1
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah dibangun sebagai wahana pendidikan formal dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai peserta didik yang mampu melahirkan nilai-nilai kehidupan secara pribadi dalam menciptakan iklim budaya sekolah yang penuh makna. Menurut Wijaya dan Rusyan (1992:2) sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggung jawab untuk terus mendidik siswanya. Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan merealisasikan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut dapat diartikan bahwa sekolah merupakan sarana untuk mensosialisasikan nilai-nilai dan kompetensi-kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) yang diperlukan peserta didik untuk hidup di masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, di sekolah guru harus berperan sebagai fasilitator kegiatan pembelajaran agar peserta didik mampu mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai dan keterampillan melalui kegiatan pembelajaran dan mata pelajaran yang telah ditentukan pada setiap bidang studi. Bagi guru bidang studi pendidikan kewarganegaraan membentuk perilaku serta membina sikap dan moral peserta didik merupakan tugas utama di sekolah. Usaha membentuk perilaku serta membina sikap dan moral peserta didik dapat dilakukan khususnya melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Akan
2
tetapi, pembelajaran PKn yang dilakukan selama ini belum berhasil dengan maksimal. Menurut Wahab (1999) terdapat beberapa kelemahan PKn di masa lalu diantaranya: 1) Terlalu menekankan pada aspek nilai moral yang menempatkan siswa sebagai objek yang berkewajiban untuk menerima nilai-nilai moral tertentu. 2) Kurang diarahkan pada pemahaman struktur, proses dan institusi-institiusi Negara dengan segala kelengkapannya. 3) Pada umumnya bersifat dogmatis dan relatif. 4) Berorientasi pada kepentingan penguasa. Padahal Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia merupakan mata pelajaran wajib pada semua jenjang persekolahan yang memiliki visi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara, dan mengemban misi membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan data empiris dari media massa yang ada, terdapat beberapa kasus tindak pelanggaran yang dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa, mulai dari jenis pelanggaran ringan sampai pada pelanggaran berat dengan berbagai modus operandinya. Jenis pelanggararan yang sering dilakukan oleh kalangan pelajar berupa penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) jumlahnya sangat banyak dari waktu ke waktu. Selain itu, pelanggaran lain atau perbuatan menyimpang lainnya yang dilakukan oleh pelajar yaitu keterlibatan mereka dalam geng motor. Berdasarkan catatan dari Mapolres Bandung, Kriminalitas geng motor di kota
3
Bandung cukup tinggi. Rata-rata per bulan laporan dari masyarakat kepada kepolisian mencapai 10 laporan. Sebagai contoh kasus, yaitu pada tahun 2007, polisi menangkap 10 anggota geng motor yang melakukan tindakan perusakan terhadap salah satu toko swalayan di Kota Bandung. Dari ke 10 tersangka tersebut merupakan pelajar SMA yang masih berusia antara 15-18 tahun. Di kota Bandung sendiri terdapat sekitar lebih kurang 10% pelaku tindak perilaku menyimpang yang berstatus sebagai pelajar dari seluruh pelaku tindak perilaku menyimpang yang tercatat di bagian Reserse kantor POLWITABES Bandung selama tahun 2007, dengan jenis pelanggaran yang bervariasi, mulai dari jenis pelanggaran ringan sampai berupa tindak pelanggaran berat, seperti tindak asusila, penganiayaan, penggelapan, pencurian dan yang paling banyak penyalahgunaan narkoba. Mereka berasal dari berbagai SMA yang terdapat di Kota Bandung, baik SMA Negeri, maupun Swasta dan dengan latar belakang kehidupan yang berbeda. Selain itu juga, sejumlah kasus perilaku menyimpang yang biasa dilakukan oleh pelajar SMA di kota Bandung cukup mengkhawatirkan, seperti perkelahian antara pelajar dengan pemuda di sekitar sekolah, mengancam guru, menendang guru, merusak fasilitas umum, merokok, kebut-kebutan, bolos sekolah, membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya. Sangat disayangkan hal tersebut terjadi, pelajar yang diharapkan sebagai penerus bangsa masih belum ditangani secara sungguh-sungguh, dunia pendidikan kita masih belum mampu menghasilkan warga negara yang baik, karena sistem pendidikan kita selama ini kurang menunjang. Dengan adanya kasus perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para pelajar sekolah, tentu hal itu sangat memprihatinkan dan mencoreng dunia
4
pendidikan kita. Menurut Wahab (1999:2) hal tersebut menunjukkan kurang efektifnya pembinaan nilai-nilai moral di sekolah. Salah satu faktor penyebabnya adalah kegiatan pembelajarannya masih berlangsung secara konvensional, masih bersifat subject matter oriented dengan metode ceramah. Kegiatan pembelajaran hanya diarahkan pada learning to know, ke arah pengembangan aspek kognitif dan mengabaikan pengembangan aspek afektifnya. Sebenarnya metode ceramah tidak selalu jelek, bisa efektif apabila didukung oleh kemampuan guru dalam pelaksanaannya, pengetahuan dan wawasan yang luas, dengan gaya atau penampilan yang menarik serta penggunaan bahasa yang komunikatif. Namun penggunaannya jangan terlalu dominan, tetapi harus divariasikan dengan metode yang lain disesuaikan dengan materi yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kegiatan pembelajaran tidak saja diarahkan pada satu pilar proses pembelajaran seperti learning to know, tetapi juga yang lainnya yaitu learning to do, learning to be dan learning to live together, seperti yang dicanangkan oleh UNESCO melalui The International Commision on Education for Twenty First yang dipimpin Jacques Delor, bahwa untuk memasuki abad ke-21 pendidikan harus berangkat dari empat pilar proses pembelajaran yaitu: learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together (Darmadi, 2001:23). Terdapat banyak faktor penyebab pelajar melakukan tindak pelanggaran atau perilaku menyimpang, sehingga tidak bisa disalahkan karena lemahnya salah satu aspek saja yaitu aspek pendidikan formal, seperti yang dikemukakan oleh Sumantri (2000:1), bahwa “aspek diri dan lingkungan merupakan faktor penyebab remaja
5
banyak yang menampilkan perilaku yang dinilai kurang baik dan seringkali dianggap sebagai perilaku yang bermasalah bahkan perilaku menyimpang”. Aspek lingkungan dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat, dan karena selalu berada di lingkungan serta mengadakan interaksi dengan lingkungannya, maka lingkungan tersebut menyimpan peluang untuk munculnya perilaku menyimpang terutama perilaku penyalahgunaan narkoba. Pada mulanya mungkin hanya coba-coba, ingin dikatakan hebat tetapi lama kelamaan menjadi kecanduan bahkan bisa berkembang menjurus ke perilaku menyimpang lainnya. Namun diharapkan melalui pendidikan kewarganegaraan yang memuat materi tentang kesadaran hukum dapat mencegah pelajar melakukan tindak pidana serta dapat mengatasi pengaruh lingkungan tersebut karena fungsi dari pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangsa potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selain itu juga tujuan pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Santoso (1987:167) yaitu: ” membentuk watak yang memiliki sifat pandai, jujur, berdisiplin, tahu kemampuan dan mengenal batas kemampuan sendiri, serta memiliki rasa kehormatan diri”.
6
Dalam UUD 1945 pasal 27 Ayat 1, dijelaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Menganalisis pasal 27 tersebut tersirat bahwa setiap warga negara tanpa ada kecualinya wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan kata lain setiap warga negara wajib berperilaku sadar hukum dan menegakkan aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan pemerintah. Begitu pula dengan siswa di sekolah wajib berperilaku sadar hukum baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat sampai kepada ruang lingkup yang lebih luas lagi yaitu negara, karena siswa sekolah merupakan bagian dari warga negara Indonesia. Dengan diberikannya mata pelajaran yang bermuatan nilai dan moral yang merupakan bagian dari disiplin Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum siswa, mencegah mereka melakukan tindakan yang menyimpang, melanggar norma hukum, kesusilaan, kesopanan moral dan norma agama. Hal ini sesuai dengan paradigma baru PKn antara lain bercirikan memiliki struktur keilmuan yang jelas yakni berbasis pada ilmu politik, hukum dan filsafat moral/Pancasila dan memiliki visi yang kuat untuk nation and character building, pemberdayaan
warga
negara
(citizen
empowerment)
yang
mampu
untuk
mengembangkan warga negara kewargaan (civil society). Selain dengan diberikannya mata pelajaran PKn yang sarat akan nilai dan moral, upaya lain yang pernah dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat salah satunya yaitu dengan program hakim masuk desa, dimana inti dari program tersebut adalah para hakim dengan latar belakang pengetahuan dan pemahaman hukum yang
7
baik datang ke pelosok-pelosok desa menjelaskan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum dengan tujuan aga masyarakat desa tersebut memahami hukum dan pada akhirnya akan berperilaku sadar hukum. Upaya lain dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat juga datang dari pihak universitas, dalam hal ini yakni mahasiswa sebagai agent of change. Pada sekitar tahun
1990-an
mahasiswa pencinta alam (MAPACH) dari jurusan PMPKN UPI mengadakan program safari sadar hukum, dimana mereka secara bergantian mendatangi berbagai daerah di Jawa Barat untuk mensosialisasikan kebijakan dalam bidang hukum yang dibuat oleh Pemerintah serta juga memberi informasi tentang tata cara pembuatan akta tanah atau sertifikat kepemilikan tanah kepada masyarakat. Dalam paradigma baru, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education” dengan kerangka sistemik sebagai berikut: 1. Secara kurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dn bertanggung jawab. 2. Secara teoretik memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik (Civic Knowledge, Civic Skills, dan Civic Dispositions) yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. 3. Secara programatik menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan serhari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan berwarga
8
negara, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Winataputra dan Budimansyah, 2007:86). Selain itu juga Pendidikan Kewarganegaraan
dalam Paradigma baru
mengusung tujuan utama mengembangkan “civic competences” yakni civic knowledge (pengetahuan dan wawasan warga negara), civic dispositions (nilai, komitmen, dan sikap kewarganeagaraan) dan civic skills (perangkat keterampilan intelektual, sosial, dan personal kewarganegaraan) yang seyogyanya dikuasai oleh setiap individu warga negara (Winataputra, 2001:317-318). Selain sebagai valuebased education, dalam era global PKn di Indonesia mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi (civic education for democracy). Oleh karena itu hendaknya PKn mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi, yakni demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya (supremacy of law/rule of law) yang didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi (the ten pillars of Indonesian constitutional
democracy)
yang
menjadi
dasar
pengembangan
pendidikan
kewarganegaraan yang baru. Sanusi (1999:5-6) mengidentifikasi Kesepuluh pilar tersebut meliputi: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Hak asasi manusia; (3) Kedaulatan rakyat; (4) Kecerdasan rakyat; (5) Pemisahan kekuasaan negara; (6) Otonomi daerah; (7) Supremasi hukum (rule of Law); (8) Peradilan yang bebas; (9) Kesejahteraan rakyat; dan (10) Keadilan sosial. Kesepuluh pilar tersebut digali dari falsafah bangsa Pancasila dan Konstitusi Negara RI Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping itu diperhatikan pula persoalan-persoalan
9
kewarganegaraan dan kecenderungan-kecenderungan global PKn di berbagai negara yang baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap isi (kurikulum), dan strategi belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan yang akan datang. (Wahab, 2006:65). Visualisasi konsep dan paradigma PKn yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya dapat digambarkan dalam gambar berikut:
10
Democrac Democratic Education SystemHuman Rights Rule of Law The Ten Pillars of Democracy
Civic Education for Democratic Citizen
Civic Knowledge Curriculum
Civic Skills Civic Disposition
Multidimensional Citizens
Masyarakat Madani-Civil Society
Internal Changes and External Challenges State Ideology, 1945 Constitution, and Religious,Culture
Gambar 1.1.
11
( Wahab, 2006:66) Dengan demikian perkembangan PKn selalu berinteraksi dengan perkembangan masyarakat lokal, nasional, dan global. Oleh karena perkembangan kehidupan saat ini berubah secara multidimensional, maka PKn pun menjadi semakin bersifat dan bermuatan multidimensional. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa mata Pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuan mata pelajaran PKn adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter warga negara Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
12
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah juga dijelaskan ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam Pembelaan negara, Sikap Positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan 2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di warga negara, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem Hukum dan Peradilan Nasional, Hukum dan Peradilan Internasional. 3) Hak asasi manusia meliputi: Hak dan Kewajiban anak, Hak dan Kewajiban anggota warga negara, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM 4) Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga negara, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara 5) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi. 6) Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah otonomi, Pemerintah Pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya Politik, Budaya Demokrasi menuju warga negara madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam warga negara demokrasi 7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-
13
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka Dari pengertian, tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran PKn di atas, nampak bahwa komponen yang hendak dikembangkan melalui mata pelajaran PKn adalah komponen civic knowledge (pengetahuanan warga negara), komponen civic skills (keterampilan berfikir kritis, rasional, kreatif dan keterampilan berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa dan bernegara), civic dispositions (berkembang demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter warga negara Indonessia, dan berinteraksi dengan bangsa lain di era globalisasi). Yang terpenting, pada akhirnya siswa mampu merefleksikan ketiga komponen tersebut dalam kehidupan warga negara, berbangsa, dan bernegara. Hal ini mengindikasikan bahwa mata pelajaran PKn itu diharapkan bermakna bagi kehidupan siswa. Selain itu telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi beberapa aspek, salah satunya adalah aspek Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di warga negara, Peraturanperaturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem Hukum dan Peradilan Nasional, Hukum dan Peradilan Internasional. Untuk aspek tata tertib di sekolah dapat diwujudkan apabila siswa tersebut memiliki kesadaran hukum yang tinggi yang ditandai salah satunya dengan melaksanakan tata tertib yang ada di sekolah.
14
Namun kenyataannya hasil dari kegiatan pembelajaran PKn
selama ini kurang
maksimal, belum dapat meningkatkan kesadaran hukum siswa yang tercermin pada sikap dan perilakunya. Sebenarnya mereka mengetahui bahwa perbuatannya salah (melanggar hukum), namun mereka kurang menyadari akibat perbuatannya, yang tidak saja merugikan dirinya tetapi bisa juga merugikan orang lain karena bisa menimbulkan keresahan di lingkungan sekolah khususnya. Siswa laki-laki lebih sering terlibat kepada kasus-kasus pelanggaran yang biasa dilakukan di sekolah, walaupun pada beberapa kasus ada siswa perempuan yang terlibat. Mengapa hal tersebut dapat terjadi salah satunya dikarenakan perbedaan biologis dan psikologis antara laki-laki dan perempuan. Secara psikologis dapat dianalisis dengan melihat cara berfikir atau cara pandang, laki-laki memiliki sifat dengan mengaitkan satu hal dengan lainnya dalam bentuk lingkaran yang saling berkaitan, kemudian dengan cara bertahap ia akan membuat gambaran yang jelas pada obyek yang dituju. Sementara cara berfikir perempuan memiliki sifat ekspansif. Cara ini adalah ungkapan dari bentuk penggambaran yang sempurna dari suatu obyek pada tahap permulaan. Yaitu dengan cara intuisi, setelah itu ia akan berusaha mengungkap semua bagian yang berkait dengan obyek, kemudian mengaitkan bagian-bagian tersebut satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut berpengaruh banyak pada pandangan laki-laki dan perempuan terhadap hal-hal yang menyangkut kehidupan serta juga terhadap perilaku hukum yang ditampilkannya. Masalah tersebut harus mendapat perhatian dari semua pihak,
15
terutama kalangan pendidik/guru, bagaimana mendidik siswanya agar menjadi warga negara yang baik, memiliki pengetahuan, pemahaman dan sikap serta perilaku yang tertib hukum.
B.
RUMUSAN MASALAH Bertolak dari latar belakang masalah tersebut diidentifikasi masalah penelitian
yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh civic knowledge terhadap kesadaran hukum siswa di sekolah? 2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kesadaran hukum antara siswa laki-laki dan perempuan? 3. Apakah terdapat perbedaan civic knowledge antara siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta? 4. Apakah terdapat perbedaan tingkat kesadaran hukum antara siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta?
C.
TUJUAN PENELITIAN
16
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh civic knowledge terhadap kesadaran hukum siswa di sekolah. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh civic knowledge terhadap kesadaran hukum siswa di sekolah. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam perbedaan tingkat kesadaran hukum antara siswa laki-laki dan perempuan. 3. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam perbedaan civic knowledge antara siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta. 4. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam perbedaan tingkat kesadaran hukum antara siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta.
D. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 1.
Variabel Penelitian Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah pengetahuan warganegara
(civic knowledge), Sedangkan yang menjadi variabel terikat (Y) adalah Kesadaran
17
Hukum Siswa. Sesuai perumusan masalah dan pertanyaan penelitian, pola hubungan antar variabel penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut: Gambar 1.2 Hubungan antar variabel
Secara lebih rinci, variabel-variabel tersebut mencakup indikator-indikator sebagai berikut:
Tabel 1.1 Variabel dan Indikator Penelitian VARIABEL Civic knowledge (Variabel X)
INDIKATOR a. Demokrasi dan struktur pemerintahan 1) System pemerintahan Indonesia 2) Landasan system politik Indonesia 3) Perwujudan tujuan, nilai, dan prinsip demokrasi oleh pemerintahan yang
18
dibentuk konstitusi b. Kewarganegaraan, yaitu peran dan ke dudukan warganegara dalam kehidupan demokrasi di Indonesia c. Civil Society 1) Karakteristik civil society 2) Peran individu dalam civil society Kesadaran Hukum siswa
1. Pengetahuan siswa tentang hukum:
(Variabel Y)
a. Pengetahuan tentang pengertian hukum, nilai dan norma b. Pengetahuan tentang manfaat norma c. Pengetahuan tentang macam-macam norma d. Pengetahuan tentang perbedaan norma-norma yang ada di masyarakat e. Pengetahuan tentang karakteristik norma f. Pengetahuan tentang hubungan antara nilai dan norma g. Pengetahuan tentang penggolongan hukum h. Pengetahuan tentang peranan lembaga peradilan i. Pengetahuan tentang sikap patuh terhadap hukum dan perbuatan yang melanggar hukum
19
2. Pemahaman siswa tentang hukum: a. Pemahaman terhadap pentingnya jaminan hukum warganegara dalam UUD NRI 1945 1) Arti penting jaminan hak dalam bidang hukum dalam UUD NRI 1945 2) Akibat jika warganegara tidak memperoleh jaminan hukum dalam UUD NRI 1945 b. Pemahaman terhadap manfaat penegakkan hukum bagi warganegara 1) Manfaat bagi pemerintah 2) Manfaat bagi warganegara 3. Pemahaman tentang akibat pelanggaran hukum warganegara 1) Akibat bagi warganegara
4. Sikap siswa terhadap hukum: a. Memperhatikan jaminan hukum dalam UUD NRI 1945 b. Mengkritisi pencantuman adanya jaminan hukum dalam UUD NRI 1945 c. Memperhatikan tentang kedudukan warganegara dalam hukum dan
20
pemerintah d. Mencegah terjadinya pelanggaran hukum dan diskriminasi e. Mengkritisi kebijakan pemerintah tentang hak-hak yang dimiliki individu f. Menghormati dan menghargai hakhak dalam bidang hukum yang dimiliki warganegara lainnya g. Menghargai upaya pemerintah dalam perlindungan akan hak-hak dalam bidang hukum
5. Perilaku sadar hukum yang dimiliki siswa: a. Mematuhi tata tertib sekolah b. Berperan aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler c. Menegur siswa lain yang tidak mentaati aturan d. Mengikuti kegiatan yang diadakan sekolah e.
Melaksanakan tugas sekolah dengan penuh tanggung jawab
f. Menjaga kebersihan sekolah g. Melerai pertengkaran yang terjadi di kelas h. Bersikap sopan terhadap semua
21
pegawai sekolah dan guru i. Tidak membeda-bedakan teman j. Berkonsultasi dengan guru apabila menemui masalah k. Menolak ajakan dari teman yang tidak sesuai dengan tata-tertib sekolah l. Menghargai pendapat siswa lain m. Menghindari konflik di sekolah n. Membantu teman 2. Definisi Operasional a.
Civic Knowledge
Civic knowledge berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga Negara. Sedangkan civic knowledge yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki seorang individu warga negara dalam aspek pengetahuanpengetahuan tentang ilmu kewarganegaraan. Civic knowledge berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara. Baik di dalam National Standards dan Civics Framework for the 1998 National Assessmenst of Educational Progress (NAEP) (Branson, 1999:9). Komponen pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang terus menerus diajukan yaitu: 1) Apa kehidupan Kewarganegaraan, politik dan pemerintahan?; 2) Apa fondasi-fondasi sistem politik?; 3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
22
denokrasi?; 4) Bagaimana hubungan antara suatu negara dnegan negara-negara lain di dunia? 5) Apa peran warga negara dalam demokrasi?
Skill warga negara dan pengetahuan warga negara adalah komponen utama dalam proses persepsi informasi dan mencoba untuk menentukan pengaruh yang berbeda dari variabel-variabel dalam keterlibatan warga Negara (dalam Jurnal Developing Citizenship Competencies from Kindergarten Through Grade 12: A Background Paper for Policymakers and Educators, 2006). b.
Kesadaran Hukum Siswa
Kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada serta hukum yang seharusnya ada (Soekanto, 1987:207). Selanjutnya Sanusi (1991:227) mengartikan kesadaran hukum secara luas yaitu: Sebagai “potensi” memasyarakat dan membudaya dengan kaidah-kaidah mengikat dan dapat dipaksakan. Ia bersifat value-laden dan interest-laden dengan orientasi dan kecenderungannya sesuai dengan kriteria dan standar agama, moral, kebiasaan, sopan santun dan kebutuhan-kebutuhab langsung. Dalam masyarakat selalu terjadi perkaitan kerjasama dan pembenturan sistem nilai dan kepentingan, karena itu juga kesadaran hukumnya. Sedangkan dalam pengertian yang sempit, kesadaran hukum diartikannya sebagai “potensi” atau daya yang mengandung: a. Persepsi, pengenalan, ketahuan, ingatan dan pengertian hukum, termasuk konsekuensi-konsekuensinya; b. Harapan, kepercayaan bahwa hukum dapat memberi sesuatu keguanaan serta memberi perlindungan dan jaminannya dengan kepastian dan rasa keadilan;
23
c. Perasaan perlu dan butuh akan jasa-jasa hukum, dan karena itu bersedianya menghormatinya; d. Perasaan perlu khawatir dan takut melanggar hukum, karena jika dilanggar maka sanksi-sanksinya dapat dipaksakan; e. Orientasi perhatian, kesanggupan, kemauan baik, sikap dan kesediaan serta keberanian mentaati hukum dalam hak maupun kewajibannya karena kebenaran, keadilan dan kepastian hukum itu adalah kepentingan umum.
Sedangkan kesadaran hukum siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku sadar hukum yang ditampilkan oleh siswa SMA di sekolah dalam mentaati hukum atau peraturan yang berlaku setelah mendapatkan materi hukum pada pelajaran PKn yang meliputi pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan perilaku hukum.
E.
ASUMSI DAN HIPOTESIS PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan atas dasar asumsi bahwa civic knowledge dapat
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap hukum serta dapat membentuk sikap dan perilaku siswa yang mencerminkan implementasi aturan hukum. Bertolak dari asumsi tersebut dan mengacu kepada pertanyaan penelitian, maka dapat diungkapkan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Hipotesis Mayor :
24
Civic knowledge berpengaruh signifikan terhadap kesadaran hukum siswa. 2.
Hipotesis Minor : a. Terdapat perbedaan tingkat kesadaran hukum antara siswa laki-laki dan perempuan. b. Terdapat perbedaan civic knowledge antara siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta. c. Terdapat perbedaan tingkat kesadaran hukum antara siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta
F. METODE PENELITIAN Menurut jenis pendekatan, penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data berupa angka-angka bukan kata-kata walaupun pada akhirnya angka-angka tersebut dianalisis menggunakan uraian katakata. Gambaran yang diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis, baik secara kuantitatif (berdasarkan informasi statistik) maupun secara kualitatif (berdasarkan interprestasi terhadap hasil-hasilnya). Keadaan yang sedang berlangsung tersebut berkenaan dengan variable-variabel yang menjadi pusat perhatian perhatian penelitian ini. Ciri pendekatan kuantitatif lainnya yang mendukung penelitian ini memiliki asumsi bahwa dunia sebagai kenyataan tunggal yang diukur dengan sebuah instrument. Tujuan penelitiannya mengembangkan hubungan antara variabel terukur, dan proses penelitiannya berurut dikembangkan sebelum studi dimulai (Schumacher dan Millan, 2001:22). Sedangkan menurut Furqon (2005:12), pendekatan kuantitatif
25
memiliki konsep kunci dalam penelitian ini adalah adanya peubah. Selanjutnya dalam penelitian ini digunakan statistika. Statistika sebagai bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis, dan penafsiran data. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif karena penelitian ini berkaitan dengan peristiwa-peristiwa atau fenomena-fenomena yang sedang berlangsung dan berkenaan dengan kondisi sekarang. Seperti yang diungkapkan oleh Nazir (1988:63), yaitu: Metode deskriptif adalah suatu metoda dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Adapun teknik pengumpulan data utama dalam penelitian ini menggunakan teknik kuesioner dengan instrument angket dan didukung dengan teknik wawancara, observasi lapangan, dan studi dokumentasi sesuai kebutuhan. Untuk variabel civic knowledge menggunakan tes berbentuk pilihan ganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan yang salah 0. Sedangkan Variabel Y yaitu Kesadaran Hukum diukur dengan menggunakan tiga jenis instrument. Pertama, untuk mengukur indikator pengetahuan dan pemahaman digunakan tes dalam bentuk pilihan ganda. Kedua, untuk mengukur indikator sikap digunakan skala sikap Likert. Ketiga, untuk mengukur indikator
26
perilaku digunakan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attritudes) dari Brown dan Holtzman. Selanjutnya untuk analisis data dalam penelitian ini ditempuh beberapa teknik analisis data. Pertama; analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau potret yang lebih jelas tentang variabel-variabel penelitian yang meliputi pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku siswa. Kedua; analisis induktif.
Analisis
ini
dilakukan
untuk
mendapatkan
kesimpulan
dengan
memanfaatkan teknik-teknik statistik.
G. LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Maka populasi dalam penelitian ini adalah mencakup seluruh SMA Negeri dan SMA Swasta yang ada di kota Bandung. Sedangkan
untuk
pemilihan
sampel
penelitian
dilakukan
melalui
pengambilan sampel dengan cara sampling kelompok (cluster sampling). Sampling kelompok (cluster sampling) adalah sampling acak yang dilakukan berturut-turut terhadap unit-unit atau himpunan-himpunan dan himpunan bagian- bagian (Kerlinger, 2006:207). Dimana penelitian mengenai murid-murid sekolah biasanya tidak dapat menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak melainkan harus secara rumpun. Yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel buka murid secara individual, melainkan sekolah (jadi murid secara kelompok). Sehingga diperoleh sampel :
27
Tabel 1.2 Sebaran Sampel Penelitian Nama Sekolah Jumlah Siswa
No .
Jumlah Sampel
1.
SMA Negeri 3 Bandung
600
13
2.
SMA Negeri 6 Bandung
975
22
3.
SMA Negeri 19 Bandung
850
19
4.
SMA Darul Hikam
270
6
5.
SMA Labschool
500
11
6.
SMA Pasundan 1 Bandung
1200
27
4395
98
JUMLAH
Melalui rumus sampel total yang ditarik: Nt =
N 1 + N (e)²
=
4395 1 + 4395 (0,1)²
=
4395 1 + 43,95
= 97,7 dibulatkan menjadi 98 Dimana : N = populasi Nt = ukuran sampel total yang ditarik E = nilai kritis (toleran) sebesar 10 %
28
(Sugiyono, 1992 : 60)
Untuk menghitung jumlah masing-masing sampel, digunakan rumus : n = N1
x nt
N Dimana : N = populasi nt = ukuran sampel yang ditarik N1 = jumlah populasi masing-masing lokasi (Sugiyono, 1992 : 60)
Selain siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, guru Pendidikan Kewarganegaran dari masing-masing sekolah juga dijadikan sampel penelitian yang bertujuan untuk menunjang informasi.