14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Diantara sekian banyak akad perbankan yang dikembangkan dalam sistem perbankan syari’ah, salah satu diantaranya akad wakalah, yang berarti pemberian kuasa, sebagaimana diatur dalam pasal 1792 KUHPerdata yang berbunyi Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menyelenggarakan suatu urusan. Menurut ulama hukum lslam akad adalah ikatan atau perjanjian. Ulama mazhab dan kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah mendefinisikan akad sebagai suatu perikatan atau perjanjian, lbnu Taimiyah mengatakan, akad adalah setiap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan, perwakafan, hibah, perkawinan, dan pembebasan.1 Rumusan akad diatas mengartikan bahwa perjanjian harus merupakan perjanjian kedua belah pihak untuk mengikatkan diri tentang perbuatan yang akan dilakukan dalam suatu hal yang khusus. Pengertian akad secara bahasa ikatan, mengikat, meyambung atau menghubungkan. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah
1
Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2011, Hal 243
Universitas Sumatera Utara
15
satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali.2 Dalam hukum lslam kontemporer istilah iltizam disebut perikatan (verbintenis) dan istilah “akad” ini disebut juga perjanjian (overeenkomst) atau kontrak. Sementara iltizam merupakan istilah baru untuk menyebut perikatan secara umum. Semula dalam hukum lslam pra modern istilah iltizam hanya dipakai untuk menunjukkan perikatan yang timbul dari kehendak satu pihak saja, hanya kadangkadang saja dipakai dalam arti perikatan yang timbul dari perjanjian.3 Akad ini diwujudkan pertama dalam ljab dan Kabul. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Ijab dan kabul ini diadakan untuk menunjukkan adanya sukarela timbal balik terhadap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak yang bersangkutan sesuai dengan kehendak syariat. Artinya seluruh perikatan yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak atau lebih diangap sah apabila sesuai dengan atau sejalan dengan ketentuan hukum lslam.4 Untuk sahnya suatu akad para ahli Fiqh menyatakan harus memenuhi rukun / syarat akad.
2
Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamallah Kontekstual, Cet, 1, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 75. 3 Subekti, Hukum Perjanjian, lntermasa, Jakarta,1992, hal 2 4 Daeng Naja,Akad Bank Syariah,Pustaka Yustisia,Yogyakarta,2011, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
16
Adapun rukun/syarat sahnya suatu akad terbagi 3 (tiga) yaitu : 1. Syarat Rukun, yakni Ijab dan Kabul, yakni berbentuk perkataan, tulisan, perbuatan, dan isyarat, semua rukun diatas mempunyai kekuatan hukum yang sama. 2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain) atau pihak-pihak yang berakad, dan pernyataan untuk mengikatkan diri. 3. Syarat Objektif, yakni al-ma’qud alaih/mahal al-qud/mahal al-‘aqd atau objek akad, dan maudhu’al-aqd atau tujuan akad.5 Didalam perbankan syari’ah dikenalkan kepada masyarakat
beberapa akad
pelayanan jasa berdasarkan hukum lslam dan peraturan Bank lndonesia Nomor : 9/19/PBI/2007 sebagai berikut : 1. Wakalah, akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa. 2. Hawalah (pemindahan), akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayarnya. 3. Kafalah (beban/tanggungan), akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful). 4. Rahn (jaminan), akad menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
5
Daeng Naja,Akad Bank Syari’ah,Pustaka Yustisia, Yogyakarta,2011, hal 21
Universitas Sumatera Utara
17
ekonomi, dengana demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh barang atau sebagian piutangnya. 5. Sharf (kegiatan jual beli mata uang asing), transaksi pertukaran mata uang asing yang berlainan jenis. Kegiatan jual beli mata uang asing lazim dilakukan diperbankan, begitu juga di perbankan syariah.
6
Diantara sekian banyak akad yang dicamtumkan diatas, Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam hanya menggunakan satu akad saja dalam pemberian pembiayaan pelaksanaan perikatan kredit kepemilikan rumah yaitu media Akad Wakalah. Penggunaan Akad Wakalah dalam perikatan pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam merupakan bentuk pemberian kuasa kepada pihak bank dalam hal pembelian barang. Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam dalam pelaksanaan perikatan jual beli pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selain akad wakalah juga menggunakan akad murabahah
sebagai akad perikatan jula beli,
karena akad murabahah dan akad wakalah bergandengan dalam hal perikatan, yakni tanpa ada akad wakalah, akad murabahah tidak dapat terlaksana, khusus dalam hal pembelian pemberiaan pembiayaan kredit .7 Dalam pelaksanaan akad wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam tidak melakukan/mempraktekkan akad wakalah yang dianjurkan oleh Fatwa
6
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syari’ah di Indonesia, PT.Citra Adtiya Bakti, Bandung, 2009, hal 268 7 Hasil Wawancara Dengan Setiyadi, Kepala Bagian, tanggal 1 Oktober 2011 di Kantor BTN Syariah Cabang Batam.
Universitas Sumatera Utara
18
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia. Tetapi oleh pihak bank hanya diselipkan saja pada akad murabahah dan dibuat terpisah. Pentingnya pembahasan penelitian ini karena dalam kasus pembiayaan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam, bentuk akad yang digunakan adalah akad murabahah dan juga
akad wakalah.
Berdasarkan semua kenyataan yang ada tersebut atas, maka dianggap bahwa permasalahan diatas adalah merupakan permasalahan yang sangat menarik untuk dibahas dan diteliti. Atas latar belakang masalah diatas maka dipilihlah judul dalam tesis ini yaitu : “Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam.”
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengapa Akad Wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ? 2. Bagaimana Kekuatan Yuridis Akad Wakalah pada Perjanjian Pembiayaan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ? 3. Bagaimana Pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad Wakalah dan perbandingan dalam Hukum Islam ?
Universitas Sumatera Utara
19
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui
mengapa
Akad
Wakalah
menjadi
keharusan
dalam
pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam 2. Mengetahui kekuatan yuridis Akad Wakalah pada perjanjian pembiayaan rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam. 3. Mengetahui bagaimana pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad Wakalah dan perbandingan dalam hukum Islam.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara praktis maupun teoritis, yaitu : 1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para notaris, praktisi bank, dan masyarakat luas sehingga seluruh lapisan masyarakat yang berkepentingan dapat memiliki keyakinan hukum yang kuat dan benar. Terutama apabila menggunakan akad Wakalah dalam pemberian kuasa dari bank kepada nasabah. 2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk membentuk sistem peraturan perundang-undangan yang lebih adil,
sehingga peraturan
hukum itu dapat melindungi hak dan kepentingan hukum semua lapisan
Universitas Sumatera Utara
20
masyarakat
yang berhubungan dengan bank. Terutama hak dan
kepentingan masyarakat yang memiliki kemampuan sosial ekonomi menengah kebawah. Selanjutnya dengan penemuan hukum ini, aparat yang berwenang dapat membuat peraturan perundang-undangan yang tepat, sehingga bisa memberikan kepastian hukum kepada masyarakat luas.
E. Keaslian Penelitian Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Magister Konatariatan, bahwa belum ada penelitian
yang membahas masalah
dengan judul ”Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam”. Oleh karena itu judul dan penelitian dijamin keasliannya sepanjang mengenai keyakinan penelitian dan akan dapat
di
pertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Kamus Umum Bahasa
Universitas Sumatera Utara
21
lndonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori adalah : “ pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”8 Dalam sebuah penelitian ilmiah, teori digunakan sebagai landasan berfikir dan mengukur sesuatu berdasarkan variabel-variabel yang tersedia. Teori di pergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab.9 Menurut W.L.Neuman, yang pendapatnya di kutip oleh Otje Salman dan Anton F Susanto, menyebutkan bahwa : “Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.10 Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut : “Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.11
8
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa lndonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hal.1055. 9 J.Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal 192-193. 10 HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal.22 11 Hasballah Thaib, Ibid., hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
22
Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan berpikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. Terutama tentang keabsahan akad wakalah yang dilaksanakan dalam akad murabahah. Dengan kata lain yaitu tentang masalah kekuatan yuridis dari akta pemberian kuasa yang digunakan oleh bank sebagai dasar hukum untuk membeli rumah dari pengembang/penjual dari bank kepada nasabah. Dalam pembahasan pada tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan teori hukum perikatan atau perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu kuasa. Jadi kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, yang berisi kewenangan dalam pemberian kuasa, sebagaimana diatur dalam hukum perjanjian dan hukum pemberian kuasa. Karena kesepakatan atau persetujuan dalam suatu perjanjian adalah merupakan undangundang yang mengikat bagi para pihak yang berjanji. Selanjutnya bila dikaji dalam prinsip syariah, maka klausul pemberian kuasa yang ada didalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian pembiayaan murabahah atau dalam pengertian lain surat pemberian kuasa yang dibuat tersendiri mengikuti akad pembiayaan yang berisi pemberian kuasa tersebut, adalah merupakan bagian dari hukum perikatan Islam, yang kedudukannya adalah merupakan salah satu sub sistem dari sistem hukum nasional Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
23
Perlu kiranya ditegaskan dalam pembahasan tesis ini, bahwa ada asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, adalah berdasarkan pada satu kaedah hukum, yang terdapat dalam hukum perjanjian. Karena bila dilihat dalam ketentuan hukum perjanjian tersebut, maka undang-undang telah memberikan hak dan kewenangan pada setiap orang, untuk dapat memindahkan hak dan wewenangnya itu kepada orang lain melalui pemberian kuasa. Dengan ketentuan, bahwa pemberian kuasa itu harus berdasarkan pada kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam pengertian yang lebih khusus lagi dijelaskan, bahwa kerangka teori ini adalah berdasarkan pada suatu prinsip, dimana setiap orang berwenang untuk memberikan kuasa melalui hukum pemberian kuasa. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa dasar hukum yang dijadikan landasan dalam mengembangkan kerangka teori-teori ini adalah berdasarkan teori hukum perjanjian yang mengatur kewenangan dalam pemberian kuasa, serta hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu kuasa tersebut. 12 Setiap orang dapat memberikan kuasa dan wewenangnya dalam pemberian kuasa, hal ini terdapat dalam pasal-pasal hukum perjanjian, terutama kaedah hukum yang mengatur tentang hak setiap orang, untuk mengadakan perjanjian pada setiap orang. Sesuai dengan makna dari suatu kaedah hukum, maka kaedah hukum selalu diartikan sebagai berikut : 12
Wawan Muhwan, Op.Cit, hal 17
Universitas Sumatera Utara
24
“Sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia itu berperilaku,
bersikap
didalam
masyarakat
agar kepentingannya
dan
kepentingan orang lain terlindungi.”13 Dari kaedah diatas dapatlah di ketahui bahwa kaedah hukum yang mengatur tentang kesepakatan dalam mengadakan perjanjian untuk memindahkan hak dan wewenang dalam pemberian kuasa adalah nilai hukum yang terdapat dalam peraturan konkrit pada pasal-pasal hukum perjanjian, baik yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maupun dalam peraturan-peraturan hukum lainnya. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini, adalah merupakan hak warga negara, dimana perjanjian diantara para pihak adalah merupaka undangundang yang mengikat diantara para pihak tersebut. Ahmadi Biru dalam Bukunya menyebutkan, bahwa : ”Kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis.14 Sebagai salah satu asas yang ada dalam kaedah hukum perjanjian, maka asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Karena dalam setiap perjanjian harus ada kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak yang berjanji, sehingga tidak ada perjanjian kalau kesepakatan dan persetujuan tidak ada. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian
13
Sudikno Mortokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007,
14
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Rancangan Kontrak, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
hal. 11. 2007, hal 9
Universitas Sumatera Utara
25
didasarkan pada pasal 1338 ayat KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian, baik terhadap materi perjanjian yang ada disebutkan dalam perjanjian, maupun terhadap segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang, semakin dipertegas lagi isinya dalam pasal 1339 KUH Perdata yang menyebutkan, bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang memenuhi isi daripada perjanjian tersebut. Karena itu suatu perjanjian mengandung janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji-janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang yang isinya wajib dipatuhi dan harus dilaksanakan. Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini ada yang mendasarkannya pada Pasal 1320 KUH Perdata ini, undang-undang menetapkan, bahwa : Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Syarat harus sepakat bagi para pihak yang berjanji, berarti perjanjian terpaksa atau dipaksa oleh pihak ketiga lainya adalah tidak sah atau batal demi hukum. Tentang paksaan yang dilakukan dalam membuat suatu perjanjian, Undang-undang
Universitas Sumatera Utara
26
menegeaskan kembali dalam pasal 1323 KUH Perdata yang menyebutkan sebagai berikut : ”Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat.” Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan perjanjian. Hal ini juga tidak terlepas dari sifat Buku III KUH Perdata, yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat mengenyampingkan, kecuali terhadap pasalpasal tertentu yang sifatnya memaksa. Tentang kebebasan untuk mengadakan perjanjian ini, Ahmadi Miru menyebutkan lagi dalam bukunya sebagai berikut :15 Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya : a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian; d. Bebas menentukan bentuk perjanjian, dan e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-perundangan. Dalam hukum perikatan Islam, kebebasan mengadakan perjanjian dalam suatu akad perjanjian, serta pemberian kuasa atau wakalah adalah juga merupakan hak 15
Ahmadi Miru, Op cit, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
27
yang dimiliki setiap manusia, dimana orang yang berjanji harus memenuhi janjinya. Dalam Al-quran Surat Al-Maidah ayat 1, Allah SWT. Berfirman yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”16 Ahli pentafsir Al-quran menjelaskan, bahwa makna aqad dalam firman Allah SWT tersebut diatas adalah : “Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah, dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.”17 Berdasarkan firman Allah SWT tersebut diatas, syariat lslam menetapkan, bahwa setiap manusia diminta untuk memenuhi aqadnya atau janjinya. lstilah alaqdu, atau yang dalam literatur lndonesia dikenal dengan istilah akad, makna dan essensi dasarnya dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH Perdata. ”Istilah verbintenis yang dalam bahasa Belanda berarti mengadakan perjanjian.”18 Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa dalam perikatan hukum lslam titik tolak yang menjadi essensi dasar terjadinya suatu perikatan adalah adanya unsur serah terima/ikrak (ijab kabul) dalam setiap transaksi. Karena apabila dua janji antara para pihak telah disepakati, kemudian dilanjutkan dengan ikrar (ijab kabul), maka terjadilah aqdu (perikatan). Berdasarkan essensi dasar ini, maka dapat dilihat, bahwa kesepakatan kedua belah pihak yang ada dalam ijab kabul adalah menjadi syarat utama sahnya suatu perjanjian.
16
Al-Quran dan terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Quran, Yakarta, 1971, hal. 156. 17 Ibid., hal. 15. 18 Yan Pramadya, Kamus Hukum, Aneka ilmu, Semarang, 1977, hal 872
Universitas Sumatera Utara
28
Hasballah Thaib merumuskan, bahwa ada 8 syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad yang dilakukan oleh para pihak. Adapun syarat-syarat umum suatu akad itu ialah :19 1. Pihak-pihak yang melakukan akad itu telah cakap bertindak hukum (mukallaf) 2. Obyek akad itu diakui oleh nash (ayat atau hadis) syara’. 3. Akad itu tidak dilarang oleh nash (ayat atau hadis)syara’. 4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait dengan akad itu. 5. Akad itu bermanfaat. 6. Pernyataan ijab tetap utuh sampai terjadinya Kabul. 7. ljab dan kabul dilakukan dalam satu majelis. 8. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui oleh syara’. Sedangkan Gemala Dewi dkk dalam bukunya menyimpulkan, bahwa ada tiga unsur pokok yang harus ada dalam suatu aqad atau perjanjian yaitu :20 Persyaratan diatas juga merupakan syarat wajib yang harus dilakukan pada saat akad wakalah/pemberian kuasa, masih dalam kaitan hukum perikatan, maka wakalah/pemberian kuasa yang diatur dalam KUH Perdata, adalah juga merupakan bagian hukum perikatan atau perjanjian. Karena dalam pemberian kuasa, harus ada
19
Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih lslam Dan Praktek Di Bank Sistem Syariah, Medan, 2005, hal. 121. 20 Gemala Dewi dkk, Hukum lslam di lndonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hal 45-46.
Universitas Sumatera Utara
29
persetujuan kedua belah pihak untuk memberi dan menerima kuasa. Baik persetujuan itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta dibawah tangan. Dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat juga dilakukan secara lisan. Dalam perbankan syari’ah pembiayaan kredit kepemilikan rumah merupakan salah satu produk yang diaplikasikan dengan prinsip wakalah (Perwakilan/Pemberian Kuasa).21 a. Pertalian ijab dan qabul b. Dibenarkan oleh syara’ c. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya Dari semua uraian diatas dapat diketahui, bahwa apabila berbicara mengenai Wakalah, adalah maksudnya berbicara tentang pemberian kuasa dalam jual beli, yang dalam hukum lslam dan Hukum Perdata masuk kedalam lapangan hukum perjanjian/perikatan, atau aqad (bahasa Arab), dan Van Verbentenissen (bahasa Belanda), Masih dalam kaitan hukum perikatan, maka pemberian kuasa yang diatur dalam KUH Perdata, adalah juga merupakan bagian dari hukum perikatan atau
21
Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed.), Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, (Jakarta: Muamalat Institute Yayasan Pengembangan Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, 1999), hal.117. Lebih lengkapnya disebutkan bahwa produk-produk yang dapat diaplikasikan dengan prinsip wakalah adalah: Letter of Credit, berupa L/C Impor, Red Clause L/C, Diskonto Wesel Expor Ussance L/C ke Bank Indonesia, jasa-jasa bank lainnya berupa Clean and Documentary Collection, Money Transfer serta penyelesaian L/C (settlement L/C), yang apabila tidak tersedia dana oleh nasabah dapat dilakukan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang prosesnya sesuai dengan proses pembiayaan yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
30
perjanjian. Karena dalama pemberian kuasa, harus ada persetujuan kedua belah pihak untuk memberi dan menerima kuasa. Baik persetujuan itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta dibawah tangan. Namun dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat dilakukan secara lisan. Tentang sifat suatu pemberian kuasa, KUH Perdata pasal 1792 menyebutkan sebagai berikut : ”Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.” Dari ketentuan pasal diatas jelas dapat dilihat, bahwa pemberian kuasa mengakibatkan timbulnya akibat hukum yang melahirkan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Dari kerangka teori diataslah maka akan dicoba membahas masalah Pemberian kuasa/wakalah dalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian pembiayaan wakalah .
2. Konsepsi Perlu dijelaskan bahwa konsepsi salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.22 Konsep diartikan sebagai kata yang
22
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
31
menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.23 Definisi Operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Terhadap pentingnya disusun definisi operasional ini, Tan Kamelo mengatakan sebagai berikut : “Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran mendua dari suatu istilah yang dipakai.24 Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis. Agar menghindari terjadinya salah pengertian dalam pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu :
23
Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3. Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal. 31. 24
Universitas Sumatera Utara
32
a) Bank syariah/Bank lslam adalah mencakup bank umum syariah, Bank perkreditan rakyat syariah dan unit usaha syariah dari bank umum konvensional. b) KPR
(Kredit Pemilikan Rumah)
adalah suatu fasilitas kredit yang
diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. c) BTN adalah Bank Tabungan Negara yang dimiliki oleh Pemerintah dengan dua bentuk, Bank Tabungan Negara Konvensional dan Bank tabungan Negara Syariah, Bank ini telah memberikan kontribusi dalam pembangunan negara yang secara luas telah membuktikan ikut memberikan kontribusi turut mensejahterahkan warga negara dengan menyediakan kredit kepemilikan rumah untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. d) Pengertian Wakalah dalam hukum lslam, adalah memiliki makna yang sama dengan istilah Pemberian Kuasa dalam pasal 1792 KUH Perdata. e) Pengertian Aqad (bahasa Arab) dalam hukum lslam, adalah memiliki makna yang sama dengan istilah perjanjian (bahasa lndonesia) atau verbintenis (bahasa Belanda), sebagaimana dimaksud dalam pasal 1233 dan 1315 KUH Perdata. Namun demikian ada juga yang menyamakan dengan istilah perikatan (bahasa lndonesia) atau overeenkomst (bahasa Belanda).
Universitas Sumatera Utara
33
Selanjutnya untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut : a. Kuasa mewakili, adalah memberikan kuasa dari seseorang kepada orang lain untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1792-1818 KUH Perdata lndonesia. Penjelasan atas pasal 19 ayat (1) huruh o Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 menjelaskan pengertian wakalah yaitu akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan tugas atas nama pemberi kuasa. b. Aqad pembiayaan wakalah adalah suatu akad yang dilaksanakan oleh pihak Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam sebagai langkah awal akad pembiayaan murabahah sehingga terjadi suatu ikatan jual beli antara nasabah dengan Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank ditentukan berdasarkan harga beli dari pengembang ditambah sejumlah nominal tertentu untuk keuntungan bank, yang besar persentasenya disesuaikan dengan kesepakatan bersama. c. Dasar hukum adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang dijadikan oleh seseorang sebagai dasar untuk bertindak dan melakukan suatu perbuatan hukum.
Universitas Sumatera Utara
34
d. Pembelian barang dari pengembang maksudnya pihak bank membelikan rumah kepada nasabah dari pihak pengembang sebagai objek yang akan dijadikan perikatan akad . e. Barang yang dimaksud berupa satu atau dua unit rumah untuk yang bernilai ekonomis untuk dijadikan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat di pertahankan terhadap siapapun selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan.
G. Metodologi Penelitian 1. Sifat Penelitian Dalam penelitian hukum, dikenal ada dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yang bersifat kualitatif ( tidak berbentuk angka). Soerjono Soekanto, berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi dalam :25 1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari : a) Penelitian terhadap asas-asas hukum; b) Penelitian terhadap sistematika hukum; c) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum; d) Penelitian sejarah hukum; e) Penelitian perbandingan hukum; 25
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1986, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
35
2. Penelitian Hukum Sosiologis dan Empiris yang terdiri dari : a) Penelitian terhadap indentifikasi hukum; b) Penelitian terhadap efektivitas hukum; Untuk memperjelas perbedaan pengertian antara penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum sosiologis dan empiris, J. Supranto menjelas sebagai berikut Penelitian hukum normatif sering disebut juga studi hukum istilah dalam bahasa Inggris adalah Law in books. Sedangkan penelitian hukum sosiologis disebut juga studi hukum dalam aksi/tindakan atau istilah dalam bahasa lnggris law in action. Disebut demikian karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan lembagalembaga sosial lain, jadi merupakan studi hukum social yang non-doktrinal, sedangkan bersifat empiris artinya data yang terjadi di lapangan.26 Adapun penelitian yang digunakan dalam pembahasan tesis ini adalah penelitian hukum Yuridis Normatif yang dalam perumusan dan pembahasan masalahnya bersifat kualitatif (tidak berbentuk angka). Adapun maksud dari penelitian normatif ini upaya untuk penelitian yang dengan cara meneliti berbagai literatur, buku-buku dan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan peristiwa dan realitas hukum yang telah terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan merupakan fakta-fakta dan realitas hukum yang telah menjadi suatu peristiwa hukum dan berlangsung secara terus menerus ditengah-
26
J Supranto, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
36
tengah masyarakat dan merupakan fakta dan data yang didapat mendukung penulisan tesis ini. Untuk itu dalam penelitian ini juga meneliti terhadap apa yang yang sudah dilakukan oleh bank dalam menggunakan surat kuasa pembelian barang dengan akad Wakalah, serta melihat kekuatan hukum akan akad wakalah dilihat dari Peraturan Bank dan lndonesia serta Landasan hukum Islam. Jadi penelitian ini juga untuk mengiventarisasi, serta menghimpun berbagai pasal-pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan masalah hukum perbankan tentang pemberian kuasa.
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam, yang beralamat di Jalan Sultan Abdul Rahman Komplek Lumbung Rejeki Blok D No. 07 Nagoya Batam. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam merupakan salah satu Bank Perkreditan yang memberi nilai kredit nominal diatas Rp. 500 juta. Kemudian dalam penelitian awal diketahui, bahwa Bank Tabungan Negara syari’ah cabang Batam, pada umumnya menggunakan akta akad Wakalah sebagai kelengkapan administrasi dari akta perjanjian pembiayaan murabahah.
Universitas Sumatera Utara
37
Selain itu untuk mendapatkan data pendukung, juga dilakukan penelitian pada beberapa bank Perkreditan Syari’ah lainnya yang berada di luar Kota Batam, seperti Tanjung Pinang dan Tanjung Uban.
3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua sumber, yaitu : a. Data Primer Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengumpulan data secara langsung melalui wawancara, yaitu proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan, dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan langsung informasi atau keterangan-keterangan mengenai masalah diteliti. b. Data Sekunder Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, literatur-literatur, makalah, peraturan perundang-undangan serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini yang dapat dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier.27
4. Alat Pengumpul Data Untuk mendapatkan hasil yang obketif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, maka data dan penelitian ini di peroleh melalui : 27
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni berupa normanorma hukum seperti antara lain : peraturan perundang-undangan.Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer. Selanjutnya bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Lihat : Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
38
a. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.28 b. Terhadap Data Sekunder, Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, karya ilmiah, seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti.
5. Analisis Data Setelah semua data dalam penelitian ini diperoleh, baik data primer maupun sekunder, maka secara kualitatif dilakukn penyusunan analisi data yaitu pemaparan kembali kalimat dengan kalimat yang sistematis dan logis agar dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang telah dipaparkan dan akhirnya ditariklah suatu kesimpulan. Dalam melakukan analisis data pada pada penelitian hukum normatif, Bambang Sunggono mengatakan bahwa pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data pada pembahasan berikut adalah :
28
Didalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen,atau bahan pustaka,pengamatan,observasi, dan wawancara. Lihat: Soerjono Soekanto, Ibid, hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
39
Memilih dan menghimpun pasal-pasal dalam undang-undang yang berisi kaedah-kaedah hukum yang mengatur masalah perjanjian, pengakuan hutang, pemberian jaminan, dan pemberian kuasa, serta pasal-pasal dalam undangundang perbankan.29
29
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,
hal.186.
Universitas Sumatera Utara