BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Laporan tahunan menjadi salah satu cara dalam menentukan tingkat signifikan
berupa
informasi
secara
formal
wajib
dipublikasikan
sebagai
sarana
pertanggungjawaban atas sumber daya pemilik yang dikelola oleh manajemen serta dapat menjadi sumber informasi yang memungkinkan bagi pihak eksternal manajemen. Namun sejauh mana informasi yang dapat diperoleh sangat bergantung pada pengungkapan (disclosure) dari laporan yang dihasilkan manajemen. Pengungkapan dalam laporan keuangan akan membantu pengguna laporan keuangan untuk memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Kegagalan dalam memahami laporan keuangan mengakibatkan beberapa perusahaan mengalami kesalahan penilaian (misvalued), baik undervalued maupun overvalued, seperti kasus audit kas/teller laporan fiktif kas di Bank BRI Unit Tapung Raya. Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan
1
2
kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahui adanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal BRI Unit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukan Masril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Mapolres Kampar karena mentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan pembukuan. Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka dijerat pasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres. Sehingga muncul pertanyaan mengenai transparansi, pengungkapan informasi, dan peran akuntansi dalam menghasilkan informasi keuangan yang relevan dan dapat dipercaya, sehingga pemakai informasi akuntansi menerima sinyal tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya. Pricewaterhouse Coopers melakukan penelitian mengenai adanya information gap, menunjukkan bahwa Indonesia pada urutan yang sangat rendah untuk bidang pengungkapan dan transparansi. Berikutnya pada tahun 2002 dengan responden investor institusional di Jakarta menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.
3
Indonesia masih berada pada urutan yang rendah dalam persepsian standar akuntabilitas, pelaksanaan auditing dan ketaatannya, serta pengungkapan dan transparansi (Khomsiyah, 2005). Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku yang ditetapkan oleh BAPEPAM-LK melalui Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. Kep-38/PM/1996 kemudian direvisi dalam Peraturan Bapepam No. Kep-134/BL/2006 tanggal 7 Desember 2006 dan Ikatan Akuntan Indonesia kemudian dilengkapi dengan adanya Surat Edaran Bapepam SE-02/PM/2002 dan SE-02/PM/2008 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan per macam industri. Hasil penelitian Desi (2004) terhadap laporan tahunan 90 emiten manufaktur tahun 1998, menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan sukarela rata-rata sebesar 14,6% sampai 15,6% dari 82 item. Wiwik (2005) juga meneliti pengungkapan sukarela untuk perusahaan publik sektor manufaktur rata-rata sebesar 43,65% (skor maksimal 85,98% dan minimal 18,77%) dari 44 item. Sedangkan Khomsiyah (2005) dalam penelitiannya terhadap perusahaan publik di Indonesia tahun 2003 dengan sampel 41 emiten menemukan bahwa tingkat pengungkapan wajib rata-rata sebesar 74,97% dan pengungkapan sukarela rata-rata sebesar 47,16% dari 49 item.
4
Hasil penelitian tersebut cukup bervariasi karena dasar acuan yang dipakai untuk mengukur tingkat pengungkapan tidak sama dan juga obyek penelitiannya yang berbeda. Namun hasilnya menunjukkan bahwa praktek pengungkapan wajib relatif sudah banyak ditaati oleh emiten, sebaliknya kesediaan emiten untuk memberikan pengungkapan sukarela masih relatif rendah. Pengungkapan wajib biasanya diungkapkan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Dalam laporan keuangan, salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba (Assih dan Gudono, 2000). Seringkali perhatian para investor yang hanya terfokus pada laba, membuatnya tidak memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Beattie et al, 2004). Ketergantungan investor terhadap informasi laba yang terdapat dalam informasi keuangan turut mendorong manajemen melakukan manajemen terhadap laba untuk kepentingan sendiri. Akibat dari adanya manipulasi laba, laba yang diharapkan dapat memberikan informasi guna pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Seperti yang terdapat di dalam penelitian Pudjiasti dan Mardiyah (2006), mereka mengatakan bahwa laba yang tidak mencerminkan kenyataan sebenarnya mengenai kondisi ekonomi perusahaan akan menyebabkan kualitas labanya diragukan, karena menyebabkan interprestasi yang keliru. Maka dari itu, pengungkapan dalam laporan
5
keuangan akan membantu pengguna laporan keuangan untuk memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan publik sebagai tambahan pengungkapan minimum yang telah ditetapkan. Pengungkapan sukarela yang termasuk dalam kategori ini adalah pengungkapan tambahan terkait informasi keuangan perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang terpisah dari laporan tahunan (annual report) dalam bentuk laporan keberlanjutan (sustanbility reporting) yang merupakan bagian dari pengungkapan sukarela menemukan adanya hubungan signifikan antara CSR reporting dan manajemen laba (discretionary accrual). “Sebagai contoh saja di Indonesia. Di kawasan Asia Tenggara, produksi batu bara Indonesia adalah terbesar kedua. Ironisnya daerah – daerah yang menghasilkan batu bara justru adalah daerah yang dikenal paling miskin dan tertinggal untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan isu aktivitas korupsi yang tinggi, isu lingkungan, HAM dan kemiskinan” jelas Fabby Tumiwa, Executive Director of Institute for Essential Service Reform (IESR). Salah satu kasus nyata di Indonesia adalah ketika ICW (Indonesia Corruption Watch) dalam TEMPO Interaktif Jakarta, telah menemukan pelanggaran dan melaporkan dugaan manipulasi pelaporan yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk dan anak sejak tahun 2003 – 2008 yang menyebabkan kerugian Negara sebesar US$ 620,49 juta. Fenomena ini menarik
6
penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang pengungkapan yang terdapat dalam industri ekstraktif. Rahayu (2008) dalam makalahnya yang berjudul “Pengaruh Tingkat Ketaatan Pengungkapan Wajib dan Luas Pengungkapan Sukarela Terhadap Kualitas Laba” pada perusahaan publik sektor manufaktur yang tedaftar di BEI, menyimpulkan penelitiannya tidak berhasil membuktikan hipotesis yang diajukan bahwa tingkat ketaatan pengungkapan wajib dan luas pengungkapan sukarela secara parsial berpengaruh positif terhadap kualitas laba yang diukur dengan ERC. Peneliti juga tidak berhasil membuktikan kedua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas laba yang diukur dengan ERC. Dengan demikian hasil penelitian Rahayu (2008) berbeda dengan temuan Harjanti (2002) dan Desi (2004) bahwa luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap ERC. Adanya ketidakkonsistenan hasil dari penelitian Rahayu (2008) dengan penelitian-penelitian sebelumnya ditambah dengan isu yang berkembang pada saat ini, maka penulis bermaksud untuk mereplikasi penelitian ini. Mengikuti saran yang ditulis oleh peneliti sebelumnya, maka penulis memutuskan untuk mengubah proksi kualitas laba dan juga merubah sampel industri perusahaan yang digunakan untuk penelitian. Schipper (2003) menjelaskan bahwa kualitas laba juga dapat diukur melalui perubahan akrual kecil, dimana pengukurannya mengasumsikan bahwa perubahan total akrual disebabkan oleh perubahan discretionary accrual. Maka dari
7
itu, peneliti bermaksud menggunakan proksi discretionary accrual sebagai proksi dari kualitas laba. Didukung dengan adanya penelitian-penelitain sebelumnya mengenai pengungkapan dan manajemen laba (discretionary accrual) seperti yang dilakukan Weimin (2003) yang menyatakan bahwa transparansi perusahaan adalah berkorelasi negatif dengan manajemen laba yang diukur melalui discretionary accrual. Semakin tinggi kualitas keterbukaan informasi perusahaan, tingkat discretionary accrual juga semakin rendah. Halim dkk (2005) di dalam penelitiannya menguji variabel secara simultan, peneliti menggunakan peraturan Bapepam Kep-38/PM/1996 sebagai acuan indeks pengungkapan. Hasil dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ternyata manajemen laba berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengungkapan. Namun sebaliknya, tingkat pengungkapan berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba (discretionary accrual). Richardson (1998) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara asimetri dengan tingkat manajemen laba (discretionary accrual). Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Penelitiannya dapat menunjukkan adanya hubungan yang positif antara asimetri informasi dengan discretionary accrual.
8
Teori keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini pemegang saham) sebagai principal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Laporan tahunan sebagai sarana informasi yang ditunjukkan untuk mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan pemilik perusahaan memiliki kelemahan tertentu. Sekalipun pembuatan laporan keuangan telah diatur oleh standar yang ditetapkan oleh profesi akuntan sendiri, namun perlu disadari bahwa laporan tahunan mengandung banyak asumsi penilaian serta pilihan metode perhitungan yang dapat digunakan membuat manajemen memiliki cukup keleluasaan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan istilah discretionary accrual. Di dalam penelitian ini laporan tahunan yang digunakan adalah laporan tahunan 2012 dengan pertimbangan tahun 2012 merupakan tahun yang paling akhir emiten mengeluarkan laporan tahunan kepada publik sehingga mencerminkan kebijakan perusahaan terbaru. Selain itu menurut penelitian Healey (1995) yang dikutip Botosan (1997), satu tahun saja cukup sebagai objek penelitian karena kecenderungan perusahaan tidak mengubah kebijakan pengungkapan (disclosure) dalam waktu dekat dan cenderung konstan dari tahun ke tahun. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa hanya 90 perusahaan dari
9
595 perusahaan dari 23 jenis industri di Amerika yang tidak mengubah kebijakan pengungkapannya dari periode 1980 – 1990. Dengan demikian, data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari laporan tahunan (annual report) emiten tahun 2009 – 2012. Berdasarkan uraian diatas penulis berminat melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh
Tingkat
Pengungkapan
Ketaatan
Sukarela
Pengungkapan
Terhadap
Kualitas
Wajib Laba
dan
Luas
(Studi
pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2009 - 2012)”
1.2
Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah
sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengungkapan wajib pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012 ?
2.
Bagaimana pengungkapan sukarela pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012 ?
3.
Bagaimana kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012 ?
4.
Seberapa besar pengaruh pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba baik parsial maupun simultan pada
10
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012 ?
1.3
Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui dan mengkaji pengungkapan wajib pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012.
2.
Untuk mengetahui dan mengkaji pengungkapan sukarela pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012.
3.
Untuk mengetahui dan mengkaji kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012.
4.
Untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2012.
11
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis / Akademis Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang pengaruh tingkat ketaatan pengungkapan wajib dan luas pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba. Serta sebagai bahan pembanding antara teori dan praktik nyata dalam suatu organisasi yang selanjutnya sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut. Selain itu penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung.
1.4.2. Kegunaan Praktis / Empiris Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, adapun kegunaan penelitian ini yaitu : 1.
Bagi Penulis Sebagai Sarana bagi peneliti untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh peneliti bangku kuliah dengan yang ada di dalam dunia kerja.
2.
Bagi Investor Laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang diterbitkan oleh emiten. Kualitas laba penting bagi mereka
12
yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003). 3.
Bagi Pihak Lain Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang tertarik dengan topik sejenis.
4.
Bagi Peneliti Lain Untuk memberikan bahan pertimbangan dan analisis bagi peneliti pada objek yang sama di waktu yang akan datang.