BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pencemaran sungai di Yogyakarta yang terjadi beberapa tahun belakangan ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan. Pembuangan limbah yang berasal dari domestik maupun industri akan mengakibatkan meningkatnya pencemaran di sungai. Beban pencemar yang masuk tersebut mengakibatkan penurunan kualitas air (Anonim, 2002). Kasus pencemaran yang terjadi di sungai Winongo terbilang cukup banyak. Dari beberapa media yang pernah meliput kasus pencemaran tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan yang telah berlangsung cukup lama. Sumber pencemar yang diduga mencemari sungai ini antara lain industri, industri kecil, limbah rumah tangga, peternakan. Akibat yang ditimbulkan antara lain menurunnya kualitas air serta ancaman longsor akibat pendangkalan sungai. Kasus yang sering terjadi ini ternyata sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan (Bernas, 2001; Suara Pembaruan, 2004; Media Indonesia Online, 2004; Kompas, 2005). Berbagai macam penelitian tentang kualitas air sungai Winongo sudah banyak dilakukan. Penelitian tersebut secara umum dapat memberikan gambaran kondisi sungai Winongo saat penelitian tersebut dilaksanakan. Penelitian Araina (2002) tentang kualitas air sungai Winongo dengan metode Chandler Biotic Index (CBI) menunjukkan bahwa segmen sungai
1
Winongo bagian Kota Yogyakarta berada dalam kondisi tercemar. Segmen sungai yang berada di selatan, yaitu yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Bantul tergolong tercemar ringan. Sedangkan segmen sungai wilayah Sleman berada dalam kondisi tidak tercemar. Waty (2002) yang melakukan penelitian tentang pencemaran di sungai Winongo dengan metode indeks komunitas makroinvertebrata bentik dan Belgian Biotic Index (BBI) memberikan hasil yang cukup berbeda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa segmen sungai Winongo di Sleman tergolong tercemar ringan sama seperti di Bantul, kecuali pada stasiun pemantauan terakhir yang berada di Bantul tergolong tercemar berat. Sedangkan wilayah Kota Yogyakarta tergolong tercemar sama dengan penelitian sebelumnya. Pencemaran yang terjadi di sungai Winongo selain karena pencemar organik juga terjadi karena pencemar anorganik seperti logam berat. Penelitian yang dilakukan oleh Lobo (2002) memberikan gambaran bahwa berbagai jenis logam berat seperti Al, Cu, Fe, Cr dan Mn dapat ditemui di sungai Winongo. Berdasarkan hasil yang diperoleh, logam berat tersebut belum melampaui baku mutu badan air seperti yang diatur oleh Kep. Gub. DIY No. 214/KPTS/1991. Penelitian Yuniati (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (P<0,05) antara tingkat kepadatan penduduk dengan kualitas mikrobiologi air. Penelitian yang dilakukan ini berlokasi di sungai Winongo segmen kota dengan mengambil titik sampel di kecamatan padat penduduk.
2
Untuk mengatasi beban pencemaran sungai yang semakin meningkat ini, serta menjaga kelestarian fungsinya, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan berbagai macam peraturan. Peraturan tersebut mengatur tentang kadar buangan limbah ke sungai yang diperbolehkan, standard kualitas air yang diperbolehkan sesuai dengan peruntukannya. Peraturan serupa juga diterapkan di tingkat daerah untuk pelaksanaan di lapangan. Propinsi DIY mengaturnya antara lain dalam Kep. Gub. No. 214/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk Wilayah Propinsi DIY dan Kep. Gub. No. 153/KPTS/1992 tentang Peruntukan Air Sungai di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berpijak dari peraturan tersebut, maka dibuatlah suatu program untuk menjamin peraturan tersebut dilaksanakan. Program tersebut salah satunya adalah Program Kali Bersih. Program tersebut dalam prakteknya dilakukan oleh BAPEDALDA bekerjasama dengan beberapa pihak terkait antara lain seperti Dinas Pengairan, Departemen Kehutanan, BAPPEDA. Program yang telah dilaksanakan sekitar 13 tahun ini bertujuan untuk menyadarkan berbagai pihak khususnya pada kalangan industri untuk memperhatikan buangan limbahnya. Berkaitan dengan dilaksanakannya program tersebut, maka perlu dilakukan suatu kegiatan pemantauan kualitas air sungai untuk mengetahui sejauh mana program tersebut telah berhasil dilaksanakan.
3
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah status kualitas air dan tingkat pencemaran sungai Winongo berdasarkan indeks pencemaran ? 2. Bagaimanakah trend pencemaran di sungai Winongo dari tahun 2000 sampai 2005 ? 3. Apakah Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 214/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk Wilayah Propinsi DIY efektif dalam mencegah pencemaran di sungai Winongo ?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui status kualitas air dan tingkat pencemaran sungai Winongo berdasarkan indeks pencemaran. 2. Mengetahui trend pencemaran di sungai Winongo dari tahun 2000 sampai 2005. 3. Mengetahui efektifitas Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 214/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk Wilayah Propinsi DIY dalam mencegah pencemaran di sungai Winongo.
4
D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran status kualitas air sungai Winongo kepada masyarakat yang berhubungan langsung dengan sungai. Para pengambil kebijakan di pemerintahan daerah antara lain BAPPEDA, BAPEDALDA, Departemen KIMPRASWIL. Serta para pemerhati lingkungan hidup antara lain LSM, akademisi. 2. Memberikan rekomendasi dalam pengelolaan sungai kepada berbagai pihak tersebut di atas berdasarkan hasil evaluasi penelitian yang dilakukan.
5