BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mallard dan Chatelier tercatat sebagai orang pertama yang menyelidiki fenomena detonasi. Hal ini bermula pada suatu peristiwa ledakan yang tidak lazim di dalam gua pertambangan batu bara. Dari hasil investigasi didalam gua tersebut, diketemukan adanya kandungan gas methan dan uap hidrokarbon yang kemudian bercampur dengan udara. Pada saat itu terjadi kecelakaan inisiasi sehingga reaksi pembakaran terjadi dan kemudian api mengakselerasi disepanjang gua dan menghancurkan semua yang ada didalam gua oleh adanya tekanan pembakaran yang sangat tinggi (Ciccarelli dan Dorofeev, 2008). Detonasi merupakan gelombang pembakaran supersonik, pada tekanan atmosfir kecepatan rambat pembakarannya dapat mencapai 1500-2000 m/s dan tekanan puncaknya mencapai 18-20 bar. Karena gelombang pembakaran merambat pada kecepatan supersonik maka gelombang kejut (shock wave) akan terbentuk tepat di depan gelombang reaksi (reaction wave). Semakin cepat laju reaksi, maka gelombang reaksi akan semakin dekat dengan gelombang kejut. Pada fenomena detonasi, shock front akan berhimpit dengan reaction front dengan jarak dibawah 1μs. Gelombang kejut (shock wave) yang merambat tepat di depan gelombang reaksi (reaction wave) memiliki tekanan yang ekstrim tinggi hingga mencapai 20 kali tekanan awal dan dapat lebih tinggi lagi bila dalam kondisi deflagration to 1
2
detonation (DDT). Tekanan yang ekstrim tinggi ini berpotensi manghancurkan apa saja yang ada di depan gelombang kejut sehingga sangat membahayakan bagi keselamatan manusia. Diantara kesekian banyak bahan bakar yang digunakan didalam industri, hidrogen diprediksi akan menjadi energi alternatif yang menjanjikan dimasa depan. Sifat fisis hidrogen pada suhu dan tekanan standar adalah sangat reaktif, tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non logam, bervalensi tunggal, dan dapat memicu terjadinya detonasi karena mempunyai batas konsentrasi mampu bakarnya sangat luas yaitu 4-75% di udara bebas. Hidrogen tergolong energi bersih dan ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi CO2 yang diketahui sebagai penyebab utama terbentukknya efek rumah kaca. Selain itu hidrogen juga unsur paling melimpah dengan persentase kira-kira 75% dari total massa unsur alam semesta. Karena alasan tersebut banyak negara maju yang mulai tertarik meneliti dan mengembangkan pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar alternatif. Peristiwa meledak dan terbakarnya pesawat LZ 129 Hindenburg pada 6 mei 1973 di Lakehurst New Jersey adalah salah satu contoh kecelakaan akibat penggunaan gas hidrogen. Hindenburg seharusnya diisi dengan gas helium, tetapi embargo militer Amerika Serikat terhadap helium memaksa Jerman menggunakan gas hidrogen yang mudah terbakar sebagai gas pengapung. Kebocoran gas hidrogen pun terjadi yang menyebabkan kapal udara hindenberg meledak dan terbakar dalam waktu sekejap serta menewaskan hampir sepertiga dari penumpangnya. Berkaca dari peristiwa tersebut, maka gas hidrogen membutuhkan
3
suatu
penanganan
khusus
selama
proses
produksi,
delivery
hingga
penyimpanannya, karena jika terdapat kebocoran sedikit saja dan adanya kesalahan-kesalahan didalam proses produksi karena human error dan malfungsi sistem pengendali dapat menjadi potensi terjadinya ledakan yang dahsyat dengan terjadinya detonasi. Selain itu cepat rambat pembakarannya dapat melebihi kecepatan supersonik hanya dalam jarak 20 cm dari sumber titik api. Pada proses pembakaran bahan bakar, gelombang pembakaran (reaction wave) dan gelombang kejut (shock wave) selalu merambat dengan kondisi berhimpit pada kecepatan supersonik. Shock wave yang memiliki tekanan tinggi akan membahayakan bagi keselamatan manusia jika kecelakaan detonasi terjadi. Pemahaman dan pengetahuan tentang proses perambatan gelombang detonasi marginal dari campuran bahan bakar gas di dalam pipa adalah hal yang sangat penting untuk diketahui bagi industri kimia yang mengunakan pipa untuk mengalirkan bahan bakar reaktif ke reaktor. Hal ini digunakan untuk memprediksi resiko-resiko yang mungkin timbul akibat pembakaran gas hidrogen, sehingga resiko bahaya yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola rambatan gelombang detonasi marginal dari campuran gas hidrogen dengan oksidizer udara dan oksigen dengan penambahan diluent argon. Diharapkan hasil dari eksperimen ini dapat berkontribusi dalam pengembangan di bidang teknologi pembakaran.
4
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik dan pola rambatan gelombang detonasi marginal campuran bahan bakar hidrogen-oksigen dan hidrogen-udara dengan diluent argon. 2. Bagaimana karakteristik kenaikan tekanan dan kecepatan gelombang detonasi marginal 3. Bagaimana struktur sel detonasi marginal 4. Parameter-parameter apa saja yang mempengaruhi pola rambatan gelombang detonasi marginal
1.3 Tujuan Penelitian 1. Memahami mekanisme pola rambatan gelombang detonasi marginal. 2. Memahami karakteristik kenaikan tekanan dan kecepatan gelombang detonasi marginal 3. Memahami struktur sel detonasi marginal 4. Mendefinisikan
parameter-parameter
yang
mempengaruhi
detonasi
marginal.
1.4 Batasan Masalah 1. Pipa Uji Detonasi (PUD) yang digunakan berpenampang lingkaran, serta memiliki diameter dan panjang total 50 mm dan 6000 mm. 2. Energi inisiasi menggunakan campuran gas hidrogen dan oksigen dalam kondisi stokiometri pada tekanan awal 100 kPa.
5
3. Bahan bakar yang digunakan merupakan campuran gas hidrogen-oksigen dan hidrogen-udara ditambah dengan diluent argon dalam kondisi non stokiometri pada tekanan awal 100 kPa.
1.5 Manfaat Penelitianan Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal (studi literatur) dalam bidang teknologi pembakaran (shock wave and supersonic combustion).