1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masa sekarang ini persoalan belajar sebagai budaya yang akan dikembangkan, tidak bisa dipisahkan dengan pemaknaan hakekat manusia baik yang belajar maupun yang membelajarkan. Masalah belajar adalah masalah yang selalu aktual dan dihadapi oleh setiap orang. Belajar disini adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan. Karena demikian pentingnya arti belajar, bagian terbesar upaya riset dan eksperimen pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai perubahan manusia itu. Dalam belajar pasti ingin tercapainya sesuatu, disini tujuan belajar dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (1) untuk mendapatkan pengetahuan; (2) penanaman konsep dan ketrampilan; dan (3) pembentukan sikap. Jadi pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, ketrampilan, dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai, pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar yang maksimal.1
1
1986), 25.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2
Jadi, dari uraian di atas belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Perubahan dan kemampuan untuk mengubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah di bumi. Selain itu, dengan kemampuan mengubah melalui belajar itu, manusia secara bebas, dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) ditengahtengah persaingan yang sangat ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar.2 Sekarang ini perkembangan proses belajar berkembang cukup pesat berbagai metode, cara atau teori ditetapkan dalam pendidikan untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Diantara teori yang digunakan yaitu teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif di sini merupakan suatu teori belajar yang mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Namun, lebih dari itu belajar melibatkan proses berfikir yang sangat komplek.3 Ataupun lebih menekankan pada proses mengetahui yaitu
2
34.
3
Ahmad Mudzakir, Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 1997),
Nana Syaodikh Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 170.
3
menemukan cara-cara ilmiah dalam mempelajari proses mental yang terlihat dalam upaya mencari dan menemukan pengetahuan.4 Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh. Ibarat seseorang yang memiliki musik, orang ini tidak “memahami” not-not balok yang terpampang di partitur sebagai informasi yang paling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai suatu kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya. Pada masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tersebut. Namun, lambat laun perhatian ini mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka berpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.5 Di dalam pendidikan Islam tujuan pendidikan Islam itu sendiri sebagai perubahan yang diiringi yang diupayakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu, pada kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar tempat individu itu hidup atau pada proses pendidikan itu sendiri dan proses
4
22.
5
R. Ibrahim, Nana Syaodikh, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),
Hamzah. B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 10.
4
pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai proporsi diantara profesiprofesi asasi dalam masyarakat. Dengan mengingat pendidikan adalah proses hidup dan kehidupan umat manusia, maka tujuannya pun mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Dalam hal ini, tujuan khusus sebagai pedoman operatif praktis dituntut untuk senantiasa siap memberi hasil guna, baik bagi keperluan menciptakan dan mengembangan ilmu-ilmu baru, lapangan-lapangan kerja baru, maupun membina sikap hidup kritis dan pola tingkah laku baru serta kecenderungan-kecenderungan baru. 6 Dengan adanya tujuan pendidikan Islam maka tidak terlepas dari dasar-dasar pendidikan islam yang digunakan sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu, disini dasar pendidikan Islam yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar pendidikan islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan bukti sejarah. Dengan demikian barangkali wajar jika kebenaran itu kita kembalikan kepada pembuktian kebenaran pernyataan Allah swt dalam al-Qur’an.7 Sedangkan pendidikan sekarang ini, pendidik lebih menganggap peserta didik sebagai obyek bukan sebagai subyek, yang biasanya siswa dalam belajar hanya menyimak dan mendengarkan informasi atau pengetahuan yang
6 7
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 161. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 124.
5
diberikan gurunya, sehingga siswa kurang dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya, melalui kegiatan belajarnya. Dari sini tidak menutup kemungkinan bahwa peran pendidikan sangat penting dalam meningkatkan atau merubah diri peserta didik dengan melalui proses pengajaran yang lebih menekankan pada proses belajar siswa yang dididiknya terdapat proses perolehan informasi baru, proses transformasi pengetahuan dan proses pengecekan ketepatan dan memadainya pengetahuan tersebut bagi siswa itu. Berangkat dari uraian tersebut di atas maka penulis bermaksud menulis skripsi dengan judul: “TELAAH BELAJAR DALAM TEORI KOGNITIF PERSPEKTIF ISLAM”.
B. Rumusan Masalah Berangkat dari permasalahan di atas maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana belajar dalam perspektif Islam ? 2. Bagaimana belajar dalam perspektif teori kognitif ? 3. Bagaimana belajar dalam teori kognitif perspektif Islam ?
C. Tujuan Kajian Adapun yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang belajar dalam perspektif Islam.
6
2. Untuk mengetahui secara mendalam tentang belajar dalam perspektif teori kognitif. 3. Untuk mengetahui belajar dalam teori kognitif perspektif Islam.
D. Manfaat Kajian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, setidaknya ikut memberikan kontribusi dalam menguraikan benang
kusut
dalam
persoalan
pendidikan
selama
ini.
Dengan
diperolehnya kejelasan tentang teori belajar kognitif ini, maka akan membantu para pendidik dalam proses pembelajaran. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi: a. Peneliti, dapat menambah wawasan keilmuan yang menyangkut masalah dalam hal pendidikan. b. Guru
atau
pendidik,
sebagai
sumbangan
untuk
dijadikan
pertimbangan dalam proses pengajarannya dalam proses belajar mengajar. c. Masyarakat, Memberikan sumbangan wacana keilmuan, yang mungkin dapat digunakan sebagai sebuah bahan bacaan.
E. Metodologi kajian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam kajian ini peneliti menggunakan pendekatan filosofis paedagogik dengan berfikir kritis dan kontektual yaitu dengan pendekatan
7
yang berhubungan dengan teori yang berfikir kritis dan saling berhubungan. Penulis mencoba mengkaji tentang belajar dalam teori kognitif perspektif Islam. Dalam hal ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research) yakni penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku atau sumber kepustakaan lain.8 Maksudnya data-data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari buku-buku yang relevan dengan pembahasan. 2. Sumber Data Adapun sumber data yang dijadikan acuan adalah: a) Sumber data primer, adalah sumber data pokok berupa buku-buku yang memuat tentang teori belajar kognitif antar lain: •
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980.
•
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. 2, 1991.
•
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
•
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
b) Sumber data sekunder, adalah sumber data pendukung dan penunjang dari sumber data primer, antara lain:
8
1994),23.
Hadari Nawawi, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada University Pres, Cet. I,
8
•
Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
•
Zuhairini, dkk, Filasafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
•
Djamaluddin, dkk, Kapita Selekta Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
•
Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan, Bandung: Alfabet, 2006.
•
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2001.
•
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
•
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
•
Dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data Mengingat penelitian yang dilakukan adalah penelitian literer (studi pustaka) dan sumber datanya berasal dari buku serta dokumen yang lain, maka proses pegumpulan data yang paling tepat digunakan menurut peneliti adalah dengan menggunakan teknik membaca (literer). Teknik membaca (literer) adalah dengan cara membaca buku-buku literatur baik itu buku primer (sumber utama) maupun buku yang bersifat sekunder
9
(sumber pembantu atau pendukung),9 setelah diadakan pembacaan terhadap buku-buku yang tersedia kemudian dilakukan penulisan tentang data
yang
dibutuhkan
dalam
penelitian,
kemudian
dilakukan
pengelompokan berdasarkan kesamaan maksud dari isi, dan langkah terakhir setelah data terkumpul selanjutnya diadakan penulisan laporan hasil penelitian. 4. Analisis Data Dari data-data yang
telah terkumpul, maka selanjutnya data
tersebut dianalisis dengan menggunakan Content Analisis yaitu karya ilmiah tentang isi pesan atau komunikasi. 10 Metode ini digunakan untuk menganalisa isi bahan-bahan bacaan dan berusaha menjelaskan bangunan pemikiran tentang masalah yang dibahas dengan menggunakan proses berfikir induktif-deduktif dalam penarikan kesimpulan. Proses berfikir induktif adalah proses berfikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus, atau peristiwa-peristiwa yamg kongkrit, dan kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum. Sedangkan proses berfikir deduktif adalah proses berfikir yang berangkat dari konsep yang umum, kemudian darinya kita menilai suatu kejadian atau fakta yang bersifat khusus. 11
77. 49.
9
Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: Pustaka Setia, 2001),
10
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998),
11
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 91-99.
10
F. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, maka pembahasan dalam penelitian ini penulis kelompokkan menjadi IV bab, yang masingmasing bab terdiri dari sub bab yang berkaitan. Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah: Bab pertama, Pendahuluan yang di dalamnya berisi, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan kajian, manfaat kajian, metodologi kajian, sistematika pembahasan. Bab dua, Belajar, Teori Kognitif dan Pendidikan islam, di dalamnya membahan tentang pengertian belajar, ciri-ciri dan jenis-jenis belajar, tujuan belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Teori Kognitif meliputi: pengertian teori kognitif, tahapan perkembangan kognitif , gaya kognitif dalam pembelajaran. Pendidikan Islam meliputi: pengertian pendidikan islam, dasar dan tujuan pendidikan Islam, metode pendidikan Islam. Bab tiga, berisi tentang analisis belajar dalam perspektif Islam, analisis belajar dalam perspektif teori kognitif, Analisis belajar dalam teori kognitif perspektif Islam. Bab empat, Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
11
BAB II
BELAJAR, TEORI KOGNITIF DAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Belajar 1. Pengertian Belajar Manusia diciptakan Allah dengan dibekali potensi yaitu potensi jasmaniah yang berkenaan dengan seluruh organ fisik manusia sedangkan potensi rohaniah meliputi kekuatan yang terdapat dalam batin manusia, yakni akal, nafsu, dan roh, untuk mengembangkan potensi tersebut manusia perlu belajar, sehingga kegiatan belajar itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia itu sendiri. Berikut penuturan para ahli tentang pengertian belajar: a. Lyle E. Bourne, JR. Bruce R. Ekstrand, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan. b. Clifford T. Morgan, berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang lalu.1 c. James O. Wittaker, merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.2 d. Drs. Slameto, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah 1 2
Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 33-34. Saiful Bahri Djamaroh, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 13.
12
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.3 Dari beberapa pengertian tentang belajar tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman, dengan kata lain lebih terperinci adalah: 1) Suatu aktifitas atau usaha yang disengaja 2) Aktifitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baik yang segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari. 3) Perubahan itu meliputi perubahan ketrampilan jasmani, kecakapan perseptual, isi ingatan, abilitas berpikir, sikap terhadap nilai-nilai dan inhibisi serta lain-lain fungsi jiwa (perubahan yang berkenaan dengan aspek psikis dan fisik). 4) Perubahan tersebut relatif bersifat konstan.4 Jadi seseorang telah dikatakan belajar apabila terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah. Bahwa seseorang sedang berfikir dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisa kita lihat. 1995), 2.
3
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta,
4
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, 34
13
Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: a) Pengetahuan; mencangkup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. b) Pengertian; berbagai penjelasan dari segala sesuatu yang dapat di fahami oleh akal. c) Kebiasaan; setiap individu (siswa) yang telah mengalami proses belajar, kebiasaannya akan tampak berubah, kebiasaan itu timbul karena
proses
penyusunan
kecenderungan
respon
dengan
menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Contoh: siswa yang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan menggunakan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. d) Ketrampilan; kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat saraf atau otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, olah raga dan sebagainya. e) Apresiasi; gejala ranah afektif yang umumnya ditujukan pada karya dan seni budaya seperti seni sastra, musik, lukis dan sebagainya. f) Emosional; rasa senang- tidak senang, rasa benci- rasa sayang, rasa suka- rasa tidak suka dan sebagainya yang relatif cepat berubah. Contoh marah, malu, dan sebagainya.
14
g) Hubungan sosial; segala sesuatu yang berkenaan atau berhubungan dengan masyarakat. h) Jasmani; segala sesuatu yang berhubungan dengan fisik. i) Etis atau budi pekerti; sesuatu yang berhubungan (sesuai) dengan etika atau sesuai dengan azas prilaku yang disepakati secara umum. j) Sikap; kecenderungan individu untuk bertindak dengan cara tertentu.. Perwujudan prilaku belajar siswa-siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, peristiwa dan sebagainya. Kalau seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu aspek tingkah laku tersebut.5 Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan untuk merubah tingkah laku yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya. 2. Ciri-Ciri dan Jenis-Jenis Belajar a. Ciri-ciri belajar Dari beberapa pengertian tentang belajar di atas maka belajar adalah perubahan tingkah laku yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
5
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 30
15
1) Perubahan secara sadar Seseorang
yang
belajar
akan
menyadari
terjadinya
perubahan itu sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. 2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. Contoh: jika seorang anak belajar menulis maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam
perbuatan
belajar,
perubahan-perubahan
itu
senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Perubahan yang bersifat sementara antara temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja. Seperti berkeringat, menangis tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar.
16
Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat menetap atau permanen. Ini bersifat bahwa tingkah laku terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan yang benar-benar disadari 6) Perubahan mecakup seluruh aspek tingkah laku. Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seorang belajar sesuatu, jika seseorang belajar sesuatu sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh
dalam
sikap,
ketrampilan,
pengetahuan
dan
sebagainya. Contoh: jika seorang anak telah belajar naik sepeda maka perubahan yang nampak ialah
dalam keterampilan naik
sepeda itu, akan tetapi ia akan mengalami perubahan lain yaitu pemahaman tata cara kerja sepeda, jenis-jenis sepeda, dan sebagainya.6 Jadi dengan demikian ciri-cri belajar adalah adanya perubahan yang disadari saat belajar, belajar bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat bukan sementara, bertujuan dan
6
129.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
17
terarah, mencakup aspek tingkah laku, kesemua aspek perubahan di atas antara yang satu saling berhubungan erat dengan aspek lainnya. b. Jenis-Jenis Belajar Jenis-jenis belajar diantaranya: 1) Belajar ketrampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakangerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat saraf dan otot-otot. Tujuannya untuk memperoleh dan menguasai ketrampilan-ketrampilan jasmani tertentu. 2) Belajar pengetahuan dan pemahaman adalah belajar dengan cara melakukan dengan penyelidikan mendalam terhadap suatu objek pengetahuan tertentu. Tujuannya agar siswa memperoleh tambahan informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajari. 3) Belajar sikap adalah kecenderungan yang relative stabil yang dimiliki seseorang dalam reaksi (baik reaksi yang positif atau negatif) terhadap dirinya sendiri, orang lain, benda, situasi atau kondisi sekitarnya.7 Selain di atas belajar juga sebagai suatu aktfitas yang mencakup jenis-jenis belajar, yang meliputi:
7
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, 41-46.
18
1) Belajar bagian, yaitu peserta didik belajar dengan membagi-bagi materi pelajaran kedalam bagian-bagian agar mudah dipelajari untuk memahami makna materi pelajaran secara keseluruhan. 2) Belajar dengan wawasan, yaitu belajar merupakan proses mengorganisasi pola-pola prilaku yang berbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dan penyelesaian suatu persoalan. 3) Belajar deskriminatif, yaitu suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi rangsangan dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam berprilaku. 4) Belajar secara global atau keseluruhan, yaitu individu mempelajari keseluruhan bahan pelajaran lalu dipelajari secara berulang untuk dikuasai. 5) Belajar insidental, yaitu proses yang terjadi secara sewaktu-waktu tanpa ada petunjuk yang diberikan oleh guru sebelumnya. 6) Belajar instrumental, yaitu proses belajar yang terjadi
karena
adanya hukuman dan hadiah dari guru sebagi alat untuk menyukseskan aktivitas belajar peserta didik. 7) Belajar intensional, yaitu belajar yang memiliki arah, tujuan dan petunjuk yang dijelaskan oleh guru. 8) Belajar laten, yaitu belajar yang ditandai dengan perubahanperubahan prilaku yang terlihat tidak terjadi dengan segera.
19
9) Belajar mental, yaitu perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi pada individu tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif dari bahan yang dipelajari. 10) Belajar produktif, yaitu belajar dengan transfer maksimum. 11) Belajar verbal, yaitu belajar dengan materi verbal melalui proses latihan dan proses ingatan.8 Dari beberapa jenis belajar di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya jenis belajar terangkum dalam aspek belajar yaitu aspek kognitif (belajar bagian, belajar secara global, belajar insidental, belajar intensional, belajar mental, belajar verbal), afektif (belajar dengan wawasan, belajar instrumental, belajar laten, belajar produktif) dan psikomotorik (belajar deskriminatif). 3. Tujuan Belajar Dalam belajar pasti ingin tercapainya sesuatu, di sini tujuan belajar dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir bagian yang tidak dapt dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. b. Penanaman Konsep dan Ketrampilan
8
Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2006), 62.
20
Penanaman
konsep
memerlukan
ketrampilan.
ketrampilan
rohani.
atau
Baik
Ketrampilan
merumuskan
ketrampilan jasmani
konsep
jasmani
adalah
juga
maupun
ketrampilan-
ketrampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitik beratkan pada ketrampilan gerak atau penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar, sedangkan ketrampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah ketrampilan yang dapt dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, dan ketrampilan berpikir serta kreatifitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. c. Pembentukan Sikap Dalam menumbuhkan sikap mental prilaku dan pribadi anak didik guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk itu dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motifasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.9 Jadi pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai, pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar yang maksimal. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar.
9
Sardiman, Interaksi dan Motivasi, 25.
21
Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar diantaranya: a. Faktor internal 1) Kesehatan Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar, bila seseorang tidak sehat maka dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar. 2)
Intelegensi dan bakat Bila seseorang mempunyai intelegensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses bila dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi intelegensinya rendah.
3) Minat dan motivasi Minat dan motivasi adalah dua aspek psikis yang juga besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar. 4) Cara belajar Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. b. Faktor eksternal 1) Keluarga
22
Faktor keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar, baik dari cara orang tua mendidik, suasana rumah tangga maupun keadaaan ekonomi keluarga. Yang bisa mempengaruhi seorang anak dalam belajar.10 2) Sekolah Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat
keberhasilan
belajar
baik
kualitas
guru,
metode
mengajarnya, kurikulum sekolah maupun pelaksanaan tata tertib sekolah. 3) Masyarakat Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakat terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, moralnya baik, maka hal ini akan mendorong anak untuk lebih giat belajar, tetapi sebaliknya apabila dilingkungannya anak-anaknya tidak bersekolah, hal ini akan mengurangi semangatnya dalam belajar. 4) Lingkungan sekitar Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar dan sebagainya, semua ini akan mempengaruhi kegairahan belajar sebaliknya tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk ini akan menunjang proses belajar.11 Dengan adanya faktor-faktor di atas dapat dijadikan pedoman dalam pencapaian hasil belajar yang lebih baik. 10 11
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, 60. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 55.
23
B. Teori Kognitif 1. Pengertian Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti luas, cognitinion (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu domain atau wilayah / ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.12 Teori ini juga merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons, tetapi belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks13, ataupun lebih menekankan pada proses mengetahui yaitu menemukan cara-cara ilmiah dalam mempelajari proses mental yang terlibat dalam upaya mencari dan menemukan pengetahuan.14 Dalam kaitanya dengan berfikir ini, bahwa pada manusia terbentuk struktur mental atau organisasi mental. Pengetahuan terbentuk melalui proses pengorganisasian pengetahuan baru
12
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), 66. 13 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 170. 14 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 22.
24
dengan struktur yang telah ada setelah pengetahuan baru tersebut diinterpretasikan oleh struktur yang ada tersebut. Hal lain yang juga sangat penting dalam teori kognitif adalah bahwa individu itu aktif, konstruktif, dan berencana, bukan pasif menerima stimulus dari lingkungan. Menurut ahli kognitif individu merupakan partisipan aktif dalam proses memperoleh dan menggunakan pengetahuan. Individu berfikir secara aktif dalam membentuk wawasannya tentang kenyataan memilih aspek-aspek penting dari pengalaman untuk disimpan dalam ingatan, atau digunakan dalam pemecahan masalah.15 Adapun yang menjadi tokoh dalam teori kognitif adalah sebagai berikut: a. Jean Piaget Menurut Jean Piaget, salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni: (1) asimilasi (2) akomodasi (3) equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada dalam benak siswa.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Bagi seorang yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya
15
memperkenalkan
prinsip
perkalian,
maka
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 26.
proses
25
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dibenak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) inilah yang disebut proses asimilasi. Jika seseorang diberi sebuah soal perkalian maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar seseorang tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya diperlukan proses penyeimbangan yang disebut equilibrasi. Proses penyeimbangan antara “dunia luar dan dalam”. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendatsendat dan berjalan tidak teratur. b. Ausubel Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut
“pengatur
kemajuan
(belajar)”
(advance
organizers)
didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan cepat kepada siswa. Pengaturan kemajuan adalah konsep atau informasi umum yang memadai (mencakup) siswa isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ausubel
percaya
bahwa
“advance
organizers”
dapat
memberikan tiga macam manfaat, yakni: 1) Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
26
2) Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa. 3) Mampu membentuk siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah. Oleh karena itu pengetahuan terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik maka seorang guru akan mampu menemukan informasi pelajaran yang menurut Ausubel “sangat abstrak, umum, dan insklusif”, yang memadai apa yang akan diajarkan. Selain itu logika berpikir guru juga dituntut sebaik mungkin tanpa memiliki logika berpikir yang baik, maka guru akan kesulitan memilah-milah materi pelajaran. c. Bruner Bruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning, menurut teori ini proses belajar akan dapat berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum untuk memahami konsep kejujuran. Lawan pendekatan ini adalah “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini siswa disodori sebuah
27
informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui contoh-contoh khusus dan konkrit. Proses belajar ini jelas berjalan dengan deduktif. Di samping itu Bruner mengemukakan perlu ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Teori belajar ini bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran ini bersifat preskriptif.16 Di dalam belajar ranah kognitif dibagi menjadi enam: a. pengetahuan: mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. b. pemahaman: mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. c. penerapan: mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah/ metode bekerja pada suatu kasus/ problem yang konkret dan baru. d. Analisis: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan/ organisasinya dapat dipahami dengan baik. e. sintesis: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan/ pola baru f. Evaluasi: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu/ beberapa hal, bersama dengan pertanggung jawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu.17
16 17
Hamzah B Uno, Oreantasi Raru Dalam psikologi pembelajaran, 10. W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), 274.
28
Jadi teori kognitif lebih mementingkan proses belajar atau proses berfikir dari pada hasil belajar itu sendiri.
2. Tahapan Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif atau cognitive development, yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak.18 Menurut Jeans Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak yaitu: a. Kematangan b. Pengalaman fisik atau lingkungan c. Transmisi social d. Equilibrium atau self regulation19 Kemudian selanjutnya Piaget membagi lagi menjadi beberapa tingkatan yaitu: 1) Sensori motor (0-2 tahun) Selama perkembangan dalam tahap ini yang berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada prilaku
18 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 49. 19 Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan cet III (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 125,
29
terbuka. Intelegensi sensori motor dipandang sebagai intelegensi praktis yang berfaedah bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Anak pada periode ini belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan tersebut.20 2) Pra operasional (2-7 tahun) Pada tahap perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence, artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tatap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tak terlihat atau tak didengar lagi. Jadi pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan pada periode sensori motor, yaitu tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka, selain itu juga dalam periode ini anak juga memperoleh kemampuan berbahasa yang mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimatkalimat pendek tetapi efektif. 3) Konkret- operasional (7-11 tahun) Dalam periode konkret-operasional yang berangsung hingga usia menjelang remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang
20
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, 70-74.
30
disebut system of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan langkah berfikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu kedalam sistem pemikirannya sendiri. Satuan langkah berpikir anak kelak akan menjadi dasar terbentuknya intelegensi intuitif (kecerdsan ilhami), yang dalam hal ini berupa tahapan langkah operasional tertentu yang mendasari suatu pemikiran dan pengetahuan manusia, disamping merupakan proses pembentukan pemahaman. 4) Formal- Operasional (11-15 tahun) Pada tahap ini anak sudah menginjak masa remaja yakni usia 11- 15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran konkret operasional. Tahap perkembangan kognitif terakhir yang menghapus keterbatasan-keterbatasan tersebut sesungguhnya tidak hanya berlaku bagi remaja hingga usia 15 tahun, tetapi juga bagi remaja dan bahkan orang dewasa yang berusia lebih tua. Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini, seorang remaja telah memilik kemampuan mengoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yaitu (1) kapasitas menggunakan hipotesis; dan (2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berfikir hipotesis yakni berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah
31
dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respons. Selanjutnya, dengan kapasitas menggunakan prinsipprinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari materimateri pelajaran yang abstrak.21 Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya. Dalam kaitan ini seorang guru seyogyanya memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan materi belajar dalam jumlah dan jenisnya sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut. Guru yang mengajar, tetapi tidak menghiraukan tahapan-tahapan ini akan cenderung menyulitkan para siswanya.22 Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Pendidik hendaknya banyak memberi rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. 3. Gaya Kognitif dalam Pembelajaran Gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.
21 22
Ibid.,70-74. Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, 11.
32
Gaya kognitif merupakan salah satu variabel yang menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran agar hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin. Gaya kognitif dapat dikonsepsikan sebagai sikap, pilihan atau strategi yang secara stabil menentukan cara-cara seseorang yang khas dalam menerima, mengingat, berfikir dan memecahkan masalah. Pengaruhnya meliputi hampir seluruh kegiatan manusiawi yang bertalian dengan pengertian, termasuk fungsi sosial dan fungsi antar manusia. Salah satu gaya yang dipelajari secara luasa dalah apa yang disebut dengan “field independent” (FDP) dan “field dependent” (FD). a. Seseorang dengan FDP cenderung menyatakan suatu gambaran lepasa dari latar belakang gambaran tersebut, serta mampu membedakan obyek-obyek dari konteks sekitarnya dengan lebih mudah. b. Seseorang dengan FD menerima sesuatu lebih secara global dan mengalami kesulitan dalam memisahkan diri dari keadaan sekitarnya, mereka cenderung mengenal dirinya sebagai bagian dari suatu kelompok, dalam orientasi sosial mereka cenderung untuk lebih perseptif dan peka.23 Gaya
kognitif
siswa
merupakan
variabel
penting
yang
mempengaruhi cara pendekatan terhadap situasi belajar. Gaya kognitif
23
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, 161.
33
memainkan peranan penting di dalam cara siswa menentukan pilihanpilihan akademik, kelanjutan perkembangan akademik , bagaimana siswa belajar serta bagaimana interaksi siswa dan berlangsung. Baik siswa maupun guru, menunjukkan cara-cara pendekatan yang berbeda dalam menerima atau memberikan pengajaran sesuai gaya kognitif yang dimiliki. Marc. C. Mahlios pernah mengadakan penelitian untuk melihat peran gaya kognitif siswa di dalam belajar serta gaya kognitif guru di dalam memberikan pengajaran, menunjukkan: 1) Tingkah laku guru a) Guru dengan FD (field dependent), menunjukkan pengajaran dan belajar yang lebih baik melalui diskusi-diskusi kelas. Dalam pendekatan diskusi, tidak hanya interaksi sosial yang ditekankan tetapi juga memberikan siswa lebih banyak peran di dalam mengatur situasi kelas. b) Guru dengan FDP (field independent), di dalam memperkenalkan topik-topik serta mengikuti jawaban-jawaban siswa cenderung untuk memberikan pertanyaan yang terarah. c) Guru dengan FDP dalam melakukan kontak dengan siswa lebih banyak menggunakan teknik-teknik pertanyaan langsung kepada siswa, lebih kritis terhadap jawaban-jawaban siswa dibandingkan mereka yang FD. 2) Tingkah laku siswa: a) Siswa dengan FDP cenderung bekerja secara independent.
34
b) Gaya kognitif siswa mempengaruhi belajar tergantung pula pada penguatan yang diberikan oleh guru. Siswa-siswa dengan FD, di dalam memberikan jawaban-jawabannya banyak tergantung pada pujian yang diberikan olah guru. Melalui interaksi dengan FD, guru memiliki banyak kesempatan untuk mempengaruhi (secara kuat) belajar dan tingkah laku siswa. c) Umpan balik yang diberikan di dalam kelas oleh guru lebih banyak diterima oleh siswa FDP, kecuali dalam hubungan-hubungan yang bersifat pribadi, siswa dengan FD menerima lebih banyak umpan balik dibandingkan dengan siswa FDP. Disini dimensi gaya kognitif dalam menerima informasi dibagi menjadi empat, yaitu: (1) perceptual modality prefence, yaitu gaya kognitif yang berkaitan dengan kebiasaan dan kekuasaan seseorang dalam menggunakan alat indranya. (2) field
dependent-field
independent,
yaitu
gaya
kognitif
yang
mencerminkan cara analisis seseoran dalam berinteraksi dengan lingkungan. (3) scanning, yang menggambarkan kecenderungan seseorang dalam menitik beratkan perhatiannya pada suatu informasi. (4) strong and weaknees automatization, yang merupakan gambaran kapasitas seseorang untuk menampilkan tugas (teks) secara berulangulang.
35
Gaya kognitif dapat dipandang sebagai satu variabel dalam pembelajaran.
Dalam hal
ini kedudukannya
merupakan variabel
karakteristik siswa, dan keberadaannya bersifat internal. Artinya gaya kognitif merupakan kapabilitas seseorang yang berkembang seiring dengan perkembangan kecerdasannya. Bagi siswa, gaya kognitif tersebut sifatnya given dan dapat berpengaruh pada hasil belajar mereka. Dalam hal ini, siswa yang memiliki gaya kognitif tertentu memerlukan strategi pembelajaran tertentu pula untuk memperoleh hasil belajar yang baik.24 Jadi
seorang
guru
harus
senantiasa
melakukan
strategi
pembelajaran yang sesuai dengan gaya kognitif siswa agar memperoleh hasil belajar yang maksimal. C. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Pada hakikatnya kehidupan mengandung unsur pendidikan karena adanya interaksi dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan sebaikbaiknya dalam berinteraksi dengan semua itu dan dengan siapapun. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (Jasmani) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab oleh masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas
24
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam PsikologiPembelajaran, 185.
36
(kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab, untuk mewujudkan itu semua manusia harus di didik melalui proses pendidiakan Islam.25 Berikut ini pendapat para ahli dalam mengartikan pengertian pendidikan Islam, adalah sebagai berikut: a. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.26 b. Menurut
Musthafa
Al-Ghulayaini,
pendidikan
Islam
adalah
menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak pada masa pertumbuhannya dan penyiramannya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya terwujud keutamaan, kebaikan, dan untuk bekerja untuk memanfaatkan tanah air. c. Menurut Syeikh Muhammad An Naquib Al-Attas, pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang cepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.27 d. Menurut Moh Fadil Al-Jamali, pendidikan Islam adalah proses mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat 25 26
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II (Bandung: Pustaka Setia, 1997),12. Achmad D M arimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif,
1980), 23.
27
Djalaludin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan (Bandung:CV. Pustaka Setia, 1999), 9-10.
37
derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).28 Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah bimbingan dilakukan seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.29 Atau dapat diartikan juga suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah.30 Dengan demikian pendidikan Islam sebagai proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik kearah terbentuknya pribadi muslim. 2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam a. Dasar pendidikan Islam Setiap aktvitas yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai dasar atau landasan tempat berpijak yang kokoh dan kuat. Di dalam menetapkan dasar suatu aktivitas manusia selalu berpedoman kepada pandangan hidup dan hukum-hukum dasar yang dianutnya, karena hal ini akan menjadi pegangan dasar di dalam kehidupannya. Dasar adalah landaasn untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.31 Demikian pula dasar
28
M. Arifin, Filsafat Pemdidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 17. Djamalludin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan, 11. 30 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 11, 13. 31 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 121. 29
38
pendidikan Islam yaitu fundamen yang menjadi landasan atau asas agar pendidikan Islam dapat tegak berdiri tidak mudah roboh karena tiupan angin kencang berupa ideologi yang muncul baik sekarang ataupun yang akan datang. Dengan adanya dasar ini maka pendidikan Islam akan tegak berdiri dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh pengaruh luar yang mau merobohkan ataupun mempengaruhinya. Dasar pendidikan Islam secara garis besar dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Landasan pokok a) Al-Qur’an Islam
adalah
agama
yang
membawa
misi
agar
umatnya
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ayat al-Qur’an yang pertama kali turun adalah berkenaan disamping masalah keimanan juga pendidikan. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5, sebagaimana berikut ini:
ôÏΒ z≈|¡ΣM}$# t,n=y{ ∩⊇∪ t,n=y{ “Ï%©!$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ ù&tø%$# zΟ‾=tæ “Ï%©!$#
∩⊂∪ ãΠtø.F{$# y7š/u‘uρ ù&tø%$#
∩⊄∪ @,n=tã
∩∈∪ ÷Λs>÷ètƒ óΟs9 $tΒ z≈|¡ΣM}$# zΟ‾=tæ ∩⊆∪ ÉΟn=s)ø9$$Î/ Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan
39
perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 32 Al-Qur’an di sini dapat diartikan “kalam Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah anak Abdullah dengan lafadz bahasa Arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah atau kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia dengan petunjuknya serta beribadah membacanya.
Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dalam firman Allah
“Ï%©!$ ÞΟçλm; tÎit7çFÏ9 āωÎ) |=≈tGÅ3ø9$# y7ø‹n=tã $uΖø9t“Ρr& !$tΒuρ ∩∉⊆∪ šχθãΖÏΒ÷σム5Θöθs)Ïj9 ZπuΗ÷qu‘uρ
“Y‰èδuρ ϵŠÏù (#θàn=tG÷z$#
Yang artinya: Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. anNahl: 64) 33 Selanjutnya firman Allah dalam surat Asy-Syura ayat 52:
|MΖä. $tΒ 4 $tΡÌøΒr& ôÏiΒ %[nρâ‘ y7ø‹s9Î) !$uΖø‹ym÷ρr& y7Ï9≡x‹x.uρ çµ≈oΨù=yèy_ Å3≈s9uρ ß≈yϑƒM}$# Ÿωuρ Ü=≈tGÅ3ø9$# $tΒ “Í‘ô‰s? ü“ωöκtJs9 y7‾ΡÎ)uρ 4 $tΡÏŠ$t6Ïã ôÏΒ â!$t±®Σ tΒ ÏµÎ/ “ωöκ¨Ξ #Y‘θçΡ ∩∈⊄∪ 5ΟŠÉ)tGó¡•Β :Þ≡uÅÀ 4’n<Î)
32
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1984), 1079. 33 Ibid, 411.
40
Artinya: “Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (alqur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-kitab (al-qur’an) dan tidak mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al-qur’an itu cahaya yang kami beri petunjuk dengan dia siapa yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalannya yang benar.” 34 Dengan adanya penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an itu merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bagi kerohanian, ia pada umumnya merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan, moril (akhlak), spiritual (kerohanian). b) As-Sunnah Sunnah dapat dijadikan dasar pendidikan Islam karena sunnah menjadi sumber utama pendidikan Islam, karena Allah swt menjadikan Muhammad sebagai teladan bagi umatnya. Firman Allah swt dalam surat al-Ahzab ayat 21:
t yϑÏj9 ×πuΖ|¡ym îοuθó™é& «!$# ÉΑθß™u‘ ’Îû öΝä3s9 tβ%x. ô‰s)©9 ∩⊄⊇∪ #ZÏVx. ©!$# tx.sŒuρ tÅzFψ$# tΠöθu‹ø9$#uρ ©!$# (#θã_ötƒ β%x. Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S AlAhzab: 21). 35
34 35
Ibid, 791 Ibid., 670.
41
Kita sebagai umat muslim yang ingin mendapatkan rahmat dari Allah maka kita harus menjadikan Muhammad sebagai suri teladan yang baik. Sebagaimana Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya,
mereka
mempraktekkan
pula
seperti
yang
dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain. Perkataan atau perbuatan dan ketetapan Nabi inilah yang disebut hadits atau sunnah.36 Rasulullah saw bersabda:
lِ kَ _َ]mِ nْ ْ َم اNOَ Qِ Rِ SَT َأW V ِاQُ Zُ [ُ \ْ ]َ ^َ _ًZaْ b ِ c ُ dَ e ْ َO g ٍh ُ ْ َرjkِ _َk _ ِرVon اj َ kِ َ_ ٍمpaِRِ _ًZp َ aْ kُ Artinya: Tiadalah seorang lelaki yang memelihara ilmu, kemudian menyembunyikannya, kecuali dia akan didatangkan pada hari qiamat dalam keadaan diberi kendali dengan kendali dari api neraka.37 Rasulullah saw mewajibkan kepada seluruh umatnya untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. 2) Dasar tambahan a) Perkataan, perbuatan dan sikap para sahabat Selain al-Qur’an dan sunnah juga perkataan, sikap dan perbuatan para nabi perkataan mereka dapat dijadikan pegangan karena Allah sendiri di dalam al-Qur’an yang 36
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 123. Al-Ustadz H. Abdullah Shonhaji, dkk, Terjemah Sunan Ibnu Majjah Jus I (Semarang: CV. Asy-Syifa’: 1992), 215. 37
42
memberi pernyataan, sedangkan perbuatan dan sikap para sahabat sebagai teladan yang baik harus ditiru. b) Ijtihad Para fuqaha’ mengartikan ijtihad dengan berfikir menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmu syariat Islam dalam hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur’an dan hadits, penetapan hukum dilakukan dengan ijtihad, penggunaan ijtihad dapat dilaksanakan dalam seluruh aspek ajaran Islam, termasuk juga aspek pendidikan. 3) Dasar operasional pendidikan Islam Menurut Hasan Langgulung dasar operasional ada 6 macam yaitu: a) Dasar historis adalah dasar yang memberikan andil kepada pendidik dari hasil pengalaman masa lalu, berupa peraturan dan budaya masyarakat. b) Dasar sosial, yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikannya itu berkembang. c) Dasar ekonomi adalah dasar yang memberi perspektif terhadap potensi manusia berupa materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya. d) Dasar politik adalah dasar yang memberi bingkai dan ideologi dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dibuat.
43
e) Dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang watak pelajar, guru, cara-cara terbaik dalam pratek, pencapaian dan penilaian dan pengukuran secara bimbingan. f) Dasar fisiologis adalah dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem dan kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.38 b. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan suatu kegiatan, karena itu tujuan pendidikan Islam, yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam. Sebelum merumuskan tujuan pendidikan Islam, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal. 2) Sifat-sifat dasar manusia. 3) Tuntutan dan dinamika peradaban manusia 4) Dimensi-dimensi kehidupan Islam diantaranya mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di muka bumi, mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang lebih baik, mengandung nilai yang
38
Ramayulis, Ilmu Pendididkan Islam, 124-131.
44
dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.39 Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, fungsi tujuan itu ada empat macam, yaitu: 1) Mengakhiri usaha 2) Mengarahkan usaha 3) Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain baik merupakan tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama. 4) Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu. Sehubungan dengan itu maka tujuan mempunyai arti yang sangat penting bagi keberhasilan sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh, tahapan sasaran serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan, karena itu kegiatan yang tanpa disertai tujuan sasarannya akan kabur, akibatnya program dan kegiatannya sendiri akan menjadi acak-acakkan.40 Menuruti Abu Ahmadi, tujuan pendidikan Islam mempunyai tahapan-tahapan meliputi: a) Tujuan tertinggi atau terakhir Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi 39
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), 35. 40 Achmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, 45-46.
45
tersebut dirumuskan dalam satu istilah yang disebut “insan kamil” (manusia paripurna). b) Tujuan umum Tujuan umum berfungsi arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, prilaku dan kepribadian peserta didik. Dikatakan umum karena berlaku bagi siapa saja tanpa dibatasi ruang dan waktu dan menyangkut diri peserta didik secara total. Sesuai dengan kenyataannya menunjukkan bahwa tujuan tertinggi atau terakhir maupun tujuan umum, dalam prakteknya pendidikan boleh dikatakan tidak pernah tercapai sepenuhnya, dengan perkataan lain, untuk mencapai tujuan tertinggi atau terakhir itu diperlukan upaya yang tidak pernah berakhir, sedangkan tujuan umum “realisasi diri” adalah becoming, selama hayat
proses
pencapaiannya
tetap
berlangsung
secara
berkelanjutan. c) Tujuan khusus Tujuan khusus adalah pengkhususan atau operasional tujuan tertinggi atau terakhir dan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi atau terakhir dan umum itu. Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada:
46
(1) kultur dan cita-cita suatu bangsa (2) minat, bakat dan kesanggupan subyek didik (3) tuntutan situasi, kondisi pada kurun waktu tertentu. 41 d) Tujuan sementara Tujuan sementara disini yaitu tercapainya berbagai kemampuan
seperti
kecakapan
jasmaniyah,
pengetahuan,
membaca, menulis dan sebagainya. Kedewasaan rohaniah tercapai apabila orang yang telah mencapai kedewasaan jasmaniyah, kedewasaan rohaniah, bukanlah merupakan sesuatu yang statis, melainkan melalui suatu proses oleh karena itu sangat sukarlah ditentukan kapan seseorang dinyatakan dewasa rohaniah yang sesungguhnya. Seseorang dikatakan dewasa rohaniah apabila ia telah dapat memilih sendiri, memutuskan sendiri dan bertanggung jawab sendiri sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Dengan demikian, maka mencapai kedewasaan merupakan tujuan sementara untuk mencapai tujuan akhir. 42 Ada empat aspek yang menjadi tujuan pendidikan Islam, yaitu: 1. Jasmaniyah, dalam aspek ini diarahkan untuk membentuk manusia yang sehat, dan kuat jasmaninya serta berketrampilan yang tinggi. 41 42
2007), 68.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 134-140. Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia,
47
2. Rohaniyah, aspek ini diarahkan dengan kemampuan manusia menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah, dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkanNya dengan mengikuti keteladanan rasulullah saw, inilah tujuan rohaniah pendidikan Islam, yang diarahkan pada pembentukan akhlaq mulia. 3. Aqliyah, selain tujuan jasmaniah dan rohaniah, pendidikan Islam juga memperhatikan tujuan aqliyah (akal), aspek ini bertumpu pada pengembangan intelegensia (kecerdasan) yang berada dalam otak sehingga mampu menahan dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini. 4. Sosial, merupakan pembentukan kepribadian yang utuh dari roh, tubuh dan akal. Di mana identitas individu disini tercermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat yang plural (majemuk), tujuan sosial ini sangat penting karena sebagai khalifah Tuhan di bumi seyogyanya mampu mempunyai kepribadian yang utuh dan seimbang, yang karenanya tidak mungkin manusia menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat.43 Dengan adanya dasar dan tujuan pendidikan islam maka seorang pendidik akan lebih mudah dalam memberikan suatu pengajaran kepada peserta didik.
43
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 144.
48
3. Metode Pendidikan Islam a. Pengertian metode Menurut etimologi, istilah
metode berasal dari bahasa
Yunani “Metodos” kata ini terdiri dari dua suku kata “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan yang dilalui untuk mencapai jalan, dalam bahasa Arab metode dikenal dengan istilah thariqah.44 Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka metode itu harus diwujudkan dalam proses pendidikan Islam dalam rangka mengembangkan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan baik. Secara terminologi metode ialah seperangka cara, jalan dan teknik yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran.45 Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan karena ia menjadi sarana yang membermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya. Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan dapat menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode 44
Armai Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pres,
2002), 40.
45
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 184.
49
yang ditetapkan oleh seorang guru dapat berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Metode dapat dikatakan tepat guna bila mengandung nilainilai instrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Karena proses pendidikan Islam mengandung internalisasi dan transformasi nilai-nilai Islam kedalam pribadi anak didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu pada tuntunan agama dan tuntunan hidup bermasyarakat .46 b. Prinsip-prinsip metode Adapun prinsip-prinsip metodologi yang dijadikan landasan untuk memperlancar proses pendidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah: 1) Prinsip memberi suasana kegembiraan 2) Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut 3) Prinsip kebermaknaan bagi anak didik 4) Prinsip prasyarat 5) Prinsip komunikasi terbuka 6) Prinsip pemberian pengetahuan yang baru
46
Ibid., 184.
50
7) Prinsip memberi modal prilaku yang baik 8) Prinsip praktek (pengalaman) secara aktif 9) Prinsip kasih sayang dan bimbingan, penyuluhan terhadap anak didik.47 Dengan adanya prinsip-prinsip tersebut di atas, akan mempermudah guru dalam pemberian metode dan proses pendidikan Islam. Di bawah ini dikemukakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip dasarnya di al-Qur’an dan hadits. a) Metode ceramah
f) Metode eksperimen
b) Metode Tanya jawab
g) Metode kerja
c) Metode diskusi
h) Metode kisah
d) Metode pemberian tugas
i) Metode amsal
e) Metode demonstrasi
j) Metode targhib dan tarhib.48
Dengan cara demikian maka metode pendidikan Islam berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Teknik (metode) pendidikan Islam Menurut Muhammad Qutub, menyatakan bahwa teknik (metode) pendidikan Islam itu ada 8 macam, yaitu: 1) Pendidikan melalui teladan
47 48
Hamdani Ihsan dan A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, 163. Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam, 193-197.
51
Pendidikan melalui teladan merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses.49 Pendidik harus berusaha menjadi teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Dengan keteladanan dimaksudkan peserta didik senantiasa akan mencontoh segala sesuatu yang baik-baik dalam perkataan maupun perbuatan.50 2) Pendidikan melalui nasihat Nasihat yang berpengaruh dapat membuka jiwa secara langsung melalui perasaan, ia menggerakkan dan mengguncangkan isinya selama waktu tertentu. Nasihat yang jelas dan dapat dipegang adalah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak membiar kan jatuh kedasar bawah dan mati bergerak. 3) Pendidikan melalui hukuman Apabila teladan dan nasihat tidak mempan maka tindakan selanjutnya adalah hukuman. Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. Ada orang-orang yanag cukup dengan teladan dan nasihat saja, sehingga tidak perlu hukuman baginya, tetapi ada yang perlu dikerasi sekali-kali dengan hukuman. 4) Pendidikan melalui cerita Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan manusia. Cerita pada kenyataannya sudah merajut hati manusia dan mempengaruhi kehidupan mereka. 49 50
Hamdani Ihsan dan A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, 195. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 198.
52
5) Pendidikan melalui kebiasaan Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, lalu merubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan tanpa susah payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan. 6) Menyalurkan kekuatan Kekuatan yang dikandung oleh eksistensi manusia dan dihimpun oleh Islam adalah kekuatan energik dan netral yang dapat menimbulkan baik dan buruk, digunakan untuk membangun dan menghancurkan, serta dapat pula habis percuma tanpa tujuan dan arah. Islam menyalurkan kekuatan itu kearah yang benar menuju kebaikan. 7) Mengisi kekosongan Kekosongan merusak jiwa, kerusakan utama yang timbul oleh kekosongan menyebabkan seseorang terbiasa pada sikap buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu. Islam ingin sekali memfungsikan secara baik semenjak ia bangun dari tidur, sehingga orang itu tidak mengeluh atas kekosongan yang dideritanya serta ingin sekali meluruskan kekuatan itu pada jalannya semula.
53
8) Pendidikan melalui peristiwa-peristiwa Hidup adalah perjuangan dan merupakan pengalamanpengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakannya sendiri maupun karena sebab-sebab luar. Guru yang baik tidak akan membiasakan peristiwa-peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa mengambilnya menjadi pengalaman yang berharga. Ia mesti menggunakannya untuk membina, mengasah dan mendidik jiwa. Oleh karena itu pengaruhnya tidak boleh hanya sebentar saja.51 Dengan adanya teknik (metode) pendidikan Islam di atas belajar tidak akan bisa efektif apabila dalam penerapannya seorang pendidik tidak memiliki kemampuan atau kompetensi sebagai guru (pendidik) yang profesional, karena kemampuan atau kompetensi guru lebih utama dibandingkan teknik atau metode mengajar.
51
Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan, 196-201.
54
BAB III ANALISIS BELAJAR DALAM TEORI KOGNITIF PERSPEKTIF ISLAM
B. Analisis Belajar Dalam Perspektif Islam Sebagaimana telah penulis sampaikan di muka bahwa belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman yang mana perubahan atau belajar tersebut mencakup beberapa aspek diantaranya pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis. sebagai hasil dari pengalaman
individu
itu
sendiri
dalam
interaksi
individu
dengan
lingkungannya. Selain itu juga ada beberapa ciri belajar yaitu perubahan secara sadar, perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, bersifat pasif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan dan terarah, mencangkup aspek tingkah laku. Kesemua itu antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan erat. Ada juga tujuan belajar diantaranya ingin mendapatkan pengetahuan, konsep dan ketrampilan, dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pendidik harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar diantaranya faktor internal (kesehatan, bakat, minat dan cara belajar) sadang faktor eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar). Yang kesemua itu
55
sangat berpengaruh dalam pembelajaran yamg mana setiap individu dalam menerima pelajaran tingkat kecerdasannya berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Adapun empat tokoh yang berpendapat tentang pengertian pendidikan Islam dapat disimpulkan bahwa bimbingan yang dilakukan oleh orang yang telah dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim, pendidikan Islam ini mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan sangat penting. Hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan Dari kedua pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar ataupun juga pendidikan Islam ini mengarah pada perubahan dalam diri seseorang dalam aspek kehidupan manusia. Dalam pendidikan Islam disebutkan seluruh aspek kehidupan, hal ini jika dispesifikkan lagi maka aspek ini terdiri dari aspek jasmani dan rohani, serta kesemua aspek tersebut diarahkan berdasarkan prinsip-prinsip Islam yaitu al Qur’an dan al hadits, sehingga akan terbentuk pribadi yang sempurna. Dalam bukunya Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam disebutkan bahwa ada empat aspek yang menjadi tujuan pendidikan Islam, yaitu: 1. Jasmaniyah, dalam aspek ini diarahkan untuk membentuk manusia yang sehat, dan kuat jasmaninya serta memiliki ketrampilan yang tinggi. 2. Rohaniyah, aspek ini diarahkan pada pembentukan akhlaq yang mulia.
56
3. Aqliyah, mengarah pada proses intelegensia (kecerdasan) yang berada dalam otak sehingga mampu memahami dan menganalisis fenomenafenomena ciptaan Allah. 4. Sosial, diarahkan pada pembentukan kepribadian yang utuh dari roh, tubuh dan akal. Dimana identitas individu disini tercermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat yang plural. Sehubungan dengan itu maka tujuan mempunyai arti yang sangat penting bagi keberhasilan sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh, tahapansasaran serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Karena itu kegiatan tanpa disertai tujuan sasaran akan kabur, akibatnya program dan kegiatannya menjadi berantakan. Dengan demikian belajar dalam perspektif Islam adalah suatu kegiatan perubahan tingkah laku seseorang yang dilakukan oleh pendidik kepada anak didik melalui latihan dan pengalaman untuk mencapai kedewasaan agar ia memiliki kepribadian muslim yang mempunyai akhlak yang sempurna, berdasarkan prinsip-prinsip serta sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan hadits. C. Analisis Belajar Dalam Perspektif Teori Kognitif Teori kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi melibatkan proses berfikir yang sangat komplek, sebagaimana pendapatnya Nana Syaodih Sukmadinata.
57
Individu juga harus lebih aktif, konstruktif, dan berencana, bukan pasif menerima stimulus dari lingkungan. Ataupun lebih menekankan pada proses mengetahui yaitu menemukan cara-cara ilmiah dalam mempelajari proses mental yang terlibat dalam upaya mencari dan menemukan pengetahuan. Adapun aspek yang tergolong dalam ranah kognitif ini meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Bila dicermati dari pengertian tersebut maka seseorang dapat dikatakan belajar bila aspek-aspek yang masuk di dalam ranah kognitif tersebut dapat terpenuhi. Dapat dipahami juga bahwa perkembangan kognitif dari setiap individu berbeda-berbeda baik dari segi pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, ataupun evaluasi, hal ini disebabkan karena berbagai faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak dibagi menjadi empat yaitu: a. Kematangan b. Pengalaman fisik atau lingkungan c. Transmisi social d. Equilibrium atau self regulation Adapun juga faktor yang mempengaruhi dalam belajar yaitu faktor internal (kesehatan, bakat, minat, cara belajar) dan faktor eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan sekitar), yang sangat berpengaruh, dalam hal ini menyebabkan antara anak didik yang satu dengan yang lain akan berbeda
58
dalam pencapaian hasil belajarnya, begitu juga dalam perkembangan kognitifnya. Anak didik yang usianya semakin tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat kognitif seseorang semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya. Jadi seorang pendidik hendaknya memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya, dan juga memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungannya. Hal ini berarti belajar akan lebih efektif atau lebih berhasil apabila guru atau pendidik dapat memahami tingkat dan tahap perkembangan anak didik, sehingga pengajaran dapat disesuaikan dengan gaya kognitif siswa karena setiap individu mempunyai gaya kognitif yang berbeda-beda. Jadi belajar dalam perspektif teori kognitif adalah perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil latihan dan pengalaman yang didalamnya lebih mementingkan proses berfikir yang sangat komplek yang lebih menekankan pada aspek kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
D. Analisis Belajar Dalam Teori Kognitif Perspektif Islam Seperti yang telah disampaikan dimuka, bahwa belajar dalam perspektif Islam adalah suatu kegiatan perubahan tingkah laku seseorang yang dilakukan oleh pendidik kepada anak didik melalui latihan dan pengalaman untuk mencapai kedewasaan agar ia memiliki kepribadian muslim yang
59
mempunyai akhlak yang sempurna, berdasarkan prinsip-prinsip serta sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan hadits. Sedangkan belajar dalam perspektif teori kognitif adalah perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil latihan dan pengalaman yang didalamnya lebih mementingkan proses berfikir yang sangat komplek yang lebih menekankan pada aspek kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar dalam teori kognitif perspektif islam adalah suatu perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil latihan dan pengalaman yang labih mementinkan proses berfikir yang sangat komplek untuk mencapai kedewasaan agar ia memiliki kepribadian muslim yang mempunyai akhlak yang sempurna berdasarkan prinsip-prinsip serta sumber ajaran islam al-Qur’an dan hadits.
60
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Belajar dalam perspektif Islam adalah suatu kegiatan perubahan tingkah laku seseorang yang dilakukan oleh pendidik kepada anak didik melalui latihan dan pengalaman untuk mencapai kedewasaan agar ia memiliki kepribadian
muslim
yang
mempunyai
akhlak
yang
sempurna,
berdasarkan prinsip-prinsip serta sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan hadits. 2. Belajar dalam perspektif teori kognitif adalah perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil latihan dan pengalaman yang didalamnya lebih mementingkan proses berfikir yang sangat komplek yang lebih menekankan pada aspek kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. 3. Belajar dalam teori kognitif perspektif Islam adalah: suatu perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil latihan dan pengalaman yang labih mementingkan proses berfikir yang sangat komplek untuk mencapai kedewasaan agar ia memiliki kepribadian muslim yang mempunyai akhlak yang sempurna berdasarkan prinsip-prinsip serta sumber ajaran islam yaitu al-Qur’an dan hadits.
61
B. Saran Dari berbagai uraian yang telah dijelaskan maka dapat diberikan saran sebagai berikut: Seorang pendidik hendaknya benar-benar memperhatikan anak didiknya, baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam belajar ataupun tingkat perkembangan anak didik,serta terhadap jasmani, rohani, dan akal peserta didik kearah terbentuknya pribadi muslim, karena jika hal itu semua dapat dipenuhi maka proses belajar mengajar akan menjadi lebih efektif dan efisien.