12.4.
Perhitungan Pegas helik (tekan/ tarik) Pegas helix tekan yang paling umum adalah pegas kawat dengan
penampang bulat, diameter coil konstan, dan picth yang konstan. Geometri utama pegas helix adalah diameter kawat d, diameter rata-rata coil D, panjang pegas bebas Lf, jumlah lilitan Nt, dan pitch P. Pitch adalah jarak yang diukur dalam arah sumbu coil dari posisi center sebuah lilitan ke posisi center lilitan berikutnya. Indeks pegas C, yang menyatakan ukuran kerampingan pegas didefinisikan sebagai perbandingan antara diameter lilitan dengan diameter kawat. Seperti terlihat pada gambar 2.47. di bawah ini.
89
Gambar 2.47. Pegas ulir Tekan, (Zainuri, 2010).
1.
Panjang Rapat (Solid length of the spring): LS= n’ d
(2.89)
Keterangan : n’ = Jumlah koil lilitan d = Diameter kawat
2.
Panjang Bebas (Free length of the spring) LF = n’ d
δmak
(n’ – 1) x 1 mm
(2.90)
Dalam permasalahan ini, jarak antara dua kumparan yang berdekatan diambil 1 mm. 3.
Indek pegas (C) Didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara diameter pegas dengan diameter kawat, maka persamaan matematikanya adalah : Indek pegas (C) =
D d
( 2.91)
90
Keterangan : D = diameter lilitan / pegas 4.
Spring rate (k) Didefinisikan sebagai sebagai beban yang diperlukan per unit defleksi pegas, persamaan matematikanya adalah : k=
(2.92)
ζ
Keterangan : W = Beban δ
= Defleksi dari pegas
5. Pitch (p) Didefinisikan sebagai jarak aksial antara kumparan yang berdekatan pada daerah yang tidak terkompresi, persamaan matematikanya adalah :
Pitch (p) =
anjang bebas
( 2.93)
Atau dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini : itch of the coil ( ) =
- S n
d
(2.99)
6. Tegangan pada pegas helik Bila tarikan atau kompresi bekerja pada pegas ulir, besarnya momen puntir T (kg.mm) adalah tetap untuk seluruh penampang kawat yang bekerja. Untuk diameter lilitan rata-rata (diukur pada sumbu kawat) D (mm), berdasarkan kesetimbangan momen besar momen puntir seperti terlihat pada gambar 2.48. dibawah ini adalah:
91
Gambar 2.48. Pegas Helik (Zainuri, 2010). D
T=
(2.100.a)
Jika diameter kawat adalah d (mm), maka besarnya momen puntir kawat yang berkorelasi dengan tegangan geser akibat torsi η1 (kg/mm2) adalah:
Torsi = η
d
( 2.100.b)
Sehingga:
Sedangkan tegangan geser langsung akibat beban W adalah :
η
=
-
(2.101.a)
( 2.101.b)
92
Keterangan: D = Mean diameter of spring coil d = Diameter of the spring wire n = Number of active coil G = Modulus of rigidity for the spring material W = Axial load on the spring Τ = M x mum
u
C = Spring index = D/d P = Pitch of the coils δ = Deflection of the spring, as a result of an axial load W Sehingga, tegangan geser maksimum yang terjadi di permukaan dalam lilitan pegas ulir adalah :
η=η
η
=
η= =
=
8
D
8
D 8
D d
D
d
(
d
)= s
8
(
d D
)
D d
Ks = shear stress factor = 1 (Tegangan hanya mempertimbangkan pembebanan langsung)
η=
8
D d
=
8
D d
(tegangan dengan mempertimbangkan efek lengkungan dan pembebanan)
( 2.102)
93
Keterangan : D = Diameter pegas rata-rata d = Diameter of the spring wire n = Jumlah lilitan aktif G = Modulus kekakuan W = Beban aksial C = Spring index = D/d η = Tegangan geser K = Faktor
ah’l
(2.103)
Persamaan untuk mencari Defleksi pegas adalah: ( 2.104)
Harga diameter minimum kawat pegas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti yang tertulis dibawah ini.
√
Keterangan : d
= Diameter minimum kawat pegas (mm) = aktor teganga ahl’ = Beban (N)
(2.105)
94
= Tegangan geser (N/mm) Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk mencari harga diameter pegas: D=Cxd
(2.106)
Keterangan: D = Diameter pegas (mm) C = Konstanta pegas. d = Diameter kawat pegas (mm). Persamaan untuk mencari harga lendutan awal adalah sebagai berikut: δ = Hf - Hs
(2.107)
Keterangan: δ
= Lendutan awal (mm).
Hf
Panjang pegas awal (mm).
Hs
Panjang mampat pegas (mm).
Persamaan untuk menghitung lendutan efektif adalah sebagai berikut: Hs = Ht -
(2.108)
Keterangan: = Lendutan awal (mm). H
Panjang pegas awal (mm).
Hs
Lendutan efektif (mm).
95
Persamaan untuk menghitung tinggi mampat pegas adlah sebagai berikut: Hc = (n + 1.5) d
(2.109)
Keterangan: Hc = Tinggi mampat pegas (mm). Indeks pegas. d = Diameter kawat pegas (mm).
2.13. Perhitungan Reaksi Tumpuan Untuk menghitung kekuatan rangka dan gandar dapat digunakan persamaanpersamaan pada pembebanan statis yang diterima oleh komponen. Analisa yang digunakan untuk menghitung reaksi tumpuan dengan persamaan kesetimbangan atau persamaan satis adalah sebagai berikut.
∑
= ,
(2.110)