BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan kita dewasa ini, masih jauh dari apa yang diharapkan, jika dibanding dengan kualitas pendidikan di beberapa negara maju. Pendidikan yang berkualitas, dalam arti menghasilkan lulusan yang sesuai dengan harapan masyarakat, baik dalam kualitas moral, pengetahuan, maupun kompetensi kerja yang menjadi syarat mutlak dalam kehidupan masyarakat global yang terus menerus berkembang saat ini, dan yang akan datang. Sukmadinata, N.S. (2006 : 8), menyatakan bahwa : ”Banyak masalah mutu yang dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan dari guru, serta mutu profesionalisme dan kinerja guru. Komponen-komponen mutu tersebut terkait dengan manajerial para pemimpin pendidikan, keterbatasan dana, sarana prasarana, fasilitas pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah, lingkungan pendidikan, serta dukungan dari pihak lain yang terkait dengan pendidikan. Semua kelemahan mutu dari komponen komponen pendidikan tersebut akan berujung pada rendahnya kualitas dan mutu lulusan”. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air, diantaranya dengan pemberlakuan UndangUndang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 menyebutkan :
1
”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Guna mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran ada tiga unsur yang paling menentukan, yakni : guru, siswa, dan kurikulum. Guru sesuai dengan fungsinya bertugas mengoptimalkan kemampuan siswa dalam belajar dengan apa yang kita sebut mengajar. Siswa dengan segala karakteristiknya dalam proses pembelajaran diharapkan secara maksimal dapat mencapai tujuan belajar. Kurikulum dapat dipandang sebagai pedoman atau media untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Persoalan terbesar bagi lembaga pendidikan di Indonesia dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah sejauhmana lembaga pendidikan dapat berperan aktif dalam menerjemahkan tujuan pendidikan nasional sebagai harapan dan sekaligus sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka mengusahakan dan menyelenggarakan pembaharuan-pembaharuan pada sistem pendidikan nasional di antaranya adalah penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, serta perbedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum. Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai
pranata
sosial
yang
kuat
dan
berwibawa
untuk
2
memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Penjelasan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003). Madrasah Aliyah (MA) merupakan lembaga pendidikan formal yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), memiliki tujuan untuk: a) meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian, b) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya (Permen No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah). Sebagai sub sistem pendidikan nasional, Madrasah Aliyah secara fungsional dituntut untuk menjabarkan butir-butir tujuan diatas ke dalam program operasional kegiatan pembelajaran. Pembelajaran tersebut diperlukan agar tercipta proses pembelajaran yang produktif, efektif, dan efisien. Diharapkan Madrasah Aliyah dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu berkiprah dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang. Pendidikan di Madrasah Aliyah memegang peranan yang cukup strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan karena lulusannya menjadi potensi untuk pendidikan tinggi atau memasuki lapangan pekerjaan. Sasaran pendidikan di Madrasah Aliyah dimanifestasikan pada beberapa mata pelajaran, diantaranya mata pelajaran IPS- Akuntansi. Sebagaimana disebutkan dalam Standar Isi (SI) KTSP mata pelajaran IPS-Akuntansi pada jenjang pendidikan menengah (SMA/Madrasah), bahwa program pendidikan akuntansi mempunyai fungsi dan
3
tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap rasional, teliti, jujur dan bertanggung jawab, melalui prosodur pencatatan, pengelompokkan, pengikhtisaran
dan
penganalisaan
transaksi
keuangan
perusahaan
serta
penyusunan laporan keuangan secara benar menurut Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Pendidikan Akuntansi bertujuan untuk membekali lulusannya berbagai kemampuan dan pemahaman agar mereka mampu menguasai, mampu memecahkan masalah, dan mampu menganalisis serta mampu menerapkan konsep-konsep dasar, prinsip dan prosodur akuntansi yang benar, baik untuk kepentingan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ataupun untuk terjun kemasyarakat, sehingga memberi manfaat bagi kehidupan mereka (Depdiknas ; 2006:54). Kenyataan yang terjadi sekarang ini, menunjukkan hanya sebagian saja lulusan Madrasah Aliyah (46 %) yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi (Mendiknas 2001). Ini berarti bahwa sebagian besar lulusan Madrasah Aliyah yang tidak melanjutkan pendidikan mereka ke perguruan tinggi. Dapat diduga bahwa lulusan Madrasah Aliyah yang tidak melanjutkan ke pendidikaan tinggi tersebut masuk ke dunia kerja tanpa bekal yang cukup untuk bekerja. Ketidak tercapaian tersebut diakibatkan oleh banyak faktor, diantaranya tidak sesuainya implementasi pendidikan (pembelajaran) di sekolah dengan tujuan pendidikan nasional. Madrasah Aliyah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal, saat ini dihadapkan pada kondisi pembelajaran yang menunjukkan beberapa kelemahan, khususnya pada mata pelajaran akuntansi. Kelemahan yang dialami antara lain
4
dalam aspek metodologis, pendekatan ekspositoris sangat menguasai seluruh proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi pada kegiatan pembelajaran akuntansi, guru masih cenderung menggunakan pola-pola pembelajaran yang bersifat tradisonal, dimana siswa hanya menerima pembelajaran secara pasif. Pembelajaran yang dilakukan guru tidak merangsang minat dan motivasi siswa untuk belajar akuntansi. Proses kegiatan belajar mengajar akuntansi yang dilakukan guru hanya sebatas menyampaikan materi dan menyelesaikan target kurikulum, tanpa memperhatikan sejauhmana aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru tidak mendorong kreatifitas belajar siswa. Materi yang disampaikan guru hanya berkenaan dengan materi yang ada dalam buku pelajaran akuntansi, sehingga siswa tidak dapat menambah wawasan. Tujuan pembelajaran hanya menekankan pada aspek kognitif paling rendah, yakni aspek ingatan dan pemahaman. Aspek kemampuan analisis sebagai kompetensi yang dipersyaratkan dimiliki siswa dalam mempelajari akuntansi, cenderung diabaikan guru. Kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analitik dan kreatif masih sangat kurang. Akibatnya ketika siswa melakukan analisa transaksi keuangan dan pengaruhnya terhadap persamaan akuntansi, serta interpretasinya terhadap laporan keuangan, siswa sangat mengalami kesulitan. Siswa beranggapan bahwa materi akuntansi adalah materi yang sangat sulit dipelajari. Kesulitan ini terjadi di sebab dalam kegiatan pembelajaraan akuntansi guru tidak membekali siswa untuk memiliki kompetensi kemampuan menganalisis yang optimal. Fenomenafenomena inilah yang sering muncul menyertai siswa dalam pembelajaran
5
akuntansi dan tentu pada akhirnya sangat berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran akuntansi. Berdasarkan
observasi
dan
pengalaman
peneliti
sebagai
guru
Ekonomi/Akuntansi di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kendari, diketahui bahwa ternyata kesulitan siswa dalam mempelajari akuntansi dimulai sejak materi pertama kali diajarkan. Siswa merasa kesulitan untuk menganalisa transaksitransaksi keuangan perusahaan, mengelompokkan golongan dan nama perkiraan (akun), melakukan pemindah-bukuan (posting) ke buku besar, membuat jurnal penyesaian, serta menyusun laporan keuangan. Kondisi ini berdampak pada rendahnya hasil belajar akuntansi. Berdasarkan data hasil evaluasi UN tahun 2007 nilai rata-rata hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran akuntansi di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kendari, bergerak antara dua koma nol sampai dengan tiga koma empat, sementara nilai kelulusan UN yang ditetapkan Pemerintah adalah lima koma nol. Jika kondisi ini dibiarkan, tentu sangat berdampak pada ketidak mampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal akuntansi yang pada akhirnya angka ketidak lulusan khususnya pada mata pelajaran akuntansi semikin banyak. Upaya meningkatkan kualitas hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS-Akuntansi nampaknya perlu diarahkan pada perubahan paradigma pembelajaran.
Paradigma
guru
harus
berubah
dari
menyediakan
dan
menyampaikan informasi, menjadi mendorong siswa untuk mencari dan meresponnya. Knapp (1996 : 68) menguraikan, tujuan pendidikan harus berubah dari menerima fakta kearah membantu siswa untuk menemukan fakta dan mengembangkan masalah-masalah yang akan dihadapinya dimasa datang. Siswa
6
perlu disemangati untuk belajar dan bukan hanya menerima materi yang disampaikan guru, tetapi menemukan makna dan informasi baru. Menemukan makna dalam pembelajaran, ditunjukkan dengan kemampuan menghubungkan informasi baru dengan pengalaman pribadinya, serta mampu mengkonstruksikan sendiri pengetahuaan dan pengalaman yang dimilikinya. Kemampuan menganalisis merupakan aspek prasarat utama yang perlu dimiliki siswa didalam mempelajari akuntasi, khususnya dalam pembelajaran akuntansi pada jenjang Sekolah Menengah Umum/Madrasah. Dalam taksonomi Bloom kemampuan menganalisis berada pada level keempat setelah aspek ingatan, pemahaman, dan aplikasi. Bloom (Tatang, 2006 : 46), menyatakan kemampuan menganalisis merupakan komponen ketrampilan berfikir tingkat tinggi dalam domain kognitif, yaitu meliputi : analisis, sintesis dan evaluasi. Pendapat yang senada juga dikatakan Resnick (1987 : 43) bahwa berfikir tingkat tinggi merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritisi, dan menemukan kesimpulan berdasarkan inferensi atau pertimbangan. Kemampuan menganalisis mengacu pada kemampuan untuk menguraikan suatu substansi menjadi bagian-bagiannya sehingga kesatuan strukturnya dapat dipahami. Hal ini senada diungkapkan oleh Bloom (Tanjung, 1999), yang menyatakan bahwa analisis adalah pemecahan atau pemisahan suatu komunikasi (konsep, pengertian), menjadi unsur-unsur penyusunnya, sehingga gagasan-gagasan itu menjadi lebih jelas
dan/atau
hubungan
antara
gagasan-gagasan
menjadi
eksplisit.
Kemp (1985 : 84) menyebutkan bahwa analysis ”is break down knowledge into parts and show relationship among parts” (memisahkan pengetahuan kedalam beberapa bagian dan menunjukkan hubungan antara bagian-bagian tersebut).
7
Azhar Adil (http://candylaras.blogspot.com/search/label/evaluasi.2008; diakses tanggal 12/8/2008), menguraikan banyak penelitian dilakukan untuk menemukan cara yang paling efektif meningkatkan daya analitik siswa. Kemampuan menganalisis ini dikembangkan dengan tujuan untuk membangun kemampuan siswa dalam : a) membedakan antara fakta dan b)
menghubungkan
simpulan
dengan
pernyataan
yang
opini,
mendukung,
c) membedakan antara sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang tidak memiliki hubungan dengan hal tertentu, d) menentukan bagaimana sebuah gagasan berhubungan dengan gagasan lain, e) memastikan asumsi yang disampaikan melalui perkataan seseorang. Anderson (2001), membagi tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam
kategori
kemampuan
menganalisis;
yaitu
(1).
Menguraikan
(differentiating), menguraikan suatu struktur dalam bagian-bagian berdasarkan relevansi, fungsi, dan penting tidaknya, (2) Mengorganisir (organizing), mengidentifikasikan unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsurunsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu, dan (3) Menemukan pesan tersirat (attributing), menemukan sudut pandang, bias dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. Sedangkan komisi Bloom (Kholil : 2006 : 12) merumuskan kemampuan menganalisis (analysis) merupakan suatu kemampuan pemecahan suatu ide ke dalam unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian rupa sehingga hirarki dan hubungan ide menjadi jelas, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu : (1) Analisa unsur-unsur, (2) Analisa hubunganhubungan, dan (3) analisa terhadap prinsip-prinsip yang terorganisasi.
8
Pendapat kedua para ahli tersebut diatas, dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menentukan indikator ketercapaian kemampuan menganalisis transaksi. Transaksi keuangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, merupakan kejadian ekonomi yang secara langsung berpengaruh terhadap posisi keuangan atau hasil operasi perusahaan. Achmad Tjahjono (2003 : 48) menyatakan transaksi sebagai peristiwa atau kejadian ekonomi yang secara langsung mempengaruhi posisi keuangan atau hasil operasi suatu perusahaan. Berdasarkan sistem pencatatan akuntansi, setiap transaksi keuangan yang timbul dapat dinyatakan dampaknya terhadap ketiga unsur persamaan akuntansi, yaitu : Aktiva, Kewajiban, dan Ekuitas Pemilik. Perlu diperhatikan bahwa setiap perubahan ketiga unsur dalam persamaan akuntansi, sisi kiri dan sisi kanan persamaan akuntansi tetap menunjukkan jumlah yang sama. Oleh karena itu, setiap transaksi keuangan yang timbul tersebut terlebih dahulu harus dilakukan penganalisaan transaksi untuk menentukan akun apa yang timbul dan pengaruhnya terhadap harta, utang atau modal, serta kemudian melakukan interpretasi atas laporan keuangan. Indikator yang digunakan untuk menentukan kompotensi siswa terhadap kemampuan menganalisis transaksi keuangan, dalam penelitia ini menggunakan tiga langkah sebagaimana yang disarankan Anderson (2001). Ketiga langkah dimaksud yaitu : 1.
Menguraikan (differentiating); yakni meliputi kemampuan siswa dalam memahami dan mengidentifikasikan transaksi keuangan serta menentukan unsur-unsur atau perkiraan (akun) apa yang timbul dari setiap transaksi.
2.
Mengorganisir (organizing); yakni meliputi kemampuan siswa dalam menentukan pengaruhnya terhadap komponen harta, utang dan modal.
9
3.
Menemukan pesan tersirat (atributing); kemampuan siswa dalam melakukan analisa terhadap persamaan dasar akuntansinya serta asumsinya dalam laporan keuangan. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dipandang perlu untuk
mengadakan perbaikan pembelajaran akuntansi dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar. Kualitas hasil belajar akuntansi di yakini dapat meningkat bilamana siswa dibekali pengetahuan dan kompetensi kemampuan menganalisis transaksi keuangan yang lebih baik. Guna membentuk kompetensi kemampuan menganalisis tersebut maka pemilihan suatu model pembelajaran yang tepat serta sesuai dengan karakteristik materi, menjadi hal penting yang perlu dilakukan guru. Karena itu, salah satu model pembelajaran yang diyakini dapat mengatasi masalah kelemahan siswa dalam menganalisis transaksi keuangan, adalah model pembelajaran inkuiri sosial. Inkuri sosial merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kepada proses berfikir yang bersandarkan pada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan hasil belajar. Sebagaimana dalam teori belajar kognitif, dikatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Belajar lebih dari sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa melalui ketrampilan berpikir.
10
B. Rumusan Masalah. Berdasarkan deskripsi pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah pokok yang akan dikaji melalui penelitian ini adalah ” Model
pembelajaran
inkuiri
Sosial
bagaimanakah
yang
cocok
untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis transaksi keuangan pada mata pelajaran akuntansi di Madrasah Aliyah ?”.
C. Pertanyaan Penelitian. Supaya memudahkan dan lebih terarahnya penelitian ini, maka dari permasalahan tersebut, diajukan beberapa pertanyaan penelitian : 1.
Desain
pembelajaran
inkuiri
Sosial
bagaimana
yang
cocok
untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis transaksi keuangan pada mata pelajaran akuntansi ? 2.
Implementasi model pembelajaran inkuiri Sosial bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis transaksi keuangan pada mata pelajaran akuntansi ?
3.
Bagaimanakah peningkatan kemampuan siswa menganalisis transaksi pada mata pelajaran akuntansi setelah mengikuti pembelajaran dengan model inkuiri sosial.
4.
Apakah faktor-faktor pendukung dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan model pembelajaran Inkuiri Sosial pada mata pelajaran akuntansi di Madrasah Aliyah ?.
11
D. Definisi Operasional : Definisi operasional menurut Tuckman (1979:79) adalah definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat di amati dari apa yang didefinisikan. Dalam penelitian sangat bermanfaat terutama dalam mendeskripsikan judul mengenai sasaran yang kita teliti. Ada dua variabel atau aspek utama yang menjadi inti kajian dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran inkuiri, dan kompetensi analisis siswa, khususnya pada aspek kemampuan menganalisis transaksi pada mata pelajaran akuntansi. Agar ada kesamaan konsep dan presepsi yang menjadi pegangan dalam penyusunan instrumen pengumpulan data, kedua variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional. 1.
Model Pembelajaran Inkuiri. Inkuiri sosial merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat kepada pengalaman siswa, yang menekankan kepada proses pemecahan masalah sosial. Proses tersebut dapat dilakukan melalui tahapan yang sistimatis
melalui
langkah-langkah:
(1)
merumuskan
masalah,
(2) mengembangkan jawaban sementara atau solusi rencana hipotesis, (3) menguji hipotesis sesuai dengan data yang rekevan, (4) menarik suatu kesimpulan tentang ketepatan (accuracy) hipotesis, (5) menerapkan kesimpulan dan generalisasi (Beyer, 1971 : 35) Pendapat senada juga dikatakan Hasan (1996 : 13) bahwa dalam penggunaan model inkuiri dalam pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat
dilakukan
melalui
langkah-langkah:
(1)
Perumusan
masalah,
12
(2) Pengembangan hipotesis, (3) Pengumpulan data, (4) Pengolahan data, (5) Pengujian hipotesis, dan (6) Penarikan kesimpulan. Model pembelajaran inkuiri sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah merujuk pada kedua pendapat para ahli tersebut diatas, dengan mengembangkan langkah-langkah inkuiri sosial yang dikemukakan Hasan (1996:13). Alasan peneliti menggunakan langkah-langkah tersebut adalah selain proses inkuiri tergambar secara utuh dan sistimatis, juga penggunaan bahasa dalam proses inkuiri akan mudah di pahami baik oleh guru maupun siswa.
2.
Kemampuan menganalisis transaksi keuangan. Kemampuan
menganalisis
mengacu
pada
kemampuan
untuk
menguraikan suatu substansi menjadi bagian-bagiannya sehingga kesatuan strukturnya dapat dipahami (Resnick, 1987 : 43). Sedangkan Bloom (Tatang, 2006 : 46), menyatakan kemampuan menganalisis merupakan komponen ketrampilan berfikir tingkat tinggi dalam domain kognitif, setelah ingatan, pemahaman, dan aplikasi. Lebih lanjut, Komisi Bloom (Kholil : 2006 : 12) merumuskan
kemampuan
menganalisis
(analysis)
merupakan
suatu
kemampuan pemecahan suatu ide ke dalam unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian rupa sehingga hirarki dan hubungan ide menjadi jelas, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu : (1) Analisa unsur-unsur, (2) Analisa hubungan-hubungan, terorganisasi.
dan
(3)
analisa
terhadap
prinsip-prinsip
yang
Sedangkan Anderson (2001), membagi tiga macam proses
kognitif yang tercakup dalam kategori kemampuan menganalisis; yaitu (1).
13
menguraikan (differentiating): menguraikan suatu struktur dalam bagianbagian berdasarkan relevansi, fungsi, dan penting tidaknya, (2) mengorganisir (organizing): mengidentifikasikan unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu, dan (3) menemukan pesan tersirat (attributing): menemukan sudut pandang, bias dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. Transaksi keuangan di definisikan sebagai peristiwa atau kejadian ekonomi yang secara langsung mempengaruhi posisi keuangan atau hasil operasi suatu perusahaan. Seluruh transaksi bisnis dapat dinyatakan dampaknya terhadap ketiga unsur persamaan akuntansi, yaitu : aktiva, kewajiban, dan modal (Tjahjono, 2003:48). Pendapat yang senada juga dikemukakan Erhans (2000:18) bahwa transaksi keuangan adalah kegiatan yang mengakibatkan perubahan aktiva, kewajiban dan modal. Perubahan tersebut mungkin hanya terjadi pada aktiva saja, mungkin pada aktiva dan kewajiban. Juga sering terjadi perubahan pada aktiva, kewajiban dan modal”. Merujuk pada pendapat tersebut diatas, maka pengertian kemampuan menganalisis transaksi keuangan yang dimaksudkan dalam peneliti ini adalah kemampuan siswa untuk menguraikan, mengorganisasi, dan memberikan interpretasi secara tepat dan benar terhadap substansi dari setiap peristiwa atau transaksi akuntansi, sehingga pengaruhnya tehadap ketiga unsur dalam persamaan akuntansi dapat dipahami dengan benar, dan selanjutnya dapat menyelesaikan pencatatan transaksi keuangan sesuai dengan prosedur atau siklus akuntansi. Prosedur atau siklus akuntansi dimaksud meliputi tahap
14
pencatatan, penggolongan, peringkasan, penafsiran, analisa dan interpretasi atas laporan keuangan. Data-data transaksi keuangan yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi : data transaksi pembelian, data transaksi penjualan, data transaksi pembayaran beban-beban, data transaksi penerimaan piutang, data transaksi pelunasan utang atau kewajiban, data transaksi pendapatan, serta data-data transaksi yang menyangkut perubahan nilai dalam satuan uang pada harta, utang, modal (ekuitas), pendapatan dan beban, yang terjadi, baik dalam usaha jasa dan dagang. Indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa menganalisis transaksi merujuk pada pendapat Anderson (2001), Tjahjono (2003:48) dan Erhans A (2000:18) yang meliputi : (1) kemampuan ”menguraikan transaksi”, yakni kemapuan dalam menentukan akun atau perkiraan yang timbul dari transaksi yang terjadi, serta dapat
menentukan
pengaruhnya terhadap komponen harta, utang, dan modal, (2) kemampuan ”mengorganisir transaksi”, yakni kemampuan mengelompokkan akun atau perkiraan kedalam persamaan dasar akuntansi, jurnal dan buku besar, (3) kemampuan membuat kesimpulan dan interprestasi, yakni kemampuan dalam memberikan interpretasi serta kesimpulan atas berbagai transaksi yang timbul terhadap pengaruhnya pada komponen harta, utang dan modal usaha.
15
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan umum yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah menghasilkan suatu model pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis transaksi keuangan pada mata pelajaran akuntansi di Madrasah Aliyah. Mengacu pada tujuan umum di atas, selanjutnya dapat dijabarkan dalam tujuan khusus penelitian : 1.
Menghasilkan model desain pembelajaran inkuiri sosial yang cocok untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis transaksi keuangan pada pembelajaran akuntansi.
2.
Menemukan langkah-langkah implementasi model pembelajaran inkuiri sosial yang cocok untuk meningkatkan kemampuan siswa menganalisis transaksi keuangan pada mata pelajaran akuntansi.
3.
Mengetahui peningkatan kemampuan siswa menganalisis transaksi pada mata pelajaran akuntansi setelah model pembelajaran inkuiri sosial diterapkan.
4.
Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam mengembangkan model pembelajaran inkuiri sosial pada mata pelajaran akuntansi.
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru mata pelajaran, hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran inkuiri sosial pada mata
16
pelajaran akuntansi, serta menjadi masukan dalam mengembangkan model pembelajaran akuntansi yang lebih tepat. 2. Bagi Mapenda Kanwil Depag dan Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah stau masukan dalam pengembangan model pembelajaran yang sesuai untuk mata pelajaran akuntansi. 3.
Bagi Lembaga Perguruan Tinggi, diharapkan menjadi masukan membina dan melatih kompetensi calon-calon guru dalam penguasaan model-model pembelajaran.
4.
Bagi peneliti berikutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan untuk penelitian lebih lanjut.
G. Hasil Penelitian Yang Relevan Muchlisanur
(2003)
dalam
tesisis
penelitiannya
dengan
judul
”Pengembangan Model Pembelajaran Inkuri Sosial Pada Mata Pelajaran IPS”, menemukan beberapa hal: (1) Berdasarkan hasil yang diperoleh ternyata pengembangan model pembelajaran inkuiri sosial dalam pelajaran IPS dapat merangsang siswa berpikir kritis menggunakan kemampuan intelektualnya (Muchlisanur, 2003 :153). (2) Berdasarkan hasil proses pengembangan model inkuiri sosial ternyata terjadi kecenderungan siswa untuk mempelajari buku-buku pegangan. Hal ini disebabkan dengan model inkuiri sosial, siswa dituntut untuk memiliki lebih banyak informasi yang berhubungan dengan topik-topik yang akan dipelajari sehingga sebelum proses pembelajaran dimulai, siswa akan mempelajari terlebih dahulu buku-buku IPS agar ia dapat berpartisipasi secara penuh dalam proses inkuiri untuk memecahkan masalah sosial (Muchlisanur, 2003:159).
17
(3) Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam proses pembelajaran sebagai hasil pengembangan model pembelajaran inkuiri sosial dalam kelas adalah sebagai berikut : a) Motivasi belajar siswa semakin meningkat, b) Kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dalam merumuskan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, membuktikan hipotesis, dan merumuskan kesimpulan, c) Keberanian siswa untuk bertanya, menjawab dan mengeluarkan pendapat semakin meningkat, d) Dengan inkuiri sosial melalui pola diskusi teratur, menumbuhkan sikap siswa yang toleran dan menghargai pendapat orang lain, e) Seiring keberanian siswa bertanya, menjawab, mengeluarkan pendapat, maka kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir kritis meningkat (Muchlisanur, 2003 :160). Suniti (2001) dalam tesis penelitiannya dengan judul ”Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Untuk Mata Pelajaran IPS”, menemukan beberapa hal: (1) Secara umum, hasil yang diperoleh adalah dapat merubah peran siswa, dari semula berperan sebagai penerima informasi menjadi berperan sebagai penggali atau penemu informasi, dan komunikasi siswa semula searah menjadi multi arah. (2) Timbulnya sikap siswa yang teloran dalam menghargai pendapat orang lain. (3) Meningkatnya aktivitas belajar siswa yang semula pasif menjadi aktif (Suniti, 2001 : 161).
18