BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Masalah Naskah Al-Barzanji disusun oleh Ja‟far bin Hasan bin „Abdul Al-Karim bin Muhammad Al-Barzanji (1690-1766 M), Khotib Masjid Nabawi di Madinah, dimana seluruh hidupnya dipersembahkan untuk kota suci nabi Muhammad s.a.w ini (Sholikhin, 2010: 19).Kitab ini dinamakan Al-Barzanji karena dinisbahkan kepada nama desa pengarang yang terletak di Barzanjiyah kawasan Akrad (kurdistan). Kitab tersebut nama aslinya „Iqd al-Jawâhir (kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah “‟Iqdul Jauhar fi Maulid an-Nabiyyil Azhar”. yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad
s.a.w,
meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama
penulisnya (Anies, 1983: 15). Penelitian ini menggunakan judul Al-Barzanji dikarenakan naskah-naskah yang penulis temukan memakai judul Al-Barzanji dan bukan dengan nama aslinya „Iqd al-Jawâhir. Dalam garis besarnya, kitab ini terbagi dua: “Natthar” (prosa) dan “Sya‟ir” (puisi). Bagian “Natthar” terdiri atas 19 subbagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menceritakan riwayat Nabi Muhammad s.a.w, mulai dari saat-saat menjelang Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala Nabi Muhammad s.a.w mendapat tugas
1
kenabian. Sementara, bagian “Sya‟ir” terdiri atas 16 subbagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima1 akhir “nun”. Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosa itu, berisikan tentang pujian terhadaap Nabi s.a.w. Dalam bagian “Sya‟ir”, misalnya, antara lain diungkapkan sapaan pujian kepada Nabi pujaan: Engkau mentari, engkau bulan, Engkau cahaya di atas cahaya. Di dalam untaian prosa atau sajak itu, banyak menggunakan idiom-idiom yang diambil dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “untaian mutiara” (Zuhri, 1992: 7-103). Namun, bahasa prosa atau sajak yang begitu indah itu, seringkali juga terasa berlebihan. Misalnya di dalam karya Ja‟far Al-Barzanji juga ada bagianbagian deskriptif yang mungkin terlampau meluap atau berlebihan. Dalam bagian “Natthar”, di dalam kitab tersebut Nabi Muhammad s.a.w masih dalam kandungan dilukisan bahwa setiap binatang yang hidup milik suku Quraisy memperbincangkan kehamilan Siti Aminah dengan bahasa Arab yang fashîh2 . Dari untaian bahasa prosa dan sajak tersebut, selain keindahan sastranya ada salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja‟far AlBarzanji tersebut, yakni kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan 1
Rima adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik dalam larik sajak maupun pada akhir lariksajak yang berdekatan (KBBI, 2014: 1174). 2 Lancar, bersih dan baik lafalnya (KBBI, 2014, 389).
2
dengan cara umat Islam menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad s.a.w. Sehubungan dengan sebagian cara umat Islam untuk menghargai dan menghormati perjuangan Nabi Muhammad s.a.w tersebut, ada beberapa aspek lokalitas budaya yang masuk dalam ajaran agama Islam tersebut, salah satunya adalah pembacaan kitab Al-Barzanji yang dilaksanakan secara khusus oleh masyarakat Banyuwangi Jawa Timur, terutama pada hari-hari dan momentum yang dipilih.
Misalnya sebagai wirid3
rutin,
dipilihlah malam Senin yang
dipercaya sebagai malam hari kelahiran Rasulullah s.a.w, atau malam Jum‟at sebagai hari agung umat Islam. Demikian pula, pembacaan dilaksanakan secara terus-menerus selama bulan Rabi‟ul-Awwal sebagai bulan kelahiran Rasulullah saw, terutama pada tanggal 1 sampai 12 pada bulan tersebut. Selain itu, teks AlBarzanji dibacakan saat kelahiran bayi, serta segala upacara yang berhubungan dengan siklus kemanusiaan (Anies, 1983: 17-18). Kesakralan4 suasana pembacaan teks tersebut terbangun oleh alunan pelantun dan pembaca prosa lirik Al-Barzanji dan kekhusyukan5 para peserta, yang untuk beberapa daerah di Banyuwangi-Jawa Timur sering pula memberikan senggakan6 berupa lafadl “Allah” setiap satu kalimat selesai dibaca. Pada kelompok masyarakat tertentu, sering pula disertai dengan iringan musik serta tarian,
yang menambah kekhusyukan peserta. Hal-hal yang mendatangkan
kekhusyukan itulah yang sering mendatangkan kerinduan pada peserta, untuk 3
Zikir yang diucapkan setelah sholat (KBBI, 2014, 1562) Kesakralan: suci atau keramat (KBBI, 2014, 1205) 5 Penuh penyerahan dan kebulatan hati (KBBI, 2014, 694) 6 Pembacaan lafadl Allah secara bersama-sama setelah setiap kalimat yang dibaca oleh petugas baca teks Al-Barzanji. 4
3
tetap
merengkuh pembacaan teks
Al-Barzanji sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari tradisi keagamaannya. Yang juga tidak kalah menarik adalah fenomena saat pembacaan AlBarzanji srokalan (machal al-qiyâm)7 semua peserta berdiri. Suasana yang terbangun sangat sakral. Pada saat berdiri untuk menyanyikan shalawatasyraqal badru, setelah imam atau orang yang membaca prosa lirik sampai pada cerita kelahiran Nabi,
suasananya sangat khusyuk.
Hal ini merupakan ekspresi
kegembiraan yang luar biasa atas kelahiran Nabi. Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang tidak atau sulit diterima pemikiran logis, namun bagi kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat. Walaupun tidak banyak kalangan umat Islam yang belum mengetahui jelas apa atau siapa Al-Barzanji itu, juga tentang acara-acara ritual keagamaan yang menyertakan pembacaan Al-Barzanji, namun acara-acara tersebut sudah menjadi acara rutin bagi sebagian umat Islam di Indonesia, khususnya di BanyuwangiJawa Timur, dalam rangka menghormati dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad s.a.wdengan harapan mendapatkan syafa‟at 8 beliau di alam akhirat nanti. Seseorang di alam akhirat nanti akan berkumpul bersama orang yang dicintainya (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath Al-Bari, X/557 no: 6171 dan At-Tirmidzi dalam Sunan-nya, hlm. 2385). Orang yang sering menyebut nama Nabi Muhammad s.a.w, lebih-lebih memperingati hari kelahirannya berarti telah mencintai Nabi Muhammad s.a.w. Membaca Al-Barzanji atau memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw adalah berarti menyebut nama beliau dan 7
Membaca syair teks Al-Barzanji dengan cara berdiri. Perantaraan (pertolongan) untuk menyampaikan permohonan kepada Allah S.W.T (KBBI, 2014, 1367) 8
4
memperingati kelahirannya. Dengan demikian, orang yang membaca Al-Barzanji atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw berarti dia telah mencintai beliau dan akan berkumpul bersama-sama di alam akhirat nanti (mendapatkan syafa‟atnya). Orang yang mencintai Nabi Muhammad s.a.w berati juga telah mencintai Tuhannya (Allah S.W.T). Barang siapa taat kepada Rasulullah Muhammad saw, berarti dia telah taat kepada Allah S.W.T (Anies, 1983: 7). Gejala pembacaan
munculnyaacara-acara
teks
ritual
keagamaan
Al-Barzanji dalam masyarakat
yang
menyertakan
Banyuwangi Jawa Timur,
memperlihatkan peran pembaca dalam menemukan maknanya. Gejala di atas juga memperlihatkan peran latar belakang pembaca bagi pembacaan suatu karya sastra. Pembaca dengan latar belakang konteks yang berbeda akan menghasilkan pembacaan yang berbeda pula. Gejala seperti terungkap dalam pembahasan di atas telah mengundang perhatian para pengamat sastra untuk mempertimbangkan kondisi tekstual suatu karya sastra dalam kaitannya dengan penerimaan oleh pembaca. Situasi tradisi keagamaan9 sebagaimana terbaca di atas, memperlihatkan gejala bahwa struktur teks Al-Barzanji tidaklah stabil, melainkan berubah-ubah sesuai dengan pembaacaannya. Dari sini dapatlah dilihat bahwa dari sisi teksnya ciptaan sastra yang bernama Al-Barzanji bersifat dinamis, sesuai dengan kondisi dan konteks penerimaannya.
9
Adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat yang berhubungan dengan agama (KBBI, 2014, 1483)
5
Konteks dan kondisi penerimaan yang dimaksud di atas adalah konteks masyarakat Banyuwangi Jawa Timur, yang mempunyai banyak varian dan tanggapan dalam proses pembacaan teks Al-Barzanji, di antaranya pembacaan teks Al-Barzanji ketika pelepasan jamaah haji, kelahiran anak, akiqah, khitan, pernikahan dan maulid Nabi Muhammad s.a.w. Fenomena tanggapan terhadap teks Al-Barzanji ini, menyebabkan penulis untuk mempertimbangkan penelitian terhadap teks Al-Barzanji yang didasarkan pada faktor penerimaan, dalam arti, penyelidikan yang ditumpukan pada reaksi pembaca masyarakat Banyuwangi Jawa Timur dalam menghadapi teks Al-Barzanji.
1.2 Rumusan Masalah Sebuah penelitian berangkat dari adanya masalah yang ingin ditemukan penyelesainnya melalui serangkaian langkah sistematis. Masalah merupakan hal penting yang dijadikan pijakan dilaksanakannya penelitian (Chamamah, 1990: 6). Berdasarkan latar belakang di atas, ada masalah yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu teks Al-Barzanji sebagai objek material penelitian ini dan tradisi pembacaan teks Al-Barzanji oleh Kyai yang ditradisikan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur sebagai objek formalnya. Teks Al-Barzanji sebagai objek material merupakan hasil karya sastra Arab masa lampau yang sejenis dengan kasidah Burdah, Ad-Diba‟i dan karya sastra lain yang terkait dengan sastra keagamaan (Fadlil, 2007: 1). Sebagai karya sastra, teks Al-Barzanji seharusnya disikapi dan diperlakukan sebagai produk karya sastra dan bukan diperlakukan sebagai teks yang suci yang isi teksnya harus selalu dibaca dalam
6
kegiatan
keagamaan
Banyuwangi
Jawa
sebagaimana Timur.
Dari
yang sini,
dilakukan
penulis
bisa
masyarakat
muslim
merumuskan
masalah
pokokpenelitian ini yang berkaitan dengan teks Al-Barzanji sebagai sebuah ciptaan sastra, yaitu: (1) Bagaimana pernaskahan dan perteksan Al-Barzanji serta aspek-aspeknya? (2) Bagaimana suntingan dan tejemahan teks Al-Barzanji? (3) Bagaimana resepsi masyarakat Banyuwangi-Jawa Timur terhadap teks AlBarzanji?
1.3 Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah disebutkan di atas, ada beberapa aspek yang menjadi cakupan penelitian ini, yaitu aspek pernaskahan, aspek penyuntingan, aspek terjemahan, sejarah sosial budaya masyarakat Banyuwangi Jawa Timur sebagai masyarakat pembaca teks Al-Barzanji,
bentuk resepsi masyarakat
Banyuwangi Jawa Timur terhadap teks Al-Barzanji dan fungsi teks Al-Barzanji dalam proses beragama masyarakat Banyuwangi Jawa Timur. Cakupan terhadap aspek-aspek tersebut membawa kepada tujuan yang akan dicapai peneliti yang mencakup dua tataran, yakni tataran teoretis dan tataran praktis. Dua tujuan penelitian
ini menjadi tolok
ukur keberhasilan penelitian yang diharapkan
menghasilkan penelitian yang bermanfaat baik pada tataran teoretis dalam rangka pengembangan ilmu sastra, khususnya dalam sastra yang berisi ke-Islaman maupun praktis yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat masa kini.
7
1.3.1 Tujuan Teoretis Tujuan teoretis itu sebagai berikut: a. Diharapkan dengan menggunakan teori resepsi dapat mengungkap adanya kesenjangan antara Das sein (realita) teks Al-Barzanji sebagai karya sastra diresepsi masyarakat Banyuwangi Jawa timur dibaca dalam keadaan suci dan melalui ritual-ritual tertentu, sedangkan Das solen-nya (seharusnya) pembaca teks karya sastra tidak harus dalam keadaan suci dan disertai dalam ritualritual tertentu. b. Menggunakan teori resepsi untuk mengungkap teks Al-Barzanji sebagai karya sastra tulis ke dalam bentuk kelisanan yang dilakukan oleh masyarakat Banyuwangi Jawa Timur dengan bantuan teori kelisanan. c. Menyajikan teks Al-Barzanji sebagai teks karya sastra diresepsi masyarakat Banyuwangi Jawa Timur yang tidak lagi mapan dalam wujudnya sebagai karya sastra, namun sudah berubah sesuai dengan imajinasi pembaca sehingga memunculkan beraneka ragam bentuk bacaan diantaranya dibaca dalam acara pernikahan, khitanan, aqikahan, walimatussafar dan maulid Nabi Muhammad s.a.w. d. Kaitannya dengan suntingan teks Al-Barzanji, penelitian ini diharapkan bisa mengungkap bahwa teks Al-Barzanji yang selama ini dibaca oleh masyarakat Banyuwangi
Jawa
Timur,
penyalinan yang tidak
dalam proses
menututup
perjalanan
teksnya
mengalami
kemungkinan teks tersebut mengalami
perubahan atau kesalahan dalam penyalinannya.
8
e. Diharapkan naskah yang dijadikan landasan penyuntingan di antara ketiga naskah tulisan tangan yang telah ditemukan melalui inventarisasi, yaitu naskah yang memiliki kualitas yang unggul (autoritatif) f. Mengungkap fungsi teks Al-Barzanji dalam proses beragama masyarakat Banyuwangi Jawa Timur.
1.3.2
Tujuan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif terhadap
masyarakat, bangsa Indonesia dan masyarakat dunia: a. Bisa membuka informasi keilmuan pengetahuan bagi masyarakat, khususnya masyarakat Banyuwangi Jawa Timur tentang teks Al-Barzanji sebagai karya sastra keagamaan. Dalam hal ini, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan. b. Penelitian terhadap teks Al-Barzanji dengan landasan teori Resepsi Sastra ini diharapkan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi upaya pemahaman masyarakat terhadap teks Al-Barzanji sebagai karya sastra Arab masa lampau yang berisi tentang sejarah nabi Muhammad s.a.w. sehingga teks Al-Barzanji bisa diperlakukan sebagai teks karya sastra dan bukan sebagai teks kitab suci. c. Diharapkan bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa teks AlBarzanji yang ada saat ini pastinya sudah mengalami beberapa kali proses penyalinannya sehingga teks tersebut bisa berubah dan tidak sesuai dengan aslinya walaupun cuma beberapa kata atau kalimat yang terkadang bisa merubah arti dan maksud teksnya.
9
d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembuka jalan bagi penelitian berikutnya untuk
mengungkap
teks Al-Barzanji secara lebih mendalam
dengan jangkauan yang lebih luas dan memberikan sumbangan berharga terhadap penelitian bidang sastra pada umumnya dan bidang sastra Arab pada khususnya.
1.4 Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ini, dikemukakan hasil-hasil kajian tentang teks Al-Barzanji dari berbagai sudut pandang yang dilakukan oleh sejumlah peneliti pendahulu. Penelitian yang dilakukan oleh Nurrohmah (2012) tentang Pandangan Dunia Ja‟far Al-Barzanji dalam Iqdu Al-Jawahir Analisis Strukturalisme Genetik. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pandangan dunia Ja‟far Al-Barzanji yang menjadi faktor penyebab kebesaran karyanya, Iqdu Al-Jawahir atau biasa dikenal dengan Al-Barzanji. Kerangka yang digunakan untuk mencapai tujuan itu adalah teori strukturalismegenetik Lucien Goldman. Teori tersebut menganggap bahwa karya sastra yang besar adalah ekspresi pandangan dunia. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa kebesaran karya ini ditentukan oleh ketepatan Ja‟far AlBarzanji dalam menentukan pandangan dunianya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik. Dengan metode tersebut, penelitian berlangsung secara dialektis dari fakta-fakta linguistic yang actual ke fakta-fakta sosial. Selanjutnya, penemuan fakta-fakta tersebut digunakan untuk mengulang pemahaman mengenai fakta pertama. Proses
10
dialektis tersebut berlangsung secara terus menerus sampai koherensi teks ditemukan. Dengan menggunakan kerangka teori dan metode di atas, penelitian ini menyimpulkan bahwa cerita Iqdu Al-Jawahir merupakan ekspresi pandangan dunia sufisme penguasa spiritual Islam Suni aau dikenal dengan sebutan Qadhi. Endah Himmatul Ulya (2007) mengkaji tentang Pengembangan Seni Islam pada Anak-anak Melalui Pengajian Al-Barzanji di Dusun Papringan Desa Catur Tunggal
Depok
Sleman
kualitatif dengan prosedur
Yogyakarta.
Penelitian
ini menggunakan
metode
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata dari orang atau perilaku informan yang diamati dengan metode pengumpulan data observasi, interview, dan dokumentasi. Aspek-aspek penelitian ini difokuskan pada masalah bagaimana bentuk pelaksanaan pengajian AlBarzanji dalam mengembangkan seni pada anak-anak di dusun Papringan. Dengan harapan pengajian Al-Barzanji tersebut dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat mengupayakan langkah-langkah transformatif dalam berkesenian sehingga
dapat
beradaptasi
dengan
mengembangkan lagu-lagu shalawat
tuntutan
perubahan.
Yakni
dengan
yang termasuk dalam kesenian Islam,
diantaranya mereka diperkenalkan musik Islam, musik shalawat yang dapat dipelajari sehingga bisa lebih mengembangkan seni Islam. Dari penelitian tersebut, ada tiga hal yang dihasilkan, yaitu pertama pengajian
Al-Barzanji
anak-anak
dapat
membantu
mendorong
dan
mengembangkan kesenian yang berciri khas Islam dan tradisional sehingga dapat menggantikan budaya yang terus berkembang pada saat ini khususnya untuk
11
anak-anak yang usianya masih relatif muda. Kedua, pola gerakan dakwah kultural ternyata relatif mampu menjadi solusi alternatif atas kebuntuan dunia modern yang haus akan spiritualitas dan dapat menanamkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw untuk selalu bershalawat kepadanya. Ketiga, hasil penelitian ini dapat menunjukkan bahwa pengajian Al-Barzanji anak-anak dapat berfungsi sekolah sosial yang memfasilitasi belajar bersama sebagai ajang bersosialisasi dengan teman sebaya dan internalisasi nilai-nilai keutamaan hidup Islami di tengah-tengah kondisi keberagaman. Nur Muhammad Himawan ( 2004) tentang Puisi Madh Nabawi dalam “Majmu„atu Mawâlid wa Ad„iyah” karya Ja‟far Al-Barzanji. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis semiotik Riffaterre. Aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian ini masih sangat terbatas, yaitu tentang Madh Nabawi AlBarzanji dalam buku “Majmu„atu Mawâlid wa Ad„iyah”, penerbit Thaha Putra, Semarang. Karya sastra Al-Barzanji ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang berbentuk prosa dan yang berbentuk puisi. Penelitian ini hanya mengkaji satu bagian yang berjenis puisi, yaitu puisi yang keenam yang lebih dikenal dengan sebutan Mahallul Qiyâm dari keseluruhan yang berjumlah delapan belas puisi. Hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa puisi ini terbagi menjadi tiga bagian besar. Pertama bagian pembuka yaitu bait ke-1 dan bait ke-2 yang berisi salam pembuka dari penyair kepada tokoh yang dipuji. Kedua bagian inti yaitu bait ke-3 sampai bait ke-37 yang berisi gambaran identitas diri, perumpamaanperumpamaan, kisah-kisah dari tokoh yang dipuji, dan doa. Ketiga adalah bagian penutup yaitu bait ke-38 yang merupakan sari simpul, ataupun inti dari puisi ini.
12
Di samping itu, makna yang ingin disampaikan dari puisi ini adalah penghormatan atau penghidmatan, kerinduan, pujian, sanjungan, dan doa terhadap sosok idola atau panutan, dalam hal ini Nabi Muhammad saw. Kandungan isi dan pesan yang dibawakan bersifat religius, dalam hal ini Islam. Aspek emosional dengan diksi yang baik menjadikan puisi ini memiliki nilai estetis yang tinggi. Aminudin Rifai (2002), kajian tentang “Sajak-sajak yang Dimulai Dengan Bait Al-Barzanji Kuntowijoyo”. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika Riffaterre dengan langkah pertama pembacaan heuristik, mencoba membaca untuk arti biasa dengan menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang terpecah-pecah sehingga merintangi penafsiran. Langkah kedua hermeneutik, dengan cara mencoba melakukan decoding dan modifikasi ulang atas apa yang terserap pada pembacaan tahap pertama. Aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini, yang pertama tentang pembacaan heuristik, berupa laporan pembacaan tahap awal terhadap puisi-puisi yang hendak dicari maknanya. Dalam pembacaan ini, kompetensi sastra seorang pembaca sudah mulai dimasukkan, yaitu berupa keakraban pembaca dengan sistem-sistem deskriptif,
dengan tema-tema, dengan mitologi-mitologi, dan
dengan teks-teks lain sesuai dengan model hipogramatik. Pada tahap ini dilakukan pembacaan heuristik atas sajak-sajak yang dimulai dengan bait Al-Barzanji. Dan aspek kedua tentang pembacaan hermeneutik, berupa laporan pembacaan tahap kedua terhadap puisi-puisi yang hendak dicari maknanya untuk menemukan kesatuan makna secara lebih utuh dari keterpecahan dan keterceraiberaian tafsir mimetik pada pembacaan heuristik yang sudah dilakukan.
13
Hasil penelitian ini adalah pembacaan tahap pertama, pembacaan heuristik, menemukan adanya keanekaan arti yang terpecah-pecah. Diketahui pula dalam pembacaan ini adanya sebuah pola unik yang dimiliki oleh ketujuh subjudul puisi sampel yang membuatnya semakin berpotensi memiliki keterpecahan tafsir mimetik, yaitu munculnya bait-bait zigzag: bait pertama berpola kalimat langsung imperatif dan bait kedua berpola kalimat deklaratif. Hasil penelitian dalam tahap kedua, pembacaan hermeneutik, telah berhasil mendapatkan adanya kesatuan dunia imajiner puisi yang di dalam pembacaan sebelumnya terkesan terpecah-pecah. Menemukan sebuah model yang dianggap memiliki sifat puitis dikarenakan ia bersifat hipogramatik. Model yang monumental karena bersifat hipogramatik yang ditemukan dalam puisi sampel ini adalah pada keseluruhan bait pertama dari ketujuh subjudul puisi sampel. Model ini memiliki hipogram yang bersifat aktual adalah sebuah teks sastra yang pernah muncul terdahulu, yaitu syair Al-Barzanji. Mochammad Ali Afif (2005) mengkaji tentang “Akhlak Nabi dalam Kitab Maulid Al-Barzanji Natsar Sebagai Materi Dakwah. Adapun metode penelitian ini menggunakan data kualitatif. Oleh karena itu, ditinjau dari penggolongan menurut tarafnya, penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analisis. Data primer yaitu kitab Maulid Al-Barzanji, data sekunder yaitu sejumlah buku yang relevan
dengan
judul
kajian
ini.
Pengumpulan
data
menggunakan
studi
dokumentasi. Dalam menganalisis data digunakan metode deskriptif analitis. Inti dari penelitian ini untuk mengetahui akhlak Nabi dalam kitab maulid Al-Barzanji serta untuk mengetahui relevansi dengan materi dakwah.
14
Hasil dari penelitian ini, akhlak Nabi dalam kitab Maulid Al-Barzanji dapat
menyentuh hati para pembaca karena meskipun isinya ringkas namun
sudah bisa menciptakan kesan bahwa Rasulullah saw merupakan sosok manusia yang memiliki akhlak karimah. Sangat sulit mencari sosok yang sama dengan Nabi. Apa yang diceritakan dalam kitab maulid Al-Barzanji mampu memberi daya dorong bagi pembaca untuk mengagumi sikap dan perilaku Nabi saw dan mengikuti jejak langkahnya. Meskipun dalam kitab itu tidak dirinci bagaimana bentuk atau corak akhlak Nabi saw namun sudah bisa ditangkap bahwa akhlak yang dimilikinya mengandung nilai yang tidak ada bandingannya dengan umat manusia saat itu dan saat ini. Selain itu juga dikaji relevansi akhlak Nabi dalam kitab maulid AlBarzanji dengan materi dakwah adalah bahwa cermin akhlak Rasul yang antara lain ada dalam kitab Al-Barzanji merupakan materi dakwah karena akhlak itu sendiri bagian dari agama Islam dan menjadi bagian dari kerangka dakwah Islam. Berdasarkan studi kepustakaan dan beberapa penelitian di atas bahasan mengenai kajian kitab Al-Barzanji memang pernah dilakukan. Namun, hanya sebatas kajian analisis struktural dan semiotik terhadap teks Al-Barzanji dan kajian
tentang
nilai-nilai
pendidikan
akhlak
dalam
kitab
tersebut
serta
relevansinya dengan materi dakwah. Adapun yang membahas mengenai “Teks Al-Barzanji dalam Pandangan Masyarakat Banyuwangi Jawa Timur dengan pendekatan
Suntingan
Teks,
Terjemahan
dan Telaah Resepsi,
sejauh ini
dipandang perlu untuk dilakukan.
15
1.5 Landasan Teori Al-Barzanji merupakan karya sastra produk masa lampau yang berupa manuskrip. Oleh sebab, itu untuk mengkaji manuskrip tersebut diperlukan bantuan teori filologi. Sementara itu, bahasa yang digunakan dalam manuskrip Al-Barzanji ini adalah bahasa Arab, sehingga untuk memahaminya diperlukan teori terjemah yang menjelaskan pengalihan makna dan pesan teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Karena itu, teori yang dimanfaatkan di dalam penelitian disertasi ini adalah teori filologi, teori terjemah dan teori resepsi sastra. Berikut ini dikemukakan prinsip-prinsip dasar teori yang dimaksud.
1.5.1
Teori Filologi Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya
masa lampau yang berupa tulisan. Kandungan yang tersimpan dalam karya tulisan masa lampau tersebut pada hakikatnya merupakan suatu budaya, produk dari kegiatan manusia (Baroroh dkk., 1994: 1-3). Filologi dalam konsep ini berusaha melacak bentuk mula teks yang menyimpan informasi tersebut. Kerja filologi ini dilatarbelakangi oleh anggapan atau harapan tentang adanya nilai-nilai budaya masa lampau yang diperlukan dalam kehidupan masa kini yang terkandung dalam naskah-naskah lama (Chamamah-Soeratno, 2011: 14). Dapat dikatakan bahwa filologi diperlukan karena munculnya variasivariasi dalam teks yang tersimpan dalam naskah. Gejala ini terlihat dalam penyalinan
naskah,
yaitu penyalinan yang senantiasa menggerogoti teksnya
sehingga melahirkan wujud teks yang bervariasi. Filologi dalam sikap pandang ini
16
bertujuan menemukan bentuk mula teks atau yang paling dekat dengan bentuk mula teks. Dalam perkembangannya, studi filologi kemudian memperlihatkan sikap pandang yang baru terhadap sasaran kerja filologi, yaitu variasi atau gejala kesalahan yang dijumpai pada naskah-naskah salinan, yang berarti menempatkan penyalin sebagai pembuat kesalahan, dalam pandangan filologi yang baru justru memberi tempat yang positif pada penyalin. Kesalahan yang dibuat oleh penyalin tidak diinterpretasi sebagai gejala salah atau korup tetapi dipandang sebagai bentuk kreatifitas penyalin. Perwujudan dan kreatifitas sang penyalin naskah menunjukkan bahwa sesuai dengan sistem yang terbentuk dalam konteksnya (Chamamah Soeratno, 2003: 21). Dalam prinsip dan pendekatan filologi terdapat unsur suntingan naskah yang menjadi bahan pertimbangan dalam membuat teks yang siap baca.Suntingan naskah tersebut terdiri dari dua jenis yaitu, suntingan naskah tunggal dan suntingan naskah jamak. Penyuntingan naskah tunggal terbagi menjadi edisi kritis dan edisi diplomatis. Edisi kritis yaitu suatu usaha memperbaiki teks asli yang hilang, berdasarkan sumber-sumber yang ada, memilih bacaan-bacaan terbaik memperbaiki kesalahan, dan membakukan ejaan (Robson,1988). Adapun edisi diplomatis adalah teks diterbitkan tanpa adanya perubahan. Penyuntingan naskah jamak dalam pendekatan filologis adalah metode kritik teks yang menggunakan beberapa naskah varian.Metode ini dilakukan ketika naskah ditemukan tidak hanya satu, tetapi dilakukan terhadap naskah yang jumlahnya lebih dari satu naskah yang ditemukan. Metode naskah jamak dapat
17
dilakukan dengan empat metode, yaitu (1) metode landasan yaitu diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah yang diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah, dan lain sebagainya sehingga dapat dinyatakan sebagai naskah yang mengandung paling banyak bacaan yang baik.
(2) Metode gabungan yaitu
dipakai apabila nilai naskah menurut tafsiran filologi semuanya hampir sama. Perbedaan antarnaskah tidak besar.Pada umumnya yang dipilih adalah bacaan mayoritas atas dasar perkiraan bahwa jumlah naskah yangbanyak itu merupakan saksi bacaan yang betul. (3) Metode objektif atau stema yaitu metode yang berusaha menyusun kekerabatan suatu naskah berdasarkan adanya kesalahan bersama. Naskah-naskah yang mempunyai kesalahan yang sama pada suatu tempat yang sama, maka diperkirakan bahwa naskah-naskah tersebut berasal dari induk yang sama. Dengan cara tersebut, maka tersusunlah suatu silsilah naskah (stema). (4) Metode intuitif , yaitu penyuntingan yang dilakukan dengan cara mengambil salah satu naskah yang terbaik isinya, kemudian disalin. Bagianbagian yang menurut penyalin dianggap kurang baik diperbaiki dengan intuisi yang didasarkanpada akal sehat, pengetahuan yang luas, dan selera baik.Metode intuitif ini termasuk
metode nonilmiah sehingga tidak bisa dipakai dalam
penelitian ilmiah (Sudardi, 2001). Naskah Al-Barzanji dalam penelitian ini, ditemukan lebih dari satu naskah sehingga dalam kajian suntingan teksnya menggunakan penyuntingan naskah jamak. Dilihat dari teks Al-Barzanji yang ditemukan, terlihat bahwa ada satu naskah Al-Barzanji yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah
18
yang diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan dan usianya, sehingga dapat dinyatakan sebagai naskah yang mengandung paling banyak bacaan yang baik. Naskah yang unggul kualitasnya ini dipandang paling baik untuk dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. Metode ini disebut juga metode induk atau metode legger (landasan). Varian-variannya hanya dipakai sebagai pelengkap atau penunjang. Seperti halnya pada metode yang berdasarkan bacaan mayoritas, pada metode landasan ini pun varian-varian yang terdapat dalam naskah-naskah lain seversi dimuat dalam aparat kritik, yaitu bahan pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah. Naskah sebagai landasan ini, dapat dipilih dengan beberapa kriteria terutama umur dan keadaan fisik naskah, tulisannya jelas dan dapat dibaca, keadaannya baik dan tidak banyak kerusakan (korup).
1.5.2 Teori Terjemahan Menerjemahkan berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan merupakan penggantian materi tekstual pada bahasa sumber ke bahasa
sasaran.
Dalam proses penerjemahan,
penerjemah selalu berusaha
mendapatkan unsur bahasa sasaran yang sepadan dengan bahasa sumbernya agar dapat mengungkapkan pesan yang sama dalam teks sasaran (Catford, 1978: 20). Karena setiap bahasa mempunyai aturan tersendiri, maka perbedaan aturan ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran. Sedangkan Newmark (1988: 5) menyebutkan bahwa menerjemahkan adalah “rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text”, yaitu
19
menyampaikan makna teks dari suatu bahasa ke bahasa lain sesuai dengan maksud penulis teks tersebut.
Definisi lain dikemukakan oleh Larson (1984: 3)
yang menyebutkan bahwa “translation is a process based on the theory that it is possible to abstract the meaning of a text from its form and reproduce that meaning with the very different forms of a second language”. Terjemahan adalah proses berdasarkan teori yang memungkinkan untuk merangkum maksud atau makna dari sebuah teks dari bentuk aslinya dan mereproduksi makna tersebut dengan bentuk yang berbeda dengan bahasa sasaran. Definisi
menerjemahkan
berdasarkan
sudut
pandang
teks
tersebut,
merupakan definisi menerjemahkan yang lengkap. Namun, menerjemahkan teks sastra tidak bisa dipandang sama dengan teks-teks lain yang bukan sastra. Teks sastra merupakan teks yang tidak menyandarkan pembaca realitas logis semata, namun juga nilai estetis dan poetis di dalamnya. Terdapat setidaknya tiga karakteristik sebuah teks sastra, pertama sebuah kenyataan bahwa teks sastra juga merupaka objek linguistik, sebuah teks sastra harus tertambat dan terikat pada sebuah bahasa tertentu, sebagai syarat utama keberadaannya. Kedua sebagai obyek sebuah wacana, teks sastra tertambat pada budaya setempat dan terintegrasi dalam tindak komunikasi para penuturnya. Ketiga apapun bentuknya, teks sastra merupakan obyek estetika. Teks sastra merupakan sebuah seni verbal, sebuah hasil eksplorasi yang mendalam otak manusia antara gagasan dan penuangan pikiran untuk menggugah aspek emosional pembaca (Israel, 1991: 9). Menerjemahkan teks Al-Barzanji sebagai produk karya sastra yang menggunakan bahasa Arab, dengan kaidah kosa kata, jenis kata maupun jenis
20
gramatikalnya yang berbeda dengan bahasa sasaran, maka seorang penerjemah apabila
menggunakan
penerjemahan
secara
literal
tidak
akan
mungkin
menghasilkan suatu produk terjemahan yang dapat di pahami. Terlebih, apabila penerjemah harus mengungkapkan terjemahan dari ungkapan idiomatic (idiomatic translation) ataupun peribahasa (proverbs) dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Oleh karena itu, penerjemahan dalam penelitian ini berusaha meninggalkan terjemahan literal dan bergerak ke arah terjemahan idiomatik.
1.5.3Teori Resepsi Teori resepsi sastra merupakan suatu disiplin yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks. Reaksi yang dimaksud bisa positif dan juga negatif, hal ini sesuai dengan pemikiran Mukarovsky (Fokkema, 1977: 137) bahwa peranan pembaca amat penting yaitu sebagai pemberi makna teks sastra. Resepsi yang bersifat positif, akan menyebabkan pembaca senang, gembira, tertawa, atau segera bereaksi dengan sikap dan tindakan untuk memproduksi kembali, menciptakan hal yang baru, menyalin, meringkas dan sebagainya. Sebaliknya, reaksi yang bersifat negatif bisa membuat pembaca sedih, jengkel, bahkan anti pati terhadap teks sastra tersebut. Teks Al-Barzanji sebagai teks karya sastra juga bebas ditafsirkan apapun oleh pembaca, efek pembacaan yang beragam inilah yang menjadi salah satu sebab terjadinya pro-kontra berkenaan dengan tradisi pembacaan teks AlBarzanji. Hal ini sejalan dengan pendapat Wolfgang Iser yang menyatakan bahwa
21
tugas kritikus bukan menerangkan teks sebagai objeknya, melainkan lebih menerapkan efeknya kepada pembaca (Selden, 1985: 112). Teori Iser ini, yang menjadi dasar penulis untuk meneliti pentingnya efek dari pembacaan teks Al-Barzanji pada masyarakat Banyuwangi Jawa Timur. Efek pembacaan muncul karena kodrat teks itulah yang mengizinkan beraneka ragam kemungkinan pembacaan (Selden, 1985: 112). Munculnya beraneka ragam kemungkinan pembacaan ini, yang membuka peluang untuk diteliti karena adanya kesenjangan antara Das sein (realita) dalam penelitian teks Al-Barzanji sebagai karya sastra dibaca dalam keadaan suci dan melalui ritual tertentu, sedangkan Das solen-nya (seharusnya) pembaca karya sastra tidak harus dalam keadaan suci dan disertai ritual-ritual tertentu. Iser juga mengintroduksi konsep ruang kosong, ruang yang disediakan oleh penulis, di mana pembaca secara kreatif, secara bebas dapat mengisinya. Ruang kosong mengandaikan teks bersifat terbuka, penulis seolah-olah hanya menyediakan kerangka secara global sehingga pembaca secara aktif dan kreatif dapat berpartisipasi. Ruang kosong dengan sendirinya merupakan fokus utama bagi kualitas interpretasi. Dengan hubungan inilah dikatakan bahwa pembaca diarahkan oleh teks. Dalam hal ini, kemampuan pembaca sebagai instansi memegang peranan penting, artinya pembaca yang bisa diarahkan adalah pembaca yang memiliki kemampuan atau memiliki gudang pengalaman (Iser, 1987: 182203).
22
Iser menyebut bahwa tindak pembacaan setiap teks mempunyai dua dimensi atau kutub, sebagaimana dikutip dalam bukunya The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Response(1987: 21) “From this way conclude that the literary work has two poles, which we might call the artistic and the aesthetic: the artistic pole is the author‟s text and the aesthetic is the realization accomplished by the reader. In view of this polarity, it is clear that the work it self cannot be identical with the text or with the concretization, but must be situated somewhere between the two. It must inevitably be virtual in character, as it cannot be reduced to the reality of the text or to the subjectivity of the reader, and it is from the virtuality that it derives its dynamism…..” (Iser, 1987: 21). Proses pembacaan setiap teks mempunyai dua kutub, kutub artistik dan kutub estetik. Kutub artistik adalah kutub pengarang dan kutub estetik adalah realisasi yang diberikan pembacanya. Karya sastra tidak dapat dihindarkan dari sifat potensialnya atau kepastiannya karena teks tidak dapat mengurangi diri pada realitas subjektivitas pembaca. Makna dibentuk oleh gerakan pembacaan, makna dihasilkan oleh interaksi antara tanda-tanda tekstual dan tindakan-tindakan pemahaman pembaca. Pembaca tidak dapat mengikatkan diri pada interaksi, melainkan aktivitas didorong untuk meciptakan daya guna teks. Teks dan pembaca meleburkan diri dalam satu situasi serta makna tidak pernah menjadi objek yang didefinisikan melainkan sebuah efek pengalaman. Dalam teori respon estetik ini, Iser (1987: ix) mengatakan bahwa kutub teks dan pembaca bersama dengan interaksi yang terjadi di antara keduanya merupakan dasar-dasar untuk membangun teori komunikasi sastra. Dalam hal ini diasumsikan bahwa karya sastra adalah sebuah bentuk komunikasi. Karena karya sastra dan realitas dipandang sebagai satu bentuk komunikasi, maka perhatian
23
dipusatkan kepada penerima (pembaca). Jika pembaca dan teks sastra adalah mitra dalam proses komunikasi, dan apa yang dikomunikasikan adalah sesuatu untuk menjadi nilai, maka perhatian diarahkan kepada efek teks bukan makna teks. Teori komunikasi sastra Iser yang mengasumsikan karya sastra merupakan sebuah bentuk komunikasi, dalam kaitannya dengan efek teks bagi pembaca, lebih memperhatikan hubungan antara karya sastra dan realitas. Artinya karya sastra dipandang sebagai sarana yang memberitahu sesuatu tentang realitas kepada pembacanya (Iser, 1987: 53). Realitas yang dimaksud di sini ialah realitas nontekstual. Dengan demikian mungkin realitas ini dapat berwujud suatu realitas empiris tertentu atau mungkin berujud realitas yang dihidupi
oleh pembaca
sendiri (Iser, 1987: 55). Di atas telah dikemukakan bahwa teori komunikasi sastra Iser yang kemudian disebutnya teori respon estetik ini memusatkan perhatian pada efek yang diterima oleh pembaca ketika membaca teks. Hal ini berarti menuntut pemahaman pembaca pada konteks situasional ungkapan bahasa sastra. Untuk memaparkan bagaimana efek itu diterima oleh pembaca melalui ungkapan bahasa sastra, Iser merujuk pada pemaparan Austin mengenai dua bentuk dasar ungkapan bahasa, yaitu konstatif dan performatif. Ungkapan konstatif menyatakan tentang fakta dan harus diukur dengan kriteria kebenaran atau kepalsuan, sedangkan ungkapan performatif menghasilkan suatu tindakan yang diukur dengan standar keberhasilan atau kegagalan. Ungkapan konstatif lepas dari semua konteks pragmatis. Ungkapan performatif menghasilkan sesuatu yang hanya mulai ada
24
pada saat ketika ungkapan disebut.
Ungkapan disebut sebagai ungkapan
performatif justru karena ungkapan itu menghasilkan suatu tindakan. Agar tindakan bahasa itu berhasil, ada kondisi tertentu yang harus dipenuhi, dan kondisi ini adalah dasar tindak tutur itu sendiri. Adapun kondisi yang merupakan dasar tindak tutur dan harus dipenuhi itu adalah adanya konvensi dan prosedur yang diterima
oleh
pembicara
dan
penerima,
dan
kesediaan
penerima
untuk
berpartisipasi. Ungkapan meminta konvensi yang berlaku bagi penerima dan pembicara. Penerimaan konvensi harus diatur oleh prosedur yang diterima. Kesediaan peserta untuk terlibat dalam tindakan bahasa harus proporsional dengan derajat di mana situasi atau konteks tindakan didefinisikan. Jika konvensi, prosedur, dan partisipasi tidak dipenuhi, maka ungkapan itu beresiko gagal untuk mencapai transaksi efek (Iser, 1987: 56). Dari teori komunikasi sastra Iser yang telah dikemukakan di atas, menurut pemahaman peneliti, kiranya dapat disederhanakan sebagai berikut. Pertama dapat dikatakan bahwa teori komunikasi sastra Iser dibangun dengan mengambil model komunikasi bahasa biasa. Ada tiga komponen yang membangun komunikasi bahasa biasa yaitu pengirim, penerima, dan efek atau respon. Agar menghasilkan efek yang diharapkan ada kondisi yang harus dipenuhi oleh keduanya. Kondisi yang harus dipenuhi oleh pengirim dan penerima yang menjamin keberhasilan ataupun kegagalan komunikasi adalah konvensi umum bagi pengirim dan penerima, prosedur yang diterima keduanya, dan kemauan penerima untuk berpartisipasi.
25
Model komunikasi bahasa biasa tersebut kemudian diadaptasi oleh Iser ke dalam teori komunikasi sastranya. Dalam hal ini diasumsikan teks sastra sebagai satu bentuk komunikasi. Teori respon estetik Iser memfokuskan perhatian pada proses pembacaan untuk menghasilkan makna. Dalam tindakan membaca (teks) itulah yang dimaksud Iser terjadinya komunikasi antara teks dan pembaca. Dalam komunikasi antara teks dan pembaca terjadi interaksi antara keduanya. Dengan dipandu oleh konvensi dan prosedur yang diterima oleh teks dan pembaca, interaksi ini diharapkan dapat menginduksi pembaca untuk merealisasikan hasil pembacaannya dalam bentuk sebuah realitas. Realitas disini kiranya dapat disetarakan dengan makna yang diproduksi oleh pembaca. Realitas ini merupakan satu bentuk respon yang bersifat pragmatis. Artinya ungkapan bahasa dalam teks menggerakkan imajinasi dan persepsi pembaca untuk menghasilkan realitas empiris
tertentu
atau
realitasnya
sendiri
tergantung
bagaimana
pembaca
menangkap tanda-tanda di dalam teks, mengorganisasikan tanda-tanda itu untuk kemudian memaknainya dalam kehidupannya. Dalam mengadaptasi teori komunikasi bahasa biasa, Iser menyebut komponen komunikasi bahasa itu dengan analog. Pengirim dianalogkan dengan teks, penerima dianalogkan dengan pembaca dan efek dianalogkan dengan realitas. Kondisi yang harus dipenuhi oleh teks dan pembaca yang menjamin keberhasilan atau kegagalan komunikasi itu juga diberi istilah baru. Konvensi disebutnya repertoire, prosedur disebut strategi dan partisipasi disebut dengan realisasi.
26
Skema tersebut di bawah ini kiranya dapat mempermudah pemahaman terhadap teori komunikasi sastra model Iser.
Repertoir
Strategi
Realisasi
Pembaca Masyarakat Banyuwangi
Teks
Realitas Tradisi Keagamaan
Al-Barzanji
Teks Al-Barzanji sebagai objek material dalam penelitian ini, merupakan karya sastra Arab dalam genre sastra keagamaan jenis pujian kenabian (madchu an-nabawi) yang dibaca secara berbeda oleh masyarakat Banyuwangi Jawa Timur. Perbedaan ini diasumsikan sebagai realisasi dari proses pembacaan Masyarakat
Banyuwangi,
terhadap
teks
Al-Barzanji.
Realisasi-realisasi
ini
membentuk sebuah realitas pembacaan teks Al-Barzanji dalam tradisi keagamaan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur, yang dibaca ketika upacara pernikahan, kelahiran anak, aqikahan, khitanan, pelepasan haji dan maulid nabi Muhammad s.a.w. Tradisi keagamaan yang berkaitan erat dengan pembacaan teks AlBarzanji ini, ditengarai sebagai akumulasi pengalaman masyarakat Banyuwangi Jawa
Timur
dalam
membaca
teks
Al-Barzanji.
Penelitian
ini
bertujuan
mengungkapkan cara pembaca masyarakat Banyuwangi atas teks Al-Barzanji. Dalam penelitian ini diungkapkan pula realisasi masyarakat Banyuwangi sebagai
27
masyarakat pembaca dalam membentuk realitas hasil bacaannya terhadap teks AlBarzanji. Disinilah letak pentingnya teori resepsi Wolfgang Iser dalam penelitian ini untuk menjawab adanya kesenjangan antara Das sein (realita) dan Das solen(seharusnya) dalam pembacaan teks Al-Barzanji dan efek dari pembacaan teks Al-Barzanji dalam tradisi keagamaan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur.
1.5.4 Teori Kelisanan Teori kelisanan berkaitan erat dengan aktivitas pujangga atau pencerita yang secara tradisional memproduksi teks lisan sebagai bahan ceritanya. Dalam tradisi ini terdapat teks dalam pikiran pencerita yang “diwujudkan” dalam penceritaan lisan dari waktu ke waktu, setiap kali dalam waktu yang berbeda, masing-masing mungkin secara teoretis dapat menjadi induk dari tradisi tertulis (Robson, 1994: 21). Konsep kelisanan tidak hanya dimaknai secara presentasi lisan, tetapi juga dimaknai sebagai komposisi selama terjadinya penampilan secara lisan. Upaya untuk
mempelajari,
menyusun,
dan menampilkan suatu karya secara lisan
merupakan bentuk rangkaian kelisanan yang dimaknai sebagai kelisanan dalam arti teknis atau harfiah (Lord, 1981:5. Penganalisisan terhadap teks harus dimulai dengan
pengamatan
yang
cermat
terhadap
frase-frase
yang
mengalami
perulangan. Hal ini dilakukan untuk menentukan formula dengan berbagai variasi polanya (Lord, 1981:45. Lord juga menyatakan aspek kelisanan berupa komposisi, performance, dan transmisi. Menurut Lord, pembuatan komposisi bagi penyair lisan dilakukan
28
pada
saat
pencerita
melaksanakan
performance
sehingga
komposisi dan
performance merupakan dua hal yang dilakukan pada saat bersamaan. Performer adalah orang yang memproduksi sastra lisan pada saat performance dan sekaligus juga sebagai komposer. Penyanyi, performer, komposer, dan penyair adalah orang dengan aspek yang berbeda, tetapi dalam sastra lisan, semuanya itu dapat dilakukan oleh satu orang dalam waktu yang bersamaan. Performance adalah saat berkreasi bagi penyair lisan. Suasana, tempat, dan audience akan mempengaruhi performance. Audience dapat datang, pergi, dan berbicara dengan sesama penoton yang
lain.
Hal ini akan mempengaruhi performance
atau mungkin juga
performance dapat terputus sejenak (Lord, 1981:13-17. Dalam konteks ini, teks Al-Barzanji, pada sejarah penciptaan awalnya, adalah sastra tulis karena ia ditulis langsung oleh penyairnya Syeh Ja‟far AlBarzanji. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, teks Al-Barzanji dihafal oleh pembaca dan penikmat secara turun temurun khususnya dalam tradisi keagamaan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur sehingga ia bergeser menjadi teks Lisan.
1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang dimaksud disini terdiri atas dua hal, yaitu metode dalam
kaitannya
dengan
prosedur
penelitian
atau
yang
disebut
metode
pengumpulan data dan metode dalam kaitannya dengan teori atau analisis data. Metode dalam kaitannya dengan prosedur penelitian atau pengumpulan data ini
29
adalah menyangkut jenis penelitian, objek penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengumpulan data
1.6.1
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penilitian ini, meliputi: jenis penelitian,
objek penelitian (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
1.6.1.1 Jenis Penelitian Penelitian
ini
adalah
penelitian
kuantitatif
dan
kualitatif.
Deskriptif
kualitatif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggunakan cara memaparkan data yang diperoleh dari pengamatan kepustakaan dan pengamatan
lapangan,
kemudian
dianalisis
dan
diinterpretasikan
dengan
dipergunakan
untuk
memberikan kesimpulan. Metode
kuantitatif
dalam
penelitian
ini
mengumpulkan data dan analisis data tentang resepsi masyarakat Banyuwangi Jawa Timur terhadap teks Al-Barzanji dalam bentuk tradisi lisan. Selain itu, metode ini juga dipergunakan untuk mendeskripsikan unsur-unsur sosial budaya masyarakat Banyuwangi Jawa Timur yang mempunyai peran penting dalam membentuk sebuah tradisi lisan pembacaan teks Al-Barzanji tersebut. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut bisa berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi,
30
catatan, atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya “mengapa”, “alasan apa”, dan “bagaimana terjadinya” akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikan keadaannya (Moleong, 1989: 7).
1.6.1.2 Objek Penelitian Penelitian ini memiliki dua objek penelitian, yaitu objek formal dan objek material. Objek formal penelitian ini adalah tradisi keagamaan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur, yang meliputi pembacaan teks Al-Barzanji ketika pernikaan, khitanan, kelahiran anak, aqikahan, pelepasan haji, dan peringatan maulid Nabi Muhammad saw. sedangkan objek materialnya adalah teks AlBarzanji yang ada di wilayah Banyuwangi Jawa Timur.
1.6.1.3 Populasi Penelitian ini terdiri dari kajian teks dan tanggapan pembaca. Kajian teks yaitu
dititik
beratkan
kepada
teks
Al-Barzanji dalam kaitannya
dengan
pernaskahan, perteksan, penerjemahan dan suntingan teks. Sedangkan penelitian tentang tanggapan pembaca berkaitan erat dengan proses pembacaan teks AlBarzanji yang diresepsi masyarakat Banyuwangi Jawa Timur.
31
Berkaitan dengan populasi ini, peneliti berusaha melakukan penelusuran dan pencarian di perpustakaan-perpustakaan yang diyakini menyimpan naskahnaskah Al_Barzanji, di toko-toko kitab, dan di beberapa perpustakaan pribadi, peneliti menemukan 3 (tiga) naskah Al-Barzanji tulisan tangan dan 6 (enam) naskah Al-Barzanji dalam bentuk edisi cetak. Adapun 3 (tiga) naskah Al-Barzanji tulisan tangan tersebut adalah: (1) Naskah A koleksi Perpustakaan Universitas Tokyo Jepang, dengan nomor kode 308. Dalam katalog kitab tersebut tertulis bahwa disalin oleh Daiber pada tahun 1684, (2) Naskah B koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dengan nomor kode A.216, (3) Naskah C koleksi Perpustakaan King Saud University Saudi Arabia, dengan nomor kode 219.8/m. Dalam katalog kitab tersebut tertulis bahwa disalin oleh Hassan bin Krchipdengan angka tahun Hijriyah 1271 H. Sedangkan 6 (enam) naskah Al-Barzanji
edisi
cetakadalah: (1) Naskah D koleksi Perpustakaan Kolese ST. Ignatius Yogyakarta, dengan nomor kode 84 B 297, (2) Naskah E adalah naskah Al-Barzanji makna Jawa terbitan Menara Kudus tahun 1982, (3) Naskah F adalah naskah cetakan AlBaarzanji terbitan Maktabah Aymân Bandung, tanpa tahun dan tanpa pengarang, (4) Naskah G adalah naskah cetakan Al-Barzanji terbitan Menara Kudus, tanpa tahun dan tanpa pengarang, (5) Naskah H adalah naskah cetakan Al-Barzanji terbitan Terbit Terang Surabaya, tahun 2001, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Fatihuddin Abul Yasin, (6) Naskah I adalah naskah cetakan AlBarzanji terbitan Toha Putra Semarang, dengan angka tahun 1992, diterjemahkan oleh Moh. Zuhri.
32
Berkaitan dengan populasi tanggapan pembaca, yaitu gambaran tentang proses
pembacaan
teks
Al-Barzanji dalam tradisi keagamaan masyarakat
Banyuwangi, penulis mengambil populasi di Desa Tampo Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi. Penulis beranggapan bahwa, masyarakat Banyuwangi pembaca teks Al-Barzanji tersebut bersifat homogen yang mempunyai karakter dan corak yang sama. Hal ini disebabkan karena tradisi pembacaan teks AlBarzanji tersebut bermuara atau berawal dari masyarakat pesantren.
1.6.1.4 Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif atau mewakili populasi yang bersangkutan atau bagian kecil yang diamati. Penelitian terhadap sampel biasanya disebut study sampling. Arikunto (2006: 131) mengatakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari pupulasi yang diteliti. Hal ini senada dengan Mardalis (2009:55) yang menyatakan sampel adalah contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian. Jadi sampel adalah contoh yang diambil dari sebagain populasi penelitian yang dapat mewakili populasi. Walaupun yang diteliti adalah sampel, tetapi hasil penelitian atau kesimpulan penelitian berlaku untuk populasi atau kesimpulan penelitian digeneralisasikan terhadap populasi. Yang dimaksud menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian dari sampel sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi. Sampel yang representatif adalah sampel yang benar-benar dapat mewakili dari seluruh populasi. Jika populasi bersifat homogen, maka sampel bisa diambil
33
dari populasi yang mana saja, namun jika populasi bersifat heterogen, maka sampel harus mewakili dari setiap bagian yang heterogen dari populasi tersebut sehingga hasil penelitian dari sampel dapat terpenuhi terhadap setiap anggota populasi. Menurut Arikunto (2006:133) kita boleh mengadakan penelitian sampel bila subyek didalam populasi benar-benar homogen. Apabila subyek populasi tidak homogen, maka kesimpulannya tidak boleh diberlakukan bagi populasi. Sebagai contoh populasi yang homogen adalah air teh dalam sebuah gelas. Kita ambil sampelnya sedikit dengan ujung sendok dan kita cicipi. Jika rasanya manis, maka kesimpulan dapat digeneralisasikan untuk air teh keseluruhan dalam gelas. Berarti kesimpulan bagi sampel berlaku untuk populasi. Penelitian
ini,
selain
menggunakan
teks
Al-Barzanji sebagai objek
penelitian khususnya dalam kajian pernaskahan, perteksan, suntingan teks dan terjemahan,
juga
menggunakan
sampel untuk
mengkaji tentang
tanggapan
pembaca terhadap teks Al-Barzanji. Jumlah populasi yang digunakan untuk mengkaji
tentang
tanggapan
masyarakat
Banyuwangi
Jawa
Timurtersebut
berjumlah 539 orang. Dan menurut beberapa ahli dibidang penelitian batas minimal sampel yang diambil adalah 10 persen dari populasi. Agar penelitian ini hasilnya bisa lebih representatif, maka penulis mengambil 20 persen dari jumlah populasi dengan jumlah 108 orang.
1.6.1.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah, kajian pustaka, kuesioner, deskripsi, observasi langsung, dan interview.
34
Metode kajian pustaka digunakan untuk mencari, menemukan, dan mengkaji berbagai pustaka sebagai sumber tertulis yang menyatakan kondisi internal naskah Al-Barzanji dan kondisi eksternalnya seperti ekonomi, sosial, budaya, dan agama masyarakat Banyuwangi yang turut melatar belakangi atau menjadi acuan lahirnya
tradisi
pembacaan
teks
Al-Barzanji
dalam
upacara-upacara
keagamaannya. Melalui kajian pustaka ini akan diperoleh gambaran kondisi sosial budaya yang pada giliran berikutnya akan terungkap tanggapan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur terhadap teks Al-Barzanji. Teknik kuesioner dilakukan dengan jalan menyebar angket ke seluruh sampel penelitian. Sampel penelitian ini adalah 108 orang warga Desa Tampo yang kesehariannya terlibat langsung dalam proses pembacaan teks Al-Barzanji, yang meliputi acara aqikahan, pernikahan, rutinan dwi Mingguan atau bulanan dan maulid Nabi Muhammad s.a.w. Teknik Deskripsi dilakukan sebelum pengujian hipotesis, peneliti perlu mendeskripsikan keadaan data yang ditemukan di lapangan. Deskripsi data berisi serangkaian data yang berhasil dikumpulkan, baik data pendukung seperti latar keadaan
sosial
sebagainya,
serta
budaya data
masyarakat
yang
diteliti,
struktur
utama yang diperlukan untuk
organisasi dan
pengujian hipotesis.
Sedangkan yang dimaksud dengan mendeskripsikan data dalam penelitian ini adalah menggambarkan data yang berguna untuk memperoleh bentuk nyata dari responden, sehingga lebih mudah dimengerti peneliti atau orang lain yang tertarik dengan hasil penelitian yang dilakukan. Jika data yang ada adalah data kualitatif, maka deskripsi data ini dilakukan dengan cara menyusun dan mengelompokkan
35
data yang ada, sehingga memberikan gambaran nyata terhadap responden. Data kualitatif adalah
data
yang
berhubungan dengan kategorisasi,
karakteristik
berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata. Data ini biasanya didapat dari wawancara yang bersifat subjektif. Teknik
interview (wawancara) dalam penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi dari tokoh-tokoh pelaku tradisi pembacaan teks AlBarzanji. Wawancara dilakukan untukmendapatkan tambahan informasi tentang prosesi upacara-upacara keagaamaan yang melibatkan teks Al-Barzanji dalam ritual-ritualnya. Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk tiga maksud utama,
1)
wawancara dijadikan sebagai alat eksplorasi untuk
membantu
identivikasi variabel dan relasi, mengajukan hipotesis dan memandu tahap-tahap penelitian, 2) wawancara menjadi intrumen utama penelitian, 3) wawancara digunakan sebagai penopang atau pelengkap metode lain, dan menyelami lebih dalam motivasi responden serta alasan-alasan responden memberikan jawaban dengan cara tertentu. Teknik observasi langsung, dilakukan untuk melihat dari dekat fakta-fakta dan bentuk-bentuk tradisi pembacaan teks Al-Barzanji masyarakat Banyuwangi Jawa Timur. Observasi ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap Pertama yakni studi pendahuluan dilakukan untuk
menelusuri data-data awal.
Observasi kedua
dilakukan secara intens yang mana peneliti terlibat langsung dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Banyuwangi Jawa Timur untuk mendapatkan gambaran sekaligus sebagai perbandingan data, dari data yang didapat pada obsevasi tahap pertama, dan observasi kedua dilakukan selama dua bulan.
36
1.6.1.6 Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu analisis data selama pengumpulan dan analisis data setelah pengumpulan. Data yang diperoleh baik saat pengumpulan data dilapangan maupun data sekunder diolah
agar
sistematis.
Langkah
pengolahan
data
tersebut
mulai
dari
mengklasifikasikan data, mereduksi, menyajikan, dan menyimpulkan data. Data yang diperoleh selama penelitian diproses dengan analisis atau teknik yang digunakan sesuai tahapan yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984:23) dengan model interaktif yang merupakan siklus antara pengumpulan data, reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan seperti gambar berikut: Analisis Model Interaktif Sumber: Miles & Huberman (1984: 23)
Pengumpulan Data Penyajian Penyajian Data Reduksi Data
Kesimpulan: Penarikan/Perivikasi
Tahap analisis data tersebut di atas, dapat diuraikan sebagai berikut; a. Pengumpulan data
37
Data
tentang
tradisi
pembacaan
teks
Al-Barzanji
yang
berhasil
dikumpulkan melalui wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat, menyebar angket, observasi langsung dalam proses pembacaan teks Al-Barzanji, dan dokumentasi dengan pemotretan maupun dengan pencatatan dalam bentuk catatan lapangan (field notes). Catatan lapangan tersebut berisi apa yang dikemukakan oleh informan dan juga catatan tentang tafsiran peneliti terhadap informasi yang diberikan oleh responden. b.
Pengurangan (reduksi) data Reduksi data dalam penelitian ini merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar tentang tanggapan pembaca Al-Barzanji yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data dalam penelitian ini berlangsung terus menerus selama penelitian
berlangsung.
Pentahapan ini dilakukan ketika setelah melakukan
observasi, atau setelah wawancara. Setelah itu data langsung diolah agar tidak bias dengan data lain. c.
Penyajian data Penyajian data tentang tanggapan pembaca Al-Barzanji dalam penelitian
ini merupakan hasil sekumpulan informasi yang telah tersusun dari hasil reduksi data. Penyajian data ini membantu peneliti untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. d.
Pengambilan kesimpulan atau verifikasi Kesimpulan yang diambil dari data yang terkumpul diverifikasi terus-
menerus
selama
penelitian
berlangsung
agar
data
yang
didapat
terjamin
38
keabsahannya
dan
objektifitasnya,
sehingga
kesimpulan
akhir
dapat
dipertanggungjawabkan.
1.6.2 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Moleong (2006: 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya pelaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan deskriptif dalam bentuk kata-kata pada suatu konteks yang khusus dan alamiah dan dengan menggunakan berbagai metode yang ilmiah. Berikut ini dikemukakan metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini.
1.6.2.1 Metode Filologi Penelitian
terhadap
naskah lama memerlukan prosedur
yang harus
ditempuh dalam rangka mencapai validitas yang tepat. Demikian halnya dengan penelitian
terhadap
naskah
Al-Barzanji
yang
bertujuan
menyajikan
dan
mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya. Karena teks Al-Barzanji yang mejadi objek penelitian ini adalah sebuah teks masa lampau yang berlatar belakang tradisi, bahasa dan aksara yang berbeda dengan masa kini. Sehubungan dengan hal itu agar teks Al-Barzanji dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat masa kini, teks itu terlebih dahulu perlu ditrasliterasikan ke dalam aksara Latin. Pentransliterasian dilakukan dengan mengikuti prinsip metode penyuntingan kritis. Kritis yang berarti penyunting
39
mengidentifikasi sendiri bagian-bagian dalam teks yang mungkin bermasalah serta menawarkan jalan keluarnya.
Dengan demikian, suntingan diterbitkan
dengan membetulkan kesalahan-kesalahan,
ketidaksesuaian yang terdapat dalam
naskah. Dalam metode filologis langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendapatkan naskah Al-Barzanji, dan telah didapatkan teks-teks Al-Barzanji lebih dari satu buah naskah dengan kode naskah A 308, naskah B. A 216, dan naskah C 219.8/m, kemudian dilakukan perbandingan sejumlah naskah yang telah dibaca.
Perbandingan sejumlah naskah tersebut dilakukan dalam kaitannya
dengan mengolah teks. (Robson, 1978: 34). Setelah beberapa naskah Al-Barzanji tersebut dibandingkan dari aspek bahasa, sastra, sejarah dan lainnya, maka dimanfaatkan metode landasan yang juga disebut metode induk, atau metode lengger. Metode ini dimanfaatkan untuk menentukan teks Al-Barzanji yang akan dijadikan dasar suntingan. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan naskah dasar suntingan tersebut adalah sebagai berikut: a) Membaca beberapa katalogus atau buku-buku yang memuat keterangan tentang pernaskahan Al-Barzanji; b) Melacak sejumlah naskah salinan Al-Barzanji yang ada berdasarkan beberapa katalogus atau buku-buku yang telah dibaca; c) Kemudian
membaca
sejumlah
naskah
Al-Barzanji
salinan
yang
telah
didapatkan; dan
40
d) Membandingkan naskah Al-Barzanji sejenis yang mempunyai lebih dari satu versi dari aspek bahasa dan sastra untuk dicari satu atau sekelompok naskah yang dipandang unggul kualitasnya sebagai dasar suntingan. Dari perbandingan naskah tersebut di atas, naskah yang dipandang unggul kualitasnya tersebut dapat dijadikan sebagai naskah yang paling baik dan dapat dijadikan landasan atau dasar teks (Sangidu, 2004: 79-80).
1.6.2.2 Metode Penyuntingan Teks Perlu diingat dalam penyuntingan teks, bahwa naskah ditulis berdasarkan bahasa dan aksara oleh suatu masyarakat yang mengenal tradisi tulis, dengan kata lain naskah ditulis dalam berbagai bahasa tergantung pada daerah asalnya menggunakan tulisan asli non-Latin (Robson, 1988: 2). Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses penyuntingan teks adalah sebagai berikut: (1) Naskah-naskah yang mengandung teks Al-Barzanji ditulis dengan aksara dan medium bahasa Arab, sesuai dengan kenyataan tersebut, maka untuk menghadirkan suntingan akan dilakukan transliterasi. Transliterasi berupa pemindahan macam tulisan dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Anjarmartana, 1991: 5). Dalam penelitian ini, pemindahan macam tulisan dari tulisan Arab diubah menjadi aksara Indonesia agar teks dapat dipahami dan untuk memudahkan proses penerjemahan. (2) Edisi teks atau suntingan teks yang disajikan adalah edisi perbaikan bacaan. Sebutan “perbaikan bacaan” berarti campur tangan peneliti sedemikian rupa sehingga teks itu dapat dipahami oleh peneliti, mungkin pembaca lain akan
41
mengajukan bacaan yang berlainan (Wiryamartana, 1990: 32). Apabila dalam teks yang disajikan terdapat kesalahan, maka dilakukan perbaikan bacaan berdasarkan divinasi dan konjektur dengan memberikan keterangan atau catatan teks yang diletakkan pada aparat kritik.
1.6.2.3 Metode Terjemahan Penerjemahan Teks Al-Barzanji dari bahasa asalnya yang menggunakan bahasa Arab ke bahasa sasaran yaitu bahasa Indonesia melalui enam langkah penerjemahan. Hal ini, sesuai dengan pendapat Rose (1981: 1-7) dengan menggunakan
langkah-langkah
penerjemahan
sebagai
berikut.
(1)
analisis
pendahuluan (preliminary analysis), (2) analisis rinci mengenai gaya dan isi (exhaustive style and content analysis), (3) penyesuaian diri terhadap naskah (acclimation of the text), (4) merumuskan kembali naskah (reformulation of the text), (5) analisis terjemahan (analysis of the translation), dan (6) tinjauan ulang dan perbandingan
(review and comparison). Rose menandaskan bahwa proses
tersebut dapat berurutan dan dapat juga simultan atau sekaligus terjadi bersamaan. Analisis
Pendahuluan
(preliminary
analysis)
adalah
tahapan
pertama
dalam penelitian ini, atau sering disebut dengan penelitian pendahuluan atau hipotesis terhadap teks Al-Barzanji. Pada langkah ini, teks Al-Barzanji diperiksa materi terjemahan untuk menentukan apakah memang teks Al-Barzanji itu memungkinkan dan layak untuk diterjemahkan. Berikutnya untuk tahap kedua, analisa lengkap dan rinci tentang gaya dan isi teks Al-Barzanji (exhaustive style and content analysis). Pada tahap ini, penerjemah berusaha memusatkan perhatian
42
pada gaya dan isi teks Al-Barzanji, dengan memahami sifat-sifat kebahasaan, seperti kosa-kata dan sintaksis bahasa sumbernya. Tahapan yang ketiga, penyesuaian terhadap teks Al-Barzanji (acclimation of the text), yaitu tahapan ketika penerjemah menyesuaikan diri lebih dekat kepada teks Al-Barzanji. Penerjemah mulai berpikir bagaimana mengungkapkan kata, istilah-istilah penting, dan yang lainnya ke dalam bahasa sasaran, bagaimana menciptakan
ekuivalensi
ditimbulkannya
dalam
bahasa
sasaran
sehingga
akibat
yang
bisa sama dengan yang dikehendaki bahasa sumbernya. Rose
menyebut tahapan ini sebagai saat “the actual process of getting from sourse text to target text may begin” tahapan proses peralihan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran mulai terjadi. Tahapan keempat adalah reformulasi teks Al-Barzanji (reformulation of the text). Pada tahap ini, kegiatan menerjemahkan teks Al-Barzanji mulai berlangsung. Penerjemah bekerja dari kalimat ke kalimat berikutnya dalam teks Al-Barzanji dan berusaha mengubah beberapa bagian pada rancangan awal yang kurang susuai dalam bahasa sasaran. Pada tingkat ini, penerjemah dimungkinkan menemukan banyak kesulitan-kesulitan untuk menentukan padanan kata, makna atau idiomnya, terutama untuk menyajikan ekivalensi yang paling dekat dalam bahasa dan budaya yang diterima oleh pembaca bahasa sasaran. Tahapan
berikutnya
menganalisis
hasil
terjemahan
teks
Al-Barzanji
(analysis of the translation). Pada tahapan ini, penerjemah terus menerjemahkan, sekaligus mengubah fungsi dirinya bukan semata-mata sebagai penerjemah saja, tetapi sekaligus sebagai editor dan kritikus terjemahan. Pada tahap ini penerjemah
43
berusaha memperbaiki, mengubah, dan mengoreksi hasil terjemahannya beberapa kali sampai mendapatkan hasil terjemahan teks Al-Barzanji yang memuaskan. Tahapan terahir adalah meninjau ulang dan membandingkan (review and comparison) terhadap teks Al-Barzanji yang telah diterjemahkan agar dapat sedekat mungkin dengan bahasa sumbernya.
1.6.2.4 Metode Resepsi Sastra Penelitian terhadap tanggapan pembaca karya sastra dapat dilakukan dengan
menggunakan
metode
resepsi
sastra.
Dalam
ilmu
sastra
telah
dikembangkan berbagai pendekatan untuk penelitian resepsi yakni, (a) penelitian resepsi sastra secara eksperimental, (b) penelitian resepsi sastra lewat kritik sastra, (c) penelitian resepsi sastra melalui fisik teks: intertekstualitas, penyalinan, penyaduran, dan penerjemahan (Teeuw, 1984: 213-218; Chamamah, 1994: 212215). Penelitian resepsi eksperimental telah dibuktikan oleh Segers (1978: 95155) dan Teeuw (1984: 37-58). Penelitian resepsi secara eksperimental yaitu metode penyajian teks tertentu kepada pembaca, baik secara individual maupun secara kelompok agar mereka memberi tanggapan. Penelitian semacam itu dapat dilakukan dengan teknik pengajuan daftar pertanyaan yang telah disiapkan (Teeuw, 1984: 208). Metode penelitian resepsi sastra dalam kaitannya dengan pembacaan teks Al-Barzanji dalam tradisi keagamaan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur, bisa bersifat eksperimental. Metode eksperimen ini menggunakan model statistik
44
untuk memperoleh gambaran tanggapan pembaca terhadap teks sastra atau dapat dilakukan dengan mengedarkan angket kepada pembaca-pembaca sekurun waktu. Peneliti
berusaha
mengupas,
menyingkapkan,
dan
mempertanggungjawabkan
proses konkretisasi tersebut. Dari hasil angket yang diedarkan itu, dapat diteliti konkretisasi dari para pembaca, kemudian dapat disimpulkan bagaimana nilai sebuah karya sastra itu pada suatu kurun waktu tertentu (Pradopo, 2003, 210). Dalam meneliti karya sastra berdasarkan metode estetika resepsi tersebut, dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu diakronis dan sinkronis. Metode diakronis adalah
cara
penelitian
resepsi
terhadap
sebuah
karya
sastra
dengan
mengumpulkan tanggapan pembaca-pembaca ahli sebagai wakil-wakil pembaca dari tiap-tiap periode. Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui atau dapat disimpulkan bagaimana nilai estetik sebuah karya sastra berdasarkan resepsiresepsi disetiap periode itu. Dalam penelitian tersebut diteliti dasar-dasar apa yang dipergunakan oleh pembaca disetiap periode, norma-norma apa yang menjadi dasar konkretisasinya, dan kriteria apa yang menjadi dasar penilainnya (Pradopo, 2003: 210). Dari pembaca-pembaca ahli dari tiap periode tersebut, memang bukan tanpa kelemahan. Bahkan sama sekali belum menyinggung pembaca awam dalam kurun waktu tertentu. Padahal pembaca awam sesungguhnya memiliki peranan penting terhadap makna teks. Pembaca awam kadang-kadang juga lebih objektif dan polos, sehingga menilai karya sastra menurut pengetahuan dan visinya. Mereka lebih orisinal dalam membaca sastra karena belum terkontaminasi dengan teori-teori (Suwardi, 2011: 126). Oleh karena itu, dalam mengkaji tanggapan pembaca dalam kurun waktu tertentu di dalam tradisi keagamaan masyarakat
45
Banyuwangi Jawa Timur, maka perlu menggunakan cara sinkronik, yaitu sebuah cara penelitian resepsi terhadap sebuah karya sastra dalam satu masa atau periode tertentu. Jadi, dalam penelitian ini yang diteliti adalah tanggapan pembaca masyarakat Banyuwangi Jawa Timur terhadap teks Al-Barzanji, bagaimana konkretisasinya
berdasarkan
norma-norma
yang
berlaku
dan
bagaimana
pandangan-pandangan masyarakatnya. Jadi, proses kerja analisis resepsi sinkronis ini, menempuh dua langkah yaitu: (1) kepada pembaca baik perorangan maupun kelompok disajikan karya sastra teks Al-Barzanji. Mereka lalu diberi pertanyaan baik lisan maupun tertulis tentang kesan dan penerimaan.
Jawaban pertanyaan secara tertulis dapat
ditabulasikan, jika menggunakan angket. Jika menggunakan metode wawancara, maka hasilnya dapat dianalisis secara kualitatif, (2) pembaca juga diminta menginterpretasikan karya sastra. Interpretasi tersebut dianalisis secara kualitatif.
1.7 Sistematika Penulisan Hasil kajian terhadap Al-Barzanji ini disajikan dalam sistematika laporan yang terdiri atas enam bab sebagai berikut: Bab pertama berupa “Pengantar” yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori dan metode penelitian. Bab kedua “Pernaskahan dan Perteksan Al-Barzanji”, yang terdiri dari naskahnaskah Al-Barzanji, perteksan Al-Barzanji, dan perbandingan kata-kata pada teksteks penyambutnya. Bab ketiga “Suntingan Teks”, yang membahas tentang pedoman
penyuntingan,
pedoman
penulisan
kata-kata
Arab,
tanda-tanda
46
suntingan, suntingan, dan aparat kritik. Bab keempat “Terjemahan Teks AlBarzanji dan Transformasi Aspek Bahasa”, berisi tentang proses pemadanan dalam terjemahan, perluasan dan penyempitan, perubahan sruktur kalimat atau kelas kata. Bab kelima “Sejarah Teks Al-Barzanji”, berisi tentang sejarah awal teks Al-Barzanji, pengarang teks Al-Barzanji, perayaan maulid sebagai perantara penyebaran teks Al-Barzanji, perjalanan teks Al-Barzanji masa awal, pengaruh tasyawuf dalam penyebaran teks Al-Barzanji di Indonesia, dan pesantren sebagai agen penyebaran teks Al-Barzanji ke pelosok Nusantara. Bab keenam tentang “Resepsi Masyarakat Banyuwangi Jawa Timur terhadap Teks Al-Barzanji” yang berisikan tentang kehidupan keagamaan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur, resepsi masyarakat pelaku tradisi pembacaan teks Al-Barzanji di desa Tampo, tanggapan masyarakat Banyuwangi Jawa Timur dalam bentuk kesenian shalawat Al-Barzanji,
dan perbedaan pendapat masyarakat Banyuwangi Jawa Timur
terhadap tradisi pembacaan teks Al-Barzanji. Bab ketujuh ”Penutup” yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.
47