1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembelajaran sejarah dengan pendekatan tokoh, khususnya di SMA Negeri 2 Majalengka sangat masih kurang mendapatkan perhatian dari para tokoh pendidikan ataupun dari para pengajarnya. Biografi sebagai riwayat perjalanan dari seorang tokoh mempresentasikan nilai-nilai, baik secara tesurat ataupun tersirat. Nilai-nilai seperti kerja keras, pandangan yang berorientasi ke depan, hemat, jujur, disiplin, kecintaan pada diri dan lingkunganya serta semangat kemandirian atau kewiraswastaan memiliki peran penting untuk ikut serta dalam menyiapkan peserta didik dalam mengembangkan nilai. Entrepreneurship merupakan kata sifat yang disandang oleh seseorang dengan adanya tingkah laku tertentu yang pada dasarnya berbasis kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif yang dimiliki oleh siswa kemudian dikembangkan dan diimplementasikan dengan nilai entrepreneurship dalam pembelajaran sejarah. Aspek ini lah yang kurang mendapatkan perhatian secara serius dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Majalengka. Untuk mendapatkan nilai entrepreneurship diperlukan tokoh yang dekat dengan lingkungan siswa. K.H. Abdul Halim sebagai tokoh lokal dari Majalengka merupakan tokoh yang mempresentasikan nilai-nilai yang perlu diteladani khsusnya nilai entrpereneruship sebagai jawaban setiap tantangan yang dihadapinya. Pendekatan tokoh menjadikan pembelajaran sejarah lebih bermakna dan lebih hidup.sebagai dampak dari pembelajaran sejarah yang kering dan miskin nilai, menimbulkan berbagai permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sejarah Permasalahanan yang terjadi di lapangan dalam pembelajaran sejarah ialah anggapan yang mengatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah pembelajaran yang menjenuhkan, membosankan, model pembelajaran yang monoton, dan kemampuan guru yang tidak optimal dalam melakukan pengembangan. Pendapat tersebut tidak hanya keluar dari pemahaman siswa akan tetapi dari guru-guru tersebut pada saat melakukan persiapan pembelajaran. Terkadang ada anggapan Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
bahwa mengajar sejarah itu terlalu mudah hanya tinggal membaca buku yang sama dengan siswa kemudian dijelaskan, padahal hal tersebut keliru. Seorang guru harus mendorong siswa untuk terus berkembang dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dihasilkan proses pembelajaran yang tidak hanya satu arah (dari guru terhadap siswa) akan tetapi berbagai arah dari guru kepada siswa, dari siswa kepada guru, dan dari siswa kepada siswa, sehingga terbentuk suasana seperti tersebut pembelajaran tidak akan membosankan karena siswa memberikan kontribusi kepada pembelajaran sejarah. Penggunaan sumber pembelajaran pada saat proses pembelajaran juga masih terdapat masalah yang ditemukan langsung di lapangan. Pembelajaran sejarah masih terfokus pada penggunaan buku teks tanpa melihat fakta dan sumber yang terdapat di lingkungan lokal. Dapat dikatakan buku teks merupakan satu-satunya sumber pembelajaran yang disampaikan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung tanpa melihat potensi yang kaya baik itu dari siswa maupun dari lingkungan sosial siswa tersebut. Menurut Supriatna, (2007: 157) lingkungan sosial siswa merupakan sumber belajar yang sangat kaya bagi pembelajaran. Apabila dalam pembelajaran tradisional guru lebih banyak mengandalkan sumber berupa buku teks dan diceramahkan kembali di kelas maka pemanfaatan sumber dari luar kelas (lingkungan sosial) melalui berbagai strategi akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam pembelajaran sejarah yang dekat dengat aspek sosial. Pandangan-pandangan di atas, sesuai dengan sumber-sumber mengenai permasalahanan dalam proses pembelajaran sejarah. Menurut Hasan (2012: 127128) ada beberapa anggapan keliru yang berkembang di masayarakat, guru, maupun peserta didik mengenai pembelajaran sejarah. Kekeliruan tersebut adalah; pertama, materi sejarah merupakan materi yang mudah dipelajari; kedua, pelajaran sejarah hanya berkenaan dengan kehidupan manusia masa lalu, karena itu mempelajari sejarah sama dengan mempelajari yang sudah usang, lapuk, dan tidak berkaitan dengan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang, ketiga; mata pelajaran sejarah hanya untuk mengembangkan kemampuan Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
mengingat (kognitif tingkat pertama), mereka hanya mengingat nama tokoh, peritiswa, dan angka tahun. Menurut Hasan, (2012: 74) permasalahan utama pendidikan sejarah adalah kenyataan bahwa orang lebih memperhatikan materi dan disiplin sejarah dibandingkan dengan kepentingan peserta didik. Beberapa kenyataan yang teerdapat dalam pembelajaran sejarah ialah pemahaman yang keliru lainnya pada pembelajaran sejarah dimana memfokuskan pada pemahaman materi sebagai bekal siswa dalam memenuhi kebutuhan siswa. Padahal selain materi ada hal yang lebih penting yaitu perubahan kebribadian dan pola pikir siswa ketika dihadapkan kepada suatu masalah baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan lingkungannya. Permasalahan lain yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah yaitu masih menggunakan metode teacher oriented dimana pembelajaran berpusat dan bersumber pada guru menjadikan pembelajaran tersebut menjadi kurang diminati oleh para siswa. Siswa tidak bisa mengeksplorasi kemampuan dan pengetahuan mereka. Siswa hanya terpaku pada hal-hal yang diberikan oleh pengajar kepada siswa. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di satu sekolah akan tetapi dominannya sekolah di Indonesia seperti itu. Kondisi pendidikan sejarah di tanah air yang diajarkan hanya menghapal nama dan tahun maka kemampuan murid hanya sebatas kemampuan tersebut (Asvi Marwan Adam dalam Wineburg, 2006: ix). Kemampuan guru yang lemah dalam penguasaan materi dan metode menjadikan esensi dari pendidikan dan pembelajaran tidak tersampaikan. Mereka lebih suka membuat ujian dengan menggunakan soal multiple choice ketimbang menyuruh siswa membuat karya tulis, itupun dikerjakan dengan asal-asalan, sampai-sampai ada anekdot tentang soal yang tidak dibuat dengan logis. Selain dari masalah guru dan siswa, persoalan yang lain menyangkut bahan ajar. Pengajaran sejarah diuraikan dalam bentuk butir-butir (strandar kompetensi) kurikulum. Penjelasan standar kompetensi itu terdapat pada buku teks yang selama ini dibuat berdasarkan buku standar yaitu SNI (Asvi Marwan Adam dalam Wineburg, 2006: x). Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di SMA Negeri 2 Majalengka,
proses
pembelajaran
sejarah
biasanya
dilaksanakan
secara
konvensional dan kurang adanya partisipasi dalam merespon pembelajaran, pertanyaan-pertanyaan atau tanggapan-tanggapan siswa dinilai masih kurang. Hal ini mungkin dikarenakan model pembelajaran dengan menggunakan teacher oriented yang terfokus pada eksplorasi guru dan kurang terbiasanya siswa untuk selalu berfikir dan melakukan suatu terobosan baru. Selain kurang terbiasanya siswa melakukan hal-hal baru, siswa masih terbelenggu oleh sikap pasif ketika proses pembelajaran yaitu dengan budaya diamnya. Siswa cenderung bersifat pasif karena menganggap pembelajaran sejarah membosankan dan terbelenggu dengan culture silence (budaya diam). Budaya diam dapat dipahami dimana masyarakat harus tunduk dan menerima setiap kehendap pemerintah, tanpa boleh bertanya sedikitpun. Budaya diam tentu saja merupakan hal yang bertolak belakang dengan roh pendidikan kita. Pendidikan justru harus berperan dalam membangun kesadaran dan jiwa kritis. Perubahan paradigma pola berfikir dan bersikap untuk mengaktifkan siswa dalam prosen pembelajaran. Selain dengan budaya diam yang dialami oleh para siswa, masalah juga terdapat di ranah guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Menurut Leming (dalam Lickona, 2008: 371), masalah tersebut berdasarkan fakta “high school teachers tend tend to identify themselves as subject matter spacial ists and give less emphasis to character development than theachers in elementary and middle schools. High school teacher, when asked to define their profesional focus, tend to say, ‘I teach history’ or some other subject area”. Padahal dalam pembelajaran sejarah bisa dilakukan kolaborasi dan memasukan nilai-nilai moral dalam pembelajaran. Permasalahan-permasalahan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, harus ada upaya untuk melakukan perbaikan dalam pembelajaran khususnya dalam pembelajaran sejarah. Diperlukan usaha untuk meningkatkan kemampuan pengajar dalam melakukan inovasi dan kreativitas pembelajaran. Optimalisasi kemampuan siswa seperti kemampuan berfikir kritis, kreativitas, dan memahaman Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
manfaat pembelajaran bagi kehidupan mereka. Guru sebagai pengembang kurikulum memilki akses atau kemampuan dalam interpretasi tujuan pendidikan dengan mendorong siswa untuk berperan aktif. Sumber pembelajaran yang paling baik adalah sumber pembelajaran yang dekat dengan siswa sehingga pembelajaran yang dicapai menjadi bermakna bagi siswa. Pelaksanaan Kurikulum Satuan Pendidikan memberikan kesempatan kepada Guru untuk dapat mengoptimalkan kemampuan yang terdapat di dalam diri seorang guru dan juga kemampuan siswa sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki. Menyusun RPP dan Silabus sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan siswa yang dikehendaki dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna dan bernilai. Akan tetapi kenyataan berkata lain dimana guru kurang begitu memanfaatkankannya sehingga tidak bisa menyesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Peran pendidikan dan pembelajaran hendaknya dapat menjawab masalah yang dihadapi oleh siswa pada era globalisasi saat ini. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia khususnya para siswa sebagai subjek pendidikan seperti rendahnya etos kerja (work etic) serta menurunnya jiwa entrepreneurship hendaknya dapat dijawab oleh praktisi pendidikan di sekolah. Respon yang harus tunjukkan oleh siswa dalam menghadapi pengaruh globalisasi bisa menggunakan nilai-nilai pokok yang terdapat dalam entrepreneurship. Enam nilai pokok dalam nilai entrepreneurship yakni mandiri, kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, dan kerja keras (Kemendiknas, 2010: 12). Nilai-nilai pokok tersebut bisa mengubah siswa menjadi lebih berani untuk mengambil sikap dalam menghadapi tantang-tangan yang dihadapannya. Menurut Supriatna, (2007: 2) pembelajaran sejarah di sekolah menengah memiliki peran yang penting untuk ikut serta dalam menyiapkan peserta didik memiliki kemampuan dalam mengembangkan nilai-nilai kerja keras, pandangan yang berorientasi pada masa depan, hemat, jujur, disiplin, kecintaan pada diri dan lingkungan sekitarnya serta semangat kemandirian atau entrepreneurship. Menurut Ciputra, (2010) siswa harus dilatih untuk memfungsikan pengetahuan dan skills yang telah dimiliki untuk dapat menghasilkan ciptaan yang Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
bernilai. Kata lain seorang yang belajar akan selalu "menantang" dirinya dengan pertanyaan, "Dengan pengetahuan dan kecakapan yang saya miliki, saya dapat menghasilkan apa?" dan "Apakah inovasi yang saya akan hasilkan dapat diterima oleh komunitas?". Siswa ditanamkan sikap untuk selalu berfikir dan berusaha menghasilkan berdasarkan apa yang telah dipelajari dan dimiliki oleh siswa tersebut. Pembelajaran sejarah dapat merangsang pengetahuan siswa ke arah tersebut dengan catatan pembelajaran harus memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh setiap siswa dan tidak berhenti hanya pada proses memahami. Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan kemampuan siswa melakukan konstruksi kondisi masa sekarang dengan mengkaitkan atau melihat masa masa lalu yang menjadi basis topik pembelajaran sejarah. Kemampuan melakukan konstruksi ini harus dikemukakan secara kuat agar pembelajaran tidak terjerumus dalam pembelajaran yang bersifat konservatif. Kontekstualitas sejarah harus kuat mengemuka dan berbasis pada pengalaman pribadi para siswa. Dampaknya siswa sebagai subjek dari pembelajaran bisa dan mampu mengamalkan apa yang dipelajari pada saat proses pembelajaran. belajar itu tidak hanya di kelas setelah itu kemudian ditinggalkan akan tetapi bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-harinya. Pengembangan kemampuan siswa dalam segala aspek kehidupan sejalan dengan definisi pendidikan berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1): “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Dengan demikian, nilai-nilai entrepreneurship sejalan dengan tujuan pendidikan yang telah disetujui oleh pemerintah. Sekolah dan orang tua merupakan kunci sukses dari penanaman nilai entrepreneurship. Sekolah sebagai wadah bagi anak mendapatkan ilmu dan menerapkan
ilmunya
untuk
melatih
dan
mengembangkan
jiwa
entrepreneurshipnya dan kedudukan orangtua sebagai motivator bagi anak Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
(Nurseto, 2010: 2). Jika ini bisa diwujudkan pada semua atau sebagian besar masyarakat dan sekolah-sekolah di Indonesia maka generasi entrepreneur yang kuat tidak akan kekurangan. Entrepreneur yang kuat dan dengan jumlah yang banyak membuat bangsa ini semakin kokoh karena terciptanya masyarakat yang tidak mudah menyerah, berani mengambil risiko, dan berorientasi pada tindakan masa depan. Pengembangan nilai-nilai entrepreneurship dapat dikatakan sebuah pilihan yang dianggap potesial untuk dikembangkan dalam pembelajaran sejarah. Pertama, terdapat beberapa fakta di sekitar siswa tentang tokoh-tokoh entrepreneur yang telah banyak memberikan kontribusi pada perkembangan ekonomi dan sosial (Ciputra, 2010). Hal demikian dapat dijadikan sebagai pemicu dalam perubahan mindset siswa tentang permasalahan yang dihadapi sekarang. Sumber belajar tidak hanya terdapat dalam buku teks saja akan tetapi lingkungan juga dapat dijadikan terutama tokoh-tokoh entrepreneur yang dekat dengan siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis biografi. Pembelajaran menjadi sebuah proses interaksi yang menarik antara realitas yang ditemukan dengan siswa yang belajar. Entrepreneur mempunyai semangat dan jiwa yang terus ingin tetap maju, berkembang, dan mandiri. Banyak hal lain yang menarik dan dapat dipelajari dari karakter dan skills seorang entrepreneur seperti keberanian mengambil resiko, strategi mengatasi masalah, kemampuan berkomunikasi, cara mengubah ide menjadi sebuah rencana, cara menangkap dan mengeleloa peluang. Karakter dan skills seperti itu sangat penting untuk dipelajari dan diaplikasikan di semua bidang di era sekarang termasuk dalam pembelajaran sejarah. Kedua, Pendidikan entrepreneur sudah banyak diterapkan di banyak negara seperti negara-negara eropa dan Amerika sehingga paling tidak kita tidak berangkat dari nol dalam mengembangkan sistem ini. Sudah ada contoh-contoh yang dapat dijadikan inspirasi pengembangan. Dilihat dari sisi metodologi dan kurikulum yang ada, seperti pendekatan belajar inquiry dan problem based, dapat dikembangkan dalam proses pembalajaran dengan mengacu pada landasan-
Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
landasan yang sudah diterapkan oleh pengembangan sebelumnya termasuk dalam pembelajaran sejarah. Diperlukan model atau metode pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan lokal untuk mengembangkan nilai yang terdapat dalam diri siswa sesuai dengan kebutuhannya. Proses pembelajaran dengan menjadikan nilai entrepreneurship
sebagai
pengembangan
pembelajaran
dapat
menjadikan
pembelajaran sejarah lebih bermakna bagi siswa. Dengan kata lain, siswa belajar dari lingkungan sehingga nilai entrepreneurship siswa bisa tumbuh dan dapat dikembangkan baik pada saat belajar ataupun setelah keluar dari kelas. Nilai-nilai entrepreneurship bisa tercermin dan diteladani dari beberapa tokoh sejarah baik tokoh dunia, nasional, bahkan lokal dengan mengembangkan pembelajaran sejarah berbasis biografi. Secara logika tokoh lokal seharusnya lebih dikenal dibandingkan dengan tokoh nasional karena lingkungannya dekat sekali dengan kehidupan siswa. Akan tetapi tokoh lokal tersebut kurang mendapatkan perhatian dari para siswa karena kurangnya pengetahuan akan tokoh tersebut. Salah satu tokoh lokal yang sudah menjadi pahlawan nasional di kabupaten Majalengka adalah K.H. Abdul Halim tetapi sangat sedikit sekilai siswa yang mengenal tentang tokoh tersebut. Beberapa peninggalan KH. Abdul Halim terletak tidak terlalu jauh dari SMA Negeri 2 Majalengka. Peninggalan-peninggalan tersebut bisa dijadikan sebagai sumber pembelajaran yang dapat membangkitkan pemikiran siswa terutama nilai-nilai entrepreneurship dari tokoh tersebut. Siswa bisa merasakan jiwa jaman ketika KH. Abdul Halim menggunakan sikap entrepreneurnya dalam menghadapi setiap masalah sebagai perwujudan atau eksistensi diri. Kajian tentang tokoh lokal dalam pembelajaran sejarah dapat dijadikan sebagai salah satu contoh materi untuk mengembangkan dan memahami isyu-isyu sosial kontemporer di lingkungan setempat siswa berada (Supriatna, 2007:145). Penyampaian materi tentang kajian tokoh bisa menggunakan pembelajaran berbasis biografi sehingga terstruktur dan dapat tersampaikan kepada siswa. Pengembangan kajian tokoh tidak lepas dari nilai-nilai yang dapat ditiru atau diteladani oleh para siswa dari tokoh tersebut. K.H. Abdul Halim sebagai tokoh Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
sejarah mempunyai nilai-nilai yang dapat diteladani dan mempunyai ciri sebagai seorang entrepreneur. Enam nilai pokok dalam nilai-nilai entrepreneurship tercermin pada riwayat dari K.H.Abdul Halim. Pertama, mandiri, statusnya sebagai anak yatim tidak membuat Otong Syatori/Abdul Halim menjadi anak yang menutup diri. Sebaliknya, ia merupakan anak yang mudah bergaul dibandingkan dengan temanteman sebayanya dan tumbuh sebagai anak yang cenderung lebih mandiri dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kehidupan Abdul Halim kecil dihiasi dengan hidup mengembara dari pesantren ke pesantren. Selama pengembaraannya dari satu pesantren ke pesantren lainnya, yang menonjol dalam diri Otong Syatori tidak hanya kecerdasannya dalam menguasai ilmu keislaman. Kemandirian jiwanya pun begitu menonjol dibandingkan dengan teman-teman santri lainnya. Hal tersebut nampak dari jiwa kewirausahaan yang dimilikinya sehingga berbagai rintangan yang dihadapinya selama nyantri mampu diatasi oleh dirinya (Falah, 2009: 10). Kedua, kreatif, keterampilan dijadikan sebagai rencana pendidikan secara komprehensif agar seluruh komponen pesantren dapat memiliki jiwa yang produktif. Keterampilan yang diberikan oleh K. H. Abdul Halim kepada para santrinya bertujuan untuk menciptakan kemandirian hidup sehingga para lulusannya dapat melakukan bekerja secara mandiri (Falah, 2009: 96). Ketiga, berani mengambil resiko, Abdul Halim tergolong sebagai orang yang berani ketika dihadapkan pada situasi yang merugikan kehidupan masyarakat pada saat itu. Dalam syiar Islamnya, menyelenggarakan tablig, menerbitkan majalah, dan brosur sebagai media organisasi. Selain itu, K. H. Abdul Halim juga aktif sebagai wartawan di berbagai media baik politik maupun dakwah dan telah menulis sembilan buah buku sebagai bentuk perlawan kolonial. Keempat, berorientasi pada masa depan, mendirikan lembaga pendidikan dengan mendirikan pondok pesantren yang tidak hanya mengandal kan ilmu keagamaan saja akan tetapi akan diberi pelajaran ilmu-ilmu agama (ruhaniyahgeestelijk), pengetahuan umum (aqliyah-intellect), dan keterampilan (amaliyahpraktik), antara lain pertanian, pertukangan (kayu), dan kerajinan tangan sebagai Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
bekal para santri untuk menjadi “santri lucu” bukan menjadi “santri kaku” (Falah, 2009: 74-75). Kelima, kepemimpinan, pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai seorang ulama dan pemimpin, K. H. Abdul Halim tidak hanya ikut-ikut mengungsi mengamankan diri dan keluarganya (Falah, 2009:110). Ia ikut bergerilya bersama para pejuang lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan basis di sekitar kaki Gunung Ciremai. Dalam aksi gerilyanya itu, K. H. Abdul Halim langsung memimpin anak buahnya menghadang pergerakan militer Belanda di wilayah Keresidenan Cirebon. Keenam, kerja keras, K.H. Abdul Halim sebagai seorang ulama yang mempunyai kecerdasan dalam segala bidang, terus berusaha melakukan hal-hal yang dapat membantu masyarakat pada saat itu seperti dalam usahanya mendirikan koperasi dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada para pedagang pribumi untuk lebih cerdas dan mampu mengelola kehidupannya agar lebih sejahtera. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengambil rumusan masalah Pengembangan Nilai
Entrepreneurship Siswa dalam
Pembelajaran Sejarah melalui Kajian Tokoh K.H. Abdul Halim.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah bagaimana mengembangkan nilai-nilai entrepreneurship siswa dalam proses pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim? Sedangkan yang menjadi pertanyaan penelitian adalah : 1. Bagaimana
perencanaan
yang
dilakukan
pada
pendidikan
nilai
entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim?
Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
2. Bagaimana
pelaksanaan
pembelajaran
pada
pendidikan
nilai
entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim? 3. Bagaimana kendala-kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim?
C. Paradigma Penelitian MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI ENTREPRENEURSHIP SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN TOKOH K.H. ABDUL HALIM Tujuan Pembelajaran
Kinerja Guru
Siswa Berfikir Entrepreneur
Aktivitas Siswa
Media, Sumber
Metode, Pendekatan Metode, Pendekatan
Pembelajaran Berbasis Biografi
Pembelajaran 1,2,3 dst
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian
Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Memperoleh gambaran perencanaan yang dilakukan pada pendidikan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim. 2. Memperoleh gambaran pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim. 3. Memaparkan refleksi yang dilakukan dalam proses pembelajaran melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim. 4. Menjelaskan implikasi pembelajaran berbasis biografi melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim dalam mengembangkan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi
Siswa,
mengembangkan
memberikan berfikir
motivasi
kepada
entrepreneurship
siswa
dengan
untuk terus
lebih
berfikir,
menghasilkan, dan berinovasi dalam proses pembelajaran melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim. 2. Bagi Guru, memberikan pemahaman dalam menerapkan pembelajaran berbasis biografi dan mampu mengelola proses pembelajaran dengan baik dengan mengoptimalkan segala kemampuan siswa dan lingkungan dan masyarakatnya. 3. Bagi
Sekolah,
meningkatkan
potensi
sekolah
terutama
dalam
pembelajaran sejarah dan meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru, serta memotivasi guru lain untuk selalu berinovasi dalam melakukan pengelolaan proses pembelajaran yang sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya.
Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
F. Sistematika Penulisan Bab I membahas pendahuluan. Bab ini menguraikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang masalah, fokus masalah dan pertanyaan penelitian, paradigma penelitian, tujuan dan maksud dari penelitian, manfaat penelitian dari pemilihan masalah tersebut. Bab ini menggambarkan keresahan peneliti
tentang
permasalahanan
yang
muncul
pada
pendidikan
nilai
entrepreneurship dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan kajian tokoh K.H. Abdul Halim. Bab II membahas tinjauan pustaka. Bab ini mencoba menguraikan tentang berbagai buku dan hasil penelitian terdahulu dalam memahami berbagai permasalahanan nilai, ruang lingkup entrepreneurship, definisi biografi, deskripsi tokoh K.H. Abdul Halim, pembelajaran sejarah, dan mengembangkan nilai entrepreneurship siswa melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim mulai dari konsep teori yang digunakan sampai kepada strategi pembelajaran yang digunakan. Bab III membahas metode penelitian. Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penulisan tesis ini, yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian tindakan kelas. Peneliti akan melakukan pengamatan secara langsung dalam proses penelitian dengan melakukan kolaborasi dengan guru mitra yang mengajar di SMA Negeri 2 Majalengka. Selain itu, peneliti akan melakukan analisis dokumentasi berupa hasil yang ditemukan di lapangan yang sesuai pada penelitian tindakan yang diharapkan. Bab IV membahas pembahasan hasil penelitian. Hasil peneltian yang akan dideskripsikan antaralain deskripsiksi awal proses pembelajaran, analisis dan refleksi hasil pembelajaran, perencanaan pelaksanaan siklus dan tindakan, sosialisasi pembelajaran nilai entrepreneurship, deskripsi pelaksanaan siklus dan tindakan pembelajaran, analisis data temuan hasil penelitian tindakan,dan implikasi teoritis pembelajaran berbasis biografi melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim dalam mengembangkan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah. Bab V membahas kesimpulan. Bab ini akan menguraikan secara singkat hasil temuan yang dihasilkan oleh peneliti sehingga mampu menjawab pertanyaan Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
penelitian yang berkenaan dengan pengembangan nilai entrepreneurship siswa melaui kajian tokoh K.H. Abdul Halim yang merupakan tokoh tersebut adalah tokoh lokal yang sangat dekat dengan lingkungan siswa. Proses pembelajaran dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada kendala-kendala yang ditemukan oleh peneliti pada saat penelitian tindakan kelas.
Prima Purnama Sumantri, 2013 Pengembangan Nilai Enterpreneurship Siswa Dalam Pembelajran Sejarah Melalui Kajian Tokoh K.H Abdul Halim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu