BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu lingkup pengelolaan lingkungan hidup adalah keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati merupakan suatu fenomena alam mengenai
keberagaman makhluk hidup, dan komplek ekologi yang menjadi tempat hidup bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu mencakup interaksi antara berbagai bentuk kehidupan dengan lingkungannya, yang membuat bumi ini menjadi tempat yang layak huni dan mampu menyediakan jumlah besar barang dan jasa bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia (Perhimpunan Biologi Indonesia, 2007). Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) merupakan salah satu kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia. Termasuk flora asli dan dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 Tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Selain itu, Daun Sang juga termasuk kategori Red Data Book sebagai jenis yang terancam punah menurut IUCN (Lucas dan Synge, 1978; Walter dan Gillet, 1998; WCMC, 1990). Penyebaran Daun Sang meliputi Thailand
Selatan, Malaysia Barat,
Sumatera dan Borneo Bagian Barat (Moore Jr, 1961; Witono, 1998; Dransfield et al., 2008). Di Indonesia, sebarannya ada di Sumatera, dan hanya terdapat di kawasan hutan Sekundur yang termasuk dalam Resort Sei Betung (Taman Nasional Gunung Leuser) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Mogea et al., 2001; Qomar et al., 2006).
Genus Johannesteijsmannia sendiri terdiri dari 4
spesies, yaitu J. altifrons, yang sebarannya paling luas dan J. lanceolata, J.
Universitas Sumatera Utara
perakensis, dan J. magnifica yang sebarannya endemik di Malaysia Barat (Witono, 1998; Dransfield et al., 2008). Informasi dan data tentang Daun Sang masih sangat sedikit jumlahnya. Malaysia sudah melakukan beberapa penelitian dan melakukan konservasi ex situ, khususnya untuk J. altifrons dan J. lanceolata (Lee et al., 2003; Rozainah dan Sinniah, 2005; Rozainah, 2007; Saw dan Chua, 2009; Chan, 2009; Chan et al., 2010).
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh peneliti, di Indonesia
belum banyak data dan penelitian
tentang populasi, demografi, habitat dan
sebaran Daun Sang yang telah dilakukan, padahal informasi dan data yang akurat tentang perkembangan populasinya sangat penting untuk mendukung upaya pelestarian. Pemantauan populasi Daun Sang mendesak untuk dilakukan, karena dikhawatirkan populasinya akan terus mengalami penurunan. Penelitian lapangan di Belum Forest, Perak (Malaysia) selama periode 10 tahun mendukung kekhawatiran tersebut (Lim dan Whitmore, 2000 dalam Asean Biodiversity, 2003).
Penelitian tersebut melaporkan bahwa populasi J. altifrons di alam
mengalami penurunan sampai kurang lebih tinggal seperempat dari populasi awal. Di Indonesia sendiri, belum ada pemantauan secara periodik seperti itu, bahkan letak populasi Daun Sang secara tepat juga belum ada informasi secara spesifik. Ancaman terhadap penurunan populasi Daun Sang tersebut disebabkan oleh berbagai hal.
Biasanya masyarakat memanfaatkan daunnya untuk
dipergunakan sebagai atap dan juga bijinya diperjualbelikan untuk tanaman hias, padahal menurut Chan (2009) kemampuan reproduksi flora ini relatif rendah. Di samping itu, Lee et al. (2003) menyatakan bahwa ancaman besar terhadap
Universitas Sumatera Utara
Johannesteijsmannia adalah kehilangan habitat karena adanya pembalakan, deforestasi, serta pengambilan daun dan biji yang berlebihan. Keadaan tersebut menjadi semakin parah, karena Johannesteijsmannia
sangat sensitif terhadap
kerusakan hutan dan juga konversi hutan untuk keperluan yang lain. Pemantauan populasi dapat dilakukan secara berkelanjutan apabila terdapat data sebaran populasi secara akurat, sementara data ini belum tersedia. Upaya pendekatannya dapat dilakukan dengan menggunakan Species Distribution Modelling (SDM) yang merupakan aplikasi Geographical Information System (GIS) dan statistika (Hartini, 2011). Pada pendekatan tersebut, terdapat beberapa metode/cara pengambilan sampelnya, yaitu presence (kehadiran) dan absence (ketidakhadiran) atau gabungan antara presence dan absence. Tujuan dari SDM adalah untuk mendeteksi keberadaan dan hubungan antara
spesies tersebut
dengan habitatnya, dan bukan untuk estimasi ukuran populasinya (Franklin, 2010).
Selanjutnya, data yang diperoleh akan digunakan untuk membangun
sebuah model prediksi sebaran spesies di suatu kawasan. Model yang dibangun akan divalidasi, sehingga akan diperoleh peta sebaran populasi yang akurat, dan pada akhirnya akan dapat digunakan untuk menentukan strategi konservasi yang tepat. 1.2 Perumusan Masalah Pengelolaan flora langka, asli dan dilindungi memerlukan informasi dan data yang akurat agar strategi pengelolaan yang baik dapat diaplikasikan sehingga pemanfaatannya berkelanjutan. Flora langka dengan sebaran terbatas memerlukan habitat yang spesifik, tidak dapat tumbuh di sembarang tempat, oleh karenanya tahap awal yang diperlukan adalah pemetaan sebaran alaminya dan analisis
Universitas Sumatera Utara
kesesuaian habitat untuk mengetahui dan menentukan lokasi mana yang mempunyai potensi besar untuk perkembangan flora ini. Berdasarkan data tersebut, akan diperoleh data sebaran dan prediksi sebaran spesies, sehingga strategi konservasi dapat dirumuskan. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan dijawab dengan penelitian ini adalah: Bagaimana ruang habitat yang diperlukan Daun Sang? Bagaimana sebaran Daun Sang di Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser ? Bagaimana lokasi yang mempunyai kesesuaian habitat terbaik untuk konservasi Daun Sang di Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser berdasarkan faktor biologi, fisik dan interaksi sosial ekonomi dengan masyarakat setempat? 1.3 Kerangka Pemikiran Kesesuaian habitat Daun Sang dibangun berdasarkan sebaran alaminya dan interaksi antara Daun Sang dengan lingkungannya, baik biologi, fisik maupun sosial.
Elzinga et al. (2001) menyatakan komponen informasi habitat yang
bermanfaat meliputi tanah, elevasi, kelerengan, kelembaban, komunitas, struktur vegetasi, kompetisi, gangguan baik skala besar maupun kecil dan konektivitas landskap. Hal tersebut secara lebih spesifik ditekankan oleh Alikodra (2010), bahwa data yang dikumpulkan dalam kegiatan inventarisasi pengumpulan data ini meliputi aspek fisik, biotik dan sosial ekonomi budaya masyarakat setempat. Data sebaran alami akan diambil dengan menggunakan GPS sekaligus dihitung jumlah dan tingkat permudaannya dalam populasi tersebut dan kemudian dioverlaykan dengan peta Resort Sei Betung. Data biologi meliputi data tutupan lahan dan interaksi dengan flora lain, data fisik meliputi topografi, kelerengan,
Universitas Sumatera Utara
tanah dan iklim. Data sosial dilihat dari aspek pemanfaatan masyarakat sekitar terhadap Daun Sang yang berhubungan erat dengan akses mereka ke lokasi sebaran populasinya. Kerangka pemikiran selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Johannesteijsmannia altifrons -Peta sebaran -Data demografi - Gangguan
Lingkungan Biologi: -Tutupan lahan -Interaksi dengan flora lain
Lingkungan Fisik: -Ketinggian -Kelerengan -Tanah -Iklim
Lingkungan Sosial: -Jarak dari perkampungan -Jarak dari sungai
Kesesuaian Habitat Berbasis GIS dan Statistika Model Konservasi Daun Sang
Gambar 1.1. Kerangka pemikiran pemodelan kesesuaian habitat Daun Sang 1.4 Tujuan Tujuan Utama Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun model konservasi Daun Sang berdasarkan kesesuaian habitatnya, meliputi : data demografinya, komponenkomponen lingkungan biologi, fisik dan sosial ekonomi di Resort Sei Betung
Universitas Sumatera Utara
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dengan menggunakan aplikasi GIS dan statistika. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Menganalisis sebaran populasi dan demografi Daun Sang di Resort Sei Betung TNGL 2. Menganalisis komponen-komponen habitat Daun Sang di Resort Sei Betung TNGL 3. Menyusun kesesuaian habitat Daun Sang berdasarkan komponen biologi, fisik dan sosialnya di Resort Sei Betung TNGL 1.5 Manfaat Penelitian 1. Daun Sang merupakan flora yang dilindungi, namun belum begitu dikenal (populer) di Indonesia. Adanya penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat Indonesia tentang Daun Sang, sehingga timbul kesadaran untuk melestarikannya. 2. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser sebagai pemangku wilayah keberadaan Daun Sang belum mempunyai data tentang lokasi dan posisi Daun Sang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tentang sebaran Daun Sang berdasarkan analisis kesesuaian habitat berbasis GIS dan Statistika, sehingga dapat mempermudah dalam kegiatan pemantauannya. Di samping itu, dapat ditentukan strategi konservasi in situ dan ex situ terhadap Daun Sang secara lebih akurat. 3. Pemanfaatan Daun Sang sebagai tanaman hias maupun pemanfaatan daun dan buahnya dapat dirasakan masyarakat sekitar TNGL (Dusun Aras
Universitas Sumatera Utara
Napal Kanan dan Aras Napal Kiri) apabila konservasi spesies ini berjalan dengan baik. Konservasi Daun Sang berjalan baik artinya keberadaannya di alam tidak terganggu, tetap terlindungi namun masih dapat memberikan manfaat secara finansial bagi masyarakat sekitarnya. 1.6 Novelty Penelitian Penelitian tentang Johannesteijsmannia altifrons (Daun Sang) masih sedikit dilakukan di Indonesia, dan hanya mengacu pada penelitian tentang karakteristik habitat mikronya saja.
Pada penelitian ini memadukan antara
penelitian demografi (tingkat hidup/regenerasi) dan kesesuaian habitat yang didasarkan pada GIS dan statistika, juga interaksi dengan masyarakat sekitar. Berdasarkan informasi yang diperoleh akan dapat disusun model konservasi untuk Daun Sang di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser.
Universitas Sumatera Utara