BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Indonesia memberikan hak kepada setiap warga negara untuk melaksanakan ajaran agamanya. Bagi seorang muslim, melaksanakan syariat Islam merupakan suatu kewajiban yang harus ditunaikan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Ruang lingkup syariat Islam tercakup dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak.1 Wakaf merupakan salah satu lembaga hukum Islam yang mempunyai titik temu secara konkrit dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.2 Ada tiga sumber pengetahuan yang harus dikaji untuk memahami wakaf yaitu, ajaran Islam mengenai wakaf, peraturan perundang-undangan dan wakaf yang tumbuh dalam masyarakat.3 Sepanjang
sejarah
Islam,
wakaf
memiliki
peranan
penting
dalam
pengembangan kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, dan ekonomi. Di antara program-program yang didanai dari hasil wakaf adalah pembangunan masjid, pembangunan rumah yatim, penulisan buku, penerjemahan buku, dan percetakan buku. Wakaf tidak hanya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, namun juga menyediakan fasilitas di bidang kesehatan. Misalnya pembangunan rumah sakit, pembangunan industri obat-obatan dan kimia yang berfungsi untuk 1
Imam Suhadi, 2002, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, hlm. 1. 2 Adijani al-Alabij, 1989, Perwakafan Tanah di Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 160. 3 Mohammad Daud Ali, 1988, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, UI-Press, Jakarta, hlm. 77.
1
2
meningkatkan kesehatan masyarakat.4 Harta benda wakaf dapat digunakan untuk sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan, beasiswa dan kesehatan, bantuan untuk fakir miskin, anak terlantar dan yatim piatu, peningkatan ekonomi umat dan kemajuan kesejahteraan umum.5 Sebanyak 294,020 (atau 41%) masjid atau mushalla di Indonesia berdiri di atas tanah non wakaf merupakan persoalan wakaf yang perlu menjadi perhatian umat Islam di Indonesia. Angka ini setidaknya mendekati dan bahkan lebih besar dari perkiraan Dewan masjid Indonesia (DMI) yang menyatakan “sekitar 30% dari 700 ribu masjid di tanah air tidak memiliki status hukum yang jelas.6 Kasus lahan dan penggusuran Masjid Al-Ikhlas, di Jalan Timor Medan, Mei 2011. Masjid ini awalnya mushalla yang berdiri di atas tanah milik Negara. Kodam I Bukit Barisan yang menguasai tanah tersebut me-ruislag-kannya tahun 2007 ke pihak ketiga yaitu sebuah pengembang. Penggusuran Masjid Nurul Jannah di Perumahan Jatinegara Indah, Cakung, Jakarta Timur, Agustus 2009. Pembangunan ini dianggap menyalahi aturan dan dibongkar oleh pihak walikota Jakarta timur. Alih lahan (ruislag) Masjid Raudhatul Islam, di kelurahan Silalas, Medan, April 2011. Penggusuran beberapa masjid di kota Medan. Disebut ada tiga masjid yaitu di komplek PJKA gang
4
Uswatun Hasanah, 2011, Aspek Hukum Wakaf Uang, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, hlm. 2. 5 Suhrawardi K. Lubis, dkk., 2010, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1011. 6 M. Suaib Didu, “Alih Lahan Masjid Tak Bermasalah”, Republika, 2011.
3
Buntu, Komplek Kavaleri Padang Bulan, dan Komplek Kodam Polonia yang pernah digusur.7 Persoalan-persoalan wakaf di atas perlu dicarikan solusi berupa langkah yang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, sehingga peran wakaf sebagai lembaga keagamaan yang tidak hanya bertujuan untuk menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, melainkan juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi antara lain memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah. 8 Wakaf merupakan bagian dari sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia, disamping kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial. Untuk mengoptimalkan fungsi wakaf secara sosial dan ekonomi, negara dan masyarakat perlu berperan serta. Partisipasi negara, terutama penyediaan fasilitas (kemudahan) dan pengaturan wakaf yang memberikan dorongan dan motivasi untuk mengoptimalkan tujuan-tujuan wakaf.9 Wakaf tidak hanya berbentuk barang tetap seperti tanah dan bangunan tetapi juga barang bergerak seperti uang dan surat berharga. Sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tertanggal 11 Mei 2002 diterangkan bahwa wakaf uang (cash waqf) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai dan surat-surat berharga.10
7
Amelia Fauzia,”Fenomena Masjid di atas Tanah Bukan Wakaf: Sebuah Kajian Empiris”, http://bwi.or.id/, diakses tanggal 08 Mei 2014. 8 Penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. 9 Rachmadi Usman, 2009, Hukum perwakafan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 119. 10 Fatwa MUI tertanggal 28 Shafar 1432H/11 Mei 2002 tentang Wakaf Uang.
4
Potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, agar dapat memberikan manfaat secara maksimal diperlukan pengelolaan wakaf oleh nazhir secara profesional. Potensi wakaf ini tidak hanya berasal dari Indonesia, namun bisa juga menggalang dana wakaf dari luar negeri seperti negara Islam di Timur Tengah. Asalkan pengelolaan wakaf tersebut dilakukan secara profesional.11 Lembaga–lembaga pengelola harta benda wakaf di Indonesia berfungsi untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk menyalurkan wakafnya kepada lembaga atau orang-orang yang membutuhkan secara profesional. Yayasan sebagai lembaga pengelola wakaf (nazhir) merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.12 Setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan, maka yayasan sebagai pengelola harta benda wakaf memperoleh status sebagai badan hukum, pada saat akta pendirian yayasan mendapatkan pengesahan dari Menteri.13 Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yayasan mempunyai organ yayasan yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.14 Dengan adanya yayasan sebagai lembaga pengelola wakaf (nazhir), pemerintah maupun masyarakat dapat mengawasi pengelolaan 11
Abdul Ghofur Anshori, 2006, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Pilar Media, Yogyakarta, hlm. 101. 12 Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. 13 Anwar Borahima, 2010, Kedudukan Yayasan di Indonesia :Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung Jawab Yayasan, Kencana, Jakarta, hlm. 76. 14 Boedi Wahyono L. dan Suyud Margono, 2001, Hukum Yayasan : antara Fungsi Karitatif atau Komersil, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, hlm. 11.
5
harta yang telah diwakafkan oleh wakif. Peranan yayasan sebagai lembaga pengelola wakaf dapat mendukung tercapainya tujuan dari wakaf itu sendiri yaitu untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Yayasan sebagai salah satu pengelola wakaf bagi masyarakat berfungsi untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu, baik di bidang keagamaan, sosial, dan kemanusiaan. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai kegiatan, maksud, dan tujuannya, maka yayasan diatur dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, beberapa ketentuan perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dan Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UndangUndang tentang Yayasan. Hal tersebut dimaksudkan, agar Peraturan Pemerintah ini dengan mudah dipahami oleh masyarakat khususnya pengguna. Banyak Yayasan di Indonesia menjadi bermasalah pasca lahirnya UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan
6
Undang-Undang tentang Yayasan. Betapa tidak, salah satu klausul UndangUndang tersebut menyatakan, bahwa suatu Yayasan yang tidak menyesuaikan diri dengan Anggaran Dasarnya dalam peraturan tersebut bisa dilikuidasi/dibubarkan. Yayasan Pesantren Al-Madinah merupakan salah satu badan wakaf (nazhir) yang dipercaya untuk mengelola harta wakaf, baik oleh masyarakat muslim Indonesia maupun timur tengah. Yayasan Pesantren Al-Madinah telah didirikan pada tanggal 18 Juli 2000 dengan Nama Yayasan Pesantren Al-Madinah. Seiring dengan perkembangan Yayasan Pesantren Al-Madinah, kepercayaan masyarakat muslim selaku wakif meningkat. Namun disisi lain, hal ini menimbulkan persoalan berkaitan dengan status Yayasan Pesantren Al-Madinah dan peranannya dalam tata kelola wakaf oleh Yayasan Pesantren Al-Madinah selaku nazhir, dimana yayasan tersebut didirikan sejak tahun 2000 dan belum menyesuaikan anggaran dasarnya sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yayasan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan wajib menyesuaikan anggaran dasarnya paling lambat pada tanggal 6 Oktober 2008 dan melaporkan hasil penyesuaiannya paling lambat pada tanggal 6 oktober 2009. Dan sampai dengan batas akhir penyesuaian anggaran dasar, Yayasan Pesantren Al-Madinah belum menyesuaikan anggaran dasarnya sebagaimana yang diwajibkan oleh Undang-Undang Yayasan.15
15
Hasil wawancara dengan Bapak Irfan Rodli, bendahara Yayayan Pesantren Al-Madinah, tanggal 08 Februari 2013.
7
Pada awal tahun 2013, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan, dimana yayasan yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya sampai batas waktu yang ditetapkan Undang-Undang Yayasan yaitu paling lambat pada tanggal 6 Oktober 2008 dan melaporkan hasil penyesuaiannya paling lambat pada tanggal 6 oktober 2009, maka yayasan tersebut dimungkinkan memperoleh status badan hukum Yayasan apabila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis penelitian mengenai ”Implikasi Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan Terhadap Status Nazhir Yayasan Pesantren AlMadinah Di Kota Yogyakarta.” B. Perumusan Masalah Dari beberapa uraian yang disampaikan pada latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Implikasi Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 bagi Yayasan Pesantren Al-Madinah akibat belum disesuaikan Anggaran Dasarnya terhadap kewenangannya sebagai nazhir dalam mengelola harta benda wakaf? 2. Bagaimanakah peranan Yayasan Pesantren Al-Madinah sebagai nazhir dalam tata kelola wakaf?
8
C. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penelusuran penelitian pada berbagai referensi dan hasil penelitian serta dalam media baik cetak maupun elektronik. Sejauh pengetahuan penulis ada beberapa penelitian yang meneliti Implikasi Yuridis tentang Wakaf, antara lain: 1. Tinjauan Yuridis Mengenai Persyarikatan Muhammadiyah sebagai Nazhir menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Dalam Pengelolaan Tanah Wakaf di Kota Yogyakarta yang ditulis oleh Harlina.16 Penelitian ini membahas mengenai status atau kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai nazhir menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan peranan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf di Kota Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini adalah
bahwa
status
Persyarikatan
Muhammadiyah
berdasarkan
SK.
Pemerintahan Hindia Belanda No. 81 Tahun 1914, No. 40 Tahun 1920, No. 36 Tahun 1921, SK. Depsos No. K/162.IK/71, SK. Mendagri No. 14/DDA/1971, SK. Menteri Agama No. 1 Tahun 1973, Surat Pernyataan Mendikbud No. 155/Yan.Mede/Um/1998,
adalah
sebagai
Badan
Hukum.
Dan
Peran
Persyarikatan Muhammadiyah sebagai nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf yaitu dalam penghimpunan tanah wakaf, pendaftaran dan pengoptimalisasi tanah wakaf untuk dapat dipergunakan dalam kegiatan di bidang keagamaan 16
Harlina, ”Tinjauan Yuridis Mengenai Persyarikatan Muhammadiyah sebagai Nazhir menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Dalam Pengelolaan Tanah Wakaf di Kota Yogyakarta ”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.
9
dan sosial, serta melakukan bimbingan dan pengawasan dalam pelaksanaan wakaf. 2. Tinjauan Yuridis Tanah Wakaf :: Studi Kasus Penjaminan Sertifikat Tanah Wakaf Masjid Fathul Qorib di
Kelurahan Prawirodirjan Kecamatan
Gondomanan Yogyakarta” oleh Nanda Umi Kalsum.17 Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum bagi pengurus masjid yang menjaminkan sertifikat tanah wakaf kepada pihak rumah sakit sebagai pihak yang menerima sertifikat tanah wakaf sebagai jaminan dan akibat hukum yang diberikan bagi Muhammadiyah yang melakukan kelalaian sebagai nazhir (pengelola tanah wakaf). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pengurus takmir masjid yang dengan kesengajaaan menjaminkan sertifikat tanah wakaf dan pihak rumah sakit yang menerima Sertifikat tanah wakaf sebagai jaminan merupakan tindakan yang melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan juga melanggar syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya causa yang halal akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat obyektif maka perjanjian antara pengurus takmir masjid dan pihak rumah sakit batal. Dan Muhammadiyah sebagai pengelola tanah wakaf, melakukan kelalaian karena tidak mengambil sertifikat tanah wakaf tersebut dari pengurus takmir masjid.
17
Nanda Umi Kalsum, ”Tinjauan Yuridis Tanah Wakaf :: Studi Kasus Penjaminan Sertifikat Tanah Wakaf Masjid Fathul Qorib di Kelurahan Prawirodirjan Kecamatan Gondomanan Yogyakarta”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010.
10
Penelitian
yang
berkaitan
dengan
“Implikasi
Yuridis
Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan Terhadap Status Nazhir Yayasan Pesantren Al-Madinah Di Kota Yogyakarta” belum pernah dilakukan. Adapun penelitian tentang implikasi yuridis terhadap status yayasan sebagai pengelola harta benda wakaf yang ada sebelumnya berbeda dengan yang penulis lakukan, dengan demikian penelitian ini adalah asli dan keberadaannya diharapkan untuk saling melengkapi. Dalam kesempatan ini penulis akan menitikberatkan pada Implikasi Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 bagi Yayasan Pesantren Al-Madinah akibat belum disesuaikan Anggaran Dasar-nya terhadap kewenangannya sebagai nazhir dalam mengelola harta benda wakaf dan peranan Pesantren Al-Madinah sebagai nazhir dalam tata kelola harta benda wakaf guna mencapai tujuan-tujuan wakaf. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu antara lain: 1. Pengembangan khasanah ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan Wakaf dan Yayasan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi wakif dalam mewakafkan hartanya dan nazhir dalam mengelola wakaf dengan baik sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang.
11
3. Bagi Yayasan Pesantren Al-Madinah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dalam mengatur dan mengambil kebijakan agar pengelolaan dan pemberdayaan harta wakaf oleh nazhir sesuai dengan syariah dan undangundang. E. Tujuan Penelitian Untuk mencari upaya penyelesaian atas rumusan masalah diatas maka akan dilakukan penelitian, dimana tujuan penelitian meliputi dua hal, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektifnya adalah untuk : 1. Untuk mengetahui Implikasi Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 bagi Yayasan Pesantren Al-Madinah akibat belum disesuaikan Anggaran Dasar-nya terhadap kewenangannya sebagai nazhir dalam mengelola harta benda wakaf. 2. Untuk mengetahui peranan Yayasan Pesantren Al-Madinah selaku Nazhir dalam tata kelola harta benda wakaf guna mencapai tujuan-tujuan wakaf. Tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap dan akurat dalam rangka menyusun penulisan hukum sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.