BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, dan bahan organik lainnya (Kohjiya, 2014). Lateks alam maupun lateks sintetis adalah polimer yang memiliki sifat keliatan, kelekatan, elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi (Simpson, 2002). Sehingga lateks alam banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai industri, seperti industri ban, busa, peralatan medis, dan sebagainya karena memiliki sifat yang menguntungkan. Selain memiliki kelebihan, lateks alam juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sifatnya tidak konsisten, tidak tahan terhadap cuaca, panas, pelarut hidrokarbon, dan ozon, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan baku barang jadi dari karet, terutama untuk barang yang tahan minyak, panas, dan oksidasi (Declet-Perez, 2015). Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang non-polar dan sifat tidak jenuh yang tinggi akibat struktur poliisoprena yang sangat panjang pada molekul lateks alam. Untuk itu, sebagai langkah awal strategis diperlukan upaya-upaya rekayasa material dan proses produksinya agar diperoleh lateks alam yang memenuhi persyaratan secara teknis namun mudah dalam prosesnya sehingga didapatkan kualitas yang kompetitif menyamai karet sintetis, seperti Nitrile 1
Butadiene Rubber (NBR) yang merupakan salah satu lateks sintesis hasil olahan dari minyak bumi yang memiliki sifat ketahanan yang baik terhadap minyak (Threadingham dkk., 2015). Adapun metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat lateks alam secara fisik maupun secara kimia yaitu dengan memodifikasi molekul lateks alam, baik secara fisik maupun secara kimia. Modifikasi lateks alam secara fisik dapat dilakukan dengan mencampurkan (blending) karet dengan plastik atau karet sintetis atau bisa pula meningkatkan ketahanan lateks alam terhadap minyak dengan melakukan modifikasi secara kimia yang salah satu upayanya yaitu melalui reaksi epoksidasi (Mathew dkk., 2014). Reaksi epoksidasi dapat dilakukan menggunakan peroksida atau dengan pelarut organik. Reaksi epoksidasi menggunakan peroksida lebih ekonomis daripada menggunakan pelarut organik, karena penggunaan pelarut organik disamping mahal juga akan bermasalah terhadap lingkungan (Petri, 2005). Reaksi epoksidasi menggunakan oksidator biasanya dibantu oleh senyawa katalis. Asam perasetat dan asam performat banyak digunakan sebagai reaktan untuk reaksi epoksidasi pada fase cair lateks alam (Phinyocheep dan Boonjairaak, 2006). Reaksi epoksidasi lateks alam menggunakan asam performat yang dihasilkan dari hidrogen peroksida dan asam format secara insitu lebih mudah untuk digunakan, karena reaksi epoksidasi dengan menggunakan asam performat tidak memerlukan asam sulfat sebagai katalis (Gelling, 1991).
2
Kegunaan lateks alam epoksidasi adalah untuk membuat barang jadi karet tahan minyak, tahan benturan, perekat, dan pelapis PVC (Poly Vinyl Chloride). Selain itu, lateks alam epoksidasi akan menjadi suatu alternatif vulkanisasi yang sering dilakukan di industri ban kendaraan bermotor, pembuatan resin, tahan perekat, zat aditif, dan lain-lain. Lateks alam epoksidasi adalah salah satu alternatif pengolahan lateks alam yang diharapkan mampu menaikkan nilai tawarnya sebagai salah satu komoditas ekspor (Killmann, 2001). Berdasarkan penelitian sebelumnya, Epoxydized Natural Rubber (ENR) atau lateks alam epoksidasi dapat diproduksi dengan menggunakan asam performiat (Heping dkk., 1999) dan asam perasetat (Klinklai dkk., 2003). Dari penelitian tersebut dikatakan bahwa laju reaksi epoksidasi dikendalikan oleh dengan adanya penambahan jumlah zat peroksida, suhu dan waktu. Variasi tersebut akan mampu mempercepat terjadinya pembentukan gugus epoksi, stabilitas penyimpanan, dan degradasi komponen lateks terhadap panas. Namun belum ada penjelasan mengenai jumlah penambahan peroksida yang mampu memberikan persen mol epoksida yang maksimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh waktu dan jumlah peroksida yang ditambahkan untuk menghasilkan gugus epoksidasi yang maksimal yang pada lateks alam.
3
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perlu dirumuskan beberapa masalah yang harus diteliti : 1.
Berapakah lama reaksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ENR dengan kandungan gugus epoksi yang maksimal pada reaksi epoksidasi lateks alam?
2.
Berapakah jumlah hidrogen peroksida yang ditambahkan pada reaksi epoksidasi lateks alam untuk menghasilkan ENR dengan kandungan gugus epoksi yang maksimal?
3.
1.3
Bagaimana morfologi partikel lateks alam epoksida?
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1.
Memperoleh lama reaksi terbaik untuk menghasilkan ENR dengan kandungan gugus epoksi yang maksimal pada reaksi epoksidasi lateks alam
2.
Memperoleh konsentrasi hidrogen peroksida terbaik pada reaksi epoksidasi lateks alam yang optimal untuk menghasilkan ENR dengan kandungan gugus epoksi yang maksimal
3.
Mengetahui morfologi partikel lateks alam epoksida yang terbentuk
4
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi teknologi modifikasi secara kimia pada lateks alam yaitu melalui proses epoksidasi untuk menghasilkan
gugus
epoksidasi
yang
maksimal
sehingga
mampu
meningkatkan kualitas lateks alam dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengolahan lateks alam dalam menghasilkan produk-produk turunannya.
5