BAB I1 DESKRIPSI TENTANG MUSIK SAMPAH
2.1
Pengertian dan Istilah Musik Sampah. Bila di tinjau dari etimologi yang digunakan, musik sampah ini terdiri dari dua kata,
yang pertama adalah kata musik dan kedua adalah kata sampah. Dalam pemaparan sebelumnya telah dijelaskan bahwa musik adalah (1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara yang diurutkan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesinambungan dan kesatuan, (2) Nada atau suara yang disusun sedemikian rupa, sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan terutama yang, menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian (Pusat Pembinaan Bahasa 1990:602), dan sampah adalah barang atau benda yang dibuang atau tidak dipakai lagi karena sudah habis fungsi atau kegunaannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2006:990).
2.2
Latar Belakang Sejarah Musik Sampah Istilah musik sampah ini awalnya diusung oleh para pemusik jalanan atau biasa kita
sebut pengamen. Hal ini secara logika dapat kita terima dengan baik, karena “mereka” yang ekonominya terbatas namun mempunyai musikalitas yang hidup di jalanan hanya mampu menghasilkan alat musik kreasi mereka sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Banyak menganggap bahwa kegiatan pengamen dengan musik sampah ini mempunyai nilai estetis dan musikal yang rendah. Dalam kaitan ini Pasaribu (1992) mengatakan : Dalam kenyataan sehari-hari, kebanyakan masyarakat menganggap kegiatan mengamen sebagai suatu peristiwa musikal yang rendah dan kadangkala menjengkelkan. Artinya, kalau kebetulan ada seorang atau sekumpulan pemusik yang menyajikan suatu permainan secara berpindah-pindah atau tetap di lokasi yang banyak dilintasi orang, maka seringkali orang-orang pada menghindar atau cepat-cepat bilang “maaf ya”, dan sejumlahcara-cara lain untuk membuat pengamen tersebut untuk tidak merasa nyaman dan cepat angkat kaki. Kejadiankejadian seperti ini sering kita temui diterminal angkutan umum, pusat penjualan makanan, kaki lima pertokoan, dan bahkan dalam bis kota yang berjalan. Secara umum orang-orang menganggap kegiatan mengamen hanya berhubungan dengan pemusik yang kurang berbakat secara tekhnis, cacat fisik dan orang-orang bernasib kurang beruntung dalam hal ekonomi dan pemilik “muka tebal”. Sehingga agak terkejut kalau menemukan kenyataan bahwa orang-orang seperti Iwan Fals, Doel Sumbang, Ebiet G Ade, pada permulaan karir mereka juga tidak terlepas dari kegiatan mengamen. Bahkan sejumlah pemusik yang sudah punya kesempatan dalam rekaman masih tetap juga berkecimpung di dunia ngamen seperti Anto Baret, Yono Slalu, Braga Stone dan sebagainya Kutipan ini menunjukkan bahwa tidak semua pemusik jalanan dengan musik sampahnya adalah orang yang melakukan kegiatannya dengan keterpaksaan dan musikal yang rendah, namun sebaliknya. Dalam dunia musik, bentuk pemusik jalanan atau pengamen ini sudah dikenal dan berkembang sejak abad pertengahan, khususnya pada masyarakat Eropa. Pada masa musik Eropa berkembang lewat penyebaran agama Kristen, saat itu banyak yang mengatakan bahwa musik Eropa sebagai landasan kebudayaan yang kemudian berkembang dalam kehidupan umat manusia. Kendati bentuk musik yang telah dikembangkan melalui gereja itu sebenarnya adalah berdasarkan dasar-dasar pengetahuan musik yang berasal dari Yunani.
Universitas Sumatera Utara
Melalui gereja, bentuk dasar musik itu dikembangkan selaras dengan perkembangan seni Drama, Seni Rupa dan Sastra. Bentuk musik yang dikenal lewat gereja itu akhirnya dikenal sebagai Liturgi, dalam bahasa Latin berarti doa dalam bentuk nyanyian. Pada saat musik gereja berkembang pesat, diluar lingkungan gereja berkembang suatu bentuk musik yang boleh dikatakan agak liar dan mempunyai tema yang lebih luas. Sama seperti cinta tidak sekedar digambarkan sebagai hubungan manusia dengan Tuhan secara frontal, akan tetapi juga vertikal terhadap sesama. Oleh kalangan gereja, bentuk musik yang baru ini disebut sebagai musik duniawi. Disebut musik duniawi karena dalam proses penciptaan atau terjadinya bentuk musik duniawi ini, sama sekali tidak memiliki sangkut pautnya dengan gereja. Kendati pada awalnya hubungan antara musik gereja dan musik duniawi ini memang memiliki kesinambungan. Musik duniawai yang berkembang saat itu, pada umumnya dibawakan atau dinyanyikan oleh para musafir maupun para pengelana. Mereka menggunakan alat musik yang praktis dan juga sederhana, biasanya alat musik yang dipakai yang berdawai semacam gitar. Para musikus pengembara ini berjalan dari satu tempat ketempat lainnya, mereka mengelilingi negeri sambil bernyanyi. Biasanya mereka diberikan upah atau imbalan dari para penikmat musik yang mereka mainkan. Di Perancis, para musafir pemusik ini disebut troubadour, dan di Jerman disebut minnesaenger. Sampai saat ini budaya semacam itu masih banyak dilakukan oleh para kaum Gypsi, yang berada di daerah Spanyol.
Universitas Sumatera Utara
Pada kenyataannya pengaruh musik mereka juga sempat terbawa ke Indonesia oleh bangsa Portugis, kemudian musik yang di bawa oleh bangsa Portugis ini, diserap oleh seniman musik Indonesia sebagai musik Keroncong. Keroncong asli kerap disebut sebagai keroncong moritsku atau morisko. Perkataan ini berasal dari moresca, yang merupakan sejenis tari pedang yang khas di antara bangsa Spanyol dan Portugis. Kerangka musik ini berkaitan juga dengan musik-musik abad tengah. Fenomena ini mungkin adalah salah satu awal munculnya bentuk musik jalanan yang kita kenal sekarang ini. Seperti di Indonesia, budaya ngamen semacam sekarang ini, sudah ada sejak abad ketiga belas, sejak kejayaan kerajaan Kediri atau Kahuripan. Pada saat itu sudah dikenal rombongan kesenian musik yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng Panji. Mereka akrab disebut sebagai Dalang Kentrung. Keberadaan mereka terkadang berarti sakral bagi masyarakat yang mereka lewati, karena apa yang mereka lantunkan tidak hanya sekedar hiburan, akan tetapi juga terkadang berisi nasehat, isyarat, bahkan ramalan masa depan dari situasi. Namun dalam perkembangan yang semakin kompleks,kebudayaan pemusik jalanan ini juga turut berkembang menjadi salah satu peluang untuk mencari nafkah bagi sebagian orang. Seperti banyaknya pemusik jalanan yang saat ini terlihat di sekeliling kita, sebenarnya kegiatan mengamen ini juga menyimpan bermacam-macam motif. Ada yang melakukan kegiatan mengamen ini untuk mencari identitas, ada yang melakukan karena iseng, namun ada pula yang melakukan kegiatan mengamen ini karena memang harus mengejar nafkah.
Universitas Sumatera Utara
Bila kita coba menelaah, atau melihat lebih jauh kedalam, sesungguhnya dari musik jalanan ini terkadang muncul sebuah bentuk musik yang baru, yang menarik untuk disimak. Musik jalanan ini biasanya memiliki karakter diri yang kuat. Walau harus kita akui banyak dari musisi jalanan ini yang memiliki keterbatasan disisi akademik. Namun umumnya mereka memiliki keberanian dan karakter diri yang kuat. Terkadang sebuah lagu yang dibawakan oleh para pengamen atau pemusik jalanan ini, secara teori akademik memang mengalami pendangkalan. Hal ini terjadi karena mereka memainkannya dengan peralatan ala kadarnya atau terbatas. Namun optimisme yang mereka miliki membuat lagu-lagu yang mereka bawakan muncul dalam bentuk yang mandiri dan spesifik. Mereka memang jarang menjadi epigon. Hal ini dapat kita lihat dari nama-nama besar yang asalnya juga menyerap dan membentuk dirinya lewat jalanan seperti, Leo Kristi, Iwan Fals, Kuntet Mangkulangit, Kelompok Slank dan banyak contoh lainnya lagi. Sementara di mancanegara, tidak terhitung tokoh-tokoh musik jalanan yang karyanya menjadi legenda dan banyak dibawakan oleh artis-artis musik lainnya, salah satu diantaranya yang dianggap sebagai bapak penyanyi jalanan di Amerika, Bob Dylan, salah satu karyanya yang monumental, Blowind In The Wind, yang sampai saat ini sudah direkam dalam banyak versi, dan dinyanyikan oleh banyak artis. Kebanyakan para pengamen atau penyanyi jalanan ini selalu tampil sebagai dirinya sendiri. Hingga tak jarang lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi versi lain yang tak kalah menarik dari komposisi versi aslinya. Sebagai contoh kita ambil lagu-lagu popular
dari
kelompok
Koes
Plus,
yang
hampir
setiap
pengamen
pernah
Universitas Sumatera Utara
membawakannya. Namun sulit mencari yang membawakan dalam bentuk yang sama. Hampir semua mempunyai versi atau gaya yang berbeda dalam menyajikannya. Tidak hanya di kota Medan saja musik sampah ini digeluti oleh para musisi jalanan, tapi juga di kota lainnya. Misalnya saja kelompok Lungsuran daur (LD) “Contemporary Instrument” yang berasal dari kota Bandung, bagi mereka sampah adalah berkah. Barang bekas itu mampu melahirkan bunyi-bunyi musical yang tidak lazim di dengar oleh banyak orang. Tempat bekas makanan ayam yang berupa plastic berbentuk bulat tersebut, menjadi suara kendang yang aneh. Sama halnya dengan Kelompok Sirkus Perkusi yang terdiri dari anak-anak jalanan yang bernaung di bawah “Rumah Belajar Anak Langit” yang berpusat di tepi sungai Cisadane, Tangerang. Kelompok Sirkus Perkusi ini menyulap translator bekas dari tegangan listrik PLN menjadi alat musik yang mengeluarkan bunyi-bunyian yang berpadu dengan suara drum minyak bekas. Belum lagi suara yang keluar dari pecahan kaca di atas penggorengan bekas mampu melahirkan harmoni.
2.3
Sejarah Singkat Rumah Musik The Bamboes Komunitas anak-anak jalanan di kota medan sesungguhnya cukup banyak. Seperti
yang berada di bawah naungan yayasan KKSP (Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) diantaranya ada Anonym, Macan, Jalanan, Bazky dan The Bamboes. Ada juga kelompok yang menamakan Kelompok Pengamen Jalanan atau biasa dipanggil dengan sebutan KPJ. Rumah Musik yang menjadi komunitas anak-anak jalanan The Bamboes, berdiri dan dideklarasikan di Taman Bunga Stadion Teladan pada tanggal 23 Juli 1995. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
nama kelompok The Bamboes diambil atas ide dasar melihat rumput-rumput bambu liar. Bamboes diambil dari kata bambu, yang tumbuh dimana saja dan memiliki rumpun. Bambu itu tumbuh dimana saja dan terus berkembang 4 . Rumah musik bisa di tempati oleh anak-anak jalanan yang ada di kota medan, tidak ada larangan yang di berlakukan bagi mereka untuk datang, kapan saja pintu selalu mereka bukakan bagi anak-anak jalanan. Di dalam rumah musik ini banyak kreativitas yang mereka lakukan. Mulai dari melukis, merangkai, mencetak sablon, berjualan dan lainnya. Mereka juga kerap kali mengadakan kegiatan-kegiatan sosial dalam lingkungan mereka sendiri, seperti berbuka puasa bersama, makan bersama, diskusi antar kelompok dan latiham bersama. Laihan rutin dilakukan oleh The Bamboes setiap hari Selasa dan Kamis yang dimulai pada pukul 09.00 wib hingga pukul 11.00 wib.
Gambar: Lukisan Tangan Anak Jalanan
Komunitas anak-anak jalanan ini, secara khusus kelompok The Bamboes juga sering sekali di undang oleh orang lain yang ingin menyaksikan kemampuan mereka. Mereka 4
Alley, dalam majala Analisa
Universitas Sumatera Utara
pernah di undang untuk mengisi acara kebaktian di AMIK MBP sekitar bulan November yang lalu. Pada bulan yang sama juga mereka juga di undang oleh panitia ibadah Ajaran Buddha yang bertempat di gedung Paramount di Jl. Merak Jingga. Menurut Alley dan Eko, sesungguhnya mengatur anak-anak jalanan ini gampanggampang susah. Gampang, karena dalam mengatur anak-anak jalanan ini mereka tidak perlu di perintah, karena mereka memiliki kesadaran yang cukup tinggi. Susah, karena dalam keseharian mereka selalu datang silih berganti, bahkan terkadang ada saja anakanak jalanan ini tidak pulang selama beberapa hari atau bahkan juga minggu. Hal ini menghambat Alley dan Eko dalam memantau perkembangan mereka.
Gambar: Rumah Musik tempat tinggal anak jalanan
Rumah musik ini juga banyak mengalami kendala dalam operasionalnya. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memperoleh bantuan dari pihak pemerintah kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Anggaran Pemerintah Daerah tidak ada alokasi dana bagi anak-anak jalanan. Dana yang diperoleh oleh komunitas Rumah Musik ini bersumber dari donatur dan founding. Dana yang bersumber dari donatur dan founding ini dialokasikan untuk membayar sewa tempat tinggal mereka, membayar biaya listrik dan air, serta biaya operasional tempat tinggal. Sementara untuk makan sehari-hari harus mereka usahakan sendiri.
Universitas Sumatera Utara