BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dunia industri di berbagai sektor sudah berkembang pesat di Indonesia. Hal ini menyebabkan persaingan dunia bisnis semakin bertambah ketat dan memiliki persaingan yang bersifat progresif. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat meciptakan keunggulan kompetitif yang bersifat berkesinambungan untuk dapat
bersaing dan menghadapi
hadirnya jumlah pesaing – pesaing baru yang hadir di industri yang bergerak di bidang yang sama. Semakin banyaknya industri yang hadir merupakan salah satu akibat dari adanya tingkat kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan bervariasi. Sebagai dampak maraknya dan banyaknya industri yang hadir maka suatu bisnis harus semakin kreatif dan inovatif dalam membuat pencitraan merek yang baik agar dapat menarik konsumen. Seiring dengan maraknya persaingan dunia industri yang terjadi, maka timbulah permasalahan yang hadir di Indonesia yang terjadi semenjak adanya krisis perekonomian di Indonesia. Krisis perekonomian yang terjadi di tahun 1998 menyebabkan jumlah pengangguran dari tahun ke tahun kian meningkat. Kapasitas pencari kerja tidak sepadan dengan 1
jumlah lahan pekerjaan, belum lagi banyaknya perusahaan yang bangkrut menjadi pemicu rumitnya permasalahan bagi peningkatan taraf hidup rakyat. Berdasarkan hal ini bisnis MLM ( Multi Level Marketing) menjadi altenatif sebagai lahan garapan. Penjualan direct selling atau penjualan langsung merupakan salah satu sistem penjualan dari MLM. Penjualan direct selling adalah cara memasarkan produk maupun jasa langsung kepada pelanggan. Kompetensi dari direct selling meliputi precision targeting, personalization, call for intermediate action, invisible strategy, and measurability. Direct selling memiliki produk unik dan ekslusif, dikarenakan modal dan resikonya yang kecil, serta fleksibilitasnya terhadap waktu, tempat, tingkat pendidikan,serta status sosial seseorang sehingga memiliki ketertarikan tersendiri dibandingkan bisnis waralaba atau viral marketing bagi masyarakat. Menurut “World Federation of Direct Selling” Associations (WFDSA), konsumen mendapatkan keuntungan dari penjualan langsung karena kemudahan dan pelayanan yang disediakan, termasuk demonstrasi pribadi dan penjelasan produk, pengiriman ke rumah, dan jaminan kepuasan pembelian. Berbeda dengan waralaba, biaya bagi seorang individu untuk memulai bisnis penjulan independen langsung biasanya sangat rendah dengan persediaan sedikit atau tidak diperlukan atau komitmen kas lainnya untuk memulai.
2
Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) melihat ada dua bentuk penjualan langsung antara lain Single Level Marketing (Pemasaran Satu Tingkat) dan Multi Level Marketing (Pemasaran Multi Tingkat). Single Level Marketing (Pemasaran Satu Tingkat) adalah metode pemasaran barang dan / jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana Mitra Usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan atau/ jasa yang dilakukannya sendiri, sedangkan Multi Level Marketing (Pemasaran Multi Tingkat) adalah metode pemasaran barang dan / atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/ atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggoa jaringan di dalam kelompoknya. Salah satu perusahaan direct selling yang telah banyak dikenal oleh masyarakat dunia adalah perusahaan Tupperware. Tupperware merupakan salah satu perusahaan multinasional yang memproduksi, memasarkan, dan menjual produk rumah tangga berbahan dasar plastik yang berkualitas tinggi dengan sistem penjualan direct selling. Kantor pusatnya berkedudukan di Orland, Amerika Serikat. Dengan
melalui
direct selling Tupperware telah terjual luas di hampir 100 negara di dunia(www.tupperware.co.id/pages/articlestatic/190110/0019/profilperusahaan.aspx). Perusahaan Tupperware pada tahun 2015 merupakan perusahaan yang menduduki peringkat 8 dari 100 list perusahaan direct
3
selling di dunia dalam kategori perusahaan direct selling yang paling berpengaruh di industri dan ekonomi di dunia. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Direct Selling News (DSN ) Global 100
2015 Company Name
2014 Revenue
1
Amway
$10.80B
2
Avon
$8.90B
3
Herbalife
$5.00B
4
Mary Kay
$4.00B
5
Vorwerk
$3.90B
6
Natura
$3.20B
7
Infinitus
$2.64B
8
Tupperware
$2.60B
9
Nu Skin
$2.57B
Rank
Sumber : http://myincomenews.com/100-perusahaan-mlm-ds-terbesar-2015/
4
Persaingan di dunia bisnis yang kian meningkat dan ketat menjadi tantangan bagi mereka untuk membangun citra merek secara intens. Karena salah satu faktor yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih sebuah produk adalah citra merek yang baik dan terpecaya dari sebuah perusahaan. Citra merek yang baik dan positif akan menimbulkan kesan yang baik dalam benak
konsumen dalam
mengonsumsi suatu
merek (Afianka, 2012). Citra merek merupakan sekumpulan persepsi tentang sebuah merek yang diinformasikan
melalui asosiasi-asosiasi
merek yang melekat di benak konsumen (Keller, 1993 dalam Wardhani, 2013) Dalam membangun citra merek sendiri perusahaan Tupperware memposisikan dirinya sebagai produk rumah tangga yang berkualitas tinggi, inovatif, dan memiliki standar terbaik di dunia. Produk – produk Tupperware dirancang untuk mewarnai solusi praktis yang mempermudah hidup masyarakat. Tupperware semakin mendekatkan dirinya dengan konsumen dengan tagline “For Home – For Health – For Life “. Upaya yang telah dilakukan Tupperware akhirnya membuahkan hasil dengan mendapatkan beberapa penghargaan yang telah dicapai oleh Tupperware, antara lain adalah : 1. Top Brands Kids 2. Top Brand Award 2014 3. Corparate IMAC Award
5
4. Best Brand Award 5. PR Of The Year 6. ICSA Award 2014 7. Home Preferred Brand 2014 8. Exellent Brand Award 2014 9. Social Media Award 10 Digital Marketing Award 11.Corporate Image Award 2013 – 2015 12.Houseware Solution 2015 (sumber:http://www.tupperware.co.id/pages/articlestatic/181214/0001/pen ghargaan-tupperware-aspx) Prestasi yang dimiliki oleh Tupperware ini membuktikan kuatnya akan kepercayaan masyarakat terhadap produk Tupperware. Hal tersebut menujukkan bahwa Tupperware berhasil membangun citra produk yang baik dan terpecaya di masyarakat dalam skala internasional. Setiap tahunnya pun Tupperware memiliki peningkatan penjulan. Tupperware memiliki strategi untuk meningkatakan penjualan pada setiap tahunnya dengan cara berjualan langsung/direct selling kepada konsumen melalui tenaga penjual yang terkoneksi dengan distributor. Saat ini Tupperware telah memiliki 74 distributor 230.000 tenaga penjual yang menjual produk ke seluruh wilayah Indonesia. Pulau Jawa daerah terbesar yang menyumbangkan kontribusi penjualan yang terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Penjualan di
6
Kalimantan sebesar 12-15%, Sumatera 20%,
Jawa 50% sedangkan
sisanya bersumber dari wilayah Sulawesi. Pihak Tupperware yakin pada tahun 2016 Tupperware akan mengalami kenaikan penjualan seiring dengan perbaikan ekonomi yang stabil sehingga dapat mendorong daya beli konsumen. Penjualan Tupperware paling banyak adalah penjualan dari produk wadah tempat makan dan minum anak dengan prosentase 90% dan sisanya dari produk Tupperware lainnya. Tupperware memiliki 4 gudang (werehouse), yaitu di Balikpapan, Cikarang, Medan, dan Surabaya. Produksi Tupperware mayoritas 70% berasal dari dalam negeri dan dan bahan baku sekitar 60 % - 70% berasal dari lokal (www.kontan.co.id, diakses 2 Desember 2015). Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap citra merek Tupperware Indonesia yang dilakukan dari kalangan wanita dewasa yang sudah berumah tangga di daerah kota Yogyakarta. Penulis memilih sampel dari kalangan wanita dewasa yang sudah berumah tangga karena produk Tupperware merupakan salah satu produk rumah tangga yang sekarang ini menjadi hal yang menarik dan banyak diminati. Produk yang biasa dibeli oleh ibu – ibu yang sudah berumah tangga antara lain adalah
produk wadah
makanan, wadah minuman, toples, rantang dan peralatan rumah tangga lainnya. Selain itu Tupperware sendiri memang memiliki target konsumen utama mereka adalah dari kalangan wanita dewasa terutama dari kalangan Ibu Rumah Tangga. Hal ini dikarenakan prosentase terbesar
( yaitu
7
sebesar 90%) produk Tupperware yang paling diminati adalah dari produk kategori tempat makan dan tempat minum anak – anak. Tupperware sendiri memang sudah lama ada di pasaran. Secara resmi Tupperware dipasarakan di Indonesia pada tahun 1991. Produk Tupperware suskes dengan penjualannya dan produk ini sudah diterima dengan baik di hati masyarakat baik di Indonesia maupun di negara lain. Sesuai uraian yang telah dijelaskan diatas, maka penulis memberikan judul pada penelitian yang digunakan untuk Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh Citra Merek Produk Tupperware Terhadap Minat Beli Dari Kalangan Ibu Rumah Tangga Di Yogyakarta Tahun 2016”. 1.2 Rumusan Masalah 1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh citra merek produk Tupperware terhadap minat beli konsumen di kalangan Ibu Rumah Tangga di kota Yogyakarta. 2. Mengukur seberapa besar
pengaruh antara citra merek produk
Tupperware dengan minat beli konsumen di kalangan Ibu Rumah Tangga di kota Yogyakarta. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan pada periode bulan Februari - awal bulan April 2016 di kota Yogyakarta dengan responden dari kalangan Ibu Rumah Tangga yang mengetahui merek produk Tupperware namun belum pernah melakukan pembelian produk Tupperware sebelumnya.
8
1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh citra merek terhadap minat beli konsumen di kalangan Ibu Rumah Tangga yang ada di Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh di antara variabel citra merek dengan minat beli. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Mengetahui informasi mengenai besarnya pengaruh citra merek terhadap minat beli konsumen dari kalangan Ibu Rumah Tangga yang ada di Yogyakarta. b. Sebagai salah satu persyaratan bagi penulis dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Ahli Madya Jurusan Manajemen pada Departemen Ekonomika dan Bisnis, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada 2. Bagi Perusahaan a. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil keputusan khususnya mengenai strategi penerapan atau penentuan branding yang dilakukan oleh perusahaan guna menarik minat beli konsumen.
9
1.6 Kerangka Penulisan Menjelaskan kerangka pikir penulisan secara umum yang akan ditulis, maka penyusunan tugas akhir ini dibagi dalam 4 bagian dengan bentuk bab yaitu : BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, ManfaatPenelitian,dan Kerangka Penulisan. BAB 2 GAMBARAN UMUM PENULISAN Bab ini menguraikan antara lain penjabaran dan penjelasan dari kerangka teori yang digunakan, yaitu teori tentang brand image,dan minat beli konsumen serta metode penelitian yang digunakan pada penelitian yang akan digunakan dalam tugas akhir ini. Selain itu bab ini juga menjelasakan mengenai gambaran kondisi umum dari perusahaan dan merangkumsecara umum tentang tulisan ilmiah terkait dengan topik penulisan ini. Bab ini terdiri dari Kondisi Umum Perusahaan, Tinjauan Pustaka/Kajian Sebelumnya, Metodologi Penelitian, dan Jenis Data/Sumber Data. BAB 3 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan hasil penelitian secara deskriptif yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai pengaruh citra merek
terhadap minat beli kosumen
terhadap produk Tupperware melalui pengujian hipotesis serta implikasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini
10
antara lain uji validitas dan reliabilitas melalui pre-test, uji analisis deskriptif, uji korelasi sederhana, uji normalitas dan uji regresi linear sederhana. BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran merupakan bab terakhir dari bagian Tugas Akhir ini. Bab ini merupakan bab yang merangkum hal yang menjadi pokok bahasan dalam Tugas Akhir, sedangkan saran bersifat tentatif yaitu dapat dimunculkan apabila mahasiswa mampu memberikan saran ataupun rekomendasi berdasarkan kesimpulan penulisan.
11