BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyajian laporan keuangan adalah bentuk pertanggung jawaban perusahaan kepada para stakeholder dan shareholder atau pihak-pihak yang berkepentingan, untuk mengkomunikasikan hasil ekonomis atas operasional perusahaan selama periode terntentu. Pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dijelaskan bahwa laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Maka keandalan (realible), kejujuran dan netralitas dalam laporan keuangan harus benar-benar menjadi perhatian utama. Sehingga integritas laporan keuangan bisa diperoleh. Pada skala internasional Asosiasi Accounting secara khusus membuat organisasi IASB (International Accounting Standard Board) dan menyusun standar akuntansi keuangan yang dituangkan pada IFRS (International Financial Reporting Standards) ditujukan untuk, memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang ; transparan bagi pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan, menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS dan dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. 1
2
Untuk menyajikan informasi laporan keuangan yang berintegritas, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menetapkan empat karakteristik kualitatif yang harus dimiliki informasi akuntansi yaitu dapat difahami, relevan, keandalan dan dapat diperbandingkan. Menurut Leny (2010) Karakteristik kualitatif dalam sebuah laporan keuangan adalah dapat difahami artinya laporan keuangan harus mudah difahami oleh pengguna, kemudian relevan yang berarti berguna untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa depan dan masa kini, kemudian keandalan artinya memiliki kualitas dan bebas dari pengertian menyesatkan dan yang dapat diandalkan penyajiannya secara tulus, jujur (faithfull representation),
dan
yang
terakhir
dapat
dibandingkan
artinya
dapat
diperbandingkan antar periode untuk mengidentifikasi fraud dan juga dapat diperbandingkan dengan laporan antar perusahaan. Sedangkan dalam Pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Empat karakteristik kualitatif dijelaskan sebagai berikut, informasi Laporan Keuangan yang dapat dipahami adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna. Informasi laporan keuangan yang relevan adalah dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu. Kemudian handal, laporan keuangan yang handal adalah jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Yang terakhir adalah informasi laporan
3
keuangan
dapat
memperbandingkan
diperbandingkan laporan
keuangan
artinya
pengguna
perusahaan
harus
dapat
antarperiode
untuk
mengidentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan kinerja keuangan. Maka dari itu pengguna harus mendapat informasi tentang kebijakan yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Prinsip-prinsip mendasar yang menegaskan tentang integritas laporan keuangan adalah tentang kejujuran dan kebenaran, dalam penelitian mayangsari (2003) menjelaskan bahwa laporan keuangan yang berintegritas adalah sejauh mana laporan keuangan tersebut bisa menyajikan informasi yang benar dan jujur. Sedangkan menurut Hardiningsih (2006) Integritas laporan keuangan adalah yang menampilkan kondisi suatu perusahaan yang sebenarnya, tanpa ada yang ditutuptutupi atau disembunyikan. Kemudian dalam International Accounting Standard Concept (IASC) ditegaskan bahwa kualitas informasi yang menjamin bahwa informasi secara wajar bebas dari kesalahan dan bias dan secara jujur menyajikan apa yang dimaksudkan untuk dinyatakan.
Pada akhirnya untuk bisa mendapatkan laporan keuangan yang berintegritas, bermanfaat dan tepat guna munculah dua konsep pengukuran yaitu konservatisme dan menejemen laba. Menurut Jama’an (2008) Konsep penggunaan konservatisme akuntansi dalam laporan keuangan bertujuan untuk mengakui, mengukur dan melaporkan nilai aktiva dan pendapatan yang rendah, dan nilai yang tinggi untuk kewajiban dan beban. Konservatisme menurut
4
Hendriksen dan Van Breda (2000) dalam pancawati (2010) adalah tindakan kehati-hatian dengan mengedepankan sifat pesimisme yang mengaruskan beban diakui segera dan pendapatan diakui setelah ada kepastian realisasi, sedangkan aset bersih cenderung dinilai dibawah harga pertukaran atau harga sekarang daripada
harga
perolehan.
Dan
Menejemen
laba
digunakan
untuk
mengidentifikasi manipulasi laporan keuangan (Pancawati, 2010).
Seiring dengan adanya perubahan standar akuntansi keuangan dari GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) ke IFRS (International Financial Reporting Standards) maka prinsip konservatisme secara eksplisit sudah mulai ditinggalkan, tetapi secara aplikatif masih dipergunakan. Secara eksplisit konservatisme akuntansi menekankan pada prinsip biaya historis sedangkan akuntansi modern lebih menekankan ke orientasi masa depan dengan membantu investor dan pihak berkepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan mereka, prinsip ini disebut dengan prudence dengan memperbolehkan pengakuan pendapatan meskipun masih berupa potensi, sepanjang memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition) (Reny, 2013). Tetapi secara aplikatif prinsip konservatisme masih dipergunakan.
Meskipun berbagai prinsip dan standar telah ditetapkan dan disepakati ternyata masih banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh entitas-entitas bisnis dalam penyajian laporan keuangan. Pada tahun 2001 pusat keuangan amerika serikat wall street dibuat kaget dengan bangkrutnya salah satu perusahaan besar yaitu enron, perusahaan enron mencatat keuntungan sebesar 600 dollar AS,
5
padahal pada kenyataannya enron mengalami kerugian (Rozania, Ratna dan Marsellisa, 2013), kemudian disusul dengan kasus penipuan miliaran dolar perusahaan raksasa telekomunikasi Amerika, WordCom. Dan perusahaan besar lainnya seperti Xerox, Merck, Tyco Intl, Global Crossing dan yang terakhir Adelthin (Widijanto, 2009). Dengan melihat banyaknya kasus yang melibatkan perusahan-perusahaan besar diatas, sebenarnya apa yang menjadi faktor utama atas tindakan mereka? dan kenapa masih ada peluang ? padahal standar akuntansi yang berlaku sudah begitu mengikat.
Kasus pada perusahaan enron tak lepas dari keterlibatan Kantor Akuntan Publik (KAP) Internasional Arthur Andersen yang juga salah satu KAP Big Four waktu itu. Dalam penelitiannya Defriandio (2013) mengatakan Arthur Andersen telah melakukan tugas pengauditan enron selama hampir 20 tahun, seharusnya Arthur Andersen dapat mengetahui masalah yang dihadapi kliennya. Sikap Arthur Andersen sangat disayangkan sekali yang seharusnya menjadi kontrol malah ikut terlibat dalam pembohongan publik.
Di Indonesia kasus skandal akuntansi juga banyak terjadi, dari perusahaan swasta sampai BUMN, seperti manipulasi laporan keuangan pada PT. KAI yang mengakui keuntungan Rp. 6,90 milyar padahal ketika dianalisa lebih lanjut PT. KAI mengalami kerugian sebesar Rp. 63 millyar. Kemudian pada tanggal 19 April 2001, ICW (Indonesia corruption watch) melaporkan Sembilan Kantor Akuntan Publik, yang menurut BPKP diduga melakukan kolusi dengan pihak bank-bank yang telah diaudit pada tahun 1995-1997, dan KAP yang melakukan
6
audit tidak melakukan prosedur audit sesuai dengan standar yang berlaku. KAP itu adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD &R, dan RBT & R. Kemudian menurut Defiandio (2013) ada beberapa kasus lagi yaitu Kimia Farma, yang diaudit oleh KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa di mana manajemen menggelembungkan laba bersih pada laporan keuangan senilai Rp 32.400.000.000. Jumlah laba yang seharusnya adalah sebesar Rp 99.600.000.000 namun dinyatakan sebesar Rp 132.000.000.000. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku, yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstate persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstate penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Kedua, adalah kasus Bank Lippo di mana pada 28 November 2002 disebutkan bahwa total aktivanya sebesar Rp 24.000.000.000.000 dengan laba bersih Rp 98.000.000.000. Namun dalam laporan ke BEJ 27 Desember 2002, total aktivanya berkurang menjadi 22.800.000.000.000 dan rugi bersih Rp 1.300.000.000.000. Kasus ketiga adalah PT. Great River International Tbk (2003) yang diaudit oleh KAP Johan Molanda dan Rekan yang diduga melakukan overstatement di mana pencatatan untuk akun penjualan menggunakan metode yang berbeda dari ketentuan yang ada, indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang dan asset hingga ratusan miliar rupiah, serta penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Dan yang terbaru adalah Allianz (2012) yang diaudit oleh KAP Siddharta dan Widjaja: KPMG. SEC menduga sebanyak 295 kontrak asuransi terkait proyek pemerintah berhasil diperoleh Allianz dengan menyuap oknum pejabat di
7
beberapa instansi pemerintah hingga $ 650.626 atau sekitar Rp 6.270.000.000, dengan melakukan penyuapan tersebut perusahaan meraup laba sebesar lebih dari US$ 5.300.000, penyuapan tersebut dilakukan selama kurun waktu 2001-2008.
Banyaknya kasus-kasus pelanggaran yang terjadi membuktikan lemahnya auditor dalam mempraktekkan fungsi independensi dan kredibilatasnya, sehingga opini yang muncul tidak lepas dari kepentingan senior menejemen, dan menghasilkan informasi laporan keuangan yang bias dan tidak berintegritas, hal ini dimungkinkan karena auditor eksternal tidak bekerja dibawah pengawasan langsung oleh komite audit. Kemudian munculah banyak pertanyaan, tentang beberapa fungsi kontrol instrument pelindung publik, seperti tata kelola perusahaan (corporate governance) dan auditor independen sendiri, apakah masing-masing sudah menjalankan fungsinya dengan baik atau belum? Pada tahun 1997 pembahasan akan penerapan good corporate governance menjadi semakin marak, sebagai dorongan untuk pemulihan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi setelah masa krisis (Haryani et al., 2011:8). Sehingga dipercaya corporate governance bisa menjadi good corporate governace yang melindungi investor atas perbedaan kepentingan dengan pihak menejemen, terutama pemegang saham minoritas (Non Controling Interest). Pada penelitian-penelitian terdahulu terjadi beberapa pebedaan, menurut Pancawati (2010) Independensi auditor tidak berpengaruh terhadap integritas laporan kuangan. Kepemilikan menejerial berpengaruh signifikan terhadap integritas laporan kuangan, sementara komite audit, komisaris independen, ukuran
8
dewan komisaris, dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan. Dan menurut Rozania, Ratna dan Marsellisa (2013), mekanisme GCG berpengaruh signifikan terhadap integritas laporan keuangan, kemudian menurut Jama’an (2008) mekanisme GCG berpengaruh signifikan dan kualitas kantor akuntan publik juga berpengaruh signifikan, selanjutnya menurut Defriandio (2013) bahwa kepemilikan menejerial dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap integritas laporan kuangan. Sedangkan kepemilikan Institusional, komite audit, komisaris independen dan kualitas kantor akuntan public tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan atau meneliti ulang penelitian-penelitan sebelumnya
yang masih terdapat inkosistensi, serta
membuktikan secara empiris terkini tentang keterkaitan Mekanisme Corporate Governance, Indepedensi auditor dan Kualitas KAP terhadap Integritas Laporan Keuangan. Pada penelitian sebelumnya variabel independensi auditor jarang dimasukkan dalam penelitian, variabel Corporate Governance juga kebanyakan hanya memakai dua variabel, maka dalam penelitian ini peneliti menambahkan satu variabel dalam Mekanisme Corporate Governance dan memasukkan independensi auditor sebagai variabel independen. Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis mengangkat judul “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Independensi Auditor dan Kualitas Kantor Akuntan Publik Terhadap Integritas Laporan Keuangan”.
9
B. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dari penelitian ini dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan? 2. Apakah komite audit berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan? 3. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan? 4. Apakah Independensi Auditor berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan? 5. Apakah kualitas kantor akuntan publik berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian 1. Membuktikan secara empiris bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap integritas lapoan keuangan. 2. Membuktikan secara empiris bahwa komite audit berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan. 3. Membuktikan secara empiris bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan.
10
4. Membuktikan secara empiris bahwa Independensi Auditor berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan. 5. Membuktikan secara empiris bahwa kualitas kantor akuntan publik berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan. 2. Kontribusi Penelitian a. Kontribusi Praktek 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan khususnya Manufaktur yang listing di BEI untuk lebih memperhatikan penerapan Corporate Governance. Dan independensi auditor untuk lebih meningkatkan kepercayaan investor atau publik atas Informasi laporan keuangan yang telah disampaikan. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh calon investor dan juga kreditor dalam pengambilan keputusan. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki praktek yang ada selama ini agar menjadi lebih baik lagi berkaitan dengan penerapan Corporate Governance, Pemakaian jasa Audit dan kualitas KAP. b. Kontirbusi kebijakan 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah dan organisasi terkait untuk lebih memperhatikan perusahaan yang listing di BEI dan memperketat aturannya supaya informasi laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan tersebut juga memihak ke investor terutama pemegang saham minoritas (Non Controling Interest).