BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lao Zi adalah salah satu filsuf yang berpengaruh di Cina. Lao Zi (dibaca Lao Zi) atau lebih dikenal di Indonesia dengan nama Lao Tzu memiliki nama asli Li Er, hidup pada abad ke-4 (570- 470 SM) di provinsi Ku, Negara Chu, sekarang dikenal dengan Provinsi Henan. Pada saat zaman periode perang saudara (775-221 SM), Lao Zi memunculkan hasil pemikirannya yang disebut Wu Wei atau tidak ada tindakan. Inti pemikiran tersebut dimunculkan setelah Lao Zi mengamati dan merenungkan fenomena alam (Dao) serta realitas hidup masyarakat feodal yang menderita akibat peperangan yang terjadi pada saat itu, sekaligus untuk menentang inti pemikiran yang lain yang muncul, yaitu You Wei yang secara harafiah diartikan sebagai mempunyai tindakan. Menurut Lao Zi lebih baik berdiam diri, bersikap tenang dan sederhana dalam menyelesaikan segala sesuatu tanpa harus mengorbankan banyak nyawa yang tak berdosa, karena pada akhirnya hanya akan menimbulkan kerisauan pada hati. Selama ini paradigma orang berpendapat bahwa Dao (dibaca Tao) merupakan inti ajaran Lao Zi dan pengikutnya disebut dengan Dao Jia. Namun, sebenarnya Lao Zi hanya mengembangkan ajaran Dao tersebut. Lao Zi menggabungkan inti pemikirannya yaitu Wu Wei dengan ajaran Dao yang sudah ada, sehingga menghasilkan kitab Daode (Daodejing).
Universitas Sumatera Utara
Dao
Lao
Inti pemikiran
Daodejing
Gambar 1: Skema Daodejing Kitab Daode terbagi atas dua judul yaitu kitab De yang disebut “Dejing” dan kitab Dao yang disebut “Daojing”. Kitab Daode terdiri dari 5000 aksara Cina, dalam 81 bab. Kitab Dao terdiri dari 37 bab (bab 1- bab37), kitab De terdiri dari 43 bab (bab38- bab 81). Di dalam kitab Daode terdapat nilai etika seperti nilai etika Yin dan Yang, nilai etika Dao dan nilai etika Wu Wei. Nilai Wu Wei merupakan nilai etika dalam buku Daodejing (kitab Daode) yang jarang dipelajari, karena pada zaman sekarang orang-orang cenderung lebih mengenal nilai etika You Wei. Secara harafiah You Wei berarti mempunyai tindakan, namun makna sebenarnya dari You Wei adalah sifat yang bertujuan untuk mendapatkan apresiasi, balas jasa, bahkan pahala di akhirat nanti atas segala perbuatan yang dilakukan sedangkan Wu Wei sebaliknya. Nilai Wu Wei diterjemahkan secara harafiah “tidak mempunyai kegiatan” atau “tidak berbuat”, dalam arti berada dalam posisi yang wajar, tidak melebih-lebihkan, serta tidak melawan hakekat yang sudah ditetapkan. Melihat Wu Wei dengan kacamata filsafat memiliki
Universitas Sumatera Utara
makna yang lebih dalam, bahkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia. Nilai Wu Wei sudah lama diterapkan oleh masyarakat Cina, seperti yang terdapat pada buku Ceng Shi Qiang yang berjudul Zhong Guo Shi Guan Li (2003: 127) menyatakan: “…Wu Wei sebagai standart dalam kehidupan masyarakat pada masa itu, di mana diaplikasikan dalam dunia bisnis, hukum, bahkan pemerintahan”. Agar nilai Wu Wei dapat dijalankan, maka harus memiliki tiga nilai dasar moral. Pertama, rendah hati yang mempunyai arti bersatu dengan inti kehidupan, selalu dekat dengan keaslian diri yang sederhana dan tulus. Kedua, lemah lembut yang mempunyai arti menjauhi kekerasan, karena hakikat kekerasan adalah merebut sesuatu untuk diri sendiri. Ketiga, penyangkalan diri yang mempunyai arti manusia tidak merasa memiliki dirinya sendiri dan hanya orang yang menyangkal diri dengan mengatakan bahwa dia bukan pemilik dirinya, akan dapat masuk dalam ketenangan sempurna. Tiga nilai dasar moral Wu Wei yang diajarkan oleh Lao Zi merupakan nilai yang tertinggi dalam nilai moral manusia, karena ketika manusia dapat melaksanakan ketiga nilai moral tersebut maka manusia dapat mencapai keadaan Dao (kebahagiaan tertinggi). Nilai Wu Wei jika dilihat dari sistem perekonomian sekarang, eksistensinya sudah mengalami kemerosotan dan mungkin sudah jarang bisa ditemukan. Hal ini disebabkan masyarakat yang hidup pada zaman sekarang lebih memprioritaskan hal yang bersifat You Wei seperti yang dijelaskan di atas. Meskipun nilai Wu Wei telah mengalami kemerosotan, namun tak dapat dipungkiri bahwa nilai Wu Wei masih mempunyai makna dan masih mampu memberikan inspirasi bagi
Universitas Sumatera Utara
sebagian kalangan masyarakat, salah satunya adalah Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah dibentuk oleh seorang Bhiksuni yang dikenal hangat masyarakat dengan sebutan Sheng Yan. Eksistensi Wu Wei dapat dilihat dalam tiga renungan yang dikutip dari buku Sheng Yan yang berjudul 108 adages of wisdom. Renungan pertama tentang kerendahan hati. Nilai moral tersebut diibaratkan alam semesta dalam konsep Dao, yang menyatakan bahwa alam semesta bisa berlangsung lama karena alam melakukan segala sesuatu dengan tidak mementingkan diri sendiri, oleh karena itu alam bisa bertahan. Kerendahan hati juga membuat kita dicintai dan dihormati. Sheng Yan (2008: 127) menyatakan bahwa: ”…Hidup yang positif berlandaskan kerendahan hati, semakin rendah ego kita, maka semakin besar rasa aman yang akan kita rasakan”., Renungan kedua tentang kelemah-lembutan. Nilai moral tersebut sangat menentang kekerasan, karena dalam konsep Dao dikatakan bahwa mengalah berarti memelihara, bersikap lentur berarti melangkah maju. Sheng Yan (2008: 46) menyatakan bahwa: “…Bersikap bijak dalam meluruskan prasangka dan menyelesaikan masalah, memberikan kemudahn kepada orang lain dengan cinta kasih dan kelemah-lembutan, maka akan mengurani kerisauan dalam hati.” Renungan ketiga tentang penyangkalan diri. Nilai moral tersebut apabila dilihat dalam konsep Dao, maka dikatakan bahwa tidak ada motif keakuan dalam hal penciptaan. Oleh karena itu segala hal yang dapat memacu tingkatnya rasa ketidakpuasan dan keserakahan manusia hanya akan menghasilkan akhir yang tidak baik, seperti halnya dengan harta yang melimpah dan kepopularitas hanya akan menuntun seseorang menjalani hidup yang menyimpang, serta menimbulkan kecemburuan sosial. Sheng Yan (2008: 129) menyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa: “…Orang bijak hidup selaras dengan kebenaran, orang dungu hidup demi mengejar kemashyuran dan kekayaan”. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti nilai Wu Wei berlandaskan tiga nilai dasar moral melalui pendekatan nilai moral. Penulis mencoba untuk mengkaji lebih jelas lagi tiga dasar moral dari nilai Wu Wei.
1.2 Batasan Masalah Sebuah penelitian perlu dibatasi agar ruang lingkupnya tidak terlalu luas dan menjadi tidak terfokus. Maka, penulis membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada tiga nilai dasar moral Wu Wei dalam pendekatan nilai moral individu dan nilai moral sosial.
1.2 Rumusan Masalah Nilai moral yang terkandung dalam nilai Wu Wei tentu akan memberikan dampak positif serta mampu memberikan pengaruh besar dalam pola berpikir dan berperilaku yang lebih baik didalam masyarakat. Melalui buku yang berjudul Lao Zi Says, peneliti akan mengkaji beberapa hal yaitu: 1 . Bagaimana tiga moral Wu Wei dalam karya Lao Zi Says? 2. Nilai moral Wu Wei manakah yang paling dominan dalam aplikasi kehidupan dalam karya Lao Zi Says?
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tiga nilai moral Wu Wei dalam karya Lao Zi Says 2. Mengetahui nilai moral Wu Wei yang paling dominan dalam aplikasi kehidupan dalam karya Lao Zi Says
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan mampu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak serta dapat memberikan pengaruh yang positif bagi masyarakat, sehingga kajian tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk pengaplikasian nilai Wu Wei secara tepat dan akurat dalam kehidupan kemasyarakatan.
1.5.2 Manfaat Praktis Melalui penelitian ini, dengan mengetahui nilai Wu Wei dari tiga nilai dasar moral yang terkandung di dalamnya diharapkan dapat menambah pengetahuan setiap orang yang tertarik untuk mempelajari pemikiran Lao Zi.
Universitas Sumatera Utara