BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal penemuannya baterai telah merevolusi cara manusia menyimpan energi. Inovasi yang berkaitan dengan baterai mulai dikembangkan terutama teknologi elektronik yang sangat memerlukan sumber energi yang portable. Lambat laun inovasi motor listrik mulai berkembang pesat seiring perkembangan baterai [1]. Revolusi ini juga menjadi perhatian bagi ahli otomotif sehingga baterai mulai digunakan sebagai alternatif energi untuk mesin kendaraan. Baterai merupakan kunci berhasil atau tidaknya mobil listrik dapat beroperasi. Kegagalan baterai akan menyebabkan mesin berhenti beroprasi. Tidak seperti pada mobil konvensional yang mana keberadaan baterai digunakan untuk menghidupkan alat-alat elektronik dalam mobil seperti radio lampu maupun pengatur suhu, tetapi pada mobil listrik baterai berfungsi menjalankan mesin utama pada mobil listrik. Untuk menghindari kegagalan baterai dapat dilakukan dengan cara menggunakan baterai seefisien dan seaman mungkin. Karena keperluan penggunaan baterai secara efisien dan aman tersebut maka dibuatlah sebuah sistem manajemen baterai (Battery Management System / BMS) [2]. BMS berfungsi mengatur pemakaian baterai pada area sehat baterai, dan memberi informasi kepada 1
2
operator manusia agar melakukan tindakan yang perlu seperti, menghentikan pemakaian baterai atau mengisi baterai, agar keamanan operator dan kondisi sehat baterai terjaga. Seperti halnya sistem manajemen pada kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak, BMS juga harus menunjukan indikator keamanan, pemakaian, kinerja dan sisa baterai yang dapat digunakan. Selain itu BMS harus dapat memutus baterai jika terjadi overcharge, hal ini sangat penting karena panas dan perubahan temperatur baterai dapat menyebabkan kebakaran. Kejadian seperti ini sering kali terjadi oleh karenanya perlu diperhatikan, selain itu kelebihan pengisian baterai juga dapat menyebabkan kerusakan di sel baterai. Dengan demikian BMS perlu memiliki monitor yang terhubung dengan baterai dan memberi informasi jika baterai mengalami tegangan atau arus berlebih, panas berlebih atau kejanggalan yang lain terjadi. Dengan demikian BMS yang baik harus memiliki fungsi:
menjaga keamanan,
menentukan dan memprediksi keadaan baterai,
mengendalikan charging dan discharging baterai,
mengatur keseimbangan sel baterai,
manajemen panas,
memberikan informasi mengenai status dan kondisi baterai pada pengguna, dan
memperkirakan masa hidup baterai.
3
Agar BMS dapat bekerja maka diperlukan pengetahuan mengenai kondisi baterai baik baterai dalam keadaan penuh maupun kosong atau disebut juga dengan state of charge (SOC). Dengan mengetahui kondisi baterai maka kondisi baterai diketahui oleh BMS. Dengan demikian BMS dapat memberikan tindakan pada baterai sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pengguna. Sistem konvensional tanpa BMS memiliki banyak sekali kelemahan diantaranya: •
Jika terjadi kerusakan pada salah bagian dapat merusak bagian yang lain,
•
Tidak ada sistem keamanan pada baterai,
•
Tidak tahu kondisi baterai,
•
Tidak ada perlindungan pada baterai.
Gambar 1. 1 Sitem tanpa BMS
Sistem manajemen baterai harus menyediakan dan menganalisis informasi aras muatan baterai (state of charge). Dengan mengetahui SOC baterai, maka pengguna dapat mengatur kerja baterai pada area SOC tertentu. Pemakaian baterai pada zona aman akan memperpanjang umur dan siklus charge-discharge baterai.
4
Oleh karenaya mengetahui SOC pada BMS merupakan hal yang sangat penting agar BMS mampu berkerja dengan baik.
Gambar 1. 2 area aman baterai Kondisi sehat baterai merupakan rentang area dimana baterai dapat beroperasi secara optimal tanpa merusak fisik baterai, yang disebut State of Health (SOH). SOH dapat menggambarkan kondisi fisik baterai yang berupa nilai peluruhan kapasitas baterai akibat tanggapan paksa, seperti penggunaan baterai untuk menggerakan motor listrik [2]. Secara umum SOH dapat merefleksikan kondisi kesehatan baterai dan memiliki kemampuan untuk menunjukan kinerja baterai yang dibandingkan dengan kondisi baterai saat masih baru, dengan asusmsi kondisi baterai saat masih baru dalam kondisi yang terbaik. Pada penelitian ini akan dicari karakteristik baterai yang selanjutnya digunakan untuk menentukan operasi BMS, agar dapat menjaga keamanan dan kesehatan baterai. Sebagai otak BMS dipilih PIC karena mempunyai kapasitas yang relatif besar sehingga dapat dimuati program yang diperlukan. Selain itu PIC mempunyai banyak port ADC yang memungkinkan untuk banyak operasi. Untuk menjaga baterai selalu dalam kondisi yang baik maka perlu adanya
5
sistem manajeman baterai yang efektif dan efisien agar pengoperasian suatu kendaraan listrik dapat sukses. Battery management system (BMS) merupakan penghubung antara motor sebagai penggerak dan baterai sebagai penyedia energi. BMS yang baik dapat mengoptimalkan pengoperasian mobil yang efisien, aman dan menjamin terjaganya baterai berumur lebih lama. Karena sifat kimiawi baterai, baterai harus dijaga sehingga tidak terjadi reaksi diisi terlalulama karena dapat menyebabkan reaksi kimia yang tidak dapat dibalik atau irreversible yang menyebabkan matinya sel-sel dalam baterai sehingga umur baterai berkurang. Pada beberapa kasus, overcharging dapat menyebabkan kebakaran yang mengancam jiwa manusia [2]. Proses yang terjadi pada baterai meruapakan suatu operasi yang sangat kompleks dan hampir mustahil dimodelkan secara tepat dalam persamaan matematika. Perancangan BMS yang benar benar efisien menjadi tidak mudah. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini difokuskan pada aspek yang terpenting dari suatu BMS yaitu monitoring, prediksi dan kendali. Dari aspek penting itu dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagaimana berikut: 1. Bagaimana mendapatkan State of Charge pada manajemen baterai? 2. Bagaimana Battery Management System menjaga kondisi baterai
6
dalam kondisi aman? 3. Bagaimana cara kerja Battery Management System menyediakan informasi untuk mengetahui level energi yang masih tersedia dalam baterai? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengujian yang dilakukan adalah menggunakan beban konstan yang berupa beban resistif. 2. BMS yang dirancang berupa prototipe yang masih dalam batas percobaan laboratorium. 3. Aspek yang dipertimbangkan dalam disain BMS adalah arus, SOC dan tegangan. 4. Pembahasan adaptif system hanya sebatas remaining usable life dan pembahasan mengenai state of charge. 1.4 Tujuan Penelitian Mempertimbangkan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, pada penelitian ini dititik beratkan pada aspek yang penting saja. Dari hasil penelitian BMS yang dirancang diharapkan mendapat hasil sebagai berikut: 1. Mengetahui kemampuan untuk memonitor parameter yang ada di baterai, misalnya, arus, tegangan dan temperatur baterai.
7
2. Mengetahui kemampuan untuk memprediksi level energi baterai State of Charge (SOC). Kemampuan BMS memprediksi SOC sangat menentukan optimalnya pengoperasian kendaraan listrik. Dengan mengetahui SOC, kita juga bisa menentukan kapan harus melakukan charging, maupun discharging sehingga reaksi kimia irreversible bisa dihindari. 3.
Mengetahui kemampuan menyambung dan memutus baterai dari beban dan dari charger jika terjadi keadaan yang luar biasa secara otomatis. Dengan kemampuan ini baterai akan beroperasi pada range yang aman. Keadaan luar biasa yang memicu pemutusan otomatis misalnya saat sudah terisi penuh, dan keadaan SOC hamper nol, beban lebih yang menyebabkan overcurrent atau overheated dan lain-lain.
1.5 Sistematika Penulisan Dalam karya tulis ini akan memaparkan lima bab. Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, sistematika penulisan. Bab II berisi mengenai, baterai, Batrai Menejemn Sistem (BMS), State of Charge (SOC), adaptif sistem dan parameter yang digunakan untuk mengetahui batrai dalam kondisi sehat. Bab III berisi mengenai bagaimana penelitian ini dilakukan dan alat bahan
8
yang digunakan dalam penelitian. Bab IV memberikan detail perancangan sistem secara umum, yang meliputi perancangan BMS, perancangan rangkaian penguji baterai, perancangan penyaklaran,dan pemodelan batrai . Bab V membahas lebih lanjut mengenai hasil pengujian sistem dan hasil pemodelan batrai untuk mengetahui State of Charge. Bab VI berisi kesimpulan dan saran penulis untuk penelitian selanjutnya mengenai tema yang ditulis.