BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan
bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 yaitu : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Mengingat pentingnya pendidikan bagi masa depan hampir semua siswa SMU maupun SMK yang telah menyelesaikan pendidikannya berkeinginan untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Namun tidak semua lulusan tersebut dapat melanjutkan ke perguruan tinggi hal ini diakibatkan karena kemampuan ekonomi yang mengharuskan harus bekerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikan ke perguruan negeri. Disamping itu mahasiswa yang sudah belajar di Perguruan Tinggipun ada yang berkeinginan untuk bekerja. Dalam proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi, pada umumnya seorang dosen tidak hanya 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
memberikan teori saja kepada mahasiswa tetapi seringkali seorang dosen juga memberikan tugas-tugas kepada mahasiswa, antara lain: melakukan praktikum, membuat paper untuk presentasi, serta membuat tugas-tugas lain yang harus dikerjakan oleh mahasiswa. Belakangan ini memang banyak mahasiswa yang bekerja sambil kuliah. Fenomena bekerja sambil kuliah ini memang banyak dijumpai diberbagai negara, tidak hanya dinegara berkembang, negara maju, di Indonesia bahkan sangat banyak dijumpai hal serupa. Berbagai alasan dan motif yang melatar belakangi mengapa banyak sekali mahasiswa bekerja dan kuliah, faktor ekonomi adalah alasan yang menduduki peringkat pertama. Memperluas relasi juga merupakan alasan yang cukup berperan sebagai pendorong mengapa mahasiswa memilih bekerja sambil kuliah, sehingga kuliah dikalahkan karena bekerja. Kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa mencari solusi permasalahan finansial yang mereka hadapi, dan dengan bekerja adalah salah satu solusi untuk menjawab permasalahan tersebut. Collegecures, menyebutkan, ada dua jenis mahasiswa yang bekerja. Pertama, mahasiswa yang bekerja untuk membayar tagihan mereka, dan kedua, para pekerja yang kuliah. Yang pertama adalah jenis mahasiswa yang bekerja karena mereka mempunyai kewajiban untuk membayar beberapa tagihan, entah itu cicilan atau biaya kebutuhan sehari-hari. Ada juga sebagian mahasiswa yang memang mempunyai masalah dengan biaya kuliahnya, hal ini membuat mereka berusaha meringankan beban orang tua dengan bekerja. Namun ada juga mahasiswa yang bekerja dengan alasan ingin belajar mandiri atau sekedar mencari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
tambahan uang saku seiring kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Kedua, pekerja yang kuliah. Memang ada sebagian orang yang setelah tamat SMA memutuskan untuk bekerja lebih dulu sebelum ia melanjutkan untuk kuliah. Alasan ekonomi juga merupakan faktor utama yang menyebabkan hal ini terjadi. Orang-orang seperti ini memilih untuk menunda waktu kuliahnya karena ingin mengumpulkan pundi-pundi rupiah, hingga akhirnya merasa cukup dan kembali melanjutkan studinya di bangku kuliah. Menurut Papalia dkk, bagi mahasiswa dari usia nontradisional (usia 25 tahun ke atas) yang jumlahnya membesar, perkuliahan dan tempat bekerja dapat menghidupkan kembali
keingintahuan intelektual, meningkatkan
peluang
pekerjaan dan meningkatkan ketrampilan bekerja. Berbeda dengan para pekerja yang baru tamat SMA, ada juga beberapa orang yang memang sudah bekerja pada perusahaan besar, sebagai PNS, dan pekerjaan lainnya yang memutuskan untuk memperoleh pendidikan formal melalui bangku kuliah. Alasannya cukup beragam, ada yang ingin menambah gelar atau title di belakang nama, ada juga yang beralasan untuk memperbaiki karir, naik pangkat, naik tunjangan atau naik pendapatan. Namun, yang perlu dipertimbangkan adalah tetap memprioritaskan kuliah pada prioritas utama. Hal ini kadang menjadi masalah karena kuliah sebagai prioritas utama bergeser posisinya menjadi prioritas kedua setelah pekerjaan. Sehingga banyak dijumpai pada kasus-kasus tertentu, kuliah menjadi “keteteran” atau terlantar karena mahasiswa keasyikan bekerja, sudah merasa nyaman dengan pekerjaannya dan tidak mampu mengatur waktu dengan baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Bagaimana me-manage waktu dengan baik, sangat berkaitan dengan tipe pekerjaan karyawan yang kuliah tersebut. Apakah fulltime, parttime, atau freelance? Fulltime mengharuskan karyawan untuk bekerja dalam jadwal waktu yang pasti, atau lebih dikenal dengan istilah “jam kantor”, sehingga tantangannya harus lebih bisa mengatur waktu dengan baik. Tipe berikutnya adalah parttime dan shift work. Berbeda dengan fulltime, tipe pekerjaan ini mempunyai jadwal kerja tidak menentu, bisa diwaktu siang ataupun malam, tergantung jadwal kerja. Untuk tipe pekerjaan seperti ini, negosiasi dengan atasan akan membantu dalam upaya mencari titik temu antara jadwal kerja dan jadwal kuliah agar tidak saling bentrok. Kerjasama individual dengan rekan kerja atau lebih dikenal dengan istilah “tukeran shift” juga merupakan sebuah solusi untuk mendapatkan jadwal kerja yang lebih fleksibel. Sedangkan untuk tipe freelance akan lebih memberikan keleluasaan waktu bagi mahasiswa, karena tipe pekerjaan ini tidak mengikat. Sehingga mahasiswa lebih bebas menentukan waktu, kapan harus bekerja dan kapan harus kuliah. Perguruan Tinggipun memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk menuntut ilmu sambil bekerja dengan membuka program kuliah bagi karyawan atau atau kuliah ekstensi. Program Kuliah Karyawan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak mempunyai waktu luang mengikuti pendidikan pada hari kerja. Beberapa perguruan tinggi sudah membuka program kuliah karyawan untuk Jenjang Pendidikan Sarjana (S1) dan Pascasarjana (S2). Berdasarkan pengamatan penulis, bagi mahasiswa yang mengikuti program kuliah karyawan berdasarkan keinginan sendiri maka biaya yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
dikeluarkan untuk membiayai kuliahnya dikeluarkan oleh mahasiswa sendiri, namun untuk mahasiswa yang kuliah karyawan berdasarkan perintah tempat instansi bekerja maka biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh perusahaan tempat bekerja. Pihak Perguruan Tinggipun membantu mahasiswa dalam hal membayar biaya pendidikannya secara proporsional sesuai dengan kemampuan masingmasing mahasiswa. (http://m.widyatama.ac.id/). Mahasiswa dengan program ini kuliah pada malam hari, ataupun hari sabtu dan minggu sesuai dengan kebijakan Perguruan Tinggi, sedangkan lamanya menyelesaikan kuliah adalah VIII semester artinya sama dengan kelas regular. (http://kuliah-malam.mercubuana.ac.id/) Menurut penulis perbedaannya terletak dari jumlah SKS (Satuan Kredit Semester) yang mampu diambil, sehingga kelas ekstensi lebih lambat dalam menyelesaikan kuliahnya biasanya mengambil satu atau dua semester lagi untuk menyelesaikan kuliahnya. Fenomena kekhawatiran yang terjadi dalam kalangan mahasiswa semester VIII, proses menyusun skripsi nampaknya merupakan hal yang menakutkan yang mau tidak mau wajib dijalani karena bagi sebagian mahasiswa menyusun skripsi dianggap pekerjaan yang sangat berat. (digilib.sunan-ampel.ac.id/) Mahasiswa-mahasiswi biasanya tidak terlalu menyukai tapi harus mereka lakukan, dan sebab itulah satu tugas akademik yang menjadi ajang penunda-nunda. Tidak
semua
mahasiswa
mampu
menyelesaikan
skripsi
tepat
waktu.
Keterlambatan penyelesaian tugas akhir dapat ditemui mulai tingkat sarjana sampai dengan pascasarjana (Carden, Bryant, & moss, 2004). Keterlambatan penyelesaian tugas akhir tidak mengenal etnis. (Ferrari, Wolfe, Wesley, Schoff, &
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Beck, 1995), hal ini merupakan masalah bersama yang dapat ditemukan pada Perguruan Tinggi/PT unggulan maupun tidak Menurut
Hadikusuma,
(1995:6)
Skripsi
merupakan
suatu
karya
pengetahuan (science), bukan sekedar “ilmu” atau “pengetahuan”. Oleh karena itu, kebenaran ilmiahnya harus dapat diuji, bukan karya yang sifatnya spekulatif dan harus memenuhi persyaratan ilmiah. Karya ilmiah tersebut merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di hadapan suatu majelis penguji yang dibentuk oleh pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan. Ada beberapa hal yang menyebabkan pembuatan skripsi menjadi pekerjaan yang berlarut-larut bagi mahasiswa yang bekerja fulltime diantaranya adalah sibuk dengan pekerjaannya, mahasiswa yang tidak mempunyai kemampuan dalam tulis menulis, kemampuan akademis yang kurang memadai, serta kurang adanya ketertarikan mahasiswa pada penelitian. (Slamet, 2003). Disamping faktor tersebut faktor lain yang menyebabkan ketidakmampuan seorang mahasiswa dalam menulis skripsi yaitu terkait masalah penguasaan teknik penulisan, penguasaan bahasa Indonesia, kurangnya membaca, dan tidak terbiasa menulis. Kesulitan lain yang sering dialami diantaranya adalah kesulitan mencari judul untuk skripsi, kesulitan mencari literature dan bahan bacaan, dana yang terbatas, atau takut menemui dosen
pembimbing.
Kesulitan-kesulitan
tersebut
pada
akhirnya
dapat
menyebabkan rasa kehilangan motivasi, menunda penyusunan skripsi dan bahkan ada yang memutuskan untuk tidak menyelesaikan skripsinya. Dalam proses bimbingan skripsi tidak jarang mahasiswa dengan susah payah menentukan judul, menyusun skripsi kemudian mengoreksi serta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
mengevaluasi bersama dosen pembimbing, atau diminta untuk memperbaiki sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Ketika skripsi sudah selesai, permasalahan berikutnya adalah mahasiswa harus menghadapi ujian skripsi untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian yang telah dilakukannya di hadapan dewan penguji. Dalam ujian itulah nasib mahasiswa ditentukan lulus atau tidaknya atas proses penyusunan tugas akhir/skripsi mahasiswa tersebut. Mahasiswa program kelas karyawan tentunya berharap besar pada hasil kuliah yang baik yang tentunya bisa mendukung karir mereka di pekerjaannya masing-masing. Salah satu permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan studi adalah pengelolaan waktu atau disiplin waktu. Mengelola waktu menurut Douglass & Douglass, (1980) berarti mengarah pada pengelolaan diri dengan berbagai cara yang bertujuan untuk mengoptimalkan waktu yang dimiliki. Artinya seseorang menyelesaikan pekerjaan dibawah waktu yang tersedia sehingga mencapai hasil yang memuaskan. Banyak orang yang berada dalam kepercayaan yang salah bahwa mereka miliki cukup waktu untuk segala aktivitasnya dan banyak pula yang bekerja dibawah kondisi cepat dengan harapan mereka dapat memiliki waktu lebih dari jumlah waktu yang mereka miliki. Namun, hal ini menjadi tidak efisien karena orang akan sering melakukan kesalahan. Kenyataan di atas menurut Lestariningsih, (2007) menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa yang mengalami hambatan dalam menyelesaikan studinya. Beragam faktor yang menjadi penghambat dalam penyelesaian studi. Faktor dalam penyelesaian studi adalah diri mahasiswa itu sendiri mupun faktor dari luar diri mahasiswa. Lestariningsih, (2007) berpendapat banyak faktor yang mendasar individu melakukan penundaan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. Faktor tersebut adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah lingkungan yang berada di luar individu. Lingkungan di luar individu tersebut meliputi kondisi lingkungan yang mendasarkan hasil akhir dan lingkungan yang laten. Sedangkan faktor internal meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis individu. Kondisi fisik pekerja dapat digambarkan sebagai riwayat kesehatan yang dimiliki atau penyakit yang pernah dialami. Sedangkan yang dimaksud kondisi psikologis individu mencakup wilayah aspek kepribadiaan yang dimiliki seseorang misalnya, motivasi, self esteem, tingkat kecemasan, self control dan self efficacy. Faktor kepribadian merupakan karakteristik yang dimiliki individu yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari termasuk kemampuan individu dalam menghadapi masalah-masalah yang dimilikinya. Dengan dimilikinya keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah maka mahasiswa akan mengatasi segala situasi yang dihadapinya. Situasi yang dimaksud di dalam self efficacy termasuk situasi saat pekerja menghadapi masalah dan tugas dalam kinerja mereka. Self efficacy juga mempengaruhi besar usaha dan ketahanan individu dalam menghadapi kesulitan. Secara pribadi dan menginginkan hasil yang diperoleh dari kemampuan optimalnya. Individu juga suka pada tantangan dan tidak suka melakukan tugas yang mudah atau sedang. Selain itu individu sangat menghargai waktu sehingga individu tergerak untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan hari ini. Memiliki daya kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam mencari cara mengatasi masalah. Individu juga menyukai segala sesuatu yang mengandung resiko karena individu percaya diri dan yakin bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu meskipun sulit. Self efficacy yang mempengaruhi proses berfikir, level motivasi dan kondisi perasaan yang semuanya berperan terhadap jenis performasi yang dilakukan. Individu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
dengan self efficacy rendah dalam mengerjakan tugas tertentu akan cenderung menghindari tugas tertentu. Individu akan merasa sulit untuk memotivasi diri akan mengurangi usahanya atau menyerah pada permulaan rintangan. Individu juga mempunyai aspirasi dan komitmen lemah untuk tujuan hidup yang akan dipilih. Menurut Bandura, (1997) dalam memandang situasi individu cenderung lebih memperhatikan kekurangannya, tugas yang berat dan akibat yang tidak baik atau kegagalan. Self efficacy juga mempengaruhi besar usaha dan ketahanan individu dalam menghadapi kesulitan. Dengan beberapa alasan diatas maka hasil yang
didapat oleh si penunda dapat berakibat sangat fatal, misalnya kegagalan memperoleh gelar kesarjanaan. Mahasiswa yang memiliki self efficacy yang tinggi, akan mempunyai kesadaran mengenai seberapa besar kemampuannya dalam menghadapi tugas akhir skripsi. Sedangkan seseorang yang mempunyai self efficacy yang rendah akan memenuhi tantangan pada tugasnya dengan tingkat stres yang besar daripada orang yang memiliki self efficacy yang tinggi, namun tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan dari apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki. Konsep dasar teori Self efficacy adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa pada setiap individu mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Dengan demikian Self efficacy merupakan masalah persepsi subyektif. Artinya self efficacy tidak selalu menggambarkan kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah dan merasa tidak memiliki keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas, maka dia akan berusaha untuk menghindari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
tugas tersebut. Maka dari itu, keyakinan dalam menyelesaikan tugas menyusun skripsi diperlukan self efficacy yang tinggi untuk dapat mencapai stress yang rendah. Brehm dan Kassin (1990) mendefinisikan Self efficacy sebagai keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan tindakan spesifik yang diperlukan untuk menghasilkan out come yang diinginkan dalam suatu situasi. Selain itu, Maddux (Richdayanti, 2003:4) juga mengatakan bahwa kecemasan dapat dipengaruhi oleh self efficacy. Seseorang yang mempunyai self efficacy yang tinggi akan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri lebih baik, lebih dapat mempengaruhi situasi dan dapat menggunakan kemampuan yang dimiliki dengan lebih baik, sehingga perasaan terancam dan tidak aman dapat dikendalikan. 1.2.
Rumusan Masalah Menurut Sugiyono (2007) rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan
yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Masalah diartikan sebagai suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi, sedangkan rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang digunakan peneliti adalah penelitian deskriptif, berdasarkan pada cara penelitian yang dilakukan peneliti. Menurut J.W. Creswell, (2004) Penelitian deskriptif itu sendiri adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterperetasikan obyek apa adanya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Adapun masalah yang akan diteliti adalah : Bagaimana gambaran self efficacy mahasiswa yang bekerja fulltime dalam proses penyusunan skripsi?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self efficacy
mahasiswa yang bekerja fulltime dalam proses penyusunan skripsi. 1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah a..
Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan khususnya yang berkaitan dengan ilmu psikologi sosial, dan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai teori yang telah dipelajari, sehingga selain berguna bagi pengembangan, pemahaman dan pengalaman peneliti, diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian lain .
b.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti yang ingin mengetahui hubungan self efficacy dengan tingkat kecemasan pada mahasiswa program kelas karyawan yang sedang membuat karya tulis ilmiah/skripsi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/