1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Menurut Soekirman (2000) masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Disamping itu secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, faktor sosial-ekonomi, budaya, politik dan pola asuh balita yang kurang memadai. Menurut Krisnatuti (2007) pada umumnya, balita yang tidak memperoleh makanan bergizi dalam jumlah yang memadai sangat rentan terhadap penyakit, terutama diare. Partisipasi ataupun peranan seorang ibu sangat dibutuhkan dalam pemberian masukan gizi pada anaknya, selain itu kemiskinan merupakan masalah dalam penyediaan makanan yang dibutuhkan. Masalah kurang gizi pada balita bila tidak ditangani secara serius akan mengalami masalah gizi buruk. Waktu balita masih kekurangan gizi, sebaiknya segera diatasi dengan memberikan asupan gizi yang cukup. Tetapi kalau sudah gizi buruk harus ditangani secara medis. Keterlibatan keluarga selama 24 jam mendampingi balita yang menderita kekurangan gizi, perhatian cukup dan pola asuh 1
2
balita yang tepat (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizinya, karena masa balita usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana balita sangat membutuhkan makanan dan
gizi dalam jumlah
yang cukup dan
memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, balita masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik balita yang masih kecil. Menurut Wagnel dan Funk dalam Sunarti (2009) menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga, memerhatikan serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Kurangnya perhatian pada proses tumbuh kembang usia balita akan menyebabkan status gizi balita menjadi kurang baik. Menurut Bahar (2002) pengasuhan balita meliputi aktivitas perawatan terkait gizi/penyiapan makanan dan menyusui, pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan anak, membersihkan pakaian balita dan membersihkan rumah. Pola asuh ibu (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) terhadap bayi sangat penting artinya bagi tumbuh kembang bayi. Selain pola asuh tak kalah pentingnya yang memengaruhi status gizi balita adalah lama kerja ibu. Lama kerja merupakan sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh tenaga kerja dalam jangka waktu tertentu. Hal ini membuat peranan ibu sebagai ibu rumah tangga terabaikan, karena ibu ditambah
3
lagi pekerjaan tambahan yang seharusnya ibu mengasuh anak, tetapi dengan adanya pekerjaan tambahan yang harus diselesaikan membuat ibu kurang memiliki waktu untuk mengasuh anak. Pola asuh (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) sebenarnya tidak dipengaruhi ibu bekerja atau tidak bekerja, hal ini lebih ditentukan oleh kualitas pengasuhan dari ibu. Banyak ibu bekerja yang merasa dilema karena tidak bisa menyeimbangkan antara kehidupan keluarga dan pekerjaan. Ada yang akhirnya memilih untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya untuk mengurangi tekanan dan stres. Faktanya, menurut penelitian terbaru, ibu yang bekerja tidak menurunkan kualitasnya sebagai orangtua dan tidak juga menambah tingkat stres. Seperti dilansir dari Daily Mail, penelitian ini dilakukan oleh The National Bureau of Economic Research (NBER), yang mengumpulkan informasi dari berbagai keluarga di Amerika Serikat untuk menilai kualitas kehidupan keluarga. Para peneliti menganalisis di antara ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja setelah melahirkan, ibu yang bekerja setelah cuti melahirkan tingkat stres dan depresinya lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja, tetapi levelnya akan menurun seiring dengan kesibukan pekerjaan. Ibu yang bekerja penuh waktu, juga tidak menurunkan kualitasnya sebagai orangtua. Berdasarkan hasil penelitian Harsiki (2002) bahwa pola pengasuhan balita balita pada keluarga miskin pedesaan dan perkotaan di propinsi Sumatera Barat adalah 57,1% pada kategori kurang. Pola asuh balita yang kurang akan mempunyai
4
resiko balita batita KEP 1,5 kali dibandingkan dengan balita dengan pola asuh cukup. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur dan tingkat pengetahuan ibu. Balita yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang lebih baik, besar kemungkinan akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizi yang relatif lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengasuhan merupakan faktor penting dalam status gizi dan kesehatan balita. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Karyadi (1985) bahwa situasi pemberian makan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita. Selanjutnya menurut Widayani (2001), ada hubungan yang sangat kuat antara pola asuh dengan status gizi batita. Menurut Satoto dalam Harsiki (2002), faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar dikalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama pada anak-anak. Memberikan makanan dan perawatan balita yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Selanjutnya Engle (1997) mengatakan bahwa praktek pengasuhan ditingkat rumah tangga adalah memberikan perawatan kepada balita dengan pemberian makanan dan kesehatan melalui sumber-sumber yang ada untuk kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan. Perawatan balita sampai tiga tahun merupakan periode yang paling penting bagi anak-anak. Seorang balita perlu mendapatkan perawatan dan pengasuhan yang tepat dalam masa tiga tahun pertama
5
karena masa tersebut merupakan masa yang kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk mencapai tingkat perkembangan otak yang maksimal maka dibutuhan berbagai macam nutrisi sejak bayi tersebut dalam kandungan dan harus berlanjut minimal sampai berusia 3 tahun. Secara kultural di Indonesia ibu memegang peranan dalam mengatur tata laksana rumah tangga sehari-hari termasuk hal pengaturan makanan keluarga. Ibu menjadi aktor penting menghidupi anak-anaknya. Sehingga dapat dilihat balita yang dibesarkan dengan pola pengasuhan yang tidak baik ditambah lagi dengan lingkungan yang kurang baik pula maka status gizinya akan lebih buruk dibandingkan dengan balita dengan pola asuh yang baik. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh balita dan kaitannya dengan keadaan gizi balita maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor. Menurut Popkin dalam Harsiki, T (2002) ibu rumah tangga adalah penentu utama dalam pengembangan sumber daya
manusia dalam keluarga dan
pengembangan diri balita sebelum memasuki usia sekolah. Namun berdasarkan pengatamatan dilapangan ibu rumah tangga di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor, kurang memperhatikan pola asuh pada anaknya, karena rata-rata mereka lebih sibuk dengan bekerja. Penelitian Sanjaja (2001) meneliti faktor yang berperan dalam status balita adalah faktor ibu dan pola asuh anak. Ibu yang bekerja akan berefek pada pola asuh anaknya (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi), pekerjaan dapat menyebabkan perubahan dalam memberikan
6
asupan makanan. Ibu yang bekerja sebenarnya akan meningkatkan pendapatan keluarga, namun akan menurunkan pola asuh karena kekurangan waktu yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Pada masa sekarang banyak ibu rumah tangga yang bekerja, para ibu tersebut mempunyai tanggung jawab yang lebih besar yaitu sebagai ibu rumah tangga termasuk kesempatan untuk mengasuh balitanya menjadi berkurang. Berdasarkan penelitian Monk (1996), bertambahnya lama kerja ibu menyebabkan alokasi waktu ibu untuk kegiatan pengasuhan balita dan menyiapkan makanan bagi balitanya berkurang dan akhirnya balita ada yang diasuh oleh anggota keluarga yang lain dan ada yang dibiarkan. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor dengan menggunakan data dari Dinas Kesehatan Humbang Hasundutan diperoleh bahwa pada tahun 2012 persentase balita dengan gizi kurang sebanyak 5%, pada tahun 2013 dilaporkan sebesar 4,3% balita dengan gizi kurang dan pada tahun 2014 dilaporkan sebesar 5,5% balita dengan gizi kurang (Dinkes Tobasa, 2014). Melihat data tersebut bahwa balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor mengalami penurunan status gizi dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh pola asuh balita yang kurang baik yang diperoleh balita (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) yang kurang dalam pengasuhan anak.
7
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan pola asuh ibu (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada hubungan pola asuh ibu (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk menganalisis hubungan pola asuh ibu (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk melihat hubungan praktek pemberian makanan dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor. 2. Untuk melihat hubungan praktek perawatan dasar anak dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor. 3. Untuk melihat hubungan praktek hygiene dan sanitasi dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
8
1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Humbahas khususnya Puskesmas di Kecataman Bobor sebagai informasi untuk meningkatkan status gizi balita guna mewujudkan sember daya manusia yang sehat. 2. Bagi masyarakat khususnya ibu yang mempunyai balita suatu informasi mengenai pola asuh yang meliputi asuhan pemberian makan, asuhan perawatan dasar anak, asuhan hygiene dan sanitasi.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi Balita Status gizi bisa diartikan suatu keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan tersebut yang dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih (Almatsier, 2002). Kehandalan balita dari dimensi pertumbuhan dapat ditunjukkan diantaranya adalah status gizi dan kesehatannya. Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004). Menurut penelitian Hafrida (2004), terdapat kecendrungan pola asuh dengan status gizi. Semakin baik pola asuh balita maka proporsi gizi baik pada balita juga akan semakin besar. Dengan kata lain, jika pola asuh balita di dalam keluarga semakin baik tentunya tingkat konsumsi pangan balita juga akan semakin baik dan akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi anak. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa 40 responden terdapat 30 orang (75%) dengan pola asuh baik mempunyai status gizi yang baik pula. Dan 10 orang (25%) dengan pola asuh buruk mempunyai status gizi yang kurang. 2.1.1. Penilaian Status Gizi Untuk mengetahui status gizi balita dapat dilakukan dengan penilaian status gizi secara langsung dan penilaian tidak langsung. Penilaian status gizi secara
9
10
langsung adalah dengan pemeriksaan secara antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah dengan pemeriksaan survey makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Waryana, 2010). Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh. Pengukuran antropometri bertujuan mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan tinggi badan menurut umur (BB dan TB/U) berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U), lingkar lengan atas menurut tinggi badan (LLA/TB) (Sibagariang, 2010). Dari beberapa cara pengukuran status gizi, pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yaitu alat mudah diperoleh, pengukuran mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu. Penilaian berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) adalah untuk mengetahui status gizi orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih yaitu dengan pengukuran berat dan tinggi badan (Arisman, 2007). Penilaian status gizi menurut WHO (2005) adalah : 1. Antropometri a. BB/U (Berat Badan menurut Umur) Indeks antropometri dengan BB/U mempunyai kelebihan diantaranya lebih mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif
11
terhadap perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan. Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan BB/U dapat dilihat di bawah ini. 1. Gizi Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z < +1 2.
Gizi Kurang : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0
3. Gizi Sangat Kurang : jika nilai Z-Skor < -3,0 b. TB/U (Tinggi Badan menurut Umur) Tinggi badan merupakan antropometri yang mengambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Keuntungan indeks TB/U diantaranya adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, pengukur panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan TB/U dapat dilihat di bawah ini. 1. Tinggi : jika skor simpangan baku > 3,0 SD 2. Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z ≤ 3,0 3. Pendek : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0 4. Sangat pendek : jika nilai Z-Skor < -3,0 SD c. Tinggi BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) Dalam keadaan normal berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu, keuntungan dari indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus). Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan BB/TB dapat dilihat di bawah ini.
12
1.
Sangat Gemuk : jika skor simpangan baku > 3,0 SD
2.
Gemuk : jika skor simpangan baku 2,0 < Z ≤ 3,0
3.
Risiko Gemuk : jika skor simpangan baku 1,0 ≤ Z < 2,0
4.
Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z < 1,0
5.
Kurus : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0
6.
Sangat Kurus : jika nilai Z-Skor < -3,0 SD
2. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang didasarkan atas perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Depkes RI, 2005) 3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan anatara lain: darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Depkes RI, 2005).
13
4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Depkes RI, 2005).
2.2. Pola Asuh Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah satunya adalah mendidik anak. Menurut (Edwards, 2006), menyatakan bahwa “Pola asuh merupakan interaksi balita dan orang tua mendidik, membimbing, dan mendisplinkan serta melindungi balita untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat”. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan balita adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan balita untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan balita menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap balita berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik balita nya disebut sebagai pola pengasuhan. Interaksi balita dengan orang tua, balita cenderung menggunakan cara-
14
cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh. Peranan pengasuhan ini pertama kali diindentifikasi dalam Joint Nutrition Support Program in Iringa, Tanzania dan kemudian digunakan pada berbagai studi positive deviance di berbagai negara. Peranan determinan pola asuhan terhadap pertumbuhan bayi cukup besar, dimana pola asuhan yang baik dapat meningkatkan tingkat kecukupan gizi dan kesehatan bayi. Determinan pola asuhan dan kesehatan langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi (Engel, 1992). Pola pengasuhan balita adalah pengasuhan balita dalam pra dan pasca kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhan bermain (Hamzat A, 2000). Menurut Jus’at (2000) pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap balita agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan balita berupa sikap dan praktik pengasuhan ibu lainnya dalam kedekatannya dengan anak, merawat, cara memberi makan serta kasih sayang. Berdasarkan pengertian tersebut “pengasuhan” pada dasarnya adalah suatu praktek yang dijalankan oleh orang lebih dewasa terhadap balita yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan/gizi, perawatan dasar (termasuk imunisasi, pengobatan bila sakit), rumah atau tempat yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani (Soetjiningsih, 1995).
15
Disatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk balita menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Rachmadiana, 2004). Menurut penelitian Belly (2008), bahwa faktor-faktor penyebab gizi buruk dan gizi kurang bermacam-macam, diantaranya : 1) Kurang mendapat asupan gizi yang seimbang dalam waktu yang cukup lama, 2) Menderita penyakit infeksi sehingga asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan, 3) Tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, 4) Pola asuh yang kurang memadai, 5) Akses pelayanan kesehatan terbatas, 6) Minimnya pengetahuan ibu tentang gizi keluarga, 7) Sanitasi/kesehatan lingkungan yang kurang baik. Menurut Penelitian Pribawaningsih (2008), bahwa pola pengasuhan mempunyai kontribusi sebesar 30% terhadap penentuan status gizi balita, Adanya pengaruh ini bisa terjadi karena pola perilaku yang cenderung diikuti para anggota masyarakat dan berbagai kepercayaan, nilai dan aturan yang diciptakan lingkungan tersebut. Menurut penelitian Nugroho (2010), bahwa pola asuh dan perilaku pengasuh berhubungan dengan status gizi balita. Balita dengan pola asuh nuclear family memiliki resiko mengalami gizi kurang atau buruk 3 kali lebih besar daripada extended family (OR = 3,0, p = 0,042) dan terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku pengasuh dan status gizi balita balita. Balita balita dengan pengasuh
16
berperilaku buruk memiliki resiko mengalami gizi kurang atau buruk 19 kali lebih besar daripada pengasuh berperilaku baik (OR = 19,3, p = <0,001). Penelitian yang dilakukan oleh Hafrida (2004) di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan, menunjukkan bahwa ada kecenderungan dengan semakin baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada balita semakin besar. Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh balita meliputi : a. Perilaku yang patut dicontoh Artinya setiap perilaku tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniru dan identifikasi bagi anak-anaknya. b. Kesadaran diri Ini juga harus ditularkan pada anak-balita dengan mendorong mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku. c. Komunikasi Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahannya.
17
2.2.1. Praktek Pemberian Makan Untuk kebutuhan pangan/gizi, ibu menyiapkan diri sejak prenatal dalam mengatur dietnya selama kehamilan, masa neo-natal berupa pemberian ASI, menyiapkan makanan tambahan berupa makanan padat yang lebih bervariasi bahannya atau makanan yang diperkaya, dan dukungan emosional untuk anak. Status sakit, pola aktivitas, asupan gizi rendah, frekuensi konsepsi terkait pertumbuhan balita melalui status gizi ibu (Pengasuhan makanan balita terdiri atas hal yang berhubungan dengan menyusui, dan pemberian makanan selain ASI buat anak). Ada 2 tujuan pengaturan makanan untuk bayi dan balita balita : 1. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan dan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikomotor, serta melakukan aktivitas fisik. 2. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik. Makanan untuk bayi dan balita yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai dengan umur. 2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makanan, dan selera terhadap makan. 3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan faal bayi/anak. 4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.
18
Pertumbuhan balita usia 1-3 tahun sangat rentan terhadap penyakit gizi dan penyakit infeksi. Syarat makanan yang harus diberikan adalah makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang (tidak pedas) dengan jadwal pemberian makan yang sama yaitu 3 kali makanan utama (pagi, siang, malam) dan 2 kali makanan selingan (diantaranya 2 kali makanan utama). Pola hidangan yang dianjurkan adalah makanan seimbang yang terdiri atas sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. Bedasarkan hasil penelitian Sarasani (2005) menyatakan bahwa balita yang mempunyai praktek pemberian makan yang baik lebih banyak ditemukan balita dengan status gizi baik. Berdasarkan penelitian Perangin-angin (2006), bahwa terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan status gizi anak. Dimana dari 36 orang yang mempunyai status gizi baik terdapat 26 orang (83,87%) dengan praktek pemberian makan yang baik dan 10 orang (58,82%) dengan praktek pemberian makan yang tidak baik. Sedangkan dari 8 orang responden yang mempunyai status gizi kurang terdapat 2 orang (6,45%) dengan praktek pemberian makan yang baik dan 6 orang (35,29%) dengan praktek pemberian makan yang tidak baik. Pada balita usia 1-3 tahun balita bersifat konsumen pasif. Makanannya tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi geligi susu telah tumbuh, tetapi belum dapat digunakan untuk mengunyah makanan yang terlalu keras. Namun balita hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makanan orang dewasa (As’ad, 2002)
19
Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menetukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang. b. Alat makan dan memasak harus bersih. c. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan. d. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri 2.2.2. Pengasuhan Perawatan Dasar Anak Pengasuhan perawatan dasar balita adalah pemenuhan kebutuhan bayi yang dilakukan ibu untuk mengatasi kejadian diare, ISPA, dan memberi imunisasi pada balita yang dinyatakan cukup bila ibu mampu memberikan minum air banyak pada kasus diare, membuat oralit dan meminumkannya (sekurang-kurangnya kombinasi 2 dari 3) serta mampu memberi pelega tenggorokan dan mengatasi demam pada balita yang menderita ISPA juga memberi imunisasi pada balita (Bahar, 2002). Pengasuhan perawatan dasar balita meliputi perawatan terhadap balita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga balita tidak sampai terkena suatu penyakit. Praktik kesehatan balita yang baik dapat ditempuh dengan cara
20
memperhatikan keadaaan gizi anak, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri balita dan lingkungan dimana balita berada, serta upaya ibu dalam hal mencarikan pengobatan terhadap balita apabila balita sakit (Bahar, 2002). Penanggulangan diare yang dapat dilakukan oleh ibu adalah dengan tetap memberi ASI pada balita sakit, dan memberi balita larutan garam gula atau oralit. Untuk bayi usia 4-6 bulan atau lebih dapat diberi makan sedikit-sedikit tapi sering. Makanan yang diberikan adalah makanan yang tidak merangsang dan yang disukai anak. Pada balita yang menderita diare, balita tidak dipuasakan (Bahar, 2002). Praktek cuci tangan tiap melakukan pekerjaan terkait makanan atau menyusui, minum air yang telah dimasak, memanasi makanan sebelum diberikan pada anak, dapat mencegah diare, termasuk usaha mencegah makanan dari gangguan lalat dan kontaminasi lain, serta penggunaan jamban keluarga. Perawatan ISPA ringan dapat dilakukan dengan kompres, obat demam, balsam/inhaler pelega tenggorokan atau inhalasi uap. Balita dibersihkan dengan memakai kain atau tisu yang dibentuk jadi batangan, diulirkan ke lobang hidung. Balita diberi minuman dan makanan yang cukup. Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan menempatkan balita dalam ruang yang sirkulasi udara dan pencahayaan baik, dan balita dilindungi dari kondisi ekstrim. Penyakit ini menyebar dengan droplet, sedapat mungkin hindarkan balita sehat dari penderita ISPA. Perawatan dasar balita juga terkait aktivitas mencegah balita jangan sakit. Pencegahan dimaksudkan memberi balita imunisasi. Untuk itu dibutuhkan kemauan dan kemampuan ibu membawa balita diimunisasi ke posyandu atau institusi terkait. Untuk balita usia 2
21
bulan atau lebih tetapi kurang dari 14 bulan dan belum imunisasi, dapat diberi imunisasi dengan urutan dan interval pemberian serupa dengan balita yang diberi imunisasi dengan jadwal tepat (Bahar, 2002). Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, balita perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut : 1.
Mandi 2 kali sehari
2.
Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
3.
Makan teratur, 3 kali sehari
4.
Menyikat gigi sebelum tidur
5.
Membuang sampah pada tempatnya
6.
Buang air kecil pada tempatnya
2.2.3. Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Pengasuhan balita dari aspek higine perorangan, kesehatan lingkungan dan keamanan balita berkenaan dengan kemampuan ibu menjaga balita agar tetap segar dan bersih, balita mendapat lingkungan yang sehat, serta terhindar dari cedera atau kecelakaan. Untuk itu dibutuhkan kemampuan orangtua untuk memandikan anak. Menjaga kebersihan pakaian bayi dan membersihkan bagian tubuh anak, ganti popok ketika akan tidur malam hari. Dibutuhkan pula kemampuan ibu untuk menjaga kebersihan pada tempat tidur anak, kamar balita dan lingkungan tempat balita diasuh. Diperlukan kemampuan ibu untuk mencegah balita dari terkena luka dan kecelakaan.
22
Praktek pengasuhan hygiene perorangan balita terkait perhatian khusus pada kebersihan daerah lipatan kulit, daerah anogenital (terutama tiap selesai berkemih atau BAB), kebersihan kuku dan gigi (bagi balita yang telah tumbuh gigi). Perhatian juga ditujukan pada kebersihan tali pusat, apakah sudah bersih atau malah infeksi. Hygiene perorangan balita juga meliputi perawatan terhadap rambut dan kulit kepala anak. Penjagaan kebersihan mulut balita termasuk perhatian terhadap adanya Moniliasis dalam mulut ditandai bercak putih pada mukosa mulut dan atau lidah. Lingkungan terdekat yang harus sehat bagi balita adalah tempat tidur balita dan tempat bermain anak. Pada tempat tidur, ada bantal dan kasur serta sarung bantal yang perlu dibersihkan secara rutin. Gunakan kelambu bagi bayi siang maupun malam bila balita tidur, untuk mencegah balita digigit nyamuk (Bahar, 2002). Kondisi lingkungan balita harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah/air kotor (limbah), kamar mandi dan kakus (jamban/WC) dan halaman rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin keselamatan dan kesehatan penghuninya, yaitu ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak penuh sesak, cukup leluasa bagi balita untuk bermain, dan bebas polusi (Soetjiningsih, 1995).
23
2.2.4. Faktor- faktor yang Memengaruhi Pola Asuh Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh balita adalah: (Edwards, 2006) adalah : a. Pendidikan orang tua Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan
balita
akan
mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-balita dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak. Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh balita akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Supartini, 2004). b. Lingkungan Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.
24
c. Budaya Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik balita kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh balita juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya (Anwar, 2000). 2.2.5. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Perawatan atau pola pengasuhan ibu terhadap balita yang baik merupakan hal yang sangat penting, karena akan mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Pola pengasuhan ibu terhadap anaknya berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama kesehatan, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan balita (WHO Suharsi, 2001). Menurut Rahayu (2001) balita yang diasuh dengan baik oleh ibunya akan lebih berinteraksi secara positif dibandingkan bila diasuh oleh selain ibunya. Pengasuhan balita oleh ibunya sendiri akan terjadi hubungan balita merasa aman, balita akan memperoleh pasangan dalam berkomunikasi dan ibu sebagai peran model bagi balita yang berkaitan dengan keterampilan verbal secara langsung. Pola pengasuhan balita akan berkaitan dengan keadaan gizi balita dan usaha ibu merangsang balita untuk makan turut menentukan volume makan pada balita (Jus’at, 2000).
25
Hasil penelitian Khomsan, dkk (1999) menunjukkan bahwa ibu memegang peranan utama dalam pengasuhan anak. Penyuluhan stimulasi psikososial kepada ibu dengan menggunakan paket “Ibu maju Balita Bermutu” berdampak meningkatkan stimulasi psikososial balita dalam keluarga. Artinya, ibu menjadi lebih proaktif di dalam mengasuh balita dengan memberikan stimulasi psikososial. Dalam jangka panjang hal ini akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak. Studi Suharsi (2001) di Kabupaten Demak menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara statistik pola asuh ibu dengan balita balita kurang energi dan protein, namun pola asuh ibu yang tidak baik terhadap balita balita mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian kurang energi protein dibandingkan pola asuh yang baik. Studi penyimpangan positif (positive deviance) masalah KEP di Jakarta Utara dan Bogor oleh Jus’at, dkk (2000) menyimpulkan bahwa pengasuhan balita berkaitan dengan keadaan gizi anak. Pemberian Kolostrum pada bayi di hari-hari pertama kehidupannya berdampak positif pada keadaan gizi balita diumur-umur selanjutnya terutama di Bogor. Interaksi ibu dengan balita yang diamati mendalam, melalui participant obversation, berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak-balita yang selalu diupayakan untuk mengkonsumsi makanan, mendapat respon ketika berceloteh, dan selalu mendapat senyuman dari ibu, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebaya lainnya yang kurang memperoleh perhatian orang tuanya.
26
Bahar (2002) dalam penelitian tentang pengaruh pola pengasuhan terhadap pertumbuhan balita di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa kualitas pengasuhan makanan balita yang dimiliki ibu, berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Kualitas pengasuhan perawatan dasar balita yang dimiliki ibu, berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Kualitas pengasuhan hygiene perorangan balita kesehatan lingkungan dan keamanan anak, berpengaruh terhadap pertumbuhan anak.
2.3. Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Pada saat ini masalah gizi utama di Indonesia masih adalah kurang Energi Protein (KEP), Anemia Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Kurang Vitamin A (KVA) dan juga Gizi Lebih. Analisis masalah gizi kurang yang dilakukan oleh Atmarita dan Falah (2004) pada tahun 1989, prevalensi gizi kurang pada balita sebesar 37,5 % menurun menjadi 27,5 % pada tahun 2003, ini berarti terjadi penurunan gizi kurang sebesar 10 %. Sementara itu terjadi penurunan gizi buruk sampai tahun 2003 yaitu 8,3 %. Pada tahun 2005 ini dilaporkan terjadi peningkatan kasus gizi buruk atau yang lebih dikenal dengan busung lapar. Menurut Rimbawan dan Baliwati (2004), KEP terjadi akibat konsumsi pangan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta gangguan kesehatan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi antara lain makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Soekirman (1999).
27
Penyebab masalah gizi kurang dapat dibagi dua bagian yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung adalah makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi, dan diantara keduanya saling berhubungan. Pada balita yang konsumsi makanannya tidak cukup, maka daya tahan tubuhnya lemah. Pada keadaan tersebut mudah terserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi (Azwar, 2004). Sedangkan penyebab tidak langsung berupa ketersediaan makanan, pola asuh serta sanitasi dan pelayanan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.
2.4. Kerangka Konsep Pola asuh ibu : 1. Praktek Pemberian Makan
Status gizi
2. Praktek Perawatan Dasar Anak 3. Praktek Higiene dan Sanitasi
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.5. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan praktek pemberian makanan dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor. 2. Ada hubungan praktek perawatan dasar anak dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
28
3. Ada hubungan praktek hygiene dan sanitasi dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola asuh ibu (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei 2015
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita dengan umur 9-59 bulan di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor. 3.3.2. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel (total sampling) yaitu 35 orang. 29
30
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Pengumpulan data primer
meliputi, praktek pemberian makanan, praktek
perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi, dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Status gizi yang meliputi BB, TB dan BB/TB dengan cara pemeriksaan antropometri pada balita dengan mengukur BB/U, TB/U, BB/TB. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor dan Dinas Kesehatan Kabupaten Humbahas.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas Pola asuh adalah 1. Praktek pemberian makanan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan di dalam memenuhi kebutuhan makanan balita yang meliputi penyediaan makanan, kualitas makanan, frekuensi dan jadwal pemberian makanan. 2. Praktek perawatan dasar balita adalah seluruh kegiatan yang dilakukan untuk merawat balita agar terhindar dari penyakit dan membantu balita beraktivitas.
31
3. Praktek hygiene dan sanitasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kebersihan diri dan liungkungan sekitar balita yang dapat mengganggu kesehatannya. 3.5.2. Variabel Terikat Status gizi yaitu suatu keadaan tubuh balita akibat dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi. Untuk mengukur status gizi balita berdasarkan pemeriksaan antropometri pada balita dengan mengukur BB/U, TB/U, BB/TB.
3.6. Metode Pengukuran Pengukuran variabel praktek pemberian makanan disusun 10 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)” maka total skor = 10. Pengukuran variabel praktek perawatan dasar anak disusun 10 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)” maka total skor = 10. Pengukuran variabel hygiene dan sanitasi disusun 20 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)” maka total skor = 20, seperti pada Tabel 3.1: Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Variabel Bebas 1. Pola asuh a. Praktek pemberian makanan b. Praktek perawatan dasar anak
Cara dan Alat Ukur
Skala Ukur
Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner)
Ordinal Ordinal
Hasil Ukur
Baik : > 50% yaitu 6-10 Tidak Baik ≤ 50% yaitu 0-5 Baik : > 50% yaitu 6-10 Tidak Baik ≤ 50% yaitu 0-5
32
Tabel 3.1 (Lanjutan) c. Praktek hygiene dan sanitasi Variabel Terikat Status gizi
Wawancara (kuesioner)
Ordinal
Pengukuran Ordinal BB/U, TB/U dan BB/TB
Baik : > 50% yaitu 11-20 Tidak Baik ≤ 50% yaitu 0-10 BB/U : Normal Kurang Sangat kurang TB/U : Tinggi Normal Pendek Sangat pendek BB/TB : Sangat gemuk Gemuk Resiko gemuk Normal Kurus Sangat kurus Kemudian BB/TB diberikan batasan normal = apabila sangat gemuk, gemuk, resiko gemuk dan normal, sedangkan tidak normal = kurus
3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independen yang meliputi pola asuh (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar balita dan praktek hygiene dan sanitasi), variabel dependen yaitu status gizi.
33
3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pola asuh ibu (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
34
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lintong terletak di Kecamatan Bor-Bor merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Secara geografis Kecamatan Bor-Bor mempunyai luas wilayah 73,90 km2.
4.2. Karakteristik Ibu Balita Responden dalam penelitian ini adalah seluruh ibu balita yang berjumlah 35 orang. Karakteristik ibu yang dilihat meliputi: umur dan pendidikan ibu, seperti pada Tabel 4.1: Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor No Karakteristik 1 Umur 20-35 tahun > 35 tahun Jumlah 2 Pendidikan SD SMP SMA Jumlah
Jumlah
%
21 14 35
60,0 40,0 100,0
2 11 22 35
5,7 31,4 62,9 100,0
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur ibu di Desa Lintong Kabupaten Bor-Bor sebahagian besar dengan umur 20-35 tahun sebanyak 21 orang (60,0%) dan sebahagian kecil dengan umur > 35 tahun sebanyak 14 orang (40,0%).
34
35
Pendidikan ibu sebahagian besar dengan pendidikan SMA sebanyak 22 orang (62,9%) dan sebahagian kecil dengan pendidikan SD sebanyak 2 orang (5,7%). 4.3. Karakteristik Balita Objek dalam penelitian ini adalah balita dengan ibu yang berkerja sebagai penenun ulos yang berjumlah 35 orang. Karakteristik balita yang dilihat meliputi: umur dan jenis kelamin, seperti pada Tabel 4.2: Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor No Karakteristik Balita 1 Umur 9-11 bulan 12-24 bulan 25-59 bulan Jumlah 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah
%
6 9 20 35
17,1 25,8 57,1 100,0
21 14 35
60,0 40,0 100,0
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur balita di Desa Lintong Kabupaten Bor-Bor sebahagian besar dengan umur 25-59 bulan sebanyak 20 orang (57,1%), umur 12-24 bulan sebanyak 9 orang (25,8%) dan sebahagian kecil dengan umur 9-11 bulan sebanyak 6 orang (17,1%). Jenis kelamin balita sebahagian besar dengan laki-laki sebanyak 21 orang (60,0%) dan sebahagian kecil dengan perempuan sebanyak 14 orang (40,0%).
36
4.3.1. Distribusi Balita Berdasarkan Umur dengan Status Gizi (Indeks BB/U) Distribusi balita berdasarkan umur dengan status gizi (indeks BB/U) dapat dilihat pada Tabel 4.3: Tabel 4.3. Distribusi Balita Berdasarkan Umur dengan Status Gizi (Indeks BB/U) di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor No
Umur (bulan)
1 2 3
9-11 bulan 12-24 bulan 25-59 bulan
Normal n % 4 66,7 9 100,0 15 75,0
Status Gizi (BB/U) Kurang Sangat Kurang n % n % 2 33,3 0 0 0 0 0 0 2 10,0 3 15,0
Total n 6 9 20
% 100 100 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur balita dengan status gizi (indeks BB/U) adalah dari 6 balita pada kelompok umur 9-11 bulan sebahagian besar pada kategori status gizi normal yaitu sebanyak 4 orang (66,7%), dari 9 balita pada kelompok umur 12-24 bulan semuanya pada kategori status gizi normal yaitu sebanyak 9 orang (100,0%) dan dari 20 balita pada kelompok umur 25-59 bulan sebagian besar pada kategori status gizi normal yaitu sebanyak 15 orang (75,0%). Walaupun pada tabel diatas terlihat bahwa seluruh kelompok umur sebahagian besar pada kategori status gizi normal, namun masih diperoleh status gizi kurang pada semua kelompok umur. 4.3.2. Distribusi Balita Berdasarkan Umur dengan Status Gizi (Indeks TB/U) Distribusi balita berdasarkan umur dengan status gizi (indeks TB/U) dapat dilihat pada Tabel 4.4:
37
Tabel 4.4. Distribusi Balita Berdasarkan Umur dengan Status Gizi (Indeks TB/U) di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor No
Umur (bulan)
1 2 3
9-11 bulan 12-24 bulan 25-59 bulan
Normal n % 4 66,7 6 66,7 11 55,0
Status Gizi (TB/U) Pendek Sangat Pendek n % n % 2 33,3 0 0 1 11,1 2 22,2 5 25,0 5 25,0
Total n 6 9 20
% 100 100 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur balita dengan status gizi (indeks TB/U) adalah dari 6 balita pada kelompok umur 9-11 bulan sebahagian pada kategori status gizi normal sebanyak 4 orang (66,7%), dari 9 balita pada kelompok umur 12-24 bulan sebahagian besar pada kategori status gizi normal yaitu sebanyak 6 orang (66,7%) dan dari 20 balita pada kelompok umur 25-59 bulan sebahagian besar pada kategori status gizi normal yaitu sebanyak 10 orang (50,0%). 4.3.3. Distribusi Balita berdasarkan Umur dengan Status Gizi (Indeks BB/TB) Distribusi balita berdasarkan umur dengan status gizi (indeks BB/TB) dapat dilihat pada Tabel 4.5: Tabel 4.5. Distribusi Balita Berdasarkan Umur dengan Status Gizi (Indeks BB/TB) di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Status Gizi (BB/TB) No
1 2 3
Umur (bulan) 9-11 bulan 12-24 bulan 25-59 bulan
Sangat Gemuk n %
n
%
0 1 0
1 1 1
16,7 11,1 5,0
0 11,1 0
Gemuk
Resiko Gemuk n %
n
%
2 1 3
1 6 14
16,7 66,7 70,0
33,3 11,1 15,0
Normal
Total
Sangat Kurus n %
n
%
2 0 2
6 9 20
100 100 100
33,3 0 10,0
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur balita dengan status gizi (indeks BB/TB) adalah dari 6 balita pada kelompok umur 9-11 bulan sebahagian besar pada kategori status resiko gemuk dan sangat kurus yaitu masing-masing
38
sebanyak 2 orang (33,3%), dari 9 balita pada kelompok umur 12-24 bulan sebahagian besar pada kategori status gizi normal yaitu sebanyak 6 orang (66,7%) dan dari 20 balita pada kelompok umur 25-59 bulan sebahagian besar pada kategori status gizi normal yaitu sebanyak 14 orang (70,0%).
4.4. Pola Asuh 4.4.1. Praktek Pemberian Makan Untuk melihat praktek pemberian makan pada balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan terlihat pada Tabel 4.6 : Tabel 4.6. Distribusi Balita Berdasarkan Umur dengan Praktek Pemberian Makan di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor No 1 2 3
Umur (bulan)
9-11 bulan 12-24 bulan 25-59 bulan
Praktek Pemberian Makan Baik Tidak Baik n % n % 5 83,3 1 16,7 8 88,9 1 11,1 16 80,0 4 20,0
Total n 6 9 20
% 100 100 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur balita dengan praktek pemberian makan adalah dari 6 balita pada kelompok umur 9-11 bulan sebahagian besar pada kategori praktek pemberian makan baik sebanyak 5 orang (83,3%), dari 9 balita pada kelompok umur 12-24 bulan sebahagian besar pada kategori praktek pemberian makan baik yaitu sebanyak 8 orang (88,9%) dan dari 20 balita pada kelompok umur 25-59 bulan sebahagian besar pada kategori praktek pemberian makan normal yaitu sebanyak 16 orang (80,0%).
39
4.4.2. Praktek Perawatan Dasar Anak Untuk melihat praktek perawatan dasar balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan terlihat pada Tabel 4.7 : Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Praktek Perawatan Dasar Balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan No Praktek Perawatan Dasar Anak 1 Baik 2 Tidak baik Jumlah
Jumlah 26 9 35
% 74,3 25,7 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa praktek perawatan dasar anak sebahagian besar pada kategori baik sebanyak 26 orang (74,3%) dan sebahagian kecil tidak baik sebanyak 9 orang (25,7%). 4.4.3. Praktek Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan Untuk melihat kebersihan dan sanitasi lingkungan di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan terlihat pada Tabel 4.8 : Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Praktek Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan No Praktek Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan 1 Baik 2 Tidak baik Jumlah
Jumlah 19 16 35
% 54,3 45,7 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan sebahagian besar pada kategori baik sebanyak 19 orang (54,3%) dan sebahagian kecil tidak baik sebanyak 16 orang (45,7%).
40
4.5. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita Untuk melihat hubungan pola asuh dengan status gizi balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan dapat dilihat pada Tabel 4.9 Tabel 4.9. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan No 1
2
3
Pola Asuh Praktek Pemberian Makan Baik Tidak baik Praktek Perawatan Dasar Baik Tidak baik Praktek Kebersihan & Sanitasi Lingkungan Baik Tidak baik
Status Gizi Normal Tidak Normal n % n %
Total n %
Nilai p
28 3
96,6 50,0
1 3
3,4 50,0
29 6
100 100
0,011
25 6
96,2 66,7
1 3
3,8 33,3
26 9
100 100
0,044
18 13
94,7 81,3
1 3
5,3 18,8
19 16
100 100
0,312
Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel pola asuh ibu dengan status gizi balita ditemukan bahwa : a.
Hasil analisis hubungan antara praktek pemberian makan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang (3,4%) dengan praktek pemberian makan dengan baik mengakibatkan status gizi tidak normal. Sedangkan diantara praktek pemberian makan yang tidak baik dari ibu penenun ulos ada 3 orang (50,0%) mengakibatkan status gizi tidak normal. Hasil uji statistik chi square terdapat nilai p=0,011 < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara praktek pemberian makan pada ibu penenun ulos dengan status gizi anak.
41
b.
Hasil analisis hubungan antara praktek perawatan dasar dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang (3,8%) dengan praktek perawatan dasar dengan baik mengakibatkan status gizi tidak normal. Sedangkan diantara praktek perawatan dasar yang tidak baik dari ibu penenun ulos ada 3 orang (33,3%) mengakibatkan status gizi tidak normal. Hasil uji statistik chi square terdapat nilai p=0,044 < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara praktek perawatan dasar ibu penenun ulos dengan status gizi balita.
c.
Hasil analisis hubungan antara praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang (5,3%) dengan praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dengan baik mengakibatkan status gizi tidak normal. Sedangkan diantara praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan yang tidak baik dari ibu penenun ulos ada 3 orang (18,8%) mengakibatkan status gizi tidak normal. Hasil uji statistik chi square terdapat nilai p=0,312 > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan pada ibu penenun ulos dengan status gizi balita (BB/TB).
42
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Status Gizi Balita Hasil penelitian pada keluarga ditemukan balita dengan status gizi kategori berat badan tidak normal sebesar 20,0%, tinggi badan kategori tidak normal 40,0% dan status gizi kategori tidak normal 11,4%. Dalam hal ini status gizi balita keluarga di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan berhubungan dengan praktek pemberian makan ibu dan praktek perawatan dasar pada balita. Praktek pemberian makan pada balita selain mengandung kualitas dan kuantitas yang cukup untuk menghasilkan kesehatan yang baik, tidak kalah pentingnya dengan perhatian dan pengawasan langsung dari ibu terutama dalam hal praktek pemberian makan. Status gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak dengan status gizi kurang akan kelihatan pendek, kurus jika dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Untuk mengatasi gizi kurang pada balita memerlukan peranan dari orang tua dalam pengasuhan balita dan praktek pemberian makan.
42
43
5.2. Pengaruh Faktor Pola Asuh Terhadap Status Gizi di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan 5.2.1. Pengaruh Praktek Pemberian Makanan terhadap Status Gizi di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sebesar 50,0% anak yang status gizi tidak normal yang praktek pemberian makanannya yang tidak baik. Uji statistik chi square menunjukkan praktek pemberian makanan berpengaruh terhadap status gizi anak. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tidak baik praktek pemberian makanan pada balita maka akan meningkatkan status gizi tidak normal pada balita. Praktek pemberian makanan pada balita penting diperhatikan karena seorang balita akan membutuhkan asupan makanan yang baik yang akan berpengaruh terhadap status gizi balita. Dalam penelitian ini praktek pemberian makanan lebih banyak yang baik, walau masih ditemukan ibu yang belum melakukan asuhan pemberian makan yang baik pada anaknya sebesar 17,1%. Sesuai penelitian yang pernah dilakukan oleh Natalia (2006) pada anak balita di Desa Durian IV Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang menunjukkan juga bahwa praktek pemberian makan sebagian besar berada pada kategori baik yaitu sebesar 65% sedangkan pada kategori tidak baik sebesar 35%. Hasil ini memberi penjelasan bahwa di dalam asuhan pemberian makan sudah banyak ibu yang berperilaku baik. Hal ini ditunjukkan dari adanya usaha sebagian ibu menyajikan dan memberikan sendiri makanan terhadap anaknya walaupun ibu memiliki waktu yang sibuk untuk menenun ulos. Namun ibu penenun ulos yang ada
44
di Kecamatan Laguboti masih banyak yang tidak berperilaku baik disebabkan karena pekerjaan ibu yang membutuhkan waktu yang sangat banyak untuk menenun ulos, ibu lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan tenunannya untuk mengejar target, sehingga terabaikan dalam pemberian makanan kepada balita. Balita masih banyak makan sendiri dan tanpa di damping oleh anggota keluarga. Dalam hal ini perlu peningkatan praktek pemberian makanan kepada balita sehingga lebih meningkatkan status gizi balita. Hal ini berarti, praktek pemberian makan yang baik sangat mendukung tercapainya status gizi balita yang baik. Dan sebaliknya jika praktek pemberian makan pada balita tidak baik dapat menyebabkan status gizi balita tidak baik pula. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sarasani (2005) yang menyatakan bahwa anak yang mempunyai praktek pemberian makan yang baik lebih banyak berstatus gizi baik pula. Sulistijani (2001), mengemukakan seiring dengan bertambahnya usia anak ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting untuk menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak. Ibu penenun ulos dengan lama kerja < 8 jam/hari ada yang menyempatkan diri untuk mengasuh anak dalam sela-sela waktu dalam menenun ulos dalam hal praktek pemberian makanan. Praktek pemberian makanan dalam hal peningkatan status gizi balita dalam penelitian ini ditunjukkan dengan perilaku ibu dalam penyiapkan dan pemberian makanan diberikan oleh ibu sendiri. Berdasarkan penelitian yang dijelaskan diatas dapat dikaitkan dengan hasil penelitian yang
45
diperoleh bahwa asuhan pemberian makan yang dilakukan oleh ibu sendiri dapat mencegah gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan berupa penyakit diare dan menurunnya kekebalan tubuh balita karena kurangnya asupan gizi yang seimbang. Bahan makanan balita yang disajikan sudah mengandung sumber protein hewani misalnya daging ayam dan lembu, namun pemberiannya yang kurang ada pengawasan dari ibu, sehingga anak masih banyak yang tidak menghabiskan makanan yang diberikan karena balita lebih banyak makan sendiri. Makanan yang disajikan pada umumnya adalah makanan olahan sendiri ibu penenun ulos yaitu nasi, ikan dan sayur, ibu biasanya langsung mengolah makanan sekali dalam sehari yaitu pada pagi hari sebelum melakukan penenunan ulos di pagi hari. Pada pagi hari ibu memberikan makan langsung pada balita, tetapi pada siang hari rata-rata balita makan sendiri maupun diasuh oleh keluarga yang lain, karena ibu penenun ulos lebih memprioritaskan penyelesaian tenunan dibandingkan praktek pemberian makan pada balita. Pengganti orang tua ini belum tentu mengerti dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan gizi yang diperlukan anak balita sehingga akan mempengaruhi status gizi anak balita tersebut. Pada umumnya balita tidak mendapatkan makanan selingan pada siang maupun sore hari, balita hanya mengkonsumsi makanan yang telah diolah oleh ibu sendiri. Untuk mengganti makanan selingan balita ada yang makan jajanan yang dijual di kedai setempat yaitu jenis roti dan kerupuk. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sihombing (2005) di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal pada anak batita menunjukkan juga bahwa anak
46
yang berstatus gizi baik banyak ditemukan pada keluarga yang melakukan praktek kesehatan yang baik. Menurut penelitian Bahar (2002) bahwa pola pengasuhan terhadap pertumbuhan balita di Kabupaten Baru Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa kualitas pengasuhan makanan balita yang baik akan berpengaruh terhadap status gizi balita. Menurut Satoto dalam Harsiki (2002), faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar dikalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama pada anak-anak. Memberikan makanan dan perawatan balita yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan memengaruhi status gizi. 5.2.2. Pengaruh Praktek Perawatan Dasar Balita terhadap Status Gizi di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor Kabupaten Humbang Hasundutan Hasil penelitian tentang variabel praktek perawatan dasar balita yang tidak baik ditemukan dengan persentase status gizi tidak normal sebesar 33,3%. Uji statistik chi square menunjukkan variabel praktek perawatan dasar balita tidak berpengaruh terhadap status gizi anak.
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat
dijelaskan semakin tidak baik praktek perawatan dasar balita maka belum tentu akan meningkat status gizi sangat kurus pada anak. Hal ini menunjukkan praktek perawatan dasar balita bukan berarti tidak penting diperhatikan, karena dengan melakukan praktek perawatan dasar yang baik
47
pada balita akan memengaruhi status gizi pada balita. Dalam penelitian ini praktek perawatan dasar balita cukup menggembirakan yaitu lebih banyak dengan praktek perawatan dasar balita dengan kateori baik, walau masih ditemukan ibu yang belum melakukan asuhan pemberian perawatan dasar balita sebesar 25,7%. Hasil ini memberi penjelasan bahwa di dalam asuhan perawatan dasar balita sudah banyak ibu yang berperilaku baik. Perawatan dasar yang dilakukan oleh ibu antara lain memberikan imunisasi lengkap sebelum usia 1 tahun, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan pemilihan tempat pelayanan kesehatan. Asuhan perawatan dasar di dalam penelitian ini diukur dari aspek kesehatan yang mengacu pada Engle (1996) yaitu pola asuh kesehatan yang bersifat preventif seperti pemberian imunisasi maupun pola asuh ketika balita dalam keadaan sakit serta praktek ibu di dalam membantu balita melaksanakan aktifitasnya sehari-hari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jika balita sakit ibu sudah mencari pengobatan dasar ke tempat yang tepat yaitu ke Puskesmas, praktek dokter dan praktek bidan. Ibu juga aktif berkunjung ke posyandu, selain bertujuan melakukan imunisasi ibu juga khusus datang untuk melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan balita secara rutin. Hal ini sesuai dengan pendapat Khomsan (2007) bahwa imunisasi adalah upaya pencegahan agar balita terhindar dari penyakitpenyakit yang dapat mengancam jiwanya dengan imunisasi angka kematian dapat dikurangi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu selalu memperhatikan kesehatan dan kebersihan anak serta kebersihan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari
48
perilaku ibu yang langsung membawa anaknya ke pelayanan kesehatan bila anak sakit. Hal ini tidak sejalan dengan Soetjiningsih (1995) bahwa kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat. Masa balita sangat rentan terhadap penyakit seperti : flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Salah satu faktor yang mempermudah anak balita terserang penyakit adalah keadaan lingkungan. Menurut Sulistijani (2001) menyatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti mandi, cuci tangan sebelum makan dan menyikat gigi. Selanjutnya Engle (1997) mengatakan bahwa praktek pengasuhan ditingkat rumah tangga adalah memberikan perawatan kepada balita dan kesehatan melalui sumber-sumber yang ada untuk kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan. 5.2.3. Pengaruh Praktek Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan terhadap Status Gizi di Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Hasil penelitian tentang variabel praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan yang tidak baik ditemukan dengan persentase status gizi tidak normal sebesar 18,8%. Uji statistik regresi logistik ganda menunjukkan variabel praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan tidak berpengaruh terhadap status gizi anak. Mengacu pada hasil
49
uji tersebut dapat dijelaskan semakin tidak baik praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan maka belum tentu meningkatkan status gizi balita. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Turnip (2008) yang menyatakan bahwa faktor kebiasaan dalam kebersihan diri yang meliputi kebersihan tubuh, makanan maupun lingkungan merupakan faktor dominan yang memengaruhi status gizi anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Sidikalang. Hal ini bukan berarti praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan tidak penting diperhatikan namun dalam penelitian ini faktor lain yang lebih dominan memengaruhi status gizi pada anak. Dalam penelitian ini praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan cukup menggembirakan yaitu lebih banyak yang baik, walau masih ditemukan ibu yang belum melakukan asuhan kebersihan dan sanitasi lingkungan sebesar 45,7%. Ibu penenun ulos menyiapkan makanan yang tertutup dan bersih agar makanan terhindar dari kotoran atau lalat sebagai sumber penularan penyakit, memandikan balita hanya 1 kali dalam sehari, hal ini mengingat waktu ibu untuk bekerja sangat tidak memungkinkan untuk melakukan praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dengan baik, terbukti bahwa praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan yang baik hanya mencapai 54,3%. Hal ini bertentangan dengan pendapat Irianto (2004) yang menyatakan bahwa didalam menjaga kesehatan tubuh kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : mandi dua kali sehari, rambut, tangan, kaki dan pakaian harus bersih, menjaga kebersihan makanan dan minuman, menghindari terjadinya penyakit dari sumber
50
penular penyakit seperti lalat/kotoran, dan lain-lain. Lingkungan yang kurang mendukung dalam menjaga kesehatan dapat menjadi pemicu kerentanan bayi dan balita terhadap penyakit. Oleh karena itu, perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat. Berdasarkan yang dikemukakan Nadesul (1995), anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian ketika anak makan dan sikap orangtua dalam memberi makan. Soenardi (2000) mengemukakan bahwa pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan dan peralatan yang dipakai harus mendapatkan perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau kecacingan pada anak.
51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1.
Status gizi balita dengan status gizi kategori berat badan kurang sebesar 20,0%, tinggi badan kategori pendek 40,0% dan status gizi kategori kurus 11,4%.
2.
Terdapat hubungan praktek pemberian makanan dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
3.
Terdapat hubungan praktek perawatan dasar anak dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
4.
Terdapat hubungan praktek hygiene dan sanitasi dengan status gizi anak balita di Desa Lintong Kecamatan Bor-Bor.
6.2. Saran 1.
Kepada tenaga kesehatan diharapkan melaksanakan penyuluhan gizi tentang pemberian makan yang baik pada balita dengan pendekatan komunikasi persuasif.
2.
Kepada ibu penenun ulos sebaiknya jangan hanya menyiapkan makanan balita saja, tetapi diperlukan pengawasan dan pemberian makan secara langsung kepada balita.
3.
Kepada ibu diharapkan lebih memperhatikan pola asuh anak dalam hal praktek pemberian makan secara langsung untuk meningkatkan status gizi balita.
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia pustaka utama, Jakarta. Anggraini, 2005, Pengaruh Ibu yang Bekerja terhadap Status Gizi Anak Balita di Kelurahan Mangunjiwan Kabupaten Demak, Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas NegeriSsemarang (http://www.pdfqueen.com, diakses 7 April 2010), 2005 Anoraga, P. (2005). Psikologi kerja. Jakarta: Rineka Cipta Arisman, 2007, Gizi Dasar Kehidupan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. As’ad. S, 2002. Gizi – Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Azrul Azwar, 2004. Tubuh Sehat Ideal Dari Segi Kesehatan. Makalah disajikan dalam Seminar Kesehatan Obesitas, Senat Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas indonesia, Depok, 15 Februari. http://www.bebas.vlsm.org/v12/artikel/pangan/DEPKES/pedum_giziseimbang.pdf. Diakses 4 Agustus 2006. Azwar, S. (1999). Penyusunan skala psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bahar, B., 2002, Pengaruh Pengasuhan Terhadap Pertumbuhan Anak, Pengamatan Longitudinal Pada Balita Etnik Bugis Usia 0-12 bulan di Barru, Disertasi, Surabaya, PPS UNAIR. Damanik, Yenny Yovila, Pola Asuh dan Status Gizi Balita Usia 0-36 Bulan di Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat Tahun 2010. Departemen Kesehatan RI. 2005. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta: Depkes RI. Edward, C.D. 2006, Ketika Balita Sulit Diatur, Penerbit Kaifa PT. Mizan Pustaka, Bandung. Engle., W.S.,at all, 1996. PD For Baby, Mc.Grill, New Jersey. Engle., W.S.,at all, 1997. PD For Baby, Mc.Grill, New Jersey.
52
53
Hafrida, 2004, Studi Positive Deviance pada Keluarga Miskin yang mempunyai balita Usia 12-24 Bulan di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Medan Tahun 2004, Skripsi FKM USU, Medan. Hamzat, S., 2000, Menilik Kesehatan Gizi Balita, Bumi Aksara, Jakarta. Harsiki, T. 2002, Hubungan Pola Asuh Balita dan Faktor Lain dengan Keadaan Gizi Balita Balita Keluarga Miskin di Pedesaan dan Perkotaan Propinsi Sumatera Barat, Tesis, FKM-UI, Depok Haryanto, 2004, Rancang Bangun Kultivator Tiga Baris untuk Penyiangan Padi Lahan Basah, Laporan Penelitian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung. Herrianto, R.,2010, Kesehatan Kerja, Buku kedokteran EGC, Jakarta. Hidayat Alimul A, 2007, Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta. Irianto, 2004, Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita, Puspa Swara, Jakarta. Jus’at, W., 2000. Perilaku Ibu Dalam Memberikan Pengasuhan Pada Balita, Rineka Cipta, Jakarta. Karyadi L. 1985. Pengaruh pola asuh makan terhadap kesulitan makan balita bawah tiga tahun (batita) [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2004, NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004, Tentang Waktu Kerja dan Upah Lembur. Khomson A., 2007, Studi Pola Pengasuhan Anak, Stimulasi Psikososial, Perkembangan Psikomotor dan Mental Balita Baduta Media Gizi dan Keluarga, Jakarta. Krisnatuti, D, 2007, Menyiapkan Makanan Pendamping ASI, Puspa Swara, Jakarta. Lia Pribawaningsih , 2008, Gambaran Penerapan Pola Asuh Orang Tua Pada Balita Dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Desa Pandantoyo Kecamatan Ngancar Kabupaten Kedir : http://infoelo.blogspot.com/2009/08/gambaranpenerapan-pola-asuh-orang-tua.html#ixzz1td9bE4BS
54
Moehji, Sjahmien, 1995, Psikologi Kerja. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Sajogyo, dkk. 1994. Gizi yang Merata. Yogyakarta: UGM Press. Monk, T.H, 1996, Introduction to Ergonomics, Jakarta. Munandar, A.S., 2008, Psikologi Industri Dan Organisasi, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. Nadesul, H, 1995. Cara Sehat Mengasuh Anak. Puspa Swara, Jakarta Natalia. E, 2006. Pola Asuh dan Pola Penyakit serta Status Gizi Anak Balita pada Keluarga Miskin di desa Durian Dusun IV Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Skripsi FKM USU, Medan Nugroho A., 2010, Hubungan Pola Asuh dan Perilaku Pengasuh dengan Kejadian Gizi Buruk pada Balita Balita di Wilayah Kabupaten Kediri, Tesis, UNS Solo. Nurmianto, E, 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya, PT Guna Widya. Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skrpsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta. Perangin-angin. A, 2006, Hubungan Pola Asuh dan Status Gizi Balita 0-24 Bulan Pada Keluarga Miskin di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2006, Skripsi FKM USU, Medan. Pudjiadi, 2006, Ilmi Zizi Klinik Pada Anak, FK UI, Gaya Baru, Jakarta. Rahayu S, 2001, Psikologi Perkembangan , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rimbawan dan Yayuk F Baliwati, 2004. Masalah Pangan dan Gizi, Jakarta. Riwidikdo, Handoko, 2009, Statistik Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta. Riyanto Agus, 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta. Sanjaya et al. 2001. Penyimpangan Positif (positive deviance) Status Gizi Balita Balita dan Faktor-faktor yang Berpengaruh, Puslitbang Gizi, Bogor.
55
Santoso, G.,2004, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Penerbit : Prestasi Pustaka. Sarasani. T, 2005. Praktek Pemberian Makan dan Status Gizi Balita Usia 0-24 Bulan ditinjau dari Pekerjaan Ibu. Skripsi FKM USU, Medan. Sastroasmoro Sudigdo, 2008, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-3, Sagung Seto, Jakarta. Sibagariang, E.E., 2010, Gizi dalam Kesehatan Reproduksi, Trans Info Media, Jakarta. Sihombing. E, 2005. Pola Pengasuhan dan Status Gizi Anak Batita ditinjau dari Karakteristik Ibu di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal. Skripsi FKM USU, Medan. Soenardi. T, 2000. Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Soekirman, 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Suharsih, B., 2001. Panduan Sehat Ibu Menyusui, Gramedia, Jakarta Sujudi, A, 2004, Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit. Sulistijani. A.D, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita, Puspa Swara, Jakarta. Suma’mur, PK, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), Sagung Seto, Jakarta. Sunarti, Euis, 2009, Mengasuh Dengan Hati, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Tarwaka, 2004, Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas , Penerbit UNIBA Press, Universitas Islam Surakarta. Turnip, Frisda, 2008, Pengaruh “Positive Deviance” Pada Ibu Dari Keluarga Miskin Terhadap Status Gizi Anak Usia 12 –24. Bulan Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi , Tesis, FKM USU Medan.
56
Waryana., 2010, Gizi Reproduksi, Pustaka Rihama, Yogyakarta. Waspadji, S., Suyono S., Sukardji K., Kresnawan SAT., 2010, Pengkajian Status Gizi, Jakarta, Penerbit FKUI. Widayani, dkk, 2011, Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Balita Batita di Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar Amacang, Skripsi, Padang.
57
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA LINTONG KECAMATAN BOR-BOR A. Indentitas Responden 1. Nama : ……………. 2. Umur : ……………. 3. Pendidikan : …………….. B. Data Balita 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Tanggal Lahir 4. Berat badan 5. Tinggi badan 6. Tgl Pengukuran
: ……………. : ……………. : __/__/__/ (dd/mm/yy) : …………….. kg : …………….. (cm) : __/__/__/ (dd/mm/yy)
C. Lama Kerja 0. Jam berapa ibu mulai bekerja ? 1. Jam berapa ibu mulai selesai bekerja ? Matriks Lama Kerja Ibu Dalam Satu Waktu
Lama Kerja (Jam)
Pagi Siang Sore malam Total
57
58
D. Pola Asuh 1. PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN Untuk Balita Usia 6-9 bulan No
Pernyataan
1 2 3 4 5 6
Bayi masih mendapat ASI Bayi mendapat MP-ASI sejak berumur ≥ 6 bulan Bayi mendapat susu formula Bayi mendapat MP-ASI 2 x sehari Bayi menyusui > 10 menit Ukuran MP-ASI yang diberikan pada bayi sesuai kebutuhan (sesuai tabel pengukuran makanan bayi/sesuai umur bayi) Bayi sudah mengkonsumsi makanan lunak Makanan yang diberikan pada bayi mengandung sumber protein hewani Bayi dapat menghabiskan makanan yang diberikan Makanan yang diberikan pada bayi bervariasi
7 8 9 10
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Untuk Balita Usia 9-12 bulan No
Pernyataan
1 2 3 4 5 6
Bayi masih mendapat ASI Bayi mendapat MP-ASI sejak berumur ≥ 6 bulan Bayi mendapat susu formula Bayi sudah mengonsumsi makanan lembek Bayi mengonsumsi makanan lembek 4-5 x sehari Makanan yang diberikan pada bayi mengandung sumber protein hewani Bayi dapat menghabiskan makanan yang diberikan Makanan yang diberikan pada bayi bervariasi Bayi sudah mendapat makanan selingan Makanan yang diberikan pada bayi bukan makanan olahan pabrik
7 8 9 10
Untuk Balita Usia 12-24 bulan No 1 2 3
Pernyataan Balita masih mendapat ASI Balita mengonsumsi susu formula Balita sudah mengonsumsi makanan biasa/keluarga
59
4 5 6 7 8 9 10
Balita mengonsumsi makanan 3 x sehari Makanan yang diberikan pada balita terdiri dari menu 4 sehat 5 sempurna Balita dapat menghabiskan makanan yang diberikan Makanan yang diberikan pada balita bervariasi setiap harinya Balita mendapat makanan selingan Balita sudah bisa mengonsumsi makanannya sendiri Ada anggota keluarga yang mendampingi balita saat makan
Untuk Balita Usia 24-56 bulan No
Pernyataan
1 2 3 4
Balita mengonsumsi susu formula Balita mengonsumsi makanan biasa/keluarga Balita mengonsumsi makanan 3 x sehari Makanan yang diberikan pada balita terdiri dari menu 4 sehat 5 sempurna Balita dapat menghabiskan makanan yang diberikan Makanan yang diberikan pada balita bervariasi setiap harinya Balita mendapat makanan selingan Balita sudah bisa mengkonsumsi makanannya sendiri Ada anggota keluarga yang mendampingi balita saat makan Balita mengkonsumsi makanan selain yang ibu persiapkan sendiri
5 6 7 8 9 10
Ya
Tidak
Ya
Tidak
2. PRAKTEK PERAWATAN DASAR ANAK a. Praktek Kebersihan (observasi) No
Pernyataan
1 2
Ibu langsung memperhatikan kandisi balita apabila sakit Ibu langsung membawa balita ke pelayanan kesehatan terdekat jika balita sakit Ibu langsung memberikan/membelikan obat untuk balita bila sakit Ibu mendampingi balita selama sakit Ibu pernah memperoleh informasi/penyuluhan kesehatan mengenai anak Balita mempunyai KMS Balita dibawa ke posyandu untuk ditimbang setiap bulan Balita telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai umur Frekuensi menimbang berat badan balita setiap bulan
3 4 5 6 7 8 9
60
10
Ada perlakuan khusus (menjanjikan sesuatu jika balita sembuh nanti) jika balita sakit
3. PRAKTEK KEBERSIHAN DAN SANITASI LINGKUNGAN a. Praktek Kebersihan (observasi) No
Pernyataan
1 2
Menyiapkan makanan pada tempat yang tertutup Mencuci dahulu bahan makanan sebelum memotong (misalnya : sayuran) Setiap peralatan makan dan minuman balita diberikan dengan menggunakan sabun Memandikan balita ≥ 2 kali dalam sehari Mengganti pakaian balita ≥ 2 x sehari Ibu selalu memandikan bayi menggunakan sabun mandi Ibu/pengasuh segera membersihkan balita bila BAB/BAK Balita segera dibersihkan bila ibu/pengasuh melihat balita bermain di tanah Ruangan rumah dibersihkan ≥ 2 kali sehari Membersihkan kuku nbalita secara rutin (1x seminggu)
3 4 5 6 7 8 9 10
Ya
Tidak
Ya
Tidak
B. Sanitasi Lingkungan (observasi) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Kamar mandi mempunyai lantai kedap air Terdapat saluran pembuangan limbah tertutup Jarak SPAL dengan sumber air bersih > 10 meter Ada sumber air bersih Ada tempat pembuangan sampah Ventilasi rumah cukup baik Lantai rumah terbuat dari semen Ada tempat penampungan air bersih di beri tutup Tempat penampungan air bersih diberi tutup Jarak kandungan ternak > 10 meter dari rumah
61
MASTER DATA PENELITIAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Umur 31 41 32 35 41 30 39 21 38 35 39 31 30 28 36 43 38 29 40 31 30 35 42 34 35 27 40 38 27 38 34 33 38 30 22
UmurK 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2 2
Didik 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 1 3 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3
Makan 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2
Dasar 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1
Kebersihan 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2
62
BB/U
No
Tgl Lahir
Umur (Bulan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
12-05-2010 05-02-2008 10-11-2009 05-10-2010 04-09-2008 10-02-2010 07-02-2008 10-02-2010 05-02-2010 23-05-2010 25-07-2008 04-09-2011 20-08-2011 15-07-2007 10-08-2011 30-05-2009 25-07-2011 20-12-2010 23-06-2008 15-02-2010 17-06-2010 19-05-2008 02-06-2009 19-11-2010 17-09-2009 25-11-2011 25-12-2009 27-06-2009 02-04-2011 18-01-2008 28-06-2011 06-11-2009 19-07-2010 18-12-2010 29-11-2010
24 51 30 19 44 27 51 29 27 24 46 9 9 58 9 36 10 17 47 27 23 48 36 18 32 9 29 35 13 52 11 33 32 17 18
Jenkel
BB
TB
2 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1
11 12 10 12 10 11 15 10 11 11 14 9 9 16 9 10 6 9 18 11 14 14 12 9 9 7 11 12 9 15 10 13 12 10 10
65 108 85 85 85 87 98 77 79 87 96 75 67 102 66 85 67 77 95 86 82 93 78 74 76 75 84 85 80 103 68 85 90 80 70
TB/U
Z skore
Status Gizi
-0,42
BB/TB
Z skore
Status Gizi
Z skore
Status Gizi
N
-6,50
SP
4,45
SG
-2,48
K
0,71
N
-4,36
SK
-2,49
K
-2,13
P
-1,95
N
0,55
N
0,65
N
0,34
N
-3,64
SK
-4,04
SP
-1,95
N
-0,86
N
-0,52
N
-0,89
N
-0,96
N
-1,71
N
0,15
N
-1,92
N
-3,81
SP
0,4
N
-0,88
N
-2,90
P
1,02
RG
-0,91
N
-0,11
N
-1,27
N
-1,08
N
-1,52
N
-0,27
N
0,12
N
1,70
N
-0,84
N
0,62
N
-1,24
N
1,69
RG
-0,93
N
-1,57
N
0,05
N
-0.10
N
-2,76
P
1,90
RG
-3,02
SK
-1,97
N
-3,97
SK
-2,55
K
-1,96
N
-4,30
SK
-0,98
N
0,88
N
-0,78
N
0,85
N
-1,73
N
2,75
G
-1,35
N
-1,27
N
-1,00
N
1,29
N
-1,59
N
2,82
G
-1,28
N
-2,54
P
0,37
N
-1,51
N
-4,91
SP
1,89
RG
-1,81
N
-2,91
P
-0,58
N
-3,20
SK
-4,57
SP
-0,56
N
-2,04
K
-1,98
N
-3,97
SK
-1,11
N
-1,80
N
-0,15
N
-1,08
N
-2,56
P
0,58
N
-0,40
N
1,48
N
-1,47
N
-1,03
N
-0,68
N
-0,95
N
0,44
N
-2,74
P
2,43
G
-0,19
N
-2,19
P
1,45
RG
0,06
N
1,31
N
-0,90
N
-0,78
N
-0,52
N
-0,68
N
-0,88
N
-4,41
SP
1,81
RG
63
Frequencies Umur Ibu
Valid
20-35 tahun > 35 tahun Total
Frequency 21 14 35
Percent 60,0 40,0 100,0
Valid Percent 60,0 40,0 100,0
Cumulativ e Percent 60,0 100,0
Pendidi kan
Valid
SD SMP SMA Total
Frequency 2 11 22 35
Percent 5,7 31,4 62,9 100,0
Valid Percent 5,7 31,4 62,9 100,0
Cumulat iv e Percent 5,7 37,1 100,0
Umur
Valid
9-11 Bulan 12-24 Bulan 25-59 Bulan Total
Frequency 6 9 20 35
Percent 17,1 25,7 57,1 100,0
Valid Percent 17,1 25,7 57,1 100,0
Cumulat iv e Percent 17,1 42,9 100,0
Jenis Kelami n
Valid
Laki-laki Perempuan Total
Frequency 21 14 35
Percent 60,0 40,0 100,0
Valid Percent 60,0 40,0 100,0
Cumulat iv e Percent 60,0 100,0
Praktek Pemberian Makanan
Valid
Baik Tidak Baik Total
Frequency 29 6 35
Percent 82,9 17,1 100,0
Valid Percent 82,9 17,1 100,0
Cumulat iv e Percent 82,9 100,0
64
Praktek Perawatan Dasar
Valid
Baik Tidak Baik Total
Frequency 26 9 35
Percent 74,3 25,7 100,0
Valid Percent 74,3 25,7 100,0
Cumulat iv e Percent 74,3 100,0
Praktek Kebersi handan Sanitasi Lingkungan
Valid
Baik Tidak Baik Total
Frequency 19 16 35
Percent 54,3 45,7 100,0
Valid Percent 54,3 45,7 100,0
Cumulat iv e Percent 54,3 100,0
BB/ U
Valid
Normal Tidak Normal Total
Frequency 28 7 35
Percent 80,0 20,0 100,0
Valid Percent 80,0 20,0 100,0
Cumulat iv e Percent 80,0 100,0
TB/U
Valid
Normal Tidak Normal Total
Frequency 21 14 35
Percent 60,0 40,0 100,0
Valid Percent 60,0 40,0 100,0
Cumulat iv e Percent 60,0 100,0
Status Gizi
Valid
Normal Tidak Normal Total
Frequency 31 4 35
Percent 88,6 11,4 100,0
Valid Percent 88,6 11,4 100,0
Cumulat iv e Percent 88,6 100,0
65
Jenis Kelami n * Umur Crosstabulati on
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Count Expected Count % wit hin Jenis Kelamin Count Expected Count % wit hin Jenis Kelamin Count Expected Count % wit hin Jenis Kelamin
9-11 Bulan 5 3,6 23,8% 1 2,4 7,1% 6 6,0 17,1%
Umur 12-24 Bulan 5 5,4 23,8% 4 3,6 28,6% 9 9,0 25,7%
25-59 Bulan 11 12,0 52,4% 9 8,0 64,3% 20 20,0 57,1%
Total 21 21,0 100,0% 14 14,0 100,0% 35 35,0 100,0%
Umur * BB/U Umur * BB/U Crosstabu lation BB/U Normal Umur
9-11 Bulan
12-24 Bulan
25-59 Bulan
Total
Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur
4 4,8 66,7% 9 7,2 100,0% 15 16,0 75,0% 28 28,0 80,0%
Kurang 2 ,7 33,3% 0 1,0 ,0% 2 2,3 10,0% 4 4,0 11,4%
Sangat Kurang 0 ,5 ,0% 0 ,8 ,0% 3 1,7 15,0% 3 3,0 8,6%
Total 6 6,0 100,0% 9 9,0 100,0% 20 20,0 100,0% 35 35,0 100,0%
Umur * TB/U Umur * TB/ U Crosstab ulatio n TB/U Normal Umur
9-11 Bulan
12-24 Bulan
25-59 Bulan
Total
Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur
4 3,6 66,7% 6 5,4 66,7% 11 12,0 55,0% 21 21,0 60,0%
Pendek 2 1,4 33,3% 1 2,1 11,1% 5 4,6 25,0% 8 8,0 22,9%
Sangat Pendek 0 1,0 ,0% 2 1,5 22,2% 4 3,4 20,0% 6 6,0 17,1%
Total 6 6,0 100,0% 9 9,0 100,0% 20 20,0 100,0% 35 35,0 100,0%
66
Umur * Status Gizi (BB/TB) Umur * Status Gi zi Crosstabulation
Sangat Gemuk Umur
9-11 Bulan
12-24 Bulan
25-59 Bulan
Total
Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur
Gemuk
0 ,2 ,0% 1 ,3 11,1% 0 ,6 ,0% 1 1,0 2,9%
1 ,5 16,7% 1 ,8 11,1% 1 1,7 5,0% 3 3,0 8,6%
St at us Gizi Resiko Gemuk Normal 2 1 1,0 3,6 33,3% 16,7% 1 6 1,5 5,4 11,1% 66,7% 3 14 3,4 12,0 15,0% 70,0% 6 21 6,0 21,0 17,1% 60,0%
Sangat Kurus 2 ,7 33,3% 0 1,0 ,0% 2 2,3 10,0% 4 4,0 11,4%
Total 6 6,0 100,0% 9 9,0 100,0% 20 20,0 100,0% 35 35,0 100,0%
Umur * Status Gizi Cro sstab
Umur
9-11 Bulan
12-24 Bulan
25-59 Bulan
Total
Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur
St at us Gizi Normal Tidak 4 5,3 66,7% 9 8,0 100,0% 18 17,7 90,0% 31 31,0 88,6%
Normal 2 ,7 33,3% 0 1,0 ,0% 2 2,3 10,0% 4 4,0 11,4%
Total 6 6,0 100,0% 9 9,0 100,0% 20 20,0 100,0% 35 35,0 100,0%
Umur * Praktek Pember ian Makanan Cr osstab ulatio n
Umur
9-11 Bulan
12-24 Bulan
25-59 Bulan
Total
Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur Count Expected Count % wit hin Umur
Prakt ek Pemberian Makanan Baik Tidak Baik 5 1 5,0 1,0 83,3% 16,7% 8 1 7,5 1,5 88,9% 11,1% 16 4 16,6 3,4 80,0% 20,0% 29 6 29,0 6,0 82,9% 17,1%
Total 6 6,0 100,0% 9 9,0 100,0% 20 20,0 100,0% 35 35,0 100,0%
67
Praktek Pemberian Makanan * Status Gizi Crosstab
Prakt ek Pemberian Makanan
Baik
Tidak Baik
Total
Count Expected Count % wit hin Praktek Pemberian Makanan Count Expected Count % wit hin Praktek Pemberian Makanan Count Expected Count % wit hin Praktek Pemberian Makanan
St at us Gizi Normal Tidak Normal 28 1 25,7 3,3
Total 29 29,0
96,6%
3,4%
100,0%
3 5,3
3 ,7
6 6,0
50,0%
50,0%
100,0%
31 31,0
4 4,0
35 35,0
88,6%
11,4%
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value 10,643b 6,541 7,859
10,339
df 1 1 1
1
Asy mp. Sig. (2-sided) ,001 ,011 ,005
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
,011
,011
,001
35
a. Computed only f or a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is ,69.
68
Praktek Perawatan Dasar * Status Gizi Crosstab
Prakt ek Perawatan Dasar
Baik
Tidak Baik
Total
Count Expected Count % wit hin Praktek Perawatan Dasar Count Expected Count % wit hin Praktek Perawatan Dasar Count Expected Count % wit hin Praktek Perawatan Dasar
St at us Gizi Normal Tidak Normal 25 1 23,0 3,0
Total 26 26,0
96,2%
3,8%
100,0%
6 8,0
3 1,0
9 9,0
66,7%
33,3%
100,0%
31 31,0
4 4,0
35 35,0
88,6%
11,4%
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value 5,743b 3,199 4,942
5,579
df 1 1 1
1
Asy mp. Sig. (2-sided) ,017 ,074 ,026
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
,044
,044
,018
35
a. Computed only f or a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 1,03.
69
Praktek Kebersihandan Sanitasi Lingkungan * Status Gizi Crosstab
Prakt ek Kebersihandan Sanitasi Lingkungan
Baik
Tidak Baik
Total
Count Expected Count % wit hin Praktek Kebersihandan Sanitasi Lingkungan Count Expected Count % wit hin Praktek Kebersihandan Sanitasi Lingkungan Count Expected Count % wit hin Praktek Kebersihandan Sanitasi Lingkungan
St at us Gizi Normal Tidak Normal 18 1 16,8 2,2
Total 19 19,0
94,7%
5,3%
100,0%
13 14,2
3 1,8
16 16,0
81,3%
18,8%
100,0%
31 31,0
4 4,0
35 35,0
88,6%
11,4%
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value 1,561b ,513 1,599
1,516
df 1 1 1
1
Asy mp. Sig. (2-sided) ,212 ,474 ,206
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
,312
,238
,218
35
a. Computed only f or a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 1,83.
70
HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA LINTONG KECAMATAN BOR-BOR
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh