BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Melalui pendidikan manusia menjadi berbudaya dan mampu terus mengembangkan budaya tersebut demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Nanang Fatah (2003:7) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia. Manusia sangat membutuhkan pendidikan dalam hidupnya, karena pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat (Penjelasan umum UU Nomor 20 tahun 2003). Pengembangan potensi
diri
tersebut
pada
dasarnya
merupakan
suatu
upaya
mengaktualisasikan kapabilitas manusia dalam menjalani kehidupannya di masyarakat. Implikasi dari hal tersebut bermakna bahwa tingkat pentingnya pendidikan tersebut menuntut pada upaya-upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara baik, tertata dan sistematis serta antisipatif terhadap perubahan yang terjadi. Sebab pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman (Nanang Fattah, 2004:7), sehingga proses yang terjadi di dalamnya dapat menjadi suatu sumbangan besar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia/pengembangan potensi manusia, yang pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat.
2
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional, maupun spiritual, terampil serta berkepribadian dan dapat berperilaku dengan dihiasi akhlak yang mulia. Sekolah terdiri dari bagian-bagian yang berinteraksi dan bersinergi dalam menjalankan peran dan fungsinya guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan, dan efektifitas pencapaiannya dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kehidupan masyarakat. Dengan demikian, sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang penting dalam masyarakat, sebagai suatu sistem. Salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah adalah individu pendidik/guru. Kinerja guru dalam menjalankan fungsi dan tugasnya di sekolah akan berdampak besar pada proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Hal ini berarti bahwa peran guru dalam tujuan pencapaian tujuan pendidikan di sekolah sangat menentukan, bagaimana kualitas kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya akan merupakan suatu kontribusi besar bagi peningkatan kualitas pendidikan.
3
Penguasaan isi materi pembelajaran, ketrampilan dan keinovatifan masih sangat diperlunya dalam upaya peningkatan kualitas pendidik. Hal ini memerlukan sikap guru positif terhadap perubahan dalam melaksanakan tugasnya. Pengembangan dan peningkatan kualitas kinerja guru menjadi inovatif akan mendorong pada proses pembelajaran yang inovatif pula, sehingga para siswa pun akan menjadi orang yang mampu menyesuaikan diri secara terus menerus dengan lingkungan yang berubah cepat. Sementara itu, dengan merujuk pada pendapat Pullias dan Young, Mannan serta Yelon dan Weinstain, Mulyasa (2005:87) mengidentifikasi peran guru sebagai berikut, yaitu: pendidik, pengajar, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, penelti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, actor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator. Masuknya peran inovator di atas menggambarkan bahwa guru tidak cukup hanya menjalankan tugasnya secara rutin, namun pembaharuan/inovasi menjadi tuntutan yang harus terus menerus dikembangkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mohammad Surya (2004:5-6), bahwa tantangan globalisasi dalam tingkatan operasional pendidikan menuntut peningkatan kualitas guru sebagai pelaku pendidikan yang berada di front terdepan melalui interaksinya dengan peserta didik. Untuk itu guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Dan profesionalisme guru akan tercermin dalam perwujudan yang secara ideal akan terlihat dalam lima hal berikut: 1) Guru yang memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap
4
2) Guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek 3) Guru yang memiliki kualitas kompetensi pribadi dan profesional yang memadai disertai etos kerja yang kuat 4) Guru yang memiliki kualitas kesejahteraan yang memadai 5) Guru yang kreatif dan berwawasan masa depan Berkaitan dengan posisi guru dalam berbagi kebijakan pendidikan, Shuman dan Sykes dalam Hammond (1999:xii) menyatakan bahwa: . . . the teacher must be the key. The literature on effective school is meaningless, debates over educational policy are moot, if the primary agents of instruction are incapable of performing their function well . . . it seem unlikely that increasing the financial rewards of teaching alone will suffice, though it is certainly necessary. The character of the work will have to change in order to attract and hold the more highly trained, talented, and committed teacher required for 1980s and beyond. Kondisi yang demikian, jelas menuntut guru sebagai fihak yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah untuk selalu berupaya menjalankan tugasnya secara dinamis dan inovatif sesuai dengan perkembangan dan tuntutan perubahan. Tuntutan masyarakat akan kualitas pendidikan selalu berimplikasi pada tuntutan akan perlunya guru yang berkualitas istimewa yang dapat membantu memenuhi kebutuhan peserta didik dengan pengetahuan yang terus berkembang makin kompleks dan keterampilan (Hammond, 2006:4). Pelaksanaan peran dan tugas guru yang monoton sesuai dengan kebiasaan yang ada jelas akan menjadikan proses pendidikan selalu ketinggalan, sehingga peran institusi sekolah sebagai lembaga pendidikan yang penting di masyarakat akan mengalami kemerosotan karena tidak memberi kepuasan pada stakeholder pendidikan yang tuntutannya cenderung makin meningkat. Keadaan
tersebut
menunjukkan
pentingnya
upaya-upaya
untuk
5
mengembangkan kinerja guru dari kinerja yang bersifat rutin ke arah kinerja yang inovatif. Kinerja yang inovatif bukan sesuatu yang berdiri sendiri, dia dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal berkaitan dengan supra sistem sekolah yakni otoritas yang secara herarkhis berada di atasnya, serta kondisi sekolah yang mengitarinya. Supra sistem ini jelas akan berpengaruh pada kualitas kiinerja guru. Sedangkan faktor internal berkaitan dengan karakteristik personal guru seperti tingkat kreativitas yang pada dasarnya berkaitan dengan dimensi kapasitas dan kondisi individu, disamping itu dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai guru, interaksinya dengan lingkungan sekolah, seperti kepemimpinan, budaya, serta sistem dan kebijakan sekolah juga akan menentukan pada perwujudan kinerja guru yang akan mendasari pola hubungan pribadinya dengan organisasi sekolah. Kepala sekolah adalah pimpinan yang menjalankan perannya dalam memimpin sekolah sebagai lembaga pendidikan, dan berperan sebagai pimpinan pendidikan. Secara umum pimpinan pendidikan dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang diterapkan dalam bidang pendidikan, pengertian dari kepemimpinan itu sendiri pada dasarnya mempunyai sifat yang umum dan hal itu juga dapat berlaku dalam bidang pendidikan. Secara lebih khusus bila
diterapkan
pada
organisasi
pendidikan
seperti
sekolah,
maka
kepemimpinan pendidikan dalam tataran organisassi sekolah akan berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah (school leader/principal), hal ini
6
disebabkan kepala sekolah merupakan orang yang punya otoritas dalam mengelola sekolah guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin sekolah yang menekankan pada kreativitas, kepercayaan serta kontribusi bagi masyarakat sebagai ciri kepemimpinan entrepreneur amat diperlukan dalam suatu organisasi sekolah. Dengan kepemimpinan entrepreneur (entrepreneurial leadership)seorang kepala sekolah akan mampu mengembangkan organisasi ke arah yang lebih inovatif melalui peningkatan kreativitas, kepercayaan dan kerjasamanya dengan masyarakat. Pemimpin interpereneur
adalah
pemimpin
yang
proaktif
dalam
mencari
dan
memanfaatkan peluang untuk mencapai kesuksesan, dan hal ini menunjukkan bahwa pemimpin yang demikian akan membawa perubahan dalam organisasi ke arah yang lebih adaptif dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungann, dan hal ini juga menunjukkan orientasi ke masa depan menjadi dominan pada pemimpin entrepreneur. Sebagai sebuah organisasi, sekolah mempunyai budaya yang berbedabeda sesuai dengan sejarah serta pembentukan budayanya masing-masing. Budaya sekolah makin mendapat perhatian dalam kajian organisasi serta manajemen pendidikan untuk menunjukkan keunikan sosial dari suatu organisasi termasuk sekolah, dan setiap pendidik mengetahui bahwa setiap sekolah pada dasarnya bersifat unik, dan berbeda satu dengan lainnya. Keunikan ini merupakan suatu kepribadian yang menggambarkan bagaimana sekolah tersebut melaksanakan peran dan tugasnya dalam mendidik masyarakat yang menggunakan jasa sekolah.
7
Secara sederhana budaya sekolah adalah budaya organisasi yang terjadi dalam kontek lembaga/organisasi sekolah dengan karakteristik dan lingkungannya sendiri-sendiri, namun untuk memberi pemahaman lebih jauh tentang makna dan posisi penting budaya organisasi sekolah dalam proses pendidikan, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat pakar tentang Budaya Sekolah. 1. Purkey & Smith dalam Butler & Dickson (1987. www.nwrl.org). school’s culture as “a structure, process and climate of values and norms that channel staff and students in the direction of successful teaching and learning” 2. Fullan & Hargreaves dalam Whitaker (1993:92). School culture . . . the guiding beliefs and expectations evident in the way school operates, particularly in reference to how people relate (or fail to relate) to each other. In simple terms, culture is the way we do things and relate to each other around here. 3. Deal & Peterson dalam Renchler (1992.www.ERIC.com). School culture “deep pattern of values, beliefs, and traditions that have formed over the course of (the school’s) history. 4. Stolp and Smith dalam Stephen Stolp (1994.www.ERIC.com). School culture can be defined as the historically transmitted patterns of meaning that include the norms, values, beliefs, ceremonies, rituals, traditions, and myths understood, maybe in varying degrees, by members of the school community. 5. Segiovanni dalam Turner & Crang (1996.www.Ucalgary). School culture includes values, symbols, beliefs and shared meaning of parents, students, teachers, and others conceived as a group or community. Culture governs what is of worth for this group and how members should think, feel, and behave. The ‘stuff’ of culture includes a school’s customs and tradition; historical accounts; stated and unstated understandings, habits, norms, and expectations; common meanings; and shared assumptions. The more understood, accepted, and cohesive the culture of a school, the better able it is to move in concert toward ideals it holds and objectives it wishes to pursue.
8
6. Jane Turner and Carolyn Crang (1999.www.ucalgary.ca). School culture includes values, symbols, beliefs, and shared meaning of parents, students, teachers, and others conceived as a group or community. 7. Maslowski dalam Ralf Maslowski (2001.www.ub.utwente.nl). School culture is defined as “the basic assumptions, norms and values, and cultural artifacts that are shared by school members, which influence their functioning at school”. 8. Daniel Goleman (2006.www.ASDC.org). School’s climate is the summation of all the positive and negative interactions among all people at the school in a given day. The tone of those interactions is largely shaped by the school’s culture the unspoken norms, habits, and traditions that influence how people behave. Dari beberapa pengertian tentang budaya sekolah sebagaimana dikemukakan di atas, nampak bahwa secara umum budaya sekolah mempunyai pemaknaan yang sama dengan pengertian budaya organisasi, perbedaannya hanya terlihat dari konteks organisasi sekolah yang sudah barang tentu mempunyai karakteristik sendiri sebagai organisasi pendidikan. Fenomena di lapangan, khususnya di Kanbupaten Pati Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa terjadi kemerosotan prestasi belajar siswa SMA Negeri di Kabupaten Pati pada sekolah yang dianggap favorit. Sekolahsekolah favorit dalam Ujian Nasional prestasinya merosot dan dikalahkan oleh sekolah-sekolah yang kurang difavoritkan (sekolah pinggiran). Sebagai contoh kasus, jumlah kelulusan siswa pada Ujian Nasional tahun 2009, SMA Negeri 3 Pati (yang tergolong sekolah favorit), hanya bisa mencapai kelulusan 99,3 %, dikalahkan oleh sekolah yang tidak diunggulkan (sekolah pinggiran), seperti SMA Negeri Jakenan, SMA Negeri Batangan, SMA Negeri Juwana, dan SMA Negeri Tayu, yang bisa mencapai kelulusan 100%. Kondisi ini tidak terlepas dari kinerja guru yang stagnan, kurang kreatif, tidak inovatif. Kinerja
9
guru yang demikian ini tidak terlepas dari gaya kepemimpinan kepala sekolah dan budaya kerja di sekolah. Untuk itu penulis merasa perlu mengadakan penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati. B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Pokok permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai keterkaitan antara Kinerja Inovatif Guru dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan dibatasi pada faktor Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah. Adapun permasalahan yang ingin dikaji dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:: 1. Bagaimana Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah, Budaya Sekolah dan Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati? 2. Seberapa besar Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati? 3. Seberapa besar Budaya Sekolah berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati? 4. Seberapa besar Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah berpengaruh terhadap Budaya Sekolah SMA Negeri di Kabupaten Pati? 5. Seberapa besar Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati?
10
C. Tujuan dan Keguanaan 1. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui bagaimana diskripsi Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah, Budaya Sekolah dan Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati. b) Untuk mengetahui seberapa besar Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati. c) Untuk mengetahui seberapa besar Budaya Sekolah berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati. d) Untuk mengetahui seberapa besar Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah berpengaruh terhadap Budaya Sekolah SMA SMA Negeri di Kabupaten Pati. e) Untuk mengetahui seberapa besar Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati. 2. Kegunaan a) Dari segi akademik. Ingin mengungkap dan mengkaji secara empiris tentang sebagian faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, khusunya dalam proses pembelajaran di kelas, dimana hasil
11
penelitiannya nanti diharapkan dapat berguna, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berdasarkan bukti-bukti empiris tentang bagaimana kinerja guru di sekolah dipengaruhi oleh faktor individu yang melatarbelakanginya, dan juga dipengaruhi oleh faktor organisasi yang dalam penelitian ini terdiri dari Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah. Dengan kenyataan ini diharapkan akan makin mendorong upaya-upaya pengkajian tentang Kinerja Inovatif Guru khususnya dalam konteks perubahan yang makin menuntut perlunya inovasi. b) Dari segi praktis. Penelitian ini nanti diharapkan dapat memberi masukan bagi pihakpihak yang berwenang sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam mengembangkan kinerja guru agar lebih inovatif. Dengan melalui ketepatan dalam rekrutmen guru, serta pembinaannya dalam upaya mengembangkan kinerja guru agar terwujud kinerja inovatif, serta kebijakan manajemen sekolah untuk mendorong terciptanya budaya sekolah, kepemimpinan dan sistem/kebijakan yang kondusif bagi upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui pengembangan Kinerja Inovatif Guru. Sehingga inovasi pendidikan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan yang menjadi tuntutan dewasa ini, dapat terlaksana dalam tataran teknis pendidikan, yakni pembelajaran.
12
D. Kerangka Pikir Kepemimpinan entrepreneur merupakan kepemimpinan yang dapat menciptakan, memelihara serta mendorong perubahan suatu budaya organisasi ke arah yang lebih kreatif inovatif. Ini disebabkan, kepemimpinan enterpreneur
merupakan
kepemimpinan
yang
menerapkan
jiwa
kewirausahaan dalam mempengaruhi anggota orgnasisasi akan memberi dampak pada kretivitas dan kinerja mereka sejalan dengan prinsip dan nilai seorang entreprenuer. Disamping itu, kepemimpinan entreprenuer merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kreativitas dan kinerja inovatif guru melalui
kepemimpinan
pendidikan
(kepala
sekolah)
yang
dapat
mentransformasikan oraganisasi sekolah ke arah yang lebih proaktif, inovatif dan
adaptif
terhadap
perubahan.
Kepemimpinan
entrepreneur
akan
mendorong pegawai untuk tidak hanya bekerja dan berperan secara rutin namun juga berupaya melakukan perubahan melalui upaya mempengaruhi guru agar lebih kreatif, terbuka dan mau berubah berdasarkan visi yang jelas terhadap masa depan sehingga dapat mendorong pada implementasi hal-hal baru. Dalam penelitian ini kepemimpinan entrepreneur kepala sekolah dilihat dari presepsi guru terhadap pelaksanaan peran kepemimpinan kepala sekolah sebagai cerminan nilai-nilai serta sikap dalam mengelola organisasi sekolah. Seorang pemimpin sebagai decision maker dan policy maker akan sangat menentukan dalam terbentuknya suatu sistem serta kebijakan tertentu yang berlaku dalam organisasi. Pemimpin entrepenuer akan berusaha mendorong pegawainya untuk selalu melakukan peningkatan dalam kualitas
13
kinerjanya, dalam hubungan ini sistem kompensasi yang amat berperan dalam meningkatkan kinerja guru akan menjadi hal penting yang dapat digunakan oleh pemimpin entreprenuer untuk mendorong peningkatan kualitas kinerja pegawai sesuai dengan tuntutan perubahan. Diperlukan upaya untuk mendorong guru mengembangkan peran dan tugasnya seiring dengan tuntutan global, serta berbagai kebijakan pendidikan yang adaptif baik dalam tataran institusi, managerial maupun teknis. Tuntutan tersebut akan berimplikasi pada perlunya upaya untuk terus menerus mengembangkan kapabilitas organisasi pendidikan dalam merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Kondisi tersebut jelas akan berpengaruh pada bagaimana proses pendidikan/pembelajaran terjadi dalam lembaga pendidikan/sekolah, dimana perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan akan menjadi faktor determinan bagi keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Sebagai suatu sistem, organisasi sekolah jelas bukan organisasi yang terisolasi dan kebal dari pengaruh luar, dan pengaruh ini juga akan berdampak pada guru dalam melaksanakan tugasnya. Pembelajaran dewasa ini terjadi dalam suatu pembelajaran yang intens dengan lingkungan, sehingga meskipun guru punya otoritas menentukan proses pembelajaran, namun otoritas tersebut kualitanya akan berkembang seiring dengan masuknya pengaruh luar ke dalam organisasi sekolah. Sebagai suatu organisasi, sekolah mempunyai budaya yang berbedabeda sesuai dengan sejarah serta pembentukan budayanya masing-masing.
14
Budaya sekolah makin mendapat perhatian dalam kajian organisasi serta manajemen pendidikan untuk menunjukkan keunikan sosial dari suatu organisasi termasuk sekolah, dan setiap pendidik mengetahui bahwa setiap sekolah pada dasarnya bersifat unik, dan berbeda satu dengan lainnya. Keunikan ini merupakan suatu kepribadian yang menggambarkan bagaimana sekolah tersebut melaksanakan peran dan tugasnya dalam mendidik masyarakat yang menggunakan jasa sekolah. Pemahaman budaya dapat memberi pemahaman akan realitas seharihari serta struktur dalam (tersembunyi) dari dinamika yang terjadi pada suatu organisasi termasuk sekolah. Pemahaman tersebut akan dapat mendorong pada upaya perbaikan sekolah melalui keterkaitan yang bermakna antara reformasi pendidikan dengan budaya sekolah yang ada, serta upaya mendorong budaya agar dapat menerima perubahan untuk perbaikan. Dengan demikian budaya sekolah menduduki posisi penting dan akan berpengaruh pada keberhasilan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Secara sederhana budaya sekolah
adalah
budaya
organisasi
yang
terjadi
dalam
kontek
lembaga/organisasi sekolah dengan karakteristik dan lingkungannya sendirisendiri. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidik baik dalam tataran makro maupun mikro, kebijakan nasional dalam upaya meningkatkan pendidikan makin kokoh dengan terbitnya peraturan pemerintah No 19 tahun 2005, dimana di dalamnya mengatur tentang standar nasional pendidikan. PP 19 itu sendiri merupakan upaya penyetandaran secara minimal,
15
oleh karena itu upaya untuk dapat memenuhi dan atau melampaui standar tersebut sangat dimungkinkan, bahkan didorong melalui otonomi pendidikan pada tingkatan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada tataran manajerial, serta diberlakukannya KBK dan KTSP pada tataran teknis, yang semua itu pada dasarnya memberikan otonomi pada sekolah dan guru untuk mengembangkan kreativitasnya dalam melakukan aktivitas pendidikan khususnya pada tataran proses pembelajaran. Kreativitas akan mendorong suatu kinerja yang berorientasi pada perubahan dan inovasi dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai pendidik, kondisi ini tentu saja memerlukan berbagai kondisi yang dapat mewujudkan hal tersebut. Dalam konteks perkembangan dan perubahan yang cepat, berbagai pengaruh sudah barang tentu tidak bisa dihindari sehingga respon yang tepat dan kemampuan untuk berubah serta beradaptasi suatu tuntutan bagi setiap orang termasuk guru sebagai pendidik/pengajar. Interaksi yang terus menerus dengan peserta didik dalam proses pembelajaran menjadikan suasana pembelajaran akan lebih menuntut perubahan yang terus menerus. Guru dituntut untuk kreatif serta dapat mewujudkannya dalam suatu kinerja yang inovatif sehingga proses pembelajaran akan memberi sumbangan yang signifikan bagi tumbuhnya output pendidikan yang kreatif dan inovatif. Kreatifitas guru pada dasarnya akan menjadi dasar dan pengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan guru tersebut sebagai pendidik/pengajar. Tingkat kreatifitas yang bervariasi di kalangan guru akan berdampak pada variasi
16
dalam kinerja berkaitan dengan penyikapan terhadap tuntutan perubahan yang terus berkembang dan makin meningkat sebagai dampak globalisasi. Perubahan dalam bidang pendidikan yang dalam tataran institusional mikro akan terlihat dalam proses pembelajaran, jelas akan dipengaruhi atau ditentukan oleh bagaimana guru menjalankan tugasnya di kelas. Sehingga perubahan apapun yang terjadi dan dilakukan pada tataran makro untuk memperbaiki kualitas pendidikan akan kurang atau tidak berdampak apapun jika guru tidak mau dan bersedia mengimplementasikan dalam praktek melalui pengembangan kinerja mereka ke arah yang lebih baik dan inovatif. Pada dasarnya, perubahan kinerja guru ke arah yang inovatif akan ditentukan oleh para guru itu sendiri, karena dalam tataran teknis, perubahan pendidikan sangat tergantung pada guru, seperti dinyatakan Fullan (1991:117) bahwa ”educational change depends on what teachers do and think”. Guru dapat memveto apakah inovasi pendidikan/pembelajaran dilaksanakan atau tidak, meskipun begitu dorongan dari luar tetap merupakan hal yang penting. Dalam hubungan ini Hargreaves dalam Fullan (1997:3) bahwa faktor guru dan factor eksternal perlu dilihat secara parallel meski perbaikan secara internal dimana guru menjalankan tugasnya lebih penting. Oleh karena itu, peran besar yang dimiliki oleh guru harus diposisikan dalam konteks organisasi, karena sekolah sebagai organisasi akan memberikan pengaruh pada pelaksanaan peran dan tugas guru sebagai tenaga pendidik. Dalam hubungan ini interaksi antara individu dan institusi menjadi faktor dan
17
membentuk perwujudan kinerja yang akan menentukan pada out put yang dihasilkan oleh organisasi. Penelitian ini mencoba untuk memahami kinerja guru dalam konteks perubahan yang sangat cepat dewasa ini dari sudut pandangan interaksi antara faktor
internal/personal
dengan
faktor
interaksi/eksternal
dengan
menitikberatkan pada aspek organisasi. Dengan demikian penelitian itu melihat kinerja inovatif/inovasi pendidikan dalam lingkup pengembangan organisasi, dimana aspek budaya dan kepemimpinan entreprenuer menjadi faktor yang menentukan dalam pengembangan organisasi dalam upaya mendorong pengembangan kinerja guru yang inovatif Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian survey, yaitu menggunakan data yang tidak mengalami perlakuan khusus dalam pengumpulan data dan bersifat alamiah, serta bukan buatan (Sugiyono, 2008:12). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana instrument penelitian dalam bentuk angket/skala sikap sangat dominan ditambah dengan instrument lain yang dapat membantu mempertajam analisis. Secara konseptual kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
18
Gambar 1. 1 Kerangka Pikir Penelitian ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Sumber Daya Manusia
FENOMENA - Pola kepemimpinan kepala sekolah tidak jelas - Kepala sekolah kurang kreatif - Visi dan misi tidak jelas - Perlakuan kepala sekolah tidak adil - Adanya friksi dalam organisasi sekolah - Iklim kerja tidak kondusif - Kinerja inovatif guru kurang terpacu
feedback
Kepemimpinan Entreprenuer Kepala Sekolah (X1) Kinerja Inovatif Guru (Y) Budaya Sekolah (X2)
Pendidikan yang berkualitas
E. Asumsi Dalam penelitian ini asumsi yang mendasari dari kerangka penelitian dapat dikemukakan sebagai beriktu: 1. Kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk mengelola sebagai sumber daya yang
19
dimiliki untuk mencapai tujuan pendidikan. Upaya untuk memberdayakan segala sumber daya yang dimiliki oleh sekolah mencapai tujuan sekolah inilah yang dinamakan dengan manajemen pendidikan (sebut sekolah), yang merupakan bagian dari administrasi pendidikan secara keseluruhan. 2. Kepemimpinan entrepreneur merupakan kepemimpinan yang menerapkan jiwa kewirausahaan dalam menjalankan peran kepemimpinannya. Penerapan prisnsip entrepreneur dalam mempengaruhi anggota organisasi sekolah akan memberi dampak pada kinerja guru yang sejalan dengan prinsip dan nilai seorang entrepreneur. 3. Lembaga pendidikan/sekolah merupakan suatu model sistem terbuka, dimana dalam model ini penekanan diberikan pada keresponsifan lembaga dalam menyikapi perubahan lingkungan. The open system model emphasize the responsiveness of school with respect to environmental requirement. This means, on the one hand, that school organization can create effective buffers against external threats and, on the other hand, that school can manipulate their environment to the degree that their own function is not only safeguarded but also improved (Jaap Scheerens, 2000). 4. Organisasi sekolah menghadapi tantangan perubahan yang makin meningkat di era dewasa ini, perubahan yang terjadi juga berakibat pada makin tingginya tuntutan masyarakat akan kualitas pendidikan, sehingga respon sekolah yang tepat dan inovatif menjadi suatu keharusan. Guru sebagai salah satu factor yang berperan dalam keberhasilan pendidikan di sekolah juga perlu merespon dengan sikap kreatif dan kinerja yang inovatif, agar lulusan dari lembaga pendidikan dapat dan mampu bersaing dalam kehidupan masyarakat.
20
5. Setiap oraganisasi memerlukan kompetensi utama, yaitu inovasi. ”Every organization
not-just-business need one core competence innovation”
(Peter F Drucker dalam Gaynor, 2002). 6. Setiap orang punya kapabilitas kreatif yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui pelatihan/pendidikan dan lingkungan yang kondusif. “Everybody is born with creative abilities, creativity can be enhanced with a positive attitude and suitable exercise”. (Philip C. Wankat, 1993). 7. Setiap orang pada dasarnya merupakan agen perubahan, dan guru sebagai pendidik punya tanggung jawab untuk melakukan perubahan tersebut dalam melaksanakan peran dan tugasnya di sekolah. “Everybody is a change agent every teacher has the responsibility to help create an organization capable of individual and collective inquiry and continuous renewal, or it will not happen”. (Michael Fullan, 1997). 8. “Teachers can not develop the creative abilities of their student if their own creative abilities are undiscovered or suppressed”. (Wayne Morries, 2006). 9. Guru punya otoritas untuk melaksanakan suatu inovasi, serta punya kekuatan untuk menggagalkan pelaksanaan inovasi dan ini tergantung pada kondusifitas kondisi lingkungan organisasi. . . . He (teacher) almost always decide whether he will implement it or, more precisely, the degree to which he will use it . . . The teacher’s power in educational is that he can veto for himself. He is the ultimate consumer (Ernest R House, 1974).
21
F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, dapat dirancang hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Ada pengaruh positif dan signifikan Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati. 2. Ada pengaruh positif dan signifikan Budaya Sekolah terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati. 3. Ada pengaruh positif dan signifikan Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah terhadap Budaya Sekolah SMA Negeri di Kabupaten Pati. 4. Ada pengaruh positif dan signifikan Kepemimpinan Entrepreneur Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah secara bersama-sama terhadap Kinerja Inovatif Guru SMA Negeri di Kabupaten Pati.