BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investor pada dasarnya akan menempuh beberapa strategi dalam berinvestasi guna mendapatkan return yang maksimal tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapinya. Return itu sendiri merupakan keuntungan investor atas investasi yang dilakukannya. Salah satu strategi yang biasanya dilakukan investor dalam berinvestasi adalah membentuk portofolio saham. Portofolio merupakan serangkaian kombinasi beberapa aktiva yang diinvestasikan dan dipegang oleh investor, baik perorangan maupun lembaga (Wiagustini, 2008). Tujuan investor melakukan portofolio pada dasarnya untuk mengurangi risiko dalam berinvestasi. Investor dalam melakukan strategi portofolio saham terlebih dahulu membentuk dua jenis portofolio saham yakni portofolio saham winner dan portofolio saham loser. Portofolio saham winner merupakan kelompok sahamsaham yang memiliki return positif atau return di atas rata-rata, sedangkan portofolio saham loser merupakan kelompok saham-saham yang memilki return negatif atau return di bawah rata-rata. Para akademisi dan praktisi manajemen keuangan sudah mengenal strategi investasi saham yang dapat digunakan investor untuk membentuk portofolio saham, selanjutnya pengujian dilakukan di berbagai pasar modal, dengan kesimpulan yang kontroversial yaitu reversal return dan
continuation return
(Bildik dan Gulay, 2001). Strategi investasi yang menghasilkan reversal return
1
kemudian disebut dengan strategi investasi kontrarian, sedangkan strategi investasi yang menghasilkan continuation return kemudian disebut dengan strategi investasi momentum. Strategi investasi kontrarian merupakan strategi investasi yang digunakan investor untuk mengharapkan terjadinya pembalikan (reversal) terhadap return saham pada jangka waktu tertentu, yaitu tingkat return yang awalnya positif atau negatif diharapkan akan mengalami pembalikan pada jangka waktu tertentu. Hal ini sangat berlawanan dengan strategi investasi momentum, yang merupakan strategi investasi yang mengharapkan continous return, yaitu saham yang returnnya positif diharapkan akan terus positif begitu pula dengan saham yang returnnya negatif diharapkan akan terus negatif hingga jangka waktu tertentu. Kontroversi akan kedua strategi investasi tersebut telah berlangsung sejak lama. Berbagai macam penelitian yang mengkaji masalah strategi investasi dalam membentuk portofolio saham, khususnya strategi investasi momentum dan strategi investasi kontrarian sudah banyak dilakukan. Masing-masing strategi tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kinerja portofolio saham di berbagai pasar modal, sehingga belum ditemukannya hasil penelitian yang konsisten mengenai pengaruh strategi investasi kontrarian maupun strategi investasi momentum terhadap kinerja portofolio saham. Strategi investasi kontrarian pertama kali dipopulerkan oleh DeBondt dan Thaler (1985) melalui sebuah penelitian yang dilakukan di pasar modal Amerika Serikat. Penelitian tersebut menemukan bahwa investor hanya mengambil informasi sepenggal dan bereaksi berlebihan terhadap munculnya informasi baru
2
sehingga saham-saham yang pada mulanya memberikan tingkat return positif (winner) atau negatif (loser) akan mengalami pembalikan (reversal) pada periodeperiode berikutnya. Hal tersebut sangat berbeda dengan strategi investasi momentum. Investor dalam strategi momentum akan mencari momentum atau waktu yang tepat, pada saat perubahan harga yang terjadi bisa memberikan keuntungan bagi investor melalui tindakan menjual atau membeli saham (Tandelilin, 2010:335). Investor akan membeli saham pemenang (winner) dan menjual saham pecundang (loser) berdasarkan data historis. Menggunakan data historis yang telah terjadi untuk meramalkan kejadian di masa mendatang secara implisit menganggap bahwa apa yang telah terjadi di masa lalu akan sama dengan apa yang terjadi di masa mendatang. Strategi investasi momentum ini secara sederhana menyimpulkan bahwa saham yang telah menghasilkan kinerja baik di masa lalu pasti juga akan melakukannya dengan baik di masa mendatang. Investor yang menggunakan strategi investasi momentum ini akan membeli saham yang sedang bergerak naik dengan harapan saham yang dibeli tersebut akan terus bergerak naik di masa mendatang. Strategi investasi momentum pertama kali diperkenalkan oleh Jegadeesh dan Titman (1993), dengan menggunakan data pada saham yang diperdagangkan di New York Stock Exchange (NYSE) dan American Stock Exchange (AMEX), yang menemukan bahwa strategi investasi momentum tanpa biaya transaksi (zerocost) dengan membeli saham pemenang (winners) periode yang lalu dan menjual
3
saham pecundang (losers) pada periode yang lalu memperoleh abnormal return yang signifikan. Hasil penelitian Jegadeesh dan Titman (1993) tersebut kemudian didukung oleh beberapa peneliti lainnya. Forner dan Joaquin Marhuenda (2003) melakukan penelitian di Spanish Stock Market menemukan abnormal return yang positif dengan menggunakan strategi momentum pada saat short term period. Penelitian serupa juga ditemukan oleh Demir, et al. (2004) di pasar modal Australia dengan membagi kedua sampel berdasarkan ukuran perusahaan, yang menemukan return secara berkelanjutan pada kedua sampel perusahaan kecil dan perusahaan besar. Shan Hu dan Yue Chin Chen (2011) menemukan bahwa strategi investasi momentum menghasilkan abnormal return saham yang positif signifikan selama medium-horizon dan return saham yang tinggi selama dua tahun holding period ketika ranking period melebihi sembilan bulan, dengan membandingkan kinerja strategi momentum di tiga wilayah atau benua yang berbeda, yaitu Eropa, AsiaPasifik, dan Amerika, di mana kinerja terbaik berada di Amerika. Penelitian yang dilakukan oleh Douagi dan Chaouachi (2011) di pasar modal Tunisia menemukan bahwa strategi momentum memberikan keuntungan yang signifikan. Darusman (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa momentum terjadi pada minggu ke-8 setelah pembentukan harga saham dan berpengaruh signifikan terhadap return portofolio saham. Portofolio saham pemenang di masa lalu akan memperlihatkan kinerja yang baik pada minggu ke-8. Portofolio saham pecundang di masa lalu akan mengalami kinerja yang serupa pada minggu ke-8.
4
Penelitian mengenai overreaction di Indonesia diteliti oleh Yunita (2012), namun penelitiannya hanya dilakukan pada perusahaan keuangan dan properti. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa anomali overreaction tidak terjadi pada perusahaan keuangan dan properti di Bursa Efek Indonesia, karena pola portofolio loser memiliki abnormal return negatif dan portofolio winner memiliki abnormal return positif, sehingga penelitian tersebut sejalan dengan interpretasi dari strategi investasi momentum. Penelitian yang dilakukan oleh Elias, et al. (2014) mengenai profitabilitas strategi momentum saham industri di Bursa Efek Malaysia menyebutkan bahwa strategi momentum saham industri menguntungkan di Bursa Efek Malaysia. Ada juga beberapa penelitian yang menentang atau tidak setuju dengan interpretasi terhadap temuan empiris strategi momentum tersebut. Chan, et al. (1996) dalam penelitiannya yang berjudul “Momentum Strategies” menunjukkan bahwa harga saham kurang bereaksi terhadap informasi yang terdapat pada return saham yang lalu dan keuntungan perusahaan pada harga momentum. Penelitian yang dilakukan oleh Bildik dan Gulay (2001) di Istanbul Stock Exchange, serta Hameed dan Kusnadi (2002) di pasar modal Asia menemukan bahwa strategi investasi momentum tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Rahmawati dan Suryani (2005) melakukan penelitian pada saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, yang menemukan bahwa terdapat indikasi reaksi berlebihan (overreaction) yang ditandai dengan portofolio loser mengungguli portofolio winner.
5
Wiksuana (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa portofolio winner-loser menghasilkan kinerja yang berbeda secara tidak signifikan berdasarkan strategi investasi momentum dan abnormal return portofolio winner periode formasi dengan periode pengujian cenderung negatif dan signifikan, sedangkan abnormal return portofolio loser periode formasi dengan periode pengujian cenderung positif dan signifikan untuk berbagai kelompok portofolio saham. Gunarsa dan Ekayani (2011) menemukan terjadinya kecenderungan anomali winner-loser pada saham industri manufaktur di pasar modal Indonesia. Saham-saham yang pada mulanya memberikan return positif atau return negatif mengalami pembalikan pada akhir periode pengujian. Suarmanayasa dan Susila (2012) melakukan penelitian pada saham industri di pasar modal Indonesia, dan terdapat kecenderungan anomali winner-loser dengan rata-rata abnormal return portofolio winner sebanyak 27 observasi periode pengujian yang menunjukkan bahwa sebagian besar saham winner mengalami pembalikan return rata-rata ke arah negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Henker, et al. (2012) menemukan bahwa strategi momentum tidak mendapatkan return yang signifikan selama periode penelitian. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Mansouri, et al. (2012) di Tehran Stock Exchange yang menemukan bahwa strategi momentum itu tidak menguntungkan dalam semua periode. Penelitian Swandewi dan Mertha (2013) juga menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara portofolio winner-loser saham industri manufaktur di pasar modal Indonesia selama empat
6
tahun, dengan rata-rata abnormal return portofolio winner sebanyak tujuh observasi periode pengujian yang memperlihatkan bahwa hanya sebagian kecil yang memperlihatkan return yang tetap positif dan sebagian besar portofolio saham winner mengalami pembalikan return ke arah negatif. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat dikatakan strategi investasi momentum merupakan isu yang masih kontroversial. Fenomena seperti ini sangat menarik dan perlu untuk dilakukan penelitian empiris tentang subyek ini, untuk memperoleh bukti empiris bahwa strategi investasi momentum merupakan strategi investasi yang layak digunakan oleh investor dan manajer investasi dalam penerapannya di pasar modal Indonesia. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui kinerja portofolio saham yang akan dihasilkan dengan menggunakan strategi investasi momentum pada industri manufaktur di pasar modal Indonesia. Penelitian ini lebih melihat pada sisi strategi investasi momentum, karena strategi ini cukup populer digunakan oleh para investor. Investor akan lebih memilih untuk membeli saham-saham yang berkinerja baik dan menjual sahamsaham yang berkinerja buruk. Pembelian saham-saham yang berkinerja baik akan terus meningkatkan kinerja saham tersebut, sehingga peningkatan kinerja saham tersebut bisa dijadikan sebagai sinyal positif bagi investor untuk melakukan investasi di masa mendatang. Hal tersebut sejalan dengan penggunaan industri manufaktur sebagai ruang lingkup penelitian ini. Penggunaan industri manufaktur dalam penelitian ini dikarenakan industri manufaktur memiliki karakteristik tingkat persaingan yang tinggi, sehingga membuat setiap perusahaan di industri
7
manufaktur akan terus meningkatkan kinerjanya. Selain tingkat persaingan yang tinggi, alasan penelitian ini menggunakan industri manufaktur adalah karena perusahaan-perusahaan
pada
industri
manufaktur
lebih
mendominasi
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan pada industri lainnya di Bursa Efek Indonesia, dengan populasi yang paling banyak diantara industri lainnya, diharapkan industri manufaktur sudah dapat mewakili atau mencerminkan karakteristik pasar modal di Indonesia. Pengukuran kinerja portofolio saham dalam penelitian ini menggunakan abnormal return sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian-penelitian strategi investasi momentum sebelumnya, penelitian ini juga menggunakan risk-adjusted return. Abnormal return merupakan perbedaan antara return portofolio sesungguhnya dengan return portofolio ekspektasi (return normal), sedangkan risk-adjusted return adalah return per unit risiko yang diukur dengan menggunakan indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen. Namun, dalam penelitian ini hanya menggunakan indeks Sharpe, karena indeks Sharpe tepat digunakan untuk mengukur portofolio saham yang kurang terdiversifikasi dengan baik, seperti dalam penelitian ini yang hanya menggunakan satu industri saja, yaitu industri manufaktur. Periode pengukuran kinerja portofolio saham dalam penelitian ini menggunakan periode formasi 12 bulan. Penggunaan 12 bulan atau setahun pada periode formasi, karena pada umumnya investor berdasarkan strategi investasi momentum melihat data-data historis pada tahun sebelumnya yang dianggap representatif untuk dijadikan sebagai pertimbangan dalam membentuk portofolio
8
saham. Periode kepemilikan selanjutnya sebagai pengujian adalah 3, 6, dan 12 bulan berikutnya, dengan alasan karena laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) diterbitkan setiap triwulan. Periode tersebut juga dapat memberikan informasi yang lebih mendalam kepada investor tentang periode waktu membeli, menahan, dan menjual saham. Periode formasi merupakan periode pembentukan portofolio saham winner dan portofolio saham loser, sedangkan periode kepemilikan selanjutnya merupakan periode pengujian (observasi) portofolio saham winner dan portofolio saham loser yang sebelumnya telah ditentukan pada periode formasi. Periode kepemilikan selanjutnya juga dapat diartikan sebagai jangka waktu investor memegang atau menahan (holding) portofolio saham winner maupun portofolio saham loser. Periode penelitian ini adalah dari Januari 2009 hingga Desember 2014. Alasannya karena pada periode tersebut Indonesia sudah melewati masa krisis yaitu pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009, pasar modal nasional sudah mulai bergairah dan mengalami kemajuan, yaitu berupa nilai emisi saham yang terus tumbuh, kenaikan indeks yang signifikan dan peningkatan aktivitas transaksi, minat investor asing, dan nilai kapitalisasi pasar (Najmudin, 2009).
9
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah kinerja portofolio saham winner dibandingkan dengan kinerja portofolio saham loser pada periode kepemilikan selanjutnya? 2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja portofolio saham winner-loser pada periode formasi dengan kinerja portofolio saham winner-loser pada periode kepemilikan selanjutnya?
1.3 Tujuan Penelitian Atas dasar latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis dan menguji kinerja portofolio saham winner dibandingkan dengan kinerja portofolio saham loser pada periode kepemilikan selanjutnya. 2) Menganalisis dan menguji signifikansi perbedaan antara kinerja portofolio saham winner-loser pada periode formasi dengan kinerja portofolio saham winner-loser pada periode kepemilikan selanjutnya.
10
1.4 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris pada ilmu manajemen keuangan tentang strategi investasi momentum dalam penerapannya di pasar modal Indonesia. 2) Kegunaan praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pelaku pasar modal di Indonesia, terutama investor dan manajer investasi sebagai pertimbangan di dalam melakukan analisis dan merumuskan kebijakan investasi saham yang lebih tepat dan menguntungkan.
1.5 Sistematika Penulisan Bab I
: Pendahuluan Bab pendahuluan ini menguraikan mengenai latar belakang masalah yang mendasari dilakukannya penelitian. Uraian tentang rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan penelitian juga terdapat dalam bab pendahuluan ini.
Bab II
: Kajian Pustaka Dan Hipotesis Penelitian Bab kajian pustaka dan hipotesis penelitian ini, menyajikan beberapa landasan dan konsep teori yang berkaitan dengan kinerja
portofolio
saham
11
berdasarkan
strategi
investasi
momentum, serta di dalam bab ini juga terdapat bukti-bukti empiris berupa penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan untuk merumuskan hipotesis dalam penelitian ini. Bab III
: Metode Penelitian Bab metode penelitian ini, menyajikan desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab IV
: Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab hasil penelitian dan pembahasan ini, menguraikan gambaran umum dari 120 perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2014 yang menjadi sampel dalam penelitian dan deskripsi hasil penelitian sesuai dengan analisis yang dilakukan serta pembahasan mengenai hasil analisis tersebut.
Bab V
: Simpulan dan Saran Bab simpulan dan saran ini, menyajikan suatu kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis yang telah dilakukan dalam pembahasan, serta terdapat sara-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian.
12