BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konsep pendidikan sains moderen, terdapat tiga unsur pokok sains yang hams dikembangkan dalam proses pembelajaran,
yang meliputi proses,
produk, dan aplikasi sains. Proses sains adalah prosedur baku untuk memperoleh pengetahuan ilmu, produk adalah kumpulan pengetahuan yang telah diperoleh, dan aplikasi adalah pemanfaatannya
dalam kehidupan nyata. Dengan bekal
keterampilan ketiga aspek tersebut, peserta didik diharapkan mampu menjelajahi alam semesta secara aktif, kreatif dan mandiri, memiliki vvawasan pengetahuan yang luas dan dalam, serta memiliki kemampuan menerapkan konsep-konsep yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari
(Depdiknas, 2004). Konsep pembelajaran sains moderen secara praktis merubah paradigma pendidikan
dari
yang
bersifat
konseptual
kepada
kontekstual,
dengan
mengembangkan lima aspek pokok kompetensi, yang meliputi intelektual, sikap ilmiah, keterampilan sosial, psikomotor, dan proses sains. Salah satu prinsip pembelajaran kontekstual adalah pengembangan strategi yang mendorong siswa untuk
berinteraksi
secara aktif
dengan
berbagai
sumber
pelajaran
guna
memperoleh kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum (Hinduan, 2005).
2
. Dalam pembelajaran sains, salah satu bcntuk aktivitas bclajar yang sangat penting dilaksanakan adalah praktikum, dimana peserta didik secara langsung dihadapkan pada gejala nyata yang berhubungan dSngan konsep pelajaran, baik kondisi alamiah maupun kondisi yang dimanipulasi melalui eksperimen. Melalui kerja
praktik ini, guru diharapkan
dapat mengembangkan
seluruh aspek
kompetensi yang dimiliki peserta didiknya secara optimal, yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor (Sutrisno, 2002). Fasilitas belajar merupakan
salah
satu faktor penentu
keberhasilan
seseorang dalam melakukan aktivitas belajamya, sebagaimana diungkapkan oleh Bambang (1998), yang menyatakan bahwa hasil belajar seseorang cenderung dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: a) Prasyarat kognitif yang dimiliki, b) Sikap dan aktivitas belajar, dan c) Fasilitas belajar yang tersedia. Prasyarat kognitif adalah pengetahuan dasar yang menjadi landasan untuk mempermudah dimiliki
proses penyerapan
sebelumnya
informasi baru. Pengetahuan yang telah
dapat dipandang sebagai premis untuk menganalisis,
mengevaluasi, dan memahami informasi baru. Dalam hirarki
pengetahuan,
diketahui bahwa konsep-konsep dibangun secara bertahap dimulai dari yang paling sederhana menuju
yang
lebih
kompleks, konsep-konsep
terdahulu
cenderung menjadi bagian atau landasan untuk konsep berikutnya. Sikap merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Adapun sikap terhadap pelajaran tertentu akan menentukan intcnsitas dan keseriusan seseorang untuk mempelajari pelajaran tersebut. Apresiasi yang tinggi terhadap suatu mata pelajaran akan memacu
3
aktivitas bclajar yang tinggi pula. Akan tetapi ha! ini tidak serta merta dapat memberikan hasil belajar yang optimal, karena cara atau strategi belajar yang dilakukan haruslah sesuai dengan karakteristik objek yang dipelajarinya. Fasilitas belajar adalah segala sesuatu yang memberikan kemudahan pada seseorang atau sekelompok orang dalam melakukan aktivitas belajamya, baik di sekolah maupun di luar sekolah (Gie, 1998). Salah satu fasilitas pembelajaran sains yang dipandang vital adalah kelengkapan instmmen percobaan. Dengan pengembangan pembelajaran melalui keija praktik, peserta didik secara langsung dihadapkan pada gejala konkrit yang berhubungan dengan konsep pelajaran, sehingga konsep pelajaran akan lebih mudah dicema dan dipahami. Lebih dari itu, melalui
kegiatan praktikum peserta didik akan dapat mengembangkan aspek-
aspek kompetensi lainnya yang meliputi sikap ilmiah, sosial, psikomotor dan keterampilan proses.
'
Berdasarkan hasil survei terhadap kondisi laboratorium pendidikan fisika pada 12 SMA/ M A negeri dan swasta di Pekanbara, diperoleh gambaran bahwa salah satu konsep pelajaran yang paling minim dalam hal kelengkapan fasilitas praktikumnya adalah pada konsep rotasi. Dari sekitar 18 butir materi praktikum yang dituntut dalam kurikulum, rata-rata hanya 5 butir (28%) yang dapat dilaksanakan. Sedangkan pada program studi pendidikan fisika FKIP Universitas Riau, dari 22 butir materi praktikum hanya 6 butir (27%) yang dapat dilaksanakan karena
keterbatasan
alat praktikum. Kenyataan ini mengisyaratkan
bahwa
pengembangan fasilitas pembelajaran fisika merupakan salah satu aspek penting
4
yang scyogyanya mcndapat pcrhatian dari praktisi dan pcngambil kcbijakan pendidikan, guna meningkatkan kualitas pendidikan sesuai amanat kurikulum. Berdasarkan gambaran kondisi fasilitas praktikum konsep rotasi di tingkat sekolah menengah dan universitas, maka salah satu perangkat praktikum yang diperlukan saat ini adalah Meja Rotasi. Hal ini dikarenakan meja rotasi dapat digunakan untuk eksperimen pada beberapa konsep penting tentang gejala rotasi. Dengan adanya perangkat ini, dapat diharapkan pembelajaran konsep rotasi tidak hanya dilaksanakan secara konseptual, melainkan kontekstual. Meja rotasi untuk pembelajaran fisika pertama kali dikembangkan oleh Kingston Polytechnic-London pada tahun 1982, yang kemudian alat ini dianggap sebagai meja rotasi standard untuk laboratorium pendidikan fisika baik di universitas maupun sekolah menengah. Seiring dengan kemajuan teknologi, meja rotasi
telah
dikembangkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
dibidang teknik.
Perbedaan karakteristik dari kedua jenis meja rotasi ini adalah pada aspek pengamatan dan pengukuran. Meja rotasi yang dikembangkan untuk bidang teknis lebih mengutamakan fungsinya sebagai alat ukur, sementara meja rotasi untuk pembelajaran selain harus berfungsi sebagai alat ukur juga diorientasikan pada aspek pengamatan gejala fisis. Meja rotasi standar untuk pembelajaran fisika sampai saat ini belum terdapat dipasaran dalam negeri, sehingga selain sulit diperoleh harganya juga relatif mahal. Mengingat bahwa meja rotasi pada prinsipnya sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas pembelajaran baik untuk tingkat universitas maupun
5
sekolah menengah, maka penelitian telah dilaksanakan guna memperoleh prototip meja rotasi yang efektif dan relatif murah.
;
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan diidentifikasi adalah:
uraian pada latar belakang, permasalahan
yang dapat
;
1. Pembelajaran konsep rotasi di sekolah menengah maupun di universitas pada umumnya dilaksanakan
tanpa
kegiatan eksperimen
karena
keterbatasan
instrumen yang tersedia. 2. Fasilitas praktikum fisika pada sekolah menengah dan universitas di Riau khususnya, dan Indonesia umumnya masih minim. 3. Instrumen meja rotasi standar sampai saat ini belum dapat diperoleh di pasaran dalam negeri. 4. Komponen-komponen terpasang pada meja rotasi standar sulit diperoleh dalam negeri, sehingga kerusakan pada alat ini cenderung bersifat permanen. 5. Guru fisika pada sekolah menengah pada umumnya belum mengenal instrumen meja rotasi. Untuk mengatasi permasalahan, diperlukan upaya untuk mengembangkan perangkat meja rotasi percobaan yang efektif dan murah guna mendukung pembelajaran fisika baik di sekolah menengah maupun universitas. Ruang lingkup masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada dua aspek, yang meliputi perekayasaan perangkat percobaan konsep rotasi dan deskripsi efektivitasnya untuk pembelajaran fisika di sekolah menengah dan universitas. Adapun perangkat percobaan yang dimaksud dalam pcnelitian ini
6
adalah meja rotasi dan buku panduan penggunaannya
dalam
melaksanakan
percobaan. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut; Bagaimanakah perangkat percobaan konsep rotasi yang efektif untuk pembelajaran fisika di sekolah menengah dan universitas?
1.3 Tujuao Penelitian
: ?;
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan mendeskripsikan perangkat percobaan konsep rotasi
yang efektif untuk pembelajaran fisika
sekolah menengah dan universitas.
di
t
1.4 Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya model perangkat percobaan yang efektif dan murah sehingga dapat dikembangkan secara luas untuk pembelajaran konsep rotasi pada jenjang sekolah menengah dan universitas dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.