BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Beberapa tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi di Indonesia dewasa ini sangat kompleks dan berat. Di satu sisi, perguruan tinggi dituntut untuk memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas dan memberikan akses seluas-luasnya bagi mereka yang ingin berkuliah, sedangkan di sisi lain perguruan tinggi menghadapi beberapa keterbatasan seperti pendanaan, infrastruktur, dan lain-lain. Ditambah lagi, beberapa realitas yang ada sekarang ini adalah kecenderungan perubahan masa depan yang sulit diprediksi, kompetisi yang semakin ketat, kemajuan teknologi yang begitu cepat, globalisasi yang bertambah luas dan sebagainya. Untuk dapat merespon tantangan tersebut, perguruan tinggi harus mentransformasi dirinya menjadi universitas entrepreneurial atau universitas yang inovatif dalam rangka membangun kapasitas institusi (institusional capacity building). Transformasi yang harus dilakukan oleh universitas bukan bersifat kebetulan (accidental atau incidental) melainkan terorganisir dan terstruktur dan bukan bersifat parsial yangmana transformasi hanya terjadi di sebagian dan tidak di sebagian yang lain melainkan holisitik karena universitas harus dilihat sebagai sebuah entitas. Universitas enterprenurial menurut Clark sebagai pencetus gagasan tersebut adalah universitas yang berani mengambil resiko untuk berbeda, mengambil peluang-peluang “in the market”, mempunyai keyakinan (belief) bahwa resiko karena berubah lebih disukai daripada resiko yang hanya mempertahankan praktek-praktek yang tradisional (Clark: 1998:xiv). Universitas enterpreneurial juga adalah universitas yang inovatif, yang “stand-up”, yang berorientasi masa depan (Clark: 1998:4). Clark melakukan studinya di lima universitas di Eropa yang masuk dalam European Consortium of Innovative Universities (ECIU) yaitu Universitas Warwick di Inggris, Universitas Twente di Belanda, Universitas Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Stratchlyde di Skotlandia, Universitas Teknologi Chalmers di Swedia dan Universitas Joensuu di Finlandia. Dengan melakukan transformasi menjadi universitas entrepreneurial dalam rangka membangun kapasitas institusi (institusional capacity building), perguruan tinggi di Indonesia diharapkan mampu bersaing dalam era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan perguruan tinggi dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan lain-lain, bahkan diharapkan lebih dari itu tidak hanya mampu bersaing di tingkat Asia, namun juga di tingkat dunia atau yang lebih dikenal dengan istilah “universitas kelas dunia” (world class university). Namun dalam mewujudkan cita-cita tersebut, sepertinya tidak mudah karena pergurun tinggi di Indonesia menghadapi banyak tantangan. Beberapa tantangan tersebut diantaranya terkait dengan pendanaan. Kebijakan Pemerintah terkait dengan wajib belajar dari enam tahun ke sembilan tahun berdampak pada alokasi anggaran untuk perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi negeri atau PTN. Perguruan tinggi negeri selama ini menikmati kucuran dana yang besar dari pemerintah. Dengan kebijakan ini, Pemerintah tentunya ikut memikul tanggungjawab khususnya terkait dengan pendanaan dengan mengalokasikan dana untuk wajib belajar sembilan tahun lebih besar. Disamping itu, Sebenarnya ada faktor lain yang juga mempengaruhi berkurangnya alokasi anggaran dari pemerintah untuk perguruan tinggi seiring dengan meningkatnya kewajiban Pemerintah atas warga negaranya seperti pemberlakuan jaminan sosial, jaminan kesehatan dan lain-lain yangmana di Amerika dikenal dengan istilah entitlement program yaitu program yangmana setiap warga berhak mendapatkannya (Slaughter & Leslie, 1997:7). Untuk memperkuat pernyataan tersebut di atas, data di bawah ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran Pemerintah untuk pendidikan tinggi terus mengalami fluktuatif dan secara umum dapat dikatakan bergerak lurus atau linier
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
bahkan menurun. Berikut Data Pokok APBN 2005-2010 Kementerian Keuangan dalam Sektor Pendidikan.
Tabel 1.1 Data Pokok APBN 2005-2010 Kemenkeu Sektor Pendidikan Belanja Pemerintah Menurut Fungsi, 2005-2010 (miliar rupiah) Fungsi/ Subfungsi PENDIDIKAN
2005 LKPP
2006 LKPP
29.307,9
45.303,9
Pendidikan Anak Usia Dini
281,7
Pendidikan Dasar
2007 LKPP
2008 LKPP
APBN
2009 RAPBN-P
2010 RAPBN
50.843,4
55.298,0
89.918,1
87.463,4
77.401,7
306,3
444,1
496,2
665,6
632,4
8 80,2
12.310,4
22.773,9
22.494,5
24.627,5
38.297,5
37.140,5
31.704,0
Pendidikan Menengah
3 .963,0
4.703,9
4.118,3
3.842,7
7.660,5
7.429,1
5.423,8
Pendidikan NonFormal & Informal
1.207,2
8 37,3
1.202,8
779,4
1.355,8
1.314,9
952,4
Pendidikan Kedinasan
659,0
7 22,2
213,1
274,3
195,0
189,1
182,5
Pendidikan Tinggi
7.055,7
9.729,0
6.904,4
13.096,4
24.279,1
23.545,9
20.872,8
Pelayanan Bantuan terhadap Pendidikan
2.564,3
3.863,5
5.078,4
11.089,7
16.253,1
15.762,5
16.427,6
Pendidikan Keagamaan
69,7
2.081,5
192,4
287,7
645,9
626,4
501,7
Litbang Pendidikan
1 .020,0
259,8
550,8
803,5
565,7
548,6
456,8
Pendidikan Lainnya
177,0
26,5
9.644,6
0,8
-
-
-
(Sumber: www.Kemenkeu.go.id) Tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi tidak hanya berhenti di situ. Realitas menunjukkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia mempunyai mutu Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang rendah kalau dibandingkan dengan perguruan tinggi dari negara-negara lain di tingkat Asia. Hasil laporan dari Times Higher Education, sebuah lembaga pemeringkat uinversitas dunia telah merilis data terbaru tahun 2012 mengenai peringkat 100 besar ranking universitas di Asia. THES-QS sendiri dalam melakukan evaluasi prestasi universitas menggunakan sembilan indikator. Indikator pertama ialah mengukur kualitas penelitian (Academic Peer Review) pembobotan sebesar 30%. Kedua rasio staf pengajar dan mahasiswanya (Student Faculty Ratio) dengan bobot 20%. Ketiga Citation per Paper, yaitu seberapa banyak penelitian universitas terkait dikutip dengan bobot 15%. Keempat Employer Review, sebuah survei untuk menguak informasi tentang kesiapan kerja lulusan (10%). Kelima Papers per Faculty (15%), keenam Inbound Exchange Students (2,5%), ketujuh Outbound Exchange Student (2,5%), kedelapan International Students (2,5) dan kesembilan International Faculty (2,5%). Selain itu, juga terdapat lima bidang akademik yang menjadi subyek penilaian yaitu Arts dan Humanities; Engineering dan IT; Life Science and Biomedicine; Naturanl Science and Social Science. Berikut gambaran jumlah universitas dan nama negara-negara di Asia yang masuk dalam 100 besar menurut THES-QS: Tabel 1.2 Jumlah Perguruan Tinggi yang masuk 100 terbaik di tingkat Asia Negara Jepang Cina Korea selatan Taiwan India Hongkong Malaysia Thailand Singapore Philipina Indonesia (sumber: www.topuniversities.com)
100 PT terbaik di Asia 23 21 19 11 8 5 5 3 2 2 1
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Walaupun ada perguruan tinggi dari Indonesia yang masuk dalam 100 besar di tingkat Asia, namun jika dibandingkan dengan jumlah perguruan tinggi yang ada menurut Dikti Kemdikbud yaitu 3.089, maka hal itu belum menunjukkan makna yang berarti. Lebih jauh lagi, kalau gambaran di atas terkait dengan kualitas yang masih jauh dari harapan kita kaitkan dengan Kebijakan Pemerintah yang membolehkan perguruan tinggi asing membuka cabangnya di Indonesia. Dalam UU No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi pada pasal 90 ayat 1 berbunyi “Perguruan Tinggi lembaga negara lain dapat menyelenggarakan Pendidikan Tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Tentunya ini menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi di Indonesia. Karena dengan masuknya perguruan tinggi asing tentunya mempunyai dua dampak, bisa positif dan bisa negatif. Hal itu berdampak postif kalau perguruan tinggi di Indonesia mulai berbenah diri dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Sedangkan berdampak negatif kalau perguruan tinggi di Indonesia dalam mengelola institusinya masih menggunakan pendekatan yang lama dan tidak mau berubah. Kenyataan lain yang juga menunjukkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari harapan dan tertinggal jauh dengan negara-negara lain adalah masalah publikasi. Media publikasi ilmiah berhubungan erat dengan perguruan tinggi karena merupakan bentuk pendokumentasian hasil riset secara formal. Dekade belakangan ini publikasi pada jurnal ilmiah bertaraf internasional menjadi hal yang sangat penting tidak hanya sebagai persyaratan akademis bagi lulusan mahasiswa program doktor di Indonesia dan persyaratan promosi seorang menjadi professor tapi juga sebagai indikator daya saing suatu bangsa (Zulys, 2011:2). Walaupun gambaran terkait dengan publikasi internasional yang tertera di bawah ini tidak hanya terbatas pada perguruan tinggi tapi juga non-perguruan tinggi, namun secara tidak langsung dan secara umum kita dapat mengatakan bahwa
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
publikasi yang juga menunjukkan geliat aktivitas-aktivitas riset di perguruan tinggi di Indonesia terbilang masih rendah. Berikut gambaran tentang perbandingan jumlah publikasi antara Indonesia dengan negara-negara lain :
Grafik 1.1 Pertumbuhan Jumlah Publikasi di beberapa Negara 16000 Malaysia
14000 12000 10000 Thailand
8000
Egypt
6000 4000 2000 747
858
976
1.206
500
656
1.042
537
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
1.639
Indonesia Vietnam Philippines
1.975
0 2009
2010
Sumber: http://scimagojr.com/countryrank.php dan http://www.imf.org/external/index.htm
Ada banyak manfaat yang didapat dari publikasi karya ilmiah diantaranya (Santoso, 2012): pertama bagi dosen: memudahkan tanggung jawab terhadap keaslian karya bimbingannya, memudahkan pemenuhan angka kredit; kedua bagi mahasiswa: mampu membaca karya ilmiah, mampu menulis karya ilmiah (analitis), mengenali jurnal ilmiah untuk mencari rujukan; ketiga bagi negara: meningkatkan reputasi negara; keempat bagi perguruan tinggi: memudahkan Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menjalankan perannya, menyemarakkan kehidupan kampus, meningkatkan reputasi PT. Tantangan lain yang tidak kalah pentingnya yang dihadapi oleh perguruan tinggi di Indonesia menyangkut masalah jenjang pendidikan yang dimiliki oleh tenaga pengajar atau dosen. Tidak dapat dibantah bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh mayoritas tenaga pengajar di perguruan tinggi masih jauh diharapkan bahkan masih ada yang bergelar sarjana. Padahal seyogyanya tingkat pendidikan tenaga pengajar di perguruan tinggi minimal master atau magister dan idealnya doktor. Tenaga pengajar sebagai sumber daya manusia bagi sebuah organisasi memainkan peran yang sangat penting dan menentukan yang berdampak besar pada output yang berkualitas. Dari data yang dilansir oleh Kemdikbud terungkap sebagaimana yang tertera di bawah ini:
Grafik 1.2 Jumlah Dosen dan Tingkat Pendidikan di Lingkungan Kemdikbud
JUMLAH DOSEN
100000
90000
80000
70000
S-3 S-2 60000
S-1 D-4
50000
D-3 D-2 D-1
40000
Sp-1 Sp-2
30000
Profesi 20000
10000
0 PTN
Kop 1
Kop 2
Kop 3
Kop 4
Kop 5
Kop 6
Kop 7
Kop 8
Kop 9
Kop 10
Kop 11
Kop 12
Jumlah
(Sumber: Dirjen Dikti) Beberapa tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi sebagaimana yang diungkapkan di atas begitu beragam dan sangat kompleks. Beberapa tantangan Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tersebut harus dicarikan solusinya karena peran perguruan tinggi bagi suatu negara sangat penting dan dipandang sebagai instrumen yang fundamental untuk melakukan perubahan, khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk mempercepat proses dalam mengejar ketertinggalan dari negaranegara lain. Disamping beberapa tantangan yang sudah disebutkan di atas, tantangan lain yang tidak kalah pentingnya, bahkan menjadi perhatian banyak negara di dunia sekarang ini adalah tuntutan perguruan tinggi untuk memainkan perannya yang lebih besar dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Di banyak negara baik di Eropa maupun Amerika, banyak perguruan tinggi sudah mengarah ke sana dengan melahirkan banyak entrepreneur dan menghasilkan sebuah produk teknologi. Untuk mewujudkan harapan itu, perguruan tinggi harus melahirkan entrepreneur. Jumlah entrepreneur di Indonesia masih sedikit dan belum mencapai kondisi ideal jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mencapai 240 juta dan dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hingga saat ini jumlah entrepreneur di Indonesia menurut Kementerian UKM baru mencapai 1,56 persen dari total jumlah penduduk. Jumlah itu masih jauh dibandingkan dengan Singapura yang memiliki wirausaha 7,2%, Thailand 4,1%, dan Malaysia 2,1%. Padahal suatu negara bisa makmur apabila minimal 2% jumlah penduduknya menjadi entrepreneur. Kondisinya lebih memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia; Brazil 1 dari 8 penduduknya adalah entrepreneur, Amerika 1 dari 10 penduduknya adalah entrepreneur, Inggris 1 dari 33 penduduknya adalah entrepreneur dan Irlandia, Francis dan Jepang 1 dari 100 penduduknya adalah entrepreneur (Frade, 2003:169). Agar perguruan tinggi dapat mengatasi beberapa tantangan yang dihadapinya dan dapat berkontribusi lebih besar terlebih lagi dalam berpartisipasi pembangunan ekonomi, perlu diberikan otonomi yang lebih luas. Selama ini otonomi yang diberikan hanya sebatas otonomi akademik sedangkan otonomi Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
nonakademik seperti organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan dan sarana prasarana tidak. Otonomi yang lebih luas dibutuhkan agar perguruan tinggi dapat melakukan inovasi (innovation). Dengan inovasi yang dilakukan, perguruan tinggi diharapkan dapat merespon beberapa tantangan yang sudah disebutkan di atas. Untuk itu, Pemerintah sebagai pembuat kebijakan menggulirkan Undangundang No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam beberapa pasal yang tercantum dalam UU tersebut tampak jelas mengindikasikan pemberian otonomi yang lebih luas kepada perguruan tinggi dengan beberapa persyaratan tertentu. Pada pasal 63 berisi tentang prinsip-prinsip otonomi perguruan tinggi yang meliputi: akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu dan efektivitas dan efisiensi. Sedangkan pada pasal 64 ayat 1 berisi tentang otonomi akademik dan nonakademik dan ayat 2 berisi tentang penjelasan maksud dari otonomi akademik yang mencakup: norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan Tridharma dan ayat 3 penjelasan maksud dari otonomi nonakademik yang mencakup: organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan dan sarana prasarana. Lebih jauh disinggung pada pasal berikutnya yaitu pasal 65. Di pasal tersebut pada ayat 1 berisi tentang otonomi tersebut hanya diberikan oleh Menteri kepada PTN secara selektif yang didasarkan pada evaluasi kinerjanya baik dalam bentuk pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum atau PTN badan hukum untuk menghasilkan pendidikan tinggi bermutu. Sedangkan pada pasal yang sama di ayat yang berbeda menjelaskan maksud dari PTN berbadan hukum yang memiliki: kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah, tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri, unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi, hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel, wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri Dosen dan tenaga kependidikan, wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi; dan wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup Program Studi”. Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pemberian otonomi yang lebih luas oleh Pemerintah kepada perguruan tinggi negeri harus ditanggapi serius dan sungguh-sungguh dimanfaatkan sebaik mungkin dalam rangka membangun kapasitas institusi (instituional capacity building) sehingga dapat tetap bersaing di era globalisasi. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih konkrit terkait dengan bagaimana universitas menangkap peluang tersebut dengan melakukan inovasi (innovation), Universitas Indonesia dipilih sebagai lokasi penelitian. Universitas yang satu-satunya menggunakan nama negara adalah Universitas Indonesia. Universitas Indonesia adalah salah satu universitas di Indonesia yang mempunyai reputasi baik di tingkat nasional dan internasional. Hal ini dibuktikan dengan beberapa pencapaian yang sudah diraihnya diantaranya: masuk dalam 5 universitas terbaik di Asia dan 500 universitas kelas dunia, tampil di rangking pertama untuk kategori universitas asal Indonesia versi THES tahun 2009, terbaik versi Globe Asia Magazine tahun 2008, terbaik di Indonesia versi majalah Tempo tahun 2008, terbaik pada ICT Award Indonesia tahun 2008 kategori Best IT and infrastructure by the category best content and application dan memenangkan Merit Winner pada INAICTA 2008 sebagai universitas dengan akses dan koneksifitas terbaik dan banyak lagi yang lain. Terkait juga dengan judul yang diangkat yaitu pengembangan kelembagaan menuju universitas entrepreneurial atau inovatif, hal ini sejalan dengan pernyataan Rektor Universitas Indonesia dalam kata sambutannya yang tertera dalam website UI yang menyatakan: “Universitas Indonesia adalah lembaga inovatif, sebagaimana kami terstruktur dan terorganisir, sekaligus sebagaimana adaptasi kami dengan perubahan global”. Bukan itu saja, dalam Renstra Universitas Indonesia juga disebutkan terkait dengan Kebijakan Umum Arah Pengembangan Universitas Indonesia, yangmana melalui upaya akselerasi transformasi UI difokuskan pada: terwujudnya integrasi Universitas Indonesia dari multi-fakultas menjadi satu kesatuan universitas, terselenggaranya pendidikan tinggi berbasis riset dengan pengembangan dan Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pengelolaan pengetahuan (knowledge creation and knowledge management) melalui
penerapan
prinsip-prinsip
organisasi
pembelajaran
(learning
organization), dan terwujudnya Universitas Indonesia sebagai enterprising university dengan perolehan nilai tambah dari hasil kegiatan penelitian, pelayanan pada masyarakat, dan ventura komersial dan penunjang. Atas dasar alasan-alasan itulah peneliti mengangkat kasus pengembangan kelembagaan menuju universitas entrepreneurial di Universitas Indonesia. Jadi dapat dipahami bahwa konsep “universitas entrepreneurial” tidak selalu berbicara atau terkait dengan uang, melainkan lebih dari itu berbicara tentang bagaimana universitas melakukan transformasi melalui inovasi dalam rangka membangun kapasitas institusi (institutional capacity building) untuk merespon tantangan (challange) dan tuntutan (demand) yang dihadapinya sehingga dapat tetap eksis dan bersaing.
B. Identifikasi Masalah Universitas entrepreneurial adalah universitas yang berkembang universitas
yang
self-initiating,
self-steering,
self-regulating,
menjadi
self-reliant,
progressive, yang tidak hanya dibentuk tapi juga membentuk lingkungannya, yang progresif terhadap perkembangan yang terjadi dan terhadap peluang yang ada di sekelilingnya (Clarks, 2001:10). Universitas enterprenurial adalah universitas yang berani mengambil resiko untuk berbeda, mengambil peluang-peluang “in the market”, mempunyai keyakinan (belief) bahwa resiko karena berubah lebih disukai daripada resiko yang hanya mempertahankan praktek-praktek yang tradisional (Clark, 1998:xiv), yang inovatif, yang “stand-up”, yang berorientasi masa depan (Clark, 1998:4). Banyak permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dalam mentransformasi dirinya menjadi universitas entrepreneurial dalam rangka membangun institusional capacity:
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1.
Kelemahan pengendalian menjadi penghambat bagi universitas yang ingin berkembang menjadi universitas entrepreneurial. Kelemahan pengendalian bisa jadi disebabkan oleh faktor eksternal seperti otonomi yang diberikan terbatas seperti yang terjadi sebelumnya pada perguruan tinggi negeri di Indonesia atau bisa juga faktor internal seperti ketidakmampuan universitas itu sendiri dalam membangun sistem yang dapat mengendalikan semua unit, semua kegiatan yang dilakukannya. Kelemahan pengendalian berdampak kepada inefisiensi dalam pengelolaan universitas, luputnya peluang-peluang yang berpotensi memberikan keuntungan bagi universitas, gagalnya pencapaian tujuan, pemanfaatannya sumber daya tidak maksimal dan sebagainya.
2.
Sejauhmana kemandirian sebuah universitas dalam masalah keuangan menjadi salah satu tolak ukur bagi sebuah universitas yang ingin berkembang menjadi universitas entrepreneurial. Banyak universitas belum mandiri dalam masalah keuangan disebabkan belum mampu melakukan kategorisasi sumber pendanaan sehingga tidak tahu sejauhmana pencapaian yang sudah diperoleh. Adanya kategorisasi tersebut dapat membantu menentukan langkah-langkah yang
strategis
dalam
mencari
sumber-sumber
dana
baru.
Karena
bagaimanapun juga, agar semua program yang sudah ditetapkan dapat berjalan maka diperlukan dana yang cukup disamping beberapa faktor yang lain. 3.
Masalah lain yang dihadapi oleh universitas yang ingin berkembang menjadi universitas entrepreneurial adalah kelemahan dalam membangun jaringan, relasi dan kemitraan dengan dunia luar. Kelemahan ini membuat universitas lambat dalam mencapai kemajuan. Karena menjalin hubungan dengan dunia luar dapat meningkatkan kapasitas universitas. Ada banyak pencapaian yang harus diwujudkan dengan bermitra dengan pihak lain, sebagai contoh untuk menghasilkan riset yang berkualitas, sebuah universitas terkadang perlu bermitra dengan universitas lain baik di dalam mapuan di luar negeri, atau
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
terkadang juga
perlu
bermitra
dengan
dunia
industri
yang lebih
berpengalaman dalam menghasilkan sebuah produk. Dalam mendukung tujuan tersebut, universitas perlu juga untuk membangun infrastruktur seperti jaringan internet dan lain-lain. 4.
Dalam mewujudkan universitas entrepreneurial, iklim akademis menjadi salah satu faktor yang menentukan. Iklim akademis yang tidak kondusif menyebabkan rendahnya kreativitas dan inovasi sivitas akademika. Faktor ini kurang mendapat perhatian oleh banyak pimpinan universitas. Iklim akademis yang kondusif dapat memotivasi dan menstimuli sivitas akademika untuk bekerja lebih keras dan lebih produktif sehingga mencapai keunggulan (excellence) bagi universitas itu sendiri. Banyak cara agar iklim akademis menjadi kondusif: diantaranya menciptakan program-program yang dapat menarik dan menantang sivitas akademik. Disamping itu tidak kalah pentingnya dalam membangun iklim akademis yang kondusif adalah pemberian insentif atau penghargaan (reward) bagi mereka yang berprestasi.
5.
Banyak universitas mengalami kendala untuk berkembang menjadi universitas entrepreneurial terkait dengan bagaimana merubah apa yang sudah dilakukannya menjadi kultur. Hal ini disebabkan oleh kurang terintegrasinya sistem yang ada. Membangun kultur berarti mengarah kepada apa yang dilakukan oleh seseorang atau institusi terinternalisasi dalam dirinya yang pada akhirnya menjadi keyakinan. Begitu juga perubahan yang dimulai dari ide diikuti dengan praktek yang pada akhirnya menjadi keyakinan. Kultur yang kuat terpatri atau berakar apa praktek yang kuat.
C. Fokus dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dapat diidentifikasi terkait dengan upaya pengembangan kelembagaan menuju universitas entrepreneurial yang dilakukan oleh universitas, penelitian ini akan difokuskan pada: bagaimanakah usaha-usaha
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Universitas Indonesia dalam mentransformasi dirinya menuju universitas entrepreneurial. Secara lebih khusus masalah penelitian ini akan diuraikan dalam beberapa pertanyaan berikut ini: 1.
Bagaimana penguatan pengendalian yang meliputi Penataan struktur & Kepemimpinan diterapkan di Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang menjadi universitas entrepreneurial?
2.
Bagaimana diversifikasi pendanaan yang meliputi tiga sumber dana yaitu Pertama dari alokasi APBN melalui Kemdikbud, Kedua dari hibah dan kontrak riset dari institusi pemerintah dan swasta dan Ketiga dari industri, yayasan filantrofi, pemerintah pusat & daerah di luar Kemendikbud, SPP mahasiswa, dana abadi, bantuan asing, alumni dan keuntungan yang diperoleh dari berbagai operasi pendukung kampus diusahakan oleh Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang menjadi universitas entrepreneurial?
3.
Bagaimana pengembangan batas luar yang meliputi Transfer ilmu pengetahuan,
Hubungan
dengan
industri,
Pengembangan
kekayaan
intelektual, Pendidikan lanjutan, Lembaga konsultasi, Penggalangan dana, dan Alumni dikembangkan oleh Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang menjadi universitas entrepreneurial? 4.
Bagaimana stimuli lingkungan akademis yang meliputi Integrasi batas luar ke pusat; Kehadiran pusat-pusat riset secara luas di tingkat universitas dan di tingkat fakultas; Pengembangan program pendidikan yang variatif di tingkat pascasrajana dan di luar program sarjana reguler di seluruh jenjang yang ada di universitas; Program entrepreneurship untuk mahasiswa, dosen dan karyawan dan Pengembangan skema beasiswa dan program riset yang imajinatif dan atraktif melintas kampus diusahakan oleh Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang menjadi universitas entrepreneurial?
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5.
Bagaimana integrasi budaya entrepreneurial yang mencakup Regulasi dan Keempat unsur di atas berlangsung di Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang menjadi universitas entrepreneurial?
D. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang pengembangan menuju universitas entrepreneurial yang dilaksanakan di Universitas Indonesia. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Memperoleh gambaran tentang penguatan pengendalian yang meliputi Penataan struktur dan Kepemimpinan yang diterapkan di Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang ke arah universitas entrepreneurial
2.
Memperoleh gambaran tentang diversifikasi pendanaan yang meliputi Tiga sumber dana yaitu Pertama dari alokasi APBN melalui Kemdikbud, Kedua dari hibah dan kontrak riset dari institusi pemerintah dan swasta dan Ketiga dari industri, yayasan filantrofi, pemerintah pusat & daerah di luar Kemendikbud, SPP mahasiswa, dana abadi, bantuan asing, alumni, berbagai operasi pendukung kampus yang diusahakan oleh Universitas Indonesia dalam
mendukung
institusinya
berkembang
menjadi
universitas
entrepreneurial 3.
Memperoleh gambaran tentang pengembangan batas luar yang diperluas yang meliputi Transfer ilmu pengetahuan, Hubungan dengan industri, Pengembangan
kekayaan
intelektual,
Pendidikan
lanjutan,
Lembaga
konsultasi, Penggalangan dana, dan Alumni yang dikembangkan oleh Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang menjadi universitas entrepreneurial 4.
Memperoleh gambaran tentang stimuli lingkungan akademis yang meliputi Integrasi batas luar ke pusat; Kehadiran pusat-pusat riset secara luas di tingkat universitas dan di tingkat fakultas; Pengembangan program pendidikan yang
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
variatif di tingkat pascasarjana dan di luar program sarjana reguler di seluruh jenjang yang ada di universitas; Program entrepreneurship untuk mahasiswa, dosen dan karyawan; dan Pengembangan skema beasiswa dan program riset yang imajinatif dan atraktif melintas kampus yang diusahakan oleh Universitas Indonesia dalam mendukung institusinya berkembang menjadi universitas entrepreneurial 5.
Memperoleh gambaran tentang integrasi budaya entrepreneurial yang mencakup peraturan
dan keempat unsur di atas berjalan di Universitas
Indonesia dalam mewujudkan universitas entrepreneurial
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik teoritis maupun praktis, sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam upaya: a.
mengembangkan dan memperdalam teori dan konsep yang berkaitan dengan manajemen pendidikan tinggi pada umumnya dan khususnya terkait entrepreneurship di perguruan tinggi.
b.
memberikan suatu pemahaman yang komprehensif dan menjadi suatu referensi bagi para pengelola perguruan tinggi dalam mempraktekkan entrepreneurship di institusinya. Karena suatu usaha akan memperoleh hasil yang baik jika didasari oleh konsep, teori dan prinsip yang relevan dan sudah teruji tingkat kehandalannya sehingga akan menjadi landasan atau pijakan yang kuat terhadap setiap langkah dan tindakan yang diambil oleh pimpinan universitas maupun para staf yang terlibat dalam pengembangan entrepreneurship dalam rangka membangun institutional capacity.
2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat:
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a.
sebagai bahan masukan bagi perguruan tinggi lain dalam mempraktekkan entrepreneurship melalui kreativitas dan inovasi.
b.
perlunya perguruan tinggi melakukan transformasi menjadi universitas entrepreneurial dalam rangka membangun institutional capacity untuk merespon tantangan dan tuntutan yang dihadapinya.
Zahruddin, 2013 Pengembangan Kelembagaan Menuju Universitas Entrepreneurial (Studi Kasus Di Universitas Indonesia) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu