1
BAB I PENGANTAR
1.1.
Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara
maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya beban fiskal akibat utang pemerintah dan angka pengangguran memaksa mereka untuk menempuh kebijakan penghematan fiskal. Oleh karena itu, adanya pelemahan ekonomi negara maju ini akan menimbulkan dampak berupa penurunan permintaan produk ekspor dari negara-negara berkembang, penurunan harga komoditas global, dan meningkatnya volatilitas capital flows ke negara negara emerging market. (Bank Indonesia, LPI 2012) Volatilitas capital flows diakibatkan karena para investor merasa bahwa investasinya di negara-negara maju yang terkena krisis sudah tidak terlalu menguntungkan dan cenderung beresiko. Kondisi inilah yang mendorong para investor mulai mencari lokasi baru pada negara-negara yang dianggap masih mempunyai tingkat profitabilitas yang baik dan minim resiko. Negara-negara emerging market yang masih memiliki kondisi perekonomian yang kondusif dan pertumbuhan ekonomi yang terjaga tentunya akan menjadi daya tarik bagi investor asing untuk menginvestasikan dananya melaui Direct Investment maupun Non Direct Investment.
2
Menurut beberapa penelitian yang dilakukan oleh Blomstrom, Magnus, dan Sjoholm (1998), Borensztein, Gregorio, dan Lee (1998), dan Zhuang (2008), Foreign Direct Investment (Penanaman Modal Asing) lebih disukai karena selain dampak riilnya terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi, FDI juga mempunyai
positive
spillover
berupa
transfer
teknologi,
peningkatan
produktivitas, dan peningkatan indeks pembangunan manusia melalui perbaikan tingkat pendidikan dan penghasilan. Sedangkan investasi dalam bentuk portofolio dianggap lebih beresiko karena bisa keluar masuk secara cepat sehingga bisa mengganggu stabilitas perekonomian khususnya melalui pasar keuangan dan pasar modal. Sebelum melakukan investasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing, perusahaan-perusahaan multinasional (MNEs) selaku investor tentunya akan mempertimbangkan beberapa faktor seperti kondisi perekonomian, pangsa pasar, ketersediaan sumber daya, kondisi infrastruktur dan sebagainya. Menurut Sethi, Guisiger, Phelan dan Berg (2003), faktor yang mempengaruhi masuknya FDI cukup beragam dan bisa berganti mulai dari adanya peningkatan persaingan usaha, kebutuhan akan pencarian lokasi dengan biaya produksi yang rendah, maupun entering new market sebagai respon atas apa yang dilakukan perusahaan pesaing. Dengan demikian, para investor akan selalu mempertimbangkan level of competitiveness in doing business yang dimiliki sebuah negara yang akan dijadikan lokasi tujuan investasi demi menjamin tingkat profitabilitas yang dikehendakinya.
3
Berdasarkan
laporan
World
Economic
Forum
tentang
Global
Competitiveness Index 2013-2014 dalam Tabel 1.1 di bawah ini menyebutkan bahwa, Indonesia berada pada posisi ke-38 dari 148 negara dan merupakan negara yang mencatat peningkatan peringkat paling besar pada Tahun 2012 yaitu mencapai 12 peringkat. Dengan menggunakan 12 (dua belas) pillars of competitiveness yang diantaranya meliputi institution, infrastructure, market size, labor market efficiency, health and primary education, higher education and training sebagai instrumen pengukurannya, menunjukkan bahwa Indonesia (4,53) mampu mengungguli beberapa negara large emerging market (BRICS) seperti Brazil (4,33), Rusia (4,24), India (4,29), Afrika Selatan (4,37) dan hanya berada sedikit dibawah raksasa Asia yaitu China (4,84) yang menduduki peringkat ke 29 dari 148 negara. Kondisi ini tentunya menunjukkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara potensial dan mempunyai peluang yang cukup besar dalam menarik investor asing untuk berinvestasi melalui Penanaman Modal Asing. Tabel 1.1 Global Competitiveness Index 2013-2014
Sumber : Global Competitiveness Report 2013-2014, World Economic Forum
4
Selaras dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia juga meyakini bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI) merupakan pilar utama dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang juga menawarkan manfaat non-keuangan serta memberikan positive spillovers, seperti peningkatan
produktivitas
dan
transfer
pengetahuan,
serta
mengurangi
pengangguran, kesenjangan sosial dan kemiskinan. Menyadari hal ini, Indonesia berupaya meningkatkan realiasi
FDI dengan cara membuka diri dan
mempersepsikan sebagai negara yang welcome terhadap FDI (FDI Strategic Paper, 2010). Upaya pemerintah untuk menarik masuknya penanaman modal asing ke Indonesia melalui kebijakan penciptaan iklim investasi melaui program MP3EI (Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia) 2011-2025 dan pencapaian kinerja pertumbuhan ekonomi dirasa sudah berada pada jalur yang benar. Meningkatnya peringkat kredit Indonesia oleh lembaga pemeringkatan Fitch Ratings menjadi BB+ sejak Januari 2010, naiknya posisi Indonesia sebesar 12 peringkat menjadi rangking 38 dari 148 negara dalam Global Competitiveness Index 2013-2014 dan terjaganya pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil pada kisaran 6 % menunjukkan adanya keberhasilan program dan kebijakan pemerintah Indonesia. Kondisi ini tentunya akan meningkatkan kepercayaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Sejalan dengan kondisi tersebut, angka realisasi PMA di Indonesia terus menunjukkan tren yang positif. Meskipun sempat turun sebesar 27% pada Tahun 2009 akibat krisis ekonomi dunia, realisasi PMA pada tahun berikutnya mampu
5
tumbuh sebesar 50% menjadi USD 16.214,8 juta. Kenaikan ini berlanjut pada Tahun 2011 dan 2012 yang mencapai hingga USD 19.474,5 juta
dan USD
24.564,7 juta. Namun demikian, menurut laporan Bank Dunia, kinerja Indonesia dalam menarik investasi asing dinilai masih sangat terbatas dibanding dengan kinerja negara-negara tetangganya. Nilai investasi langsung yang masuk ke Indonesia hanya setara dengan 2% terhadap PDB-nya selama kurun 2010-2011, sementara negara seperti Malaysia dan China mencapai 4% terhadap PDB. Kondisi ini menunjukan masih terbukanya peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi asing yang lebih tinggi. Tabel 1.2 Tabel Nilai Investasi Menurut Koridor Ekonomi (Juta USD)
Sumber : BKPM, diolah
Akan tetapi, jika ditinjau berdasarkan koridor ekonominya pada Tabel 1.2, sekitar 73,5% secara rata-rata Penanaman Modal Asing yang masuk ke Indonesia dari Tahun 2008-2012 masih terkonsentrasi di koridor ekonomi Jawa. Sedangkan koridor ekonomi dengan nilai rata-rata realisasi PMA terbesar berikutnya berada di koridor ekonomi Sumatra (8,9%), Kalimantan (7,7%), Maluku dan Papua (3,39%), Sulawesi (3,37%), serta Bali dan Nusa Tenggara (3,1%).
6
Permasalahan masih terpusatnya lokasi tujuan investasi secara geografis yaitu pada koridor ekonomi Jawa masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Menurut Broadman dan Sun (1997), masih terkonsentrasinya lokasi FDI secara geografis lebih disebabkan oleh adanya ketimpangan akan ketersediaan infrastuktur serta berbagai fasilitas penunjang. Kondisi ini berakibat pada kurang meratanya FDI yang masuk di suatu negara yang kemudian berkontribusi pada tidak meratanya pertumbuhan ekonomi antar daerah. Oleh karenanya, pemerintah harus bisa mengetahui dan mengusahakan tersedianya faktor-faktor penentu yang dibutuhkan untuk mendorong masuknya penanaman modal asing secara merata di seluruh Indonesia. Beberapa penelitian telah berupaya menganalisis faktor determinan masuknya FDI baik secara nasional maupun regional. Chen (1996), Hu dan Owen (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan data regional provinsi di China, menemukan bahwa modal manusia (human capital) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap masuknya FDI. Hasil yang berbeda diperoleh dari studi yang dilakukan oleh Hong dan Chin (2007), serta Luo, Brennan, Liu, dan Luo (2008). Dengan menggunakan data berupa regional kota-kota di China menunjukkan bahwa modal manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDI. Selain faktor modal manusia, faktor-faktor seperti aglomerasi, biaya tenaga kerja, ukuran pasar, faktor geografis, institusi pemerintah, maupun stabilitas politik juga banyak diteliti. Studi yang dilakukan Sun, Tong, dan Yu (2002) dengan variabel labor cost, market size, hard and soft institution dan
7
agglomeration effect untuk menjelaskan secara spatial dan temporal tentang variasi FDI diantara 30 provinsi di China periode 1986-1998 menerangkan bahwa hanya labor cost dan agglomeration effect yang berhubungan negatif dan signifikan terhadap FDI, sedangkan variabel yag lain berpengaruh positif terhadap masuknya FDI. Faktor determinan FDI yaitu wage yang merupakan proksi dari labor cost berubah seiring waktu, berhubungan positif (+) sebelum Tahun 1991 dan negatif (-) setelah Tahun 1991. Sementara itu, Broadman dan Sun (1997) melakukan studi dengan menggunakan data panel dalam analisis distribusi dan pola penyebaran
FDI
secara geografis dan sektoral di China sejak 1978
menyatakan bahwa human capital, market size, kondisi geografis (coastal), dan hard institution berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDI sedangkan labor cost berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap masuknya FDI. Dengan demikian, meskipun manfaat adanya pemerataan penanaman modal asing dipercaya bisa menciptakan pemerataan pembangunan, kesempatan kerja, maupun pertumbuhan ekonomi namun upaya untuk mengestimasi faktor penentu masuknya penanaman modal asing di suatu daerah melalui beberapa penelitian dirasakan masih kurang konklusif. Adanya fenomena masih terkonsentrasinya lokasi penanaman modal asing secara geografis di Pulau Jawa, dan kurangnya studi empiris mengenai penanaman modal asing di Indonesia mendorong penulis untuk menganalisis faktor-faktor apakah yang menyebabkan pemodal asing mau menanamkan modalnya pada suatu daerah/provinsi di Indonesia.
8
1.2.
Perumusan Masalah Pemerintah Indonesia tidak hanya berupaya mendorong masuknya
Penanaman Modal Asing (PMA) ke Indonesia tetapi juga mengarahkan agar penanaman modal asing yang masuk ke Indonesia tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa tetapi bisa merata ke seluruh provinsi di Indonesia. Untuk itu dengan menggunakan data regional provinsi di Indonesia, penelitian ini berupaya menganalisis tentang faktor regional penentu masuknya penanaman modal asing di Indonesia sehingga bisa diketauhi faktor-faktor apakah yang menyebabkan pemodal asing mau menanamkan modalnya pada suatu daerah/provinsi di Indonesia. 1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1.
Apakah ukuran pasar (market size) berpengaruh pada masuknya penanaman modal asing di suatu daerah di Indonesia?
2.
Apakah biaya tenaga kerja (labor cost) mempengaruhi masuknya penanaman modal asing di suatu daerah di Indonesia?
3.
Apakah ketersediaan infrastruktur berpengaruh pada masuknya penanaman modal asing di suatu daerah di Indonesia?
4.
Apakah kualitas modal manusia (human capital) mempengaruhi masuknya penanaman modal asing di suatu daerah di Indonesia?
9
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Memberikan sumbangan pemikiran dan alternatif informasi bagi semua pihak yang akan menganalisa mengenai faktor penentu regional penanaman modal asing di Indonesia.
2.
Dapat dijadikan sebagai tambahan materi bagi pemerintah dalam menyusun perencanaan dan strategi pembangunan di daerah dalam upaya pemerataan masuknya penanaman modal asing di Indonesia.
1.5.
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
berupaya
mengkaji
faktor‐faktor
regional
yang
mempengaruhi masuknya Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia serta mengetahui arah dan pola hubungan masing‐masing variabel. Penelitian ini akan lebih memfokuskan pengamatan pada karakteristik provinsi di Indonesia sehingga diharapkan lebih bisa menjelaskan masalah kurang meratanya penyebaran penanaman modal asing di Indonesia dalam kurun waktu Tahun 2008-2011.