BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Birokrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Dalam tataran praktek, birokrasi seringkali dikaitkan dengan sistem yang rumit, lambat dan bermasalah. Menurut Transparency International indeks persepsi korupsi Indonesia cukup tinggi dengan posisi 117 dari 175 negara di dunia dan skor 34 dari skala 0-100, 0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih (ti.or.id: 2014). Apabila hal ini dibiarkan terusmenerus akan berakibat pada menurunnya kepercayaan publik kepada pemerintah. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dalam sistem pemerintahan bukan hanya sebagai tuntutan namun juga kebutuhan bagi pemerintah untuk menjaga kepercayaan publik serta kewajiban dalam menjalankan amanah rakyat. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan sumber daya manusia aparatur (Permenpan Nomor 15 Tahun 2008). Hal ini ditindaklanjuti dengan penetapan pedoman umum reformasi birokrasi dan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sebagai upaya percepatan tercapainya good governance dan acuan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di seluruh instansi pemerintah.
1
2
Reformasi birokrasi yang dilakukan, secara konsep dimaksudkan untuk mengubah birokrasi dari government menjadi governance. Menurut Fasenfest (2010), governance adalah seperangkat keputusan dan proses yang dilakukan untuk mencerminkan harapan sosial melalui manajemen atau kepemimpinan pemerintah sedangkan government lebih pada kantor, otoritas atau fungsi pemerintahan saja. Menurut Bowornwathana dalam Bowornwathana dan Wescott (2008), mengubah birokrasi dari government menjadi governance melibatkan penerimaan prinsipprinsip demokrasi tertentu seperti akuntabilitas, keterbukaan, transparansi, integritas, bebas korupsi, dan standar kinerja yang tinggi. Di Indonesia pelaksanaan reformasi birokrasi sudah berjalan sejak tahun 2004, walaupun dari hasil evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi tahun 2010-2014 terdapat peningkatan dari tahun ke tahun dalam hal birokrasi yang bersih, kualitas pelayanan dan akuntabilitas kinerja, namun masih sering dijumpai pelayanan publik yang buruk, lamban, bahkan tidak sesuai prosedur. Hal ini disebabkan karena proses perubahan birokrasi atau disebut reformasi birokrasi merupakan upaya berkelanjutan atas penerapan prinsip-prinsip good governance dalam seluruh aspek pemerintahan dan revolusi mental aparatur sehingga terbiasa dengan standar kinerja yang tinggi yang diharapkan dapat terwujud dengan adanya perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set). Reformasi birokrasi membutuhkan proses panjang yang keberhasilannya pun sulit untuk diukur secara pasti, sehingga proses evaluasi hanya menggunakan faktor-faktor yang dapat mengindikasikan pencapaian target yang diharapkan. Hasil evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi sampai dengan tahun 2014 dapat dijabarkan sebagaimana dalam tabel berikut.
3
Tabel 1.1 Pencapaian Target Reformasi Birokasi 2010 - 2014 Target Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 Target 2014 Birokrasi yang Indeks Persepsi 2,8 3,0 32 32 34 50 bersih dan Korupsi* bebas korupsi, Opini BPK Pusat 56 63 77 74 76 100 kolusi dan (WTP) (%) Daerah 3 9 16 27 35 60 nepotisme Peningkatan Integritas Pusat 6,2 7,1 6,86 7,37 7,22 8,0 kualitas Pelayanan Daerah 5,3 6,0 6,3 6,82 n.a. 8,0 pelayanan Publik publik kepada Peringkat 121 129 116 120 114 75 masyarakat Kemudahan Berusaha Peningkatan Indeks Efektivitas -0,20 -0,25 -0,29 n.a. n.a. 0,5 kapasitas dan Pemerintahan akuntabilitas Instansi Pusat 63,3 82,9 95,1 94,05 98,76 100 kinerja Pemerintah Provinsi 31 63,3 75,8 84,85 87,88 80 birokrasi yang Kab/ 8,8 12,8 24,4 30,3 44,90 60 Akuntabel Kota (%) *) mulai tahun 2012 skor indeks persepsi korupsi berubah dari skala 1-10 menjadi 1-100 Sumber: Pedoman PermenPAN dan RB Nomor 11 Tahun 2015 Penilaian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi menggunakan model Common Assessment Framework (CAF). Model ini dikembangkan melalui kerja sama antara The European Network of National CAF Correspondents dan The European CAF Resource Centre at the European Institute of Public Administration (EIPA). Model CAF yang telah disesuaikan dengan kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia disebut sebagai model Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB). Model PMPRB mengaitkan penilaian atas output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah serta pencapaian
4
indikator kinerja utama (IKU) instansi dikaitkan dengan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional. Model PMPRB terdiri atas 2 komponen besar yaitu pengungkit (enablers) dan hasil (results). Komponen pengungkit adalah seluruh aspek internal organisasi yang melakukan berbagai upaya manajemen untuk mewujudkan output dan outcome serta mewujudkan kinerja yang menjadi tujuannya. Komponen hasil merupakan output dan/atau outcome yang dihasilkan komponen pengungkit. Model PMPRB dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1.1 Model PMPRB Sumber: Buku Manual Penerapan Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian tentang topik yang sama namun umumnya berupa penelitian kualitatif yang lebih fokus terhadap evaluasi atas implementasi reformasi birokrasi dengan mengambil studi kasus pada satu instansi tertentu saja. Salah satu penelitian yang cukup menarik dilakukan oleh Hasibuan (2010) pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu kriteria
5
good governance dan kriteria PermenPAN dan RB Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dari penelitian tersebut diperoleh simpulan bahwa berdasarkan kriteria good governance dari 9 prinsip good governance, 4 prinsip yaitu prinsip wawasan ke depan, daya tanggap, efisiensi dan efektivitas, dan prinsip komitmen pada lingkungan hidup telah diterapkan dengan memadai. 4 prinsip lainnya yaitu prinsip keterbukaan dan transparansi, tanggung gugat, demokrasi, dan prinsip profesionalisme dan kompetensi belum diterapkan secara memadai. Penerapan 1 prinsip yang terakhir yaitu prinsip partisipasi masyarakat bahkan masih kurang memadai. Hal tersebut disebabkan karena beberapa peraturan atau pedoman yang belum disusun dan diimplementasikan, serta paradigma lama BPKP terkait kerahasiaan informasi, pengambilan keputusan yang tidak melibatkan stakeholder dan pengambilan keputusan secara tertutup. Berdasarkan kriteria PermenPAN dan RB Nomor 15 Tahun 2008 diperoleh hasil capaian atas implementasi program dan kegiatan reformasi birokrasi pada BPKP sebesar 81,55%, karena beberapa pedoman, peraturan atau ketetapan yang belum disusun, ditetapkan atau dilaksanakan, serta kriteria program percepatan reformasi birokrasi yang kurang sesuai dengan tupoksi utama BPKP. Penelitian lain oleh Rizka, Lailatul dan Handayani, Nur (2014) dilakukan pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Surabaya I dengan menggunakan PermenPAN dan RB Nomor 38 Tahun 2012 sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kinerja. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui dokumentasi, wawancara dan kuesioner. Penelitian
6
yang dilakukan meliputi penilaian terhadap 9 komponen yaitu: (1) Visi-Misi-Motto; (2) Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan; (3) Sistem, Mekanisme dan Prosedur; (4) Sumber Daya Manusia; (5) Sarana dan Prasarana Pelayanan; (6) Penanganan Pengaduan; (7) Indeks Kepuasan Masyarakat; (8) Sistem Informasi Pelayanan Publik; dan (9) Produktivitas dalam Pencapaian Target Pelayanan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja KPPN Surabaya I sudah masuk dalam kategori baik dengan nilai 807 dari nilai maksimum 1000. Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dari penelitian sebelumnya oleh Hasibuan (2010) dan Rizka, Lailatul dan Handayani, Nur (2014) dalam hal metode penelitian dan obyek penelitian. Metode penelitian yang dilakukan penulis adalah kuantitatif dengan obyek penelitian seluruh kementerian dan lembaga sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang pelaksanaan reformasi birokrasi. Penelitian yang dilakukan Hasibuan (2010) adalah penelitian yang bersifat kualitatif dilakukan dengan mengevaluasi secara detail implementasi reformasi birokrasi di satu instansi dengan kriteria good governance dan PermenPAN dan RB Nomor 15 Tahun 2008, sedangkan penelitian Rizka, Lailatul dan Handayani, Nur (2014) juga bersifat kualitatif namun berupa penilaian atas indikator kinerja sesuai PermenPAN dan RB Nomor 38 Tahun 2012. Penelitian yang dilakukan penulis mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 yaitu menggunakan data sekunder hasil evaluasi kapabilitas Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), hasil evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan hasil pemeriksaan BPK untuk menguji pengaruh indikator-indikator tersebut terhadap hasil penilaian
7
reformasi birokrasi. Indikator-indikator tersebut merupakan tiga dari lima indikator yang digunakan dalam Bab II lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 sebagai ukuran keberhasilan implementasi reformasi birokrasi dalam mencapai sasaran birokrasi yang bersih dan akuntabel. Indikator-indikator lainnya yaitu tingkat kematangan implementasi SPIP dan penggunaan e-procurement dalam belanja pengadaan. Perumusan Masalah Pencapaian sasaran reformasi birokrasi dilakukan dengan perombakan dalam delapan area yang meliputi organisasi, tata laksana, peraturan perundangundangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, serta pola pikir dan budaya kerja aparatur. Ada 2 area yang cukup menarik untuk diteliti yaitu pengawasan dan akuntabilitas. Oleh karena itu penulis menentukan variabel kapabilitas APIP dan opini BPK untuk mewakili area pengawasan, dan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) untuk mewakili area akuntabilitas, sehingga pernyataan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kapabilitas APIP, opini BPK dan SAKIP berpengaruh terhadap implementasi reformasi birokrasi secara parsial? 2. Apakah kapabilitas APIP, opini BPK dan SAKIP berpengaruh terhadap implementasi reformasi birokrasi secara simultan? 3. Apakah kapabilitas APIP dan SAKIP berpengaruh terhadap implementasi reformasi birokrasi melalui opini BPK?
8
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menguji pengaruh kapabilitas APIP, opini BPK dan SAKIP terhadap implementasi reformasi birokrasi secara parsial. 2. Untuk menguji pengaruh kapabilitas APIP, opini BPK dan SAKIP terhadap implementasi reformasi birokrasi secara simultan. 3. Untuk menguji pengaruh kapabilitas APIP dan SAKIP terhadap implementasi reformasi birokrasi melalui opini BPK. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk praktisi maupun untuk akademisi dalam penelitian serupa selanjutnya. 1. Bagi Akademisi (Mahasiswa) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman atas kapabilitas APIP, opini BPK, dan SAKIP serta keterkaitannya dengan reformasi birokrasi, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian serupa pada periode mendatang. 2. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi dalam hal penentuan indikator-indikator yang diperlukan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi. Orisinalitas Penelitian Penelitian tentang reformasi birokrasi telah banyak dilakukan, antara lain seperti: Haryani dan Syafruddin (2011); Hasibuan (2010); Hidayah (2014); Muhtar
9
(2013); Raska (2012); Rizka dan Handayani (2014). Penelitian-penelitian tersebut menguji faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi reformasi birokrasi, namun demikian berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam beberapa hal yaitu: 1. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian sebelumnya bersifat kualitatif dengan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian sedangkan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif. 2. Dalam penelitian sebelumnya obyek penelitian hanya pada satu instansi saja sedangkan dalam penelitian yang dilakukan penulis mencakup seluruh kementerian dan lembaga sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang pelaksanaan reformasi birokrasi.