BAB I PENDAHULUAN 1.1
Gambaran Umum Objek Penilitian Aktivitas takeovers sebenarnya sudah dikenal sejak awal berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 (“UU 1/1995”) tentang Perseroan Terbatas. Namun secara praktis aktivitas takeovers sudah dikenal secara sektoral khususnya di bidang perbankan, jauh sebelum berlakunya UU 1/1995. Seperti yang dilansir dari artikel pada website www.kppu.go.id oleh Dedy diakses pada tanggal 22 Maret 2015, secara kuantitas aktivitas takeovers mengalami kenaikan yang cukup signifikan di kalangan pelaku usaha. Untuk lebih jelas, tabel 1.1 akan memperlihatkan persentase jumlah perusahaan publik yang melakukan takeovers, dan tabel 1.2 akan memperlihatkan daftar perusahaan publik yang melakukan takeovers (daftar terlampir): Tabel 1.1 Persentase Jumlah Perusahaan Publik yang Melakukan Takeovers selama periode 2008-2012 Jumlah perusahaan yang Jumlah perusahaan melakukan takeovers yang tercatat di BEI 2008 11 398 2009 18 400 2010 7 422 2011 43 442 Sumber : data sekunder yang diolah, 2015 Tahun
% 3 5 1 9
Dalam tabel diatas, dapat terlihat puncak dari aktivitas takeovers yang terjadi pada tahun 2011. Ini disebabkan krisis di daratan Eropa dan Amerika Serikat dewasa ini menyebabkan tren peningkatan efisiensi di kalangan pelaku usaha. Uniknya, peningkatan tren gelombang takeovers yang terjadi di luar negeri berdampak pada pasar nasional. Aktivitas takeovers banyak dilakukan oleh perusahaan publik di berbagai sektor. Misalnya di subsektor perbankan, terdapat sejumlah bank domestik maupun bank asing di Indonesia yang melakukan takeovers perusahaanperusahaan multifinance dan juga bank kecil. Seperti The Hongkong and
1
Shanghai Banking Corporation (HSBC) melalui anak perusahaan HSBC Asia Pasifik Holding (UK) Limited yang mengakuisisi 88,89% saham milik PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk. Hal ini dilakukan HSBC dengan tujuan : (i)
meningkatkan
bisnis
perbankan
komersial
di
Indonesia;
(ii)
memperpanjang keberadaan ritel di sektor perbankan; (iii) melipatgandakan jaringan HSBC di Indonesia; (iv) melengkapi lini bisnis HSBC karena kemapuan Bank Ekonomi dalam membiayai UKM dan ritel. Demikian seperti yang dilansir dari www.detik.com tanggal 20/10/2008. Bank Asing yang melakukan hal serupa diantaranya yaitu Commonwealth Bank yang mengambilalih 83% saham Bank Arta Niaga Kencan Tbk. Hal yang sama dilakukan oleh Bank Mandiri dan Bank BRI dalam rangka ekspansi untuk menyalurkan kredit dan meningkan posisinya. Seperti yang dilansir pada website www.bankmandiri.co.id tanggal 30/06/2008, Bank Mandiri membeli 51% saham PT. Tunas Financindo yang merupakan perseroan terbatas di bidang pembiayaan konsumer dengan fokus pembiayaan kendaraan bermotor. Hal ini dilakukan Bank Mandiri agar menjadi Regional Champion Bank tahun 2010 yang berupaya menguasai 20-30% dari pangsa pasar pendapatan di masing-masing segmen. Lain hal dilakukan oleh Bank BRI yang mengakuisi 76% saham Bank Agroniaga dalam rangka memperkuat posisi di bidang agribisnis (Manurung, 2011:106). Takeovers juga terjadi di subsektor lainnya, diantaranya subsektor advertising printing media. Pada tahun 2011, PT. Indosiar Karya Media Tbk diakuisisi oleh PT. Elang Mahkota Technology Tbk. Pada awalnya pengambialihan ini banyak menuai penolakan, karena dinilai melakukan monopoli. Tetapi hal ini dibantah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU melalui publikasi resmi pada tanggal 21 Desember 2011 di website www.kppu.go.id, menyatakn pendapat bahwa pengambilalihan PT. Indosiar Karya Merdeka oleh PT. Elang Mahkota Technology tidak ada dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh pengambilalihan ini.
2
Sedangkan di subsektor lain, diantaranya : PT. Astra Internasional Tbk yang membeli 38,76% saham PT. General Electric Services (2010), PT. Jasa Marga (Persero) Tbk yang membeli 52% saham PT. Margabumi Adhikarya (2011), PT. Aneka Tambang Tbk yang membeli 100% saham PT. Dwimitra Enggang Khatulistiwa (2011), dll (bisa dilihat dari www.kppu.go.id). Proses pengambilalihan ini menyebabkan beberapa perusahaan tetap listing dan sebagian ada yang melakukan delisting. Perusahaan yang delisting diantaranya : (1) PT. Indosiar Karya Media pada tahun 2013; (2) PT. Alfa Retailindo pada tahun 2010; (3) PT. Sara Lee Body Care pada tahun 2009, dll. Peneliti menjadikan Perusahaan Listing di Bursa Efek Indonesia
(BEI)
dari
semua
sektor
yang
melakukan
takeovers
(merger/akuisisi) sebagai objek penelitian agar mudah mengambil data penelitian. Karena terlepas dari status perusahaan yang merupakan perusahaa publik maupun privat, semua perusahaan harus diaudit oleh Akuntan Publik.
1.2 Latar Belakang Penelitian Banyak perusahaan melakukan takeovers (merger/akuisisi) dalam rangka pengembangan segmen bisnis baru. Hal tersebut juga terjadi pada perusahaan publik. Ekspansi ini selalu diiringi dengan harapan bahwa perusahaan yang melakukan ekspansi akan mendapat reaksi positif dari investor. Strategi untuk mendapat reaksi positif dari investor juga dilakukan perusahaan yang melakukan takeovers dengan mengganti auditornya. Karena diharapkan melalui pergantian auditor akan meningkatkan reputasi perusahaan (Einchenseher, 1989 dalam Sumadi 2011). Auditor harus mampu menghasilkan opini audit yang berkualitas yang akan berguna tidak saja bagi dunia bisnis, maupun pengguna laporan keuangan lainnya (Wibowo & Rossieta, 2009). Sesuai dengan Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 2 Standar Auditing (SA) Seksi 110 (IAI, 2011), auditor bertanggungjawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa apakah laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh
3
kekeliruan atau kecurangan. Auditor independen inilah yang memberikan pendapat
mengenai
kewajaran
penyajian
laporan
keuangan
serta
kesesuaiannya dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU). Selain itu, auditor juga bertanggungjawab untuk mengevaluasi apakah terdapat
kesangsian
besar
terhadap
kemampuan
entitas
dalam
mempetahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (PSA No.30 Seksi 341, SPAP 2011). Menurut pendapat litelatur terdahulu, selain auditor brand, spesialisasi industri (auditor specialist) memberikan kontribusi positif terhadap kredibilitas auditor (Craswell, Francis, & Taylor, 1995; Beasly dan Petroni 2001 dalam Herusetya 2009). Owhoso, Messier, & Lynch (2000) menunjukan bahwa audit akan lebih efektif ketika diaudit dengan auditor yang memiliki spesialisasi industri. Temuan ini konsisten bahwa klien dengan auditor spesialisasi industri akan meningkatkan kualitas laba (Herusetya, 2009). Oleh karenanya, secara tidak langsung akan mendorong perpindahan dari auditor tanpa spesialisasi industri ke auditor dengan spesialisasi industri, karena pasar akan beraksi positif akibat perpindahan ini (Kneckel, Naiker, & Pacheco, 2007 dalam Herusetya, 2009). Dari hasil penelitian Herusetya, (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara klien yang diaudit oleh KAP big-4 dengan spesialisasi industri dengan KAP non big-4 tanpa spesialisasi industri. Hal terpenting, pergantian auditor menimbulkan biaya yang besar bagi auditor dan kliennya (Dhawiyal, Schatzberg & Trombley, 1993 dalam Luypaert dan Chaneghem, 2012). Auditor yang diberhentikan kehilangan nilai masa depan dari beberapa quasi-rent (yaitu, mereka telah memperoleh pengetahuan
khusus
mengenai
kliennya),
sementara
auditor
baru
menimbulkan start-up cost (bisa dibebankan pada engagement fees) (DeAngelo, 1981; Magee dan Tseng, 1990 dalam Luypaert dan Chaneghem, 2012). Berlin dan Walsh (1988) mengungkapkan bahwa klien akan dihadapkan dengan biaya mengakrabkan auditor baru dengan operasi, industri dan lingkungannya (Luypaert dan Caneghem, 2012). Sebab,
4
pergantian auditor tidak akan terjadi begitu saja, melainkan akan terjadi jika salah satu pihak merasa tidak puas dalam hubungan auditor-klien (Calderon dan Ofobike, 2008). Fenomena pergantian auditor tidak dapat dipisahkan dengan kasus Enron dan keterlibatan KAP Arthur Andersen (salah satu KAP big-5 dulu) dalam memanipulasi laporan keuangannya pada tahun 2001. Banyak pihak yang berpendapat bahwa kemungkinan terjadinya excessive familiarity (keakraban berlebihan) yang timbul karena masa penugasan yang terlalu lama akan mempengaruhi objektivitas dan independensi auditor. Tetapi apabila dilihat dari sudut pandang lain, pekerjaan auditor akan menjadi lebih ringan dalam hal perencanaan dan praktik akuntansi dan keuangan perusahaan yang diaudit apabila memiliki hubungan yang berkesinambungan antara KAP dengan klien (Prastiwi dan Wilsya, 2009). Berdasarkan siaran pers Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM LK) mengenai kasus PT. Agis Tbk yang telah terbukti memberikan informasi yang secara material tidak benar terkait dengan pendapatan 2 (dua) perusahaan yang diakuisisi, dimana dinyatakan bahwa pendapatan kedua perusahaan tersebut adalah sebesar Rp. 800 miliar. Namun demikian, berdasarkan Laporan Keuangan kedua perusahaan yang akan diambil alih tersebut per 31 maret 2007 total pendapatannya hanya sebesar kurang lebih Rp. 466,8 miliar. Sehingga dampak dari kasus ini adalah profesi akuntan publik kembali tercoreng. Kasus kecurangan laporan keuangan oleh perusahaan, dipandang gagal untuk dicegah oleh akuntan publik, sehingga masyarakat mempertanyakan apakah akuntan publik mampu memberikan jasa audit yang berkualitas (Novianti, Sutrisno & Irianto, 2010). Hasil dari penelitian Veronica dan Bachtiar (2005) dalam Novianti (2010) dinyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap misstated laporan keuangan. Hal ini berarti kualitas yang rendah akan memberikan peluang terjadinya kecurangan laporan keuangan. Indonesia telah memiliki peraturan mengenai rotasi wajib kantor akuntan publik yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
5
17/PMK.01/2008 mengenai Jasa Akuntan Publik. Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas yang dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun berturut-turut dan oleh Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun berturut-turut, dan dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien tersebut setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan. Rotasi wajib KAP memiliki manfaat dan kelemahan. Petty dan Cunagesan (1996) menyatakan dengan adannya rotasi wajib, diharapkan KAP akan tetap mempertahankan independensinya dalam melaksanakan proses auditnya dan meningkatkan lingkungan yang kompetitif akibat meningkatnya kebutuhan akan jasa audit pada perushaaan yang go public maupun non-go public. Sedangkan kelemahannya adalah : (i) Hubungan baik antara KAP dengan klien berakhir secara premature karena adanya pergantian auditor secara mandatory, (ii) Kemungkinan kehilangan kualitas kerja, (iii) Meningkatkan audit fees, (iv) Rotasi KAP yang berakibat pada persaingan diantara KAP dapat juga mengakibatkan solidaritas profesional yang rendah (Prastiwi dan Wilsya, 2009). Mayangsari (2007) mendapatkan bukti hasil penelitian yang konsisten dengan argumen yang dilakukan oleh anggota industri audit yang menunjukkan bahwa rotasi wajib audit dapat menurunkan kualitas pelaporan keuangan karena auditor akan semakin bergantung pada estimasi dan pernyataan yang dibuat oleh klien mengenai lingkungan bisnis klien dan risiko bisnis yang potensial. Berdasarkan penelitian dari Luypaert dan Caneghem (2012), mereka menetapkan rasio profitabilitas dan rasio leverage sebagai variabel kontrol untuk mengukur kesehatan perusahaan. Oleh karenanya, penelitian ini menetapkan kedua variabel tersebut sebagai variabel kontrol. Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi (Fahmi, 2012:68). Carslaw dan
Kaplan
telah
membuktikan
bahwa
kemampuan
perusahaan
menghasilkan laba berhubungan dengan penyajian informasi tersebut kepada
6
publik (Wirakusuma, 2006). Hal ini serupa dengan yang telah ditemukan Dyer dan McHugh (1975) yang menunjukan bahwa perusahaan perusahaan akan mempublikasikan laporan keuangan tepat waktu. Dampak dari perusahaan tidak mempublikasikan laporan tepat waktu, akan menyebabkan perusahaan mengganti auditornya (switch). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Robbitasari dan Wiratmaja (2013) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap auditor switching. Rasio Leverage mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang. Penggunaan hutang terlalu tinggi, akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk ke dalam extreme leverage (Fahmi, 2012:62) Semakin besar risiko keuangan mengindikasikan perusahaan mengalami financial distress yang kemungkinan akan berpotensi kebangkrutan. Hal ini didukung oleh Behn, Kaplan, & Krunwiede (2001) yang menyatakan bahwa semakin tinggi risiko bagi kreditur, dapat menimbulkan kesangsian auditor akan kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya. Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai fenomena pergantian auditor yang mungkin dipengaruhi faktor lain, salah satunya kondisi financial distress. Setyorini dan Ardiati (2006), Damayanti dan Sudarma (2008), Wijaya (2011), Astuti dan Ramantha (2014) menunjukkan fakta bahwa dari hasil penelitiannya, potensi kebangkrutan perusahaan publik tidak mempengaruhi pergantian auditor. Sedangkan Sinason, Jones & Shelton (2001); Woo dan Koh (2001) dalam Nasser, Wahid dan Hudaib (2006); Suparlan dan Wuyan (2010); Sinarwati (2011); dan Pratini dan Astika (2012) menemukan hasil yang berbeda. Menanggapi perbedaan hasil tersebut, Setyorini dan Ardiati (2006) menyatakan bahwa dalam penelitiannya, pergantian auditor dipengaruhi faktor lain. Pertama, di Indonesia, perusahaan-perusahaan akan mempertimbangkan secara serius mengenai pergantian auditor karena auditor yang selama ini mereka gunakan telah mengetahui dan mengerti kondisi perusahaan. Jika auditor diganti, dikhawatirkan auditor baru akan melakukan pemeriksaan terhadap sistem pembukuan dan menilai rendah mutu pembukuan dan sebagai akibatnya akan menyebabkan keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Kedua,
7
adanya benturan kepentingan bagi auditor dalam melaksanakan tugas audit dan memberikan jasa konsultasi. Benturan kepentingan ini dapat mengganggu independensi auditor yang akan mempengaruhi opini audit. Sehingga perusahaaan enggan mengganti auditor agar dapat mendapatkan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tabel 1.3 Perusahaan yang Melakukan Takeovers terkait Auditor Switching No. Perusahaan Pengambilalih 1. PT. Wijaya Karya 2.
PT. Holcim Indonesia
3.
PT. Media Nusantara C. PT. Bakrie and Brothers PT. Telekomunikasi Indonesia PT. Ancora Ind. Resources PT. Barito Pasifik
4. 5. 6. 7. 8. 9.
PT. Indofood Sukses Makmur PT. Bumi Resources
Perusahaan Target PT. Catur Insani P PT. Holcim Malaysia Linktone Ltd
Karakteristik Auditor Bisnis Switch Beda Ya
Bakrie Fund Pte. Ltd PT. Sigma Citra Caraka PT. Multi Nitrotama Kimia PT. Tri Polyta Indonesia PT. ICB P
PT. Fajar Bumi Sakti Sumber : Data sekunder yang diolah, 2015
Sama
Tidak
Beda
Tidak
Beda
Ya
Beda
Tidak
Beda
Ya
Beda
Tidak
Sama
Tidak
Sama
Ya
Berdasarkan tabel 1.3 menunjukkan bahwa 66,6 % dari aktivitas takeovers yang memiliki karakteristik bisnis yang berbeda mengganti auditor pada tahun berikutnya. Menurut Bedingfield and Loeb (1974), Turner, William, & Weirich (2005), Grothe dan Weirich (2007) mengindikasikan bahwa merger/akuisisi merupakan alasan yang sering disebutkan dalam hal mengganti auditor (Luypaert dan Caneghem, 2012). Luypaert dan Caneghem (2012) meneliti kecenderungan melakukan pergantian auditor setelah takeovers di Belgia. Dan hasilnya konsisten dengan penelitian sebelumnya (Anderson, Stokes & Zimmer, 1993; Firth, 1999). Mayoritas perusahaan yang dimerger/diakuisisi cenderung diganti dengan auditor perusahaan yang melakukan merger/akuisisi, dan secara 8
signifikan
akan
mengganti
ketika
perusahaan
yang
melakukan
merger/akuisisi tersebut merupakan perusahaan go public. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Luypaert dan Caneghem (2012), tetapi terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Peneliti sebelumnya, memfokuskan pada keputusan untuk penggantian auditor setelah corporate takeovers (apakah auditor di perusahaan yang di-takeovers akan cenderung dipertahankan atau tidak), sedangkan penelitian ini mencoba meneliti apakah ada kecenderungan pergantian auditor di perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah corporate takeovers. Anderson et al. (1993) dan Firth (1999) mencoba melakukan penelitian mengenai kesamaan aktivitas akan mempengaruhi keputusan untuk mengganti auditor dengan asumsi yang mendasari bahwa kemungkinan terjadinya pergantian auditor rendah (auditor perusahaan yang diakuisisi cenderung lebih dipertahankan). Dari hasil penelitian Anderson et al. (1993) dan Firth (1999) menunjukan hasil yang tidak konsisten. Oleh karenanya, tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti ialah ingin melihat apakah ada kecenderungan auditor switching setelah corporate takeovers apabila terdapat perbedaan
aktivitas antara perusahaan
yang mengakuisisi
(Pengambilalih) dan perusahaan yang diakuisisi (Target). Sejauh pengamatan penulis, belum banyak penelitian yang mengaitkan pergantian auditor (auditor switching) dalam kasus corporate takeovers. Jadi berdasarkan latar belakang diatas, peneliti memfokuskan pada masalah mengenai apakah Perbedaan Aktivitas, Pangsa Pasar Auditor akan mempengaruhi Auditor Switching pada perusahaan yang listing di BEI tahun 2008-2013?
1.3
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah yang diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
1) Bagaimana perbedaan aktivitas, pangsa pasar auditor, dan auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di BEI selama 2008-2013 ? 2) Apakah perbedaan aktivitas, pangsa pasar auditor berpengaruh secara simultan terhadap auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2013 ? 3) Bagaimana pengaruh secara parsial: a. Perbedaan Aktivitas terhadap auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2013 ? b. Pangsa pasar auditor terhadap auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2013 ? 1.4
Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk menguji perbedaan aktivitas, pangsa pasar auditor, dan auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di BEI selama 2008-2013? 2) Untuk menguji pengaruh secara simultan perbedaan aktivitas, pangsa pasar auditor, dan auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di BEI selama 2008-2013. 3) Untuk menguji pengaruh secara parsial: a. perbedaan aktivitas terhadap auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di BEI selama 2008-2013. b. pangsa pasar auditor terhadap auditor switching setelah corporate takeovers pada perusahaan yang listing di BEI selama 2008-2013.
1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan referensi untuk penelitian berikutnya yang berkenaan 10
dengan auditor switching dan dapat pula menjadi sumber informasi untuk memperluas khasanah ilmu. 1.5.2 Aspek Praktis a.
Sebagai pertimbangan perusahaan agar dapat mempertimbangkan untuk menggunakan
auditor
dengan
pengetahuan
spesialist
agar
memperlancar penyelasaian audit. b.
Sebagai sarana informasi untuk menjadi perhatian bagi perusahaan agar memperhatikan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan dan kinerja perusahaan sehingga tidak terjadi keterlambatan penyampaian laporan keuangan yang diakibatkan oleh pergantian auditor.
1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab-sub bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang mengangkat fenomena yang menjadi isu penting sehingga layak untuk diteliti disertai dengan argumen teoritis yang ada, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian ini secara teoritis dan praktis serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini mengungkapkan dengan ringkas, jelas dan padat mengenai perbedaan aktivitas, pangsa pasar auditor dan auditor switching. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, kerangka
pemikiran
yang
membahas
rangkaian
pola
pikir
untuk
menggambarkan masalah penelitian, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian dan pedoman untuk pengujian data, serta ruang lingkup penelitian yang menjelaskan dengan rinci batasan dan cakupan penelitian.
11
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel dependen dan variabel independen, definisi operasional variabel, tahapan penelitian, jenis dan sumber data (populasi dan sampel) serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan deskripsi hasil penelitian yang telah diidentifikasi dan pembahasan hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menyajikan beberapa kesimpulan hasil analisis penelitian dan saran dari hasil penelitian ini.
12