BAB II ATURAN HUKUM TERKAIT LARANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
E. Perkembangan Aturan Hukum Tindak Pidana Perdagangan Orang Sejalan dengan perkembangan zaman aturan hukum mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengalami perkembangan, artinya mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang sudah banyak peraturan yang megatur mengenai kejahatan ini. Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan kejahatan yang perlu ditangani secara serius karena berkaitan dengan perampasan kemerdekaan seseorang. Orang yang menjadi korban dari kejahatan ini maka kemerdekaannya pun pasti dirampas. Pada masa sekarang ini kejahatan tindak pidana perdagangan orang semakin banyak terjadi dan semakin luas wilayah atau teritori perdagangannya maupun cara yang dilakukan di dalam memperdagangkan atau menjual orang tersebut. Kejahatan semakin banyak terjadi dikarenakan zaman mengalami perubahan, zaman yang mengalami perubahan ini dikarenakan masyarakat pun mengalami perkembangan. Berkaitan dengan semakin berkembangnya masyarakat maka hukum itu pun mengalami perkembangan. Dimana sejalan dengan pendapat yang mengatakan
Universitas Sumatera Utara
36
bahwa manusia merupakan serigala bagi manusia lainnya yang tergambar dalam skema di bawah ini:53 Tabel : Manusia Merupakan Serigala bagi Manusia Lainnya (Wahju Muljono) Homo Homini Lupus
Norma
Norma Kesopanan
Tujuan Norma
Norma Agama
Norma Kesusilaan
Ditaati
Sanksi
Norma Hukum
Norma Adat
Terberat Dalam Hukum Pidana
Derita Lihat Pasal 10 KUHP Nestapa
Norma atau kaidah, selanjutnya mengatur diri pribadi manusia, norma kesopanan mengatur perilaku manusia berbuat baik dalam pergaulannya dengan sesama, norma agama bertujuan agar manusia dalam kehidupannya beriman, norma 53
Wahju Muljono, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
37
kesusilaan bertujuan agar manusia mempunyai hati nurani yang bersih, dan norma hukum bertujuan untuk mengaturdan mengajak manusia saling menghormati agar manusia hidup damai dan penuh keserasian antara keterikatan dengan kebesan sehingga tercapi suatu tujuan, serta norma adat bertujuan agar manusia dapat hidup tenang bersama kelompok adat istiadatnya.54 Bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya hinga demikian maka manusia hidup selalu dihantui oleh rasa ketakutan
karena disekeliling
kehidupannya terdapat sebuah ancaman dan rasa resah selalu terjadi dalam kehidupan tersebut, maka untuk menggapai kehidupan yang tenteram dan aman, maka manusia-manusia berkumpul dan mengadakan perjanjian.55 Perkembangan hukum ini dapat dilihat dari dibentuknya peraturan hukum yang menjadi tanda bahwa negara – negara mempunyai tujuan yaitu untuk melindungi rakyatnya masing – masing. Sehingga melalui adanya peraturan hukum yang dibentuk maka negara berharap dapat menciptakan perlindungan melalui penegakan hukum yang dilakukan. Bukan hanya Negara Indonesia, bahkan dunia internasional pun menganggap bahwa tindak pidana perdagangan orang ini perlu ditangani dan perlu diberantas. Sehingga dibentuklah berbagai perjanjian internasional mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pembentukan – pembentukan peraturan terkait tindak pidana perdagang orang mengalami perluasaan sehingga banyak sudah dunia internasional maupun nasional yang membahas mengenai kejahatan ini dan menjadikannya menjadi 54 55
Wahju Muljono, Op.cit, hal. 70. Ibid
Universitas Sumatera Utara
38
sebuah peraturan atau ketentuan hukum yang harapannya dapat menghentikan atau bahkan memberantas tindak pidana perdagangan orang tersebut. Ketentuan – ketentuan hukum Internasional tentang trafficking sudah ada bahkan sejak tahun lama dan terus mengalami perkembangan sampai sekarang ini. Ketentuan mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang di atur di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) namun juga di atur di luar KUHP. Di bawah ini kita akan melihat mengenai peraturan hukum tentang tindak pidana perdagangan orang baik yang ada di luar KUHP maupun yang ada di dalam KUHP. 3.
Peraturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Perdagangan orang juga dikenal dalam KUHP dalam Pasal 297 KUHP yaitu “
Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki – laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama – lamanya enam tahun. (K.U.H.P. 37, 296,298).” Pasal ini, menyimpulkan bahwa yang menjadi korban dalam kejahatan ini adalah perempuan dan laki – laki yang masih belum dewasa atau dengan kata lain masih memiliki status anak. Dalam bab tersendiri mengenai Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Seseorang salah satu contoh yang terdapat dalam Pasal 324 KUHP tentang seorang budak belian, dalam pasal ini kita dapat melihat bahwa pelaku perdagangan budak belian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
39
a. Setiap orang yang menjalankan perniagaan baik dengan ongkos sendiri maupun ongkos orang lain. b. Setiap orang baik dengan ongkos sendiri maupun ongkos orang lain melakukan perbuatan perniagaan budak belian. c. Orang yang turut campur dalam hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Orang – orang ini dipidana dengan dihukum penjara selama – lamanya dua belas tahun. Tindak pidana perdagangan orang pada masa sekarang ini mengalami perluasan sehingga aturan yang dimuat dalam KUHP dirasa terlalu ringan sanksinya dan ruang lingkupnya perlu diatur dalam aturan yang lebih baru, sehingga dibentuklah peraturan – peraturan yang mengatur tentang tindak pidana perdagangan orang ini yang di atur di luar KUHP. 4.
Peraturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang di Luar KUHP Peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana perdagangan orang di luar
KUHP terdiri dari ketentuan – ketentuan atau peraturan – peraturan Hukum Internasional tentang perdagangan orang dan ketentuan hukum nasional Negara Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
40
a.
Ketentuan – Ketentuan Hukum Internasional tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafficking).56
1) Perjanjian – Perjanjian Internasional Sebelum Tahun 1949 Isu perdagangan manusia sudah lama terjadi, pada awalnya ini hanya difokuskan pada perdagangan perempuan, tetapi terjadi perkembangan zaman dan pada kenyataannya yang menjadi korban bukan hanya perempuan, tetapi juga anak – anak. Melalui instrumen – instrumen internasional pada tahun 1904 dengan keluarnya Instrument Internasional Agreement for the Suppression of the White Slave Trffic.57 Pada Tahun 1921 oleh Liga Bangsa – Bangsa, ditandatangani Convention of on the Suppression of the Trafic in Women of Full Age. Terdapat 4 (empat) perjanjian internasional pendahulu, yaitu : a)
Persetujuan Internasional tanggal 18 Mei 1904 untuk penghapusan perdagangan budak kulit putih (International Agreement for the Suppression of White Slave Traffic). Dokumen ini diamandemen dengan Protokol PBB pada tanggal 3 Desember 1948.
b) Konvensi Internasional tanggal 4 Mei 1910 untuk penghapusan Perdagangan Budak Kulit Putih (International Convention for the Suppression of White Slave Traffic), diamandemen dengan protokol tersebut di atas. c)
Konvensi Internasional tanggal 30 September 1921 untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Convention on the Suppression of Traffic 56
Chairul Bariah Mozasa, Aturan – Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), (Medan:USU Press, 2005), hal. 18-23. 57 Starke. J. G., hal. 57 dikutif dari Chairul Bariah Mozasa, Aturan – Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), (Medan: USU Press, 2005), hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
41
in Women an Childen), diamandemen dengan protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947. d) Konvensi Internasional tanggal 11 Oktober 1933 untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan Dewasa (International Convention of the Traffic in Women of Full Age), diamandemen dengan protokol PBB tersebut di atas.
2) Ketentuan Internasional terhadap Larangan Human Trefficking Larangan Human Trafficking secara internasional telah banyak instrumen yang mengaturnya, terdapat berbagai instrumen internasional yang berkaitan dengan Human Trafficking. Instrumen – instrumen tersebut antara lain : a)
Universal Declaration of Human Rights;
b) International Covenant on Civil and Political rights; c)
International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights;
d) Convention on the Rights of the Child and Its Relevant Optional Protocol; e)
Convention Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the worst Forums of Child Labour (ILO No. 182).
f)
Conventiion on the Elimination of all Forms of Discrimination Against women;
g) United Nations Protocol to suppress, Prevent, and Punish Trafficking in Against Transnational Organized Crime; h) SARCConvention on Combatin Trafficking in women and Children for Prostitution. 3) Konvensi Mengenai Penyelundupan Manusia Melalui Darat, Laut, dan Udara (Protocol Against the smugglingt of Migrants by Land, Sea, and Air)
Universitas Sumatera Utara
42
Dalam artikel 2, protokol menentang penyelendupan migran melalui darat,laut, dan udara. Tujuannya adala untuk mencegah dan mebgurangi penyelundupan migran dengan cara meningkatkan kerjasama antar negara peserta dengan melindungi hak – hak dari migran yang diselundupkan. Dari artikel ini dapat disimpulkan, bahwa : a)
Penyelundupan
migran
merupakan
suatu
pengadaan,
dalam
rangka
memperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu keuangan atau manfaat material, dengan memasukkan secara tidak sah seseorang ke dalam suatu negara di mana orang itu bukanlah warga negara atau penduduk dari negara itu; b) Memasukan tidak sah merupakan suatu keadaan dimana melewati batas tanpa melengkapi persyaratan sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku dari suatu negara; c)
Dokumen identitas palsu dalam hal ini mempunyai pengertian bahwa dokumen identitas yang mempunyai ciri : i.
Dibuat dengan cara mengubah dokumen yang asli;
ii.
Dikeluarkan oleh orang – orang yang tidak berhak untuk mengeluarkan;
iii.
Digunakan oleh seseorang yang bukan pemilik yang sah;
d) Kapal berarti berbagai jenis kendaraan air, mencakup pesawat amphibi dan perahu, yang dapat digunakan sebagai transportasi di air, kecuali suatu kapal perang, alat bantu kelautan, atau lain kapal yang dimiliki atau yang dioperasikan oleh suatu pemerintah dan menggunakannya untuk kepentingan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
43
Dalam mengatasi terjadinya penyelundupan migran, setiap negara harus dapat bekerja sama dalam mengatasi dan mencegah terjadinya penyelundupan migran melalui laut, darat, dan udara. Kerjasama
yang
dilakukan
negara
anggota
ini
dalam
mengatasi
penyelundupan, antara lain : a)
Negara anggota mempunyai alasan – alasan untuk mencurigai setiap kapal yang sedang memasuki daerahnya yang merupakan klapal berkebangsaan asing atau menolak untuk menunjukan identitasnya sedang melakukan penyelundupan migran kewilayahnya dan negara peserta tersebut dapat meminta bantuan dari negara peserta lainnya untuk mencegah kapal asing tersebut memasuki daerahnya.
b) Negara – negara anggota mempunyai alasan – alsan untuk mencurigai setiap kapal yang sedang berlatih di laut bebas sesuai dengan hukum internasional dengan tidak mengetahui asal dari kapal asing itu, akan melakukan penyelundupan migran ke daerahnya, dapat meminta konfirmasi dari negara yang bersangkutan, dan jika telah mendapat konfirmasi meminta pemilik kapal yang mempunyai otorsasi untuk mendapat izin dari negara bersangkutan. Dari negara yang bersangkutan mempunyai otorisasi meminta penjelasan terhadap pemilik kapal mengenai : i. Penumpang kapal; ii. Tujuan dari kapal; iii. Jika terbukti ditemukan bahwa kapal tersebut sedang melkukan penyelundupan
migran,
maka
negara
yang
bersangkutan
dapat
Universitas Sumatera Utara
44
mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang diatur di dalam konvensi ini. c)
Negara anggota dapat memaksakan kapal sesuai dengan ayat (2) untuk segera menginformasikan segala kegiatan kapal yang dimaksud.
d) Negara anggota akan segera menjawab dengan cepat dan efisien terhadap suatu permintaan dari negara anggota yang sedang melakukan pelayaran atau pemilik kapal memang berhak suatu permintaan untuk otorisasi sesuai dengan ayat (2). e)
Negara peserta dapat konsisten dengan artikel 7 protokol ini, pokok otorisasinya ke kondisi – kondisi untuk menyetujui dan meminta status, kondisi – kondisi termasuk yang berkenaan dengan tanggungjawab dan tingkat ukuran efekti untuk diambil. Suatu tindakan dari negara anggota yang mengambil apapun tindakan ukuran tambahan tanpa menyatakan otorisasi kapal, kecuai mereka diperlukan untuk membebaskan segera kapal yang dimaksud sesuai dengan persetujuan multilateral.
f)
Masing – masing negara anggota akan mengangkat suatunotorisasi atau, jika perlu, otorisasi untuk menerima dan bereaksi terhadapa permintaan utnuk bantuan, karena onfirmasi pencatatan kebenaran suatu kapal yang memiliki otorisasi berlayar dengan ukuran sesuai dengan tujuan yang diberitahu melalui secretary – general bagi semua negara – negara anggota.
g) Negara anggota yang mempunyai alasan – alasan layak mencurigai bahwa suatu kapal sibuk dengan penyelundupan orang pindah melalui laut dan adalah tanpa kebangsaan atau mungkin berasimilasi untuk suatu kapal tanpa
Universitas Sumatera Utara
45
kebangsaan boleh menumpang dan mencari kapal. Jika bukti yang kecurigaan ditemukan, negara anggota akan mengambil tindakan sesuai dengan hukum nasional dengan hukum nasionalnya dan hukum internasionalnya.
b. Peraturan – Peraturan Hukum Nasional Terkait Larangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking). Hukum nasional adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu Negara yang terdiri atas prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat pada suatu negara dan di Negara Indonesia hukum nasional terdiri dari sistem hukum agama, hukum eropa, dan hukum adat.58 Peraturan – peraturan hukum nasional tentang trafficking di Indonesia dapat kita lihat di bawah ini : 1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebagai konstitusi atau hukum dasar di Negara Indonesia, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi sumber hukum tertulis dalam sistem hukum di Indonesia. Dikatakan menjadi sumber hukum tertulis maka peraturan perundang – undangan yang ada di Negara Indonesia tidak boleh bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. Hal ini dikarenakan Undang – Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai tingkat teratas dalam hirarki peraturan perundang – undangan di Indonesia.
58
http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum-nasional.html. Tanggal akses 1 Maret 2016, pukul 19.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
46
Sebagai sumber hukum tertulis, UUD RI Tahun 1945 juga memuat aturan untuk melindungi Bangsa Indonesia dari perampasan hak – haknya termasuk hak kemerdekaan. Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD RI Tahun 1945 mengatur mengenai Hak Asasi Manusia yang terdapat pada Bab XA. Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD RI Tahun 1945 dikatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang
serta
berhak
atas
perlindungan
dari
kekerasan
dan
diskriminasi.”59 Selain itu, Pasal 28I ayat (1) menyatakan : “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntutatas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”60 Menurut pasal ini, maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan suatu perbuatan yang sama sekali tidak boleh dilakukan dikarenakan dalam pasal ini perbudakan merupakan suatu perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh siapapun dan kepada siapapun karena secara tegas dikatakan bahwa hak – hak ini merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 2) TAP. MPR Nomor XVII Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)61 Pasal 2 TAP. MPR Republik Indonesia dan DPR RI telah meratifikasi instrumen – istrumen PBB tentang HAM, dalam pembukaan piagam dapat
59
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ibid. 61 Chairul Bariah Mozasa,Op.cit.,hal. 36. 60
Universitas Sumatera Utara
47
diketahui pembentukan piagam didasarkan pada Deklarasi Umum HAM (Universal Declaration of Human Rights) dan Indonesia meratifikasi dengan TAP. MPR Nomor XVII pada tanggal 13 Nopember 1998, karena Indonesia merupakan salah satu anggota PBB mempunyai tanggungjawab untuk menghormati ketentuan – ketentuan yang tercantum dalam deklarasi. Ketentuan – ketentuan dalam pasal – pasal tentang hak anak, yaitu : Pasal 37 : “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dikurangi dalam keadaan apa pun (nongerable)." Pasal 33 : “Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggungjawab pemerintah.” Pasal 44 : “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang – undangan.”
3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Perlindungan terhadap anak juga terdapat dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang khusus di atur dalam BAB III HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA pada Bagian Kesepuluh tentang Hak Anak dikatakan dalam Pasal 52 ayat (1) dan (2), bahwa anak selain berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara namun juga hak anak itu merupakan HAM dan hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Universitas Sumatera Utara
48
Apabila dikatakan anak tersebut mempunyai hak bahkan sejak masih dalam kandungan maka seorang bayi pun tentu mempunyai hak dan hak pada seorang bayi itu pun harus dilindungi dan tidak boleh dilanggar, sehingga seorang bayi pun sebagaimana dalam Pasal 52 ayat (1) berhak atas perlindungan atas dirinya. Perlindungan yang diberikan juga perlindungan dari kegiatan – kegiatan eksploitasi, perdagangan anak, dan lain sebagainya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 65 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu : “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.”62
4) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bantuk – Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak Alasan Indonesia mengesahkan konvensi ILO No.182 di dalam Penjelasan dikatakan bahwa Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa dan Undang – Undang Dasar 1945 menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia seperti tecermin dalam sila – sila Pancasila khususnya Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk itu Indonesia bertekad melindungi hak asasi anak sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Pasal 3 huruf (a) Konvensi ILO No. 182 ini menyatakan : Dalam konvensi ini, istilah “bentuk – bentuk pekerjaan terburuk untuk anak” mengandung pengertian : segala bentuk perbudakan atau praktik – praktik sejenis perbudakan, seperti 62
Pasal 65 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Universitas Sumatera Utara
49
penjualan dan perdagangan anak – anak, kerja ijon (debt bondage) dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengarahan anak – anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata. 5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dibentuk karena masih memerlukan suatu undang – undang sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab yang berkaitan denga hak anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Mengenai perlindungan anak itu sendiri dalam ayat (2) menyatakan Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 6) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Peraturan mengenai tindak pidana perdagangan orang semakin diperluas. Di dalam undang – undang ini, pelaku tindak pidana perdagangan orang dapat berupa orang maupun dalam bentuk korporasi.
Universitas Sumatera Utara
50
Perluasan ruang lingkup ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk memberantas tindak pidana perdagangan orang khusunya di Negara Indonesia. Peraturan ini secara khusus mengatur mengenai perlindungan terhadap wanita dan terhadap anak, termasuk anak yang masih dalam kandungan dikarenakan peraturan yang dimuat dalam KUHP dirasa tidak cukup dalam hal sanksi bagi pelaku kejahatan ini. Perlindungan juga diberikan kepada saksi dan korban dalam peraturan ini sebagai aspek penting dalam penegakan hukum dengan memberikan perlindungan bagi saksi dan korban kejahatan tindak pidana perdagangan orang. F. Ketentuan Hukum Terhadap Pelaku Penjualan Bayi Menurut UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pelaku perdagangan orang dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah Orang dan Korporasi dan di dalam undang – undang ini ada diatur mengenai anak yang menjadi korban dalam kejahatan perdagangan orang (Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 17). Pertanyaan mengenai bagaimana ketentuan hukum terhadap pelaku penjualan bayi menurut UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, kita harus melihat apakah ada aturan yang mengatur tentang hal itu atau tidak. Sehingga kita dapat merumuskan sanksi yang diberikan bagi pelaku tindak pidana perdagangan bayi tersebut. Secara tertulis memang benar bahwa dalam undang – undang ini tidak ada dituliskan kata “bayi”, namun apabila kita melihat pada Ketentuan Umum dari
Universitas Sumatera Utara
51
undang – undang ini maka kita akan melihat ada satu ayat yang memberi pengertian tentang anak. Pengertian anak menurut undang – undang ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.63 Setelah kita mendapat pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan anak, maka kita melihat dimanakah kedudukan bayi dalam undang – undang ini. Bayi adalah seorang anak yang berusia 0 hingga 12 bulan, (HUSAINI,2002).64 Pengertian mengenai bayi umumnya memang diberikan kepada anak manusia yang berusia di bawah 12 bulan, namun definisi mengenai bayi tersebut bisa bervariasi, bahkan di berbagai tempat pengertian bayi ada yang berpendapat hingga usia 2 tahun.65 Dari pengertian ini maka kita dapat menyimpulkan bahwa apabila bayi menjadi korban kejahatan ini maka pelaku yang melakukan kejahatan tersebut dapat dikenai sanksi pidana. Hal ini berdasarkan apa yang tertulis dalam Pasal 1 ayat (5). Korban apabila diartikan secara meluas maka mempunyai pengertian sebagai orang yang menderita atau dirugikan akibat pelanggaran baik bersifat pelanggaran hukum pidana (penal) maupun pelanggaran yang berada di luar hukum pidana (non penal) atau dapat juga termasuk korban penyalahgunaan kekuasaan (victim
63
Pasal 1 ayat (5) Undang – Undang republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. 64 http://www.anneahira,com/definisi-bayi.html. Tanggal akses 2 Maret 2016, pukul 19.15 WIB. 65 https://id.m.wikepedia.org/wiki/Bayi7ei=V4sl2ia&lc=ID&s=1&m=871&host. Tanggal akses 2 Maret 2016, pukul 19.30 WIB.
Universitas Sumatera Utara
52
abuse of power). 66 Hal ini lah mengapa pelaku perdagangan orang atau pelaku penjualan bayi dikenai sanksi pidana. Pasal 2 ayat (1) dalam undang – undang ini mengatur tentang pelaku tindak pidana perdagangan orang baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun yang dilakukan oleh korporasi yang dihukum dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), namun apabila perbuatan itu dilakukan oleh korporasi maka hukumannya pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dan terhadap korporasinyan dapat dijatuhkan pidana dendan dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda serta selain itu dapat juga dijatuhkan pidana tambahan sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2). Pada pasal lain diatur ketentuan apabila tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak maka kepada pelaku ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 17 yang menyatakan bahwa “ Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).” Aturan dalam Pasal 17 tersebut membuat aturan mengenai tindak pidana yang dilakukan terhadap anak menjadi 6 pasal, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
66
Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana dalam Persspektif Teoritis dan Praktik Peradilan, (Medan: Mandar Maju, 2010), hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
53
Jadi, apakah pelaku penjualan bayi dapat dijatuhi hukuman menurut Undang – Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, maka jawabannya adalah dapat, karena bayi termasuk kategori anak dan aturan mengenai pelaku penjualan terhadap anak ada di atur dalam undang – undang ini. G. Ketentuan Hukum Terhadap Pelaku Penjualan Bayi Menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Perlindungan anak perlu dilakukan secara tegas. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan bahwa: “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan – perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.”67 Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak – haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.68 Perlindungan terhadap anak ini sesuai dengan prinsip – prinsip dalam Konvensi Hak Anak, yaitu :69 1.
Asas kepentingan yang terbaik bagi anak, adalah bahwa semmua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan 67
Nashriana, S.H.,M.Hum.,Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 1-2. 68 Pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 69 Chairul Bariah Mozasa, Op.cit., hal. 38-39.
Universitas Sumatera Utara
54
legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik anak harus menjadi pertimbangan yang utama; 2.
Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua;
3.
Asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak – hak anak untuk partisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal – hal yang mempengaruhi kehidupannya. Peraturan mengenai perlindungan anak dibentuk bukan tanpa alasan.
Meskipun Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah
mencantumkan
tentang
hak
anak,
pelaksanaan
kewajiban
dan
tanggungjawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang – undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.70 Pengertian anak itu sendiri adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan 71 maka bayi pun termasuk ke dalam pengertian anak. Hal ini tentu bersifat positif karena apabila bayi menjadi korban dari sebuah tindak pidana maka terhadap pelaku dapat dikenakan sanksi pidana menurut undang – undang ini.
70 71
Penjelasan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Universitas Sumatera Utara
55
Salah satu kejahatan yang dilakukan terhadap bayi adalah tindak pidana penjualan bayi. Ketentuan mengenai sanksi bagi pelakunya diatur pada pasal dalam undang – undang tentang perlindungan anak ini. Pelaku tindak pidana penjualan bayi menurut Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah perseorangan maupun korporasi yang ancaman pidananya sebagaimana yang diatur dalam pasal – pasal di bawah ini : 1.
Pasal 83 “Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”
2.
Pasal 84 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
3.
Pasal 85 (1) “Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).” (2) “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua atau tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Universitas Sumatera Utara
56
Pada Pasal 84 dan Pasal 85 adalah aturan yang dapat dikenakan terhadap pelaku apabila penjualan bayi dilakukan untuk mengambil organ/haringan tubuhnya untuk di perjual belikan. Perbuatan tindak pidana penjualan bayi apabila dilakukan oleh korporasi maka ketentuannya di atur dalam Pasal 90 ayat (1) dan (2), yaitu : (1) “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 dilakukan oleh korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus dan/atau korporasinya.” (2) “Pidana yang dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan pidana denda yang dijatuhkan ditambah 1/3 (sepertiga) pidana denda masing-masing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).”
H. Ketentuan Hukum Terhadap Pelaku Penjualan Bayi Menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Lahirnya Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dapat kita lihat pada penjelasan dari undang – undang ini. Pada paragraf ke-5 dan ke-7 Penjelasan undang – undang ini, dikatakan :72 Walaupun instrumen hukum telah dimiliki, dalam perjalanannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum dapat berjalan secara
72
Penjelasan Umum Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Universitas Sumatera Utara
57
efektif karena masih adanya tumpang tindih antarperaturan perundang-undangan sektoral terkait dengan definisi Anak. Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap Anak, untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkret untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan di kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. Pemberian sanksi bagi pelaku merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap korban sebagai bentuk pelaksanaan dan penegakkan keadilan dalam sistem hukum khususnya di Negara Indonesia. Sehingga dirasa ada perlindungan dan ada perhatian dari negara bagi korban kejahatan penjualan anak apalagi yang menjadi korban adalah seorang bayi. Ketika seseorang menjadi korban dari sebuah kejahatan maka ini merupakan pengertian korban dalam pengertian sempit. Saat kita berkata korban adalah seseorang yang sebagai victim of crime atau korban kejahatan yang diatur dalam ketentuan hukum pidana, maka pengertian itu adalah pengertian korban dalam arti sempit.73
73
Lilik Mulyadi,,Op.cit, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
58
Dari perspektif Ilmu Victimologi korban kejahatan yang berdasarkan ketentan hukum pidana, maka kepada pelakunya diancam dengan penerapan sanksi pidana.74 Ancaman pidana kepada pelaku penjualan bayi dapat kita lihat pada beberapa ketentuan dalam pasal dibawah ini, yaitu : 1.
Pasal 1 ayat (46) tentang ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 68: Perlindungan Khusus bagi Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 2 huruf h dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.”
2.
Pasal 1 ayat (62) di antara Pasal 76 dan Pasal 77 disisipkan 10 (sepuluh) pasal, yakni Pasal 76A, Pasal 76B, Pasal 76C, Pasal 76D, Pasal 76E, Pasal 76F, Pasal 76G, Pasal 76H, Pasal 76I, dan Pasal 76J sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 76F: Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.”
3.
Pasal 1 ayat (68) ketentuan Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 83: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp
74
Ibid, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
59
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
dan
paling
banyak
Rp
Beberapa pasal ini merupakan suatu keinginan untuk dipertegasnya sanksi bagi pelaku penjualan bayi sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku. Sehingga diharapkan pelaku tersebut tidak mengulang kejahatan dan bagi orang lain mempunyai daya untuk mencegah melakukan tindak pidana penjualan anak atau bayi. Perbedaan antara undang – undang ini dengan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah ketika ada seorang anak atau bayi yang menjadi korban penjualan anak atau bayi, maka yang dapat dihukum bukan saja hanya orang yang melakukan saja namun juga orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak dapat dihukum dengan hukuman pidana maksimal 15 (lima belas) tahun dan minimal 3 (tiga) tahun serta pidana denda sebagaimana yang tertera dalam pasal undang – undang tersebut.
Universitas Sumatera Utara