BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ketika
siswa
sekolah
menengah
atas
(SMA)
diminta
untuk
mengungkapkan kritik sebagai salah satu keterampilan berbicara, beberapa dari mereka ada yang mau bahkan berani untuk mengungkapkan kritik, ada pula yang tidak. Tidak hanya itu, siswa yang mengungkapkan kritik pun tidak jarang
tanpa
disertai
dasar
pemikiran
yang
baik.
Mereka
mampu
mengungkapkan kritik hanya sebatas ‘kritik’ tanpa disertai solusi, diksi yang tepat, dan penjelasan yang kuat. Daya kritis yang dimiliki siswa yang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) sangatlah tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya data tiga sampai enam siswa dari tiga puluh siswa di salah satu kelas XI SMA Negeri 5 Bandung memiliki daya kritis yang kurang tinggi. Dapat dikatakan hanya 20% siswa dari kelas tersebut yang memiliki daya kritis. Tidak hanya itu, daya kritis mereka kurang terkendali. Fenomena kekurangtepatan kritik ini menghasilkan sebuah pola pikir pada seorang siswa yang tidak mau berbicara, tidak mau mengungkapkan ide yang ada dipikirannya. Tidak ada yang tahu bahwa akan ada ide-ide hebat yang lahir dari pemikiran siswa tersebut. Namun, percuma apabila ide hebat tersebut tidak diungkapkan ke khalayak umum. Begitu pula, dengan adanya kritik-kritik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Siswa diharapkan mampu menyampaikan pikiran ataupun gagasan mereka melalui kritik. Namun, siswa sulit untuk membuat dirinya agar mau untuk berpikir sebuah kritik yang tepat untuk menilai suatu objek. Mereka belum percaya diri, takut, kurang mengetahui cara mengungkapkan kritik yang baik. Kekurangtepatan siswa dalam megungkapkan kritik tidak dapat diacuhkan begitu saja. Beberapa dampak akan tampak apabila siswa tidak diberi 1
Navika Dzuhisna, 2013 Keefektifan Model ARCS (Attention,Relevance,Confidence,Satisfaction) Dalam Mengungkapkan Kritik Pada Pembelajaran Berbicara Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
pengarahan dalam mengungkapkan kritik. Dampak tersebut antara lain, siswa yang malu untuk mengungkapkan kritiknya akan berhenti dan tetap pada kondisi tersebut, kurang terarahnya kritik dari siswa, serta kurangnya stimulus pada diri siswa yang berkaitan dengan daya kritis. Dengan demikian, diperlukan suatu cara yang mampu merangsang agar siswa mau mengungkapkan kritik. Mereka perlu diajak untuk berpikir dan menilai suatu objek lalu dikritik dengan didasari teori ataupun pemikiran yang kuat. Kepercayaan diri siswa pun perlu ditingkatkan. Tidak hanya itu, siswa semestinya diarahkan pada cara mengungkapkan kritik yang baik bahkan solutif. Berdasarkan pandangan tersebut, peneliti menemukan pemikiran untuk menerapkan model
ARCS (attention, relevance, confidence, satisfaction)
terhadap kegiatan pembelajaran mengungkapkan kritik. Dalam penelitian ini peneliti akan mengujicobakan penggunaan model ARCS dalam pembelajaran mengungkapkan kritik. Model
ARCS merupakan suatu strategi yang mampu meningkatkan
kemampuan seseorang melalui perkembangan motivasi. Pionir model ARCS adalah John M. Keller pada tahun 1987. The ARCS model of motivation was developed in response to a desire to find more effective ways of understanding the major influences on the motivation to learn, and for systematic ways of identifying and solving problems with learning motivation (Keller, 1987:1). Penggunaan model ARCS sudah mulai dikenal sejak tahun 1987 oleh Keller. Pada saat pencetusan model tersebut Keller mengembangkan empat komponen model ARCS secara bertahap. Melalui tahapan model ARCS yang berkaitan dengan motivasi, Keller (1987) mendefinisikan motivasi sebagai intensitas dan arah suatu perilaku serta berkaitan dengan pilihan yang dibuat seseorang untuk mengerjakan atau menghindari suatu tugas serta menunjukkan tingkat usaha yang dilakukannya (Wena, 2012:33). Keller mengungkapkan, motivasi belajar yang sistematis, efektif, serta disesuaikan dengan keinginan mampu memecahkan suatu permasalahan. Navika Dzuhisna, 2013 Keefektifan Model ARCS (Attention,Relevance,Confidence,Satisfaction) Dalam Mengungkapkan Kritik Pada Pembelajaran Berbicara Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3
Model
ARCS memiliki beberapa keunggulan yang mampu meningkatkan
kemampuan dari seorang siswa. Strategi ini mengembangkan motivasi melalui beberapa aspek, yaitu attention, relevance, confidence, dan satisfaction. Model ARCS berhubungan langsung dengan motivasi, dalam hal ini secara spesifik berhubungan dengan motivasi belajar siswa dalam mengungkapkan kritik dengan baik. Motivasi belajar tersebut dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku siswa yang menyangkut minat, ketajaman perhatian, konsentrasi, dan ketekunan dalam kegiatan belajar. Tidak hanya itu, motivasi belajar dapat dilihat dari indikator-indikator seperti keantusianan dalam belajar, minat atau perhatian pada pembelajaran, keterlibatan dalam kegiatan belajar, rasa ingin tahu pada isi pembelajaran, ketekunan dalam belajar, selalu berusaha mencoba, dam]n aktif mengatasi tantangan yang ada dalam pembelajaran. Model ARCS dianggap mampu memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam proses pembelajaran mengungkapkan kritik. Hal tersebut disebabkan model ARCS secara langsung mengarah terhadap indikator-indikator yang berkaitan dengan motivasi siswa, seperti perhatian, relevansi, keyakinan siswa terhadap kemampuannya, dan kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Merujuk pada pemahaman model ARCS yang diungkapkan oleh Keller, model ini dianggap mampu menangani permasalahan yang ada pada pembelajaran mengungkapkan kritik. Model ARCS dapat dijadikan suatu solusi dalam menangani permasalahan dalam pembelajaran mengungkapkan kritik. Sekarang model ARCS telah merambah ke Indonesia tepatnya pada tahun 2004, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Departemen Pendidikan Nasional mengembangkan program PEKERTI (Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional). Dalam buku Pedoman Penatar PEKERTI diberikan sebuah model pengelolaan motivasi belajar yang dikenal dengan istilah Model ARCS (Gintings, 2010:101). Tidak hanya itu, model ARCS pun dijadikan sebagai salah satu variabel dalam penelitian-penelitian yang dilaksanakan oleh para pendidik bahkan Navika Dzuhisna, 2013 Keefektifan Model ARCS (Attention,Relevance,Confidence,Satisfaction) Dalam Mengungkapkan Kritik Pada Pembelajaran Berbicara Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4
mahasiswa. Terkadang mahasiswa tersebut menggabungkan model ARCS ini dengan beberapa teknik pembelajaran. Hal tersebut disebabkan model ARCS terbukti berhasil dalam mengubah beberapa proses pembelajaran melalui motivasi belajar siswa. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Desti Fatin F. Desti Fatin F (2010) melakukan suatu penelitian berupa penggunaan model ARCS untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa kelas VIID SMP Negeri 40 Bandung. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan dalam kemampuan menulis setelah memperoleh perlakuan model ARCS. Penggunaan model ARCS ini pun pernah dilakukan untuk suatu penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul Upaya Meningkatkan Pembelajaran IPA melalui Model Pembelajaran ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) pada Siswa Kelas IV SDN Jatimulyo 1 Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung. Penelitian ini dilakukan oleh Widha Bhinartika, mahasiswa Universitas Negeri Malang. Berdasarkan alasan tersebut, yaitu pemahaman model ARCS yang berkaitan dengan motivasi belajar mampu menangani permasalahan dalam pembelajaran mengungkapkan kritik, peneliti berkeinginan melakukan suatu uji coba menggunakan model kritik.
Uji
coba
ARCS dalam pembelajaran mengungkapkan
penggunaan
model
ARCS
dalam
pembelajaran
mengungkapkan kritik disebabkan oleh adanya beberapa masalah yang terjadi pada kegiatan mengungkapkan kritik. Melalui model ARCS ini diharapkan mampu memberikan solusi sehingga siswa mampu mengungkapkan kritik dengan baik. Peneliti pun akan melaksanakan suatu pengamatan yang cukup rinci melalui metode penelitian eksperimen kuasi untuk menemukan solusi dalam permasalahan mengungkapkan kritik pada berbicara melalui model ARCS. Maka, peneliti menentukan judul penelitian ini adalah Keefektifan Model ARCS
(
Attention,
Relevance,
Confidence,
Satisfaction)
dalam
Navika Dzuhisna, 2013 Keefektifan Model ARCS (Attention,Relevance,Confidence,Satisfaction) Dalam Mengungkapkan Kritik Pada Pembelajaran Berbicara Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5
Mengungkapkan
Kritik
pada
Pembelajaran
Berbicara
(Penelitian
Eksperimen Semu di Kelas XI SMA Negeri 5 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
B. Identifikasi Masalah Penelitian Mengungkapkan kritik termasuk ke dalam keterampilan berbicara. Namun, ketika seorang siswa belum merasa kurang percaya diri dalam mengungkapkan kritik ataupun minimnya pemikiran dasar pada saat mengungkapkan kritik disebabkan beberapa hal. 1.
Daya kritis yang dimiliki siswa kurang terkendali sehingga tidak sering mereka kurang tepat dalam menyampaikan kritik.
2.
Penyampaian kritik yang kurang baik dilihat dari aspek diksi, isi kritik, dan kesantunan.
3.
Pengalaman berbahasa siswa kurang sehingga mereka tidak memiliki keinginan untuk mengungkapkan kritik.
4.
Pandangan terhadap kritik yang selalu dianggap kurang baik.
C. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagi berikut. 1.
Bagaimana profil kemampuan berbicara yang dimiliki siswa kelas X SMA Negeri 5 Bandung dalam mengungkapkan kritik?
2.
Bagaimana proses pembelajaran model ARCS dalam mengungkapkan kritik pada pada pembelajaran berbicara?
3.
Apakah model ARCS efektif dalam mengungkapkan kritik pada pembelajaran berbicara?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut: Navika Dzuhisna, 2013 Keefektifan Model ARCS (Attention,Relevance,Confidence,Satisfaction) Dalam Mengungkapkan Kritik Pada Pembelajaran Berbicara Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6
1.
untuk memperoleh profil kemampuan berbicara yang dimiliki siswa kelas X SMA Negeri 5 Bandung dalam mengungkapkan kritik;
2.
untuk mendeskripsikan. proses pembelajaran model ARCS dalam mengungkapkan kritik pada pada pembelajaran berbicara; dan
3.
untuk memaparkan model ARCS efektif atau tidak dalam mengungkapkan kritik pada pembelajaran berbicara.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan mampu mempebaharui informasi dalam kegiatan pembelajaran mengungkapkan kritik. Melalui model
ARCS
mampu membantahkan isu-isu yang terjadi di masyarakat mengenai kegiatan kritik selalu dianggap negatif karena akan menimbulkan polemik di antara pihak yang mengkritik dengan pihak yang dikritik. Namun, melalui model ARCS bisa membantu dalam proses pelaksanaan kritik sehingga menjadi lebih baik. Proses pengungkapan kritik tidak akan lagi dianggap sebagai suatu kegiatan yang mampu menimbulkan kondisi kontradiktif. 2. Manfaat Praktis Secara langsung penelitian ini bermanfaat bagi siswa dan guru. Melalui penelitian ini mampu memberikan pemahaman yang lebih baik pada saat pelaksanaan kegiatan kritik. Pemahaman lebih baik tersebut mampu menimbulkan kondisi berupa pengungkapan kritik yang baik dan santun sehingga dapat diterima dengan baik oleh pihak yang dikritik. Pihak yang dikritik tidak akan merasa tersinggung apabila dikritik dengan kritikan yang berkualitas.
Navika Dzuhisna, 2013 Keefektifan Model ARCS (Attention,Relevance,Confidence,Satisfaction) Dalam Mengungkapkan Kritik Pada Pembelajaran Berbicara Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu