BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut hukum Islam pengangkatan anak dibolehkan, namun dengan syarat tidak boleh menyamakan kedudukan hukumnya dengan anak kandung (nasabiyah).
1
Hukum Islam telah menggariskan bahwa hubungan hukum
antara orang tua angkat dengan anak angkat terbatas sebagai hubungan antara orang tua asuh dengan anak asuh, dan sama sekali tidak menciptakan hubungan nasab. 2 seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 4-5: Artinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah 1
M. Fahmi Al-Amruzi, Rekonstruksi Wasiat Wajibah Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo), tt, h. 83 2 Andi Syamsu Alam & M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 45
1
2
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.3
Dalam sebuah hadits juga dijelaskan riwayat Muslim:
س ِ ْﻤﻼ ﺋِ َﻜ ِﺔ وَ اﻟﻨﱠﺎ َ وَ ﻣَﻦْ ا ﱠد ﻋَﻰ اِﻟﱠﻰ َﻏ ْﯿ ِﺮ أَﺑِ ْﯿ ِﮫ أَوْ اِ ْﻧﺘَﻤَﻰ إِﻟَﻰ َﻏ ْﯿ ِﺮ ﻣَﻮَ اﻟِ ْﯿ ِﮫ ﻓَ َﻌﻠَ ْﯿ ِﮫ ﻟَ ْﻌﻨَﺔُ ﷲِ وَ اﻟ َأَﺟْ َﻤ ِﻌﯿْﻦَ ﻻ ﯾَ ْﻘﺒَ ُﻞ ِﻣ ْﻨﮫُ ﯾَﻮْ َم ا ْﻟﻘِﯿَﺎ َﻣ ِﺔ ﺻَ ﺮْ ﻓَﺎ َوﻻَ َﻋ ْﺪﻻ
Artinya: “Barangsiapa yang memanggil (mendakwakan) dirinya sebagai anak dari seseorang yang bukan anaknya, maka kepadanya ditimpakan laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari kiamat Allah tidak menerima darinya amalan-amalannya dan kesaksiannya. (HR. Muslim)4
Jika kita lihat berdasarkan ayat dan hadits diatas menunjukkan bahwa anak angkat bukanlah sebagai ahli waris yang berhak dengan sendirinya untuk menerima bagian dari harta peninggalan ayah atau ibu angkatnya. Akan tetapi demi kebutuhan anak tersebut dihari kemudian, bagi anak angkat dapat ditempuh dengan melalui hibah, ataupun wasiat. Melalui hibah berarti pemberian dilakasanakan pada masa hidup si penghibah.5 Berdasarkan pada surat An-Nisa ayat 8 yang berbunyi :
3
M. Syarif, Membagi Harta Warisan (Menurut Hukum Islam),(Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2009), h. 1-2 4 Andi Syamsu Alam & M. Fauzan, op.cit., h. 46 5 Rangkaian Perkuliahan Hukum Waris Islam, (Bandung: ARMICO, 1984), h.65
3
Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik”. Pemberian menurut ayat 8 diatas adalah sebagai hibah, yaitu pemberian yang dilakukan ketika masih hidup dan berlaku pula sewaktu hidupnya. Hibah tersebut adalah kekuasaan ahli waris dan kerelaannya untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, hukum hibah tersebut hanya bersifat anjuran yang dilakukan secara sukarela.6 Selanjutnya dalam hadits disebutkan: " " ﺗَﮭَﺎ دُوا ﺗَ َﺤﺎ ﺑﱡﻮا: ﺻﻠّﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠﻢ َ ُﺿ َﻲ ﷲُ َﻋ ْﻨﮫُ ﯾَﻘُﻮ ُل اﻟ ﱠﺮﺳُﻮْ ُل ﷲ ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ھُ َﺮ ْﯾ َﺮةَ َر Artinya : “Dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda: “Saling memberilah kamu, niscaya kamu sekalian kasih mengasihi”. (HR. Bukhari & Baihaqy) Hibah berarti pemberian dari orang yang hidup kepada orang lain tanpa merampas atau mengabaikan hak-hak keturunan sanak kerabat dekat dan mesti harus langsung dan tanpa syarat untuk memindahkan hak seluruh harta tanpa adanya penggantian (iwadh). Dengan kata lain, hibah adalah suatu pemindahan harta tertentu tanpa pertukaran tertentu atas sebagian orang yang memberi pemberian dan penerimaan atas bagian orang yang diberi harta.7
6
Hajar M, Hukum Kewarisan Islam (Fiqh Mawaris), (Pekanbaru: Alaf Riau Graha UNRI PRESS, 2007), H. 47 7 A. Rahman, Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 424
4
Ada beberapa dasar pembagian hibah dalam hal banyak sedikitnya jumlah harta yang boleh dihibahkan. Muhammad bin Hasan dan sebagian Madzhab Hanafi mengatakan “tidak sah pemberian sukarela terhadap seluruh harta meskipun pada amal-amal kebajikan”. Mereka menganggap orang-orang yang melakukan itu sebagai orang yang lemah akal dan harus dibatasi kewenangannya. Sayyid sabiq dan Chairuman Pasaribu, menjelaskan bahwa apabila seseorang menghibahkan hartanya, sedangkan orang yang memberi hibah itu dalam keadaan sakit yang menyebabkan kematiannya, maka hukum hibah itu sama dengan wasiat, oleh karena itu apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah, maka hibahnya dipandang tidak sah, sebab dikhawatirkan si pemberi hibah sewaktu menghibahkan hartanya itu tidak didasarkan sukarela atau setidaknya ia tidak lagi dapat membedakan pada saat itu mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi sebaliknya apabila ahli waris mengakui kebenaran dari hibah itu dipandang sah. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa orang sakit dibenarkan menghibahkan hartanya sepertiga hartanya, karena hibah disini dipersamakan dengan wasiat. Ketentuan yang terakhir ini tampaknya dianut oleh Kompilasi Hukum Islam.8 Dalam Kompilasi Hukum Islam secara tegas disebutkan bahwa pemberian harta hibah dari seseorang kepada orang lain ada batasan jumlahnya hal ini diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 210 angka 1 yang berbunyi: “Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 8
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), h. 134-135
5
harta bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki.”9 Pada masyarakat Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu terdapat hibah kepada anak angkat. Sebagai contoh kasusnya adalah KS (73 tahun) warga Desa Bagan Tujuh, yang menghibahkan seluruh hartanya yaitu sawah seluas 5 (Lima) hektar dan sebuah rumah beserta pekarangannya kepada WJ (49 tahun) yang merupakan anak angkat yang menerima hibah. Menurut WJ nilai total harta tersebut mencapai Rp. 500.000.00010 Berbeda halnya dengan yang di ungkapkan oleh SP (59 tahun) yang merupakan warga Desa Bagan Tujuh, dia mempunyai kebun kelapa sawit seluas 10 (sepuluh) hektar, kemudian dia menghibahkan, 5 (lima) hektar untuk anak laki-lakinya dan 5 (lima) hektar untuk anak angkatnya.11 Melihat pada contoh kasus pertama bahwa KS menghibahkan seluruh hartanya kepada anak angkat, sementara ia mengabaikan ahli warisnya yaitu saudara kandungnya. Berbeda halnya dengan SP yang menghibahkan setengah harta kepada anak angkatnya, dengan memberikan setengah harta tersebut maka hal itu dianggap lebih adil dan lebih maslahat. Selain itu mereka menganggap pemberian hibah lebih maslahat bagi anak angkat mereka, karena hibah tersebut sebagai jaminan atas perawatan dan hidup si pemberi hibah, karena dengan memberikan hibah maka orang yang menerima hibah harus merawat dan menjamin kehidupan pemberi hibah, hal 9
Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Departemen Agama Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1991), h. 185 10 Wiji (49 tahun), anak angkat, Wawancara pada tanggal 19 Oktober 2013. 11 Suparni (59 tahun), penghibah, Wawancara pada tanggal 18 Oktoober 2013.
6
ini juga memberikan keuntungan bagi penerima hibah, karena akan mendapatkan dari hasil pengelolaan harta hibah tersebut dan ketika penghibah sudah meninggal harta tersebut mutlak menjadi milik penerima hibah. Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut diatas, melalui observasi yang penulis lakukan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelusuran lebih lanjut dan mengadakan penelitian secara intensif, terperinci dan mendalam mengenai permasalahan ini dengan judul : PELAKSANAAN HIBAH KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA BAGAN TUJUH KECAMATAN KUNTO DARUSSALAM KABUPATEN ROKAN HULU DI TINJAU MENURUT HUKUM ISLAM. B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apa latar belakang terjadinya hibah kepada anak angkat? 2. Bagaimana pelaksanaan hibah kepada anak angkat di Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu? 3. Bagaimana pelaksanaan hibah kepada anak angkat menurut perspektif hukum Islam? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui apa latar belakang terjadinya hibah kepada anak angkat.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan hibah kepada anak angkat di Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu.
7
c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan hibah kepada anak angkat pada masyarakat Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu. 2. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: a. Sebagai bahan kajian untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis dan menambah pengetahuan serta pemahaman masyarakat luas umumnya, khususnya masyarakat di Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam mengenai konsep hibah yang ideal. b. Sebagai sumbangan pemikiran kepada masyarakat dan seluruh pembaca hasil penelitian ini. c. Sebagai persyaratan untuk mengajukan skripsi ke Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN SUSKA Riau.
D. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan identifikasi hukum tidak tertulis, yaitu meneliti aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat tentang hibah kepada anak angkat. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu. Alasan penulis menetapkan lokasi ini disebabkan bahwa masyarakat di desa tersebut menghibahkan
8
harta kepada anak angkat dengan jumlah relatif banyak yaitu melebihi 1/3 harta.
3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua angkat yang menghibahkan hartanya kepada anak angkat yaitu berjumlah 6 kepala keluarga, dengan inisial nama penghibah adalah: KS, RM, SP, TW, KR, TJ. Adapun inisial nama penerima hibah adalah: WJ, IP, NA, IN, SM, AN Oleh karena populasinya relatif sedikit maka penulis mengambil seluruh populasi itu untuk diteliti (total sampling). 4.
Sumber Data Data dalam penelitian ini dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu: a. Data Primer Data primer ini diperoleh dari responden. Yaitu data yang diperoleh langsung dengan mewawancarai responden yang terdiri dari 6 kepala keluarga yaitu KS , RM, SP, TW, KR, TJ, selaku penghibah dan WJ, IP, NA, IN, SM, AN selaku penerrima hibah. b. Data Sekunder Data sekunder adalah merupakan data yang diperoleh dari data kepustakaan sebagai tinjauan teoritis, yang terdapat pada literatur-
9
literatur atau kitab-kitab yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Buku-buku yang penulis gunakan diantaranya adalah: 1. Bidayatul Mujtahid (2) karangan Ibnu Rusyd, Fiqh Sunnah karangan Sayid Sabiq, Fiqh Islam Wa Adillatuhu karangan Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Muamalah karangan Rahmat Syafi’e, Syarah Bulughul Maram,
didalam buku-buku ini
menjelaskan tentang pengertian, rukun dan syarat serta macammacam hibah. 2. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, karangan M. Fauzan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia karangan Abdul Manan, Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum karangan Muderis Zaini,
Problematika Hukum
Keluarga Islam Kontemporer karangan Satria Effendi, bukubuku ini menjelaskan tentang kedudukan anak angkat serta akibat hukum pengangkatan anak yang dilarang. c. Data Tersier Data tersier ini adalah data yang mendukung data sekunder yang diperoleh dari kamus dan ensiklopedi. Dalam hal ini penulis menggunakan Kamus Ilmiah Populer Lengkap. 5.
Metode Pengumpulan Data Metode yang
digunakan dalam proses pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah:
10
a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung daerah penelitian, yaitu Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu, karena penulis sendiri telah lama berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitar. b. Wawancara, yaitu penulis mengadakan wawancara langsung dengan responden, diantaranya KS (73 tahun), RM (86 tahun), SP (59 tahun), TW (83 tahun), KR (73 tahun), TJ (71 tahun). dan masyarakat sekitar yang mengetahui secara pasti fenomena keberadaan anak angkat tersebut. c. Studi Kepustakaan, yaitu dengan megkaji dan meneliti kitab-kitab yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 6. Metode Analisa Data Metode analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Induktif, yaitu menelaah data-data yang sudah dikumpulkan dilokasi penelitian dan dianalisa berdasarkan kerangka teori, kemudian ditarik kesimpulan.
b. Yuridis sosiologis yatu menelaah aturan hukum tentang hibah kepada anak angkat di Desa Bagan Tujuh kemudian dihubungkan dengan aturan hibah menurut hukum Islam. c. Deskriptif
yaitu
menjelaskan
dikumpulkan secara sistematis. E. Sistematika Penulisan
data-data
yang
sudah
11
Untuk menjadikan penelitian ini sebuah penelitian yang sistematis dan terarah, maka penulisan penelitian ini dibagi kedalam beberapa bab sebagai berikut: Bab I
: Merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah,
Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan. Bab II
: Gambaran umum lokasi penelitian yang berisikan deskripsi wilayah
penelitian yang memuat letak geografis Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu, keadaan penduduk, keadaan sosial ekonomi, keadaan pendidikan dan keagamaan. Bab III : Tinjauan pustaka yang berisikan tinjauan hukum hibah yang terdiri dari; pengertian hibah, dasar hukum hibah, syarat dan ketentuan hibah untuk anak angkat. Bab IV : Pembahasan hasil penelitian yang berisikan: a. Apa latar belakang adanya hibah kepada anak angkat. b. Bagaimana pelaksanaan hibah kepada anak angkat di Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussalam. c. Pandangan hukum Islam terhadap Pelaksanaan hibah kepada anak angkat yang menjadi di Desa Bagan Tujuh Kecamatan Kunto Darussam Kabupaten Rokan Hulu. Bab V : Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA