BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Mata merupakan salah satu organ yang vital bagi individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Masalah pada mata dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Masalah kesehatan pada mata yang dapat mengancam kualitas hidup seseorang adalah kebutaan (Darling & Thorpe, 2006). World Health Organization (WHO) pada tahun 1972 mendefinisikan kebutaan sebagai kondisi dimana terjadi penurunan penglihatan kurang dari 3/60 (snellen) atau yang ekuivalen dengannya. Pada tahun 1979, WHO menambahkan kriteria kebutaan dengan ketidakmampuan hitung jari dalam jarak 3 meter di ruang terbuka dengan bantuan cahaya matahari (Hutasoit, 2010). Angka kebutaan di Indonesia saat ini mencapai 1,5%. Dimana angka tersebut merupakan yang tertinggi di Asia dan nomor 2 di dunia. Oleh karena itu, kebutaan di Indonesia telah menjadi masalah nasional karena kebutaan akan menyebabkan kehilangan produktivitas dan membutuhkan biaya besar untuk rehabilitas dan pendidikan tuna netra (Hutasoit, 2010). Sirlan (2009) mengatakan bahwa penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah akibat dari katarak. Prevalensi kebutaan akibat katarak di Indonesia mencapai 0,78% dari seluruh kejadian kebutaan yang mencapai 1,5%. Penyebab lain kebutaan adalah gloukoma (0.20%), kelainan refraksi (0,14%), sedangkan sisanya akibat penyakit kornea, retina dan kekurangan vitamin A (xeroptalmia). Walaupun katarak merupakan penyakit usia lanjut,
tetapi 16-20% kebutaan akibat katarak terjadi pada kelompok usia 40-54 tahun yang masih termasuk dalam kelompok usia produktif. Katarak merupakan kekeruhan lensa mata yang timbul karena adanya gangguan metabolisme pada lensa. Hal ini mengakibatkan gangguan refraksi cahaya ke dalam retina (Kusuma, 2008). Menurut Darling dan Thorpe (2006), masyarakat di daerah tropis sangat berisiko mengalami katarak karena paparan sinar ultra violet yang lebih banyak daripada daerah sub tropis. Pembedahan merupakan satu-satunya terapi untuk penderita katarak yang bertujuan memperbaiki visus atau tajam penglihatan. Pembedahan katarak dilakukan dengan mengambil lensa mata yang terkena katarak kemudian diganti dengan lensa implan atau Intraokuler Lens (IOL). Sebanyak lebih dari 90% operasi katarak berhasil dengan perbaikan fungsi penglihatan yang dinyatakan dengan perbaikan visus pasien pasca operasi. Sebagian besar pasien mencapai visus kategori baik yaitu 6/18-6/6 setelah empat sampai delapan minggu (Kusuma, 2008). Pembedahan atau operasi katarak merupakan salah satu stressor bagi pasien penderita katarak. Sebagaimana disampaikan Hawari (2001) yang menyatakan bahwa prosedur pembedahan merupakan salah satu stressor bagi individu yang akan menjalaninya. Dari tinjauan keperawatan jiwa tindakan operasi menimbulkan krisis situasi yaitu gangguan internal yang ditimbulkan oleh peristiwa yang menegangkan, mengancam dan meningkatkan kecemasan. Menurut Long (2006), tindakan operasi adalah salah satu bentuk terapi yang dapat merupakan ancaman, baik potensial maupun aktual terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang yang dapat mencetuskan kecemasan pada diri pasien.
Kecemasan merupakan suatu perasaan khawatir, perasaan tidak enak atau merasa sangat takut sebagai akibat dari suatu ancaman atau perasaan yang mengancam dan sumber nyata dari kecemasan tersebut tidak dapat diketahui pasti. Kecemasan merupakan suatu fenomena psikologis yang kompleks dan subyektif serta sulit dirumuskan dengan jelas secara harfiah. Kecemasan disebabkan oleh suatu respon ketakutan yang terkondisi secara klasik (Semiun 2006). Banyaknya keluhan psikologis yang dialami oleh pasien yang akan menjalani operasi, misalnya perasaan tegang, takut akan prosedur operasi dan khawatir hasil operasi nantinya. Pendapat senada dikemukakan Long (2006) yang menyatakan bahwa penyebab kecemasan pada pasien yang akan dikenakan tindakan operasi yaitu berupa nyeri, invalid, keganasan, kegagalan, kondisi yang buruk, lingkungan kamar operasi ataupun meninggal dunia. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan adalah sumber atau kemampuan sosial ekonomi. Individu dengan sosial ekonomi yang rendah cenderung akan memiliki kecemasan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena individu dengan sosial ekonomi rendah cenderung memiliki pendidikan rendah yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir secara logis dan rasional (Hawari, 2001). Sosial ekonomi dalam masyarakat merupakan indikator dalam penilaian apakah dalam suatu keluarga itu mampu atau tidak dalam memenuhi kebutuhan. Sosial ekonomi menengah ke bawah diidentikkan dengan kemiskinan. Berdasarkan surat keputusan (SK) Kepala Bappenas Nomor 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 tentang penduduk miskin dijelaskan bahwa penerima bantuan sosial dari pemerintah berupa bantuan beras
miskin (raskin) dan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dikategorikan sebagai masyarakat sosial ekonomi menengah ke bawah. Sejak tahun 1998 pemerintah telah melaksanakan beberapa upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin, dimulai dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS – BK) tahun 1998 - 2001, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar Minyak (PKPS - BBM) tahun 2002 – 2004. Pada awal tahun 2005, melalui KepMenKes No. 1241 / Menkes / XI / 2004 pemerintah menetapkan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Penduduk Miskin melalui pihak ketiga, dengan menunjuk PT. ASKES (Persero) dengan sasaran awal sebesar 36.146.700 jiwa (Depkes RI, 2005). RSUD Cilacap merupakan rumah sakit rujukan utama di wilayah Kabupaten Cilacap. Salah satu fasilitas pelayanan di RSUD Cilacap adalah pengobatan atau operasi katarak yang dilakukan oleh dokter spesialis mata. Jumlah pasien katarak yang menjalani operasi katarak di RSUD Cilacap setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Data operasi katarak di RSUD Cilacap Tahun 2010 sebanyak 169 operasi, tahun 2011 menjadi 274 operasi dan periode Januari – April tahun 2012 sebanyak 128 operasi. Data rekam medik RSUD Cilacap menunjukkan dari 128 pasien operasi katarak, sebanyak 81 atau 63,3% adalah pasien Jamkesmas dan 47 atau 36,7% pasien lainnya adalah pasien dengan pembiayaan umum, Askes dan Astek. Sampai saat ini, belum ada data tentang kecemasan pasien pre operasi katarak di RSUD Cilacap. Fenomena yang penulis jumpai sebagai asisten operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Cilacap menunjukkan bahwa pasien Jamkesmas cenderung lebih cemas saat pre operasi katarak, tetapi tidak jarang pasien umum atau pasien
yang membayar sendiri juga mengalami kecemasan yang sama. Hasil survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 24-28 April 2012 terhadap 10 pasien operasi katarak yang terdiri dari 5 pasien operasi katarak dengan Jamkesmas dan 5 pasien operasi katarak dengan pembiayaan umum dan askes menunjukkan bahwa seluruh pasien Jamkesmas mengalami kecemasan sedang, dari 5 pasien umum, 2 orang mengalami kecemasan ringan dan 3 orang mengalami kecemasan sedang. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penelitian ini akan dilakukan utuk mengetahui hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka peneliti ingin mengetahui : “Adakah hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012?”
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui sosial ekonomi pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012.
b. Mengetahui kecemasan pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012. c.
Menganalisis hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Praktis a.
Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti di bidang perawatan bedah khususnya mengenai hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak.
b. Bagi profesi keperawatan Merupakan masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pre operasi khususnya yang berkaitan dengan kondisi kecemasan pasien pre operasi katarak, supaya mampu memberikan intervensi dengan tepat sehingga pasien pre operasi katarak tidak mengalami kecemasan pada saat di ruang operasi. c. RSUD Cilacap Memberi informasi khususnya tentang hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak sehingga diharapkan dapat menentukan kebijakan dalam pemberian asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien pre operasi katarak. 2. Manfaat Teoritis
a.
Memberi data ilmiah bagi ilmu keperawatan bedah, khususnya tentang hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak.
b.
Sebagai sumber data atau bahan bagi penelitian berikutnya untuk melanjutkan penelitian sejenis.
E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian tentang kecemasan pre operasi yang peneliti ketahui adalah : 1. Ellis (2004) dengan judul : Pengaruh Musik Klasik Terhadap Kecemasan Penderita Katarak Menjelang Operasi di RSU. Dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimen, dengan desain “ Control Group Posttest- Only Design ”. Variabel bebasnya adalah musik klasik dan variabel terikatnya adalah kecemasan penderita katarak menjelang operasi. Penelitian dilakukan pada tanggal 15 April – 10 Mei 2004 di RSU. Dr. Saiful Anwar Malang dengan sampel sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, kemudian sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 15 orang kelompok eksperimen dan 15 orang kelompok kontrol dengan penerapan random assignment (penerapan sampel kelompok secara acak). Data hasil penelitian kemudian dianalisa menggunakan teknik uji beda atau uji-t ( independent sample t-test). Berdasarkan analisa data diperoleh nilai t sebesar = 9,326 dan p = 0,000, artinya ada perbedaan kecemasan yang sangat signifikan antara yang mendengarkan musik klasik (mean = 82,33) dan tidak mendengarkan musik klasik (mean = 117, 40). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan mendengarkan musik klasik terhadap kecemasan penderita katarak menjelang operasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel terikat, yaitu sama-sama meneliti tentang kecemasan pasien pre operasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel bebas, metode penelitian, desain penelitian dan uji analisis data yang digunakan. Penelitian ini menggunakan sosial ekonomi, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan musik klasik sebagai variabel bebas. Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimen dengan desain Control Group Posttest- Only Design, sedangkan penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dengan desain cross sectional. Uji statistik yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah independent sample t-test sedangkan penelitian ini menggunakan uji rank spearman . 2. Yani (2008) Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Hernia DI RSUD Sragen Penelitian tersebut menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan bentuk one group pre test and post test design . Sampel diambil sebanyak 30 responden yang diambil dengan teknik accidental sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pokok berupa kuesioner. Analisis data menggunakan uji beda mean (Paired Sample t test). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kecemasan pasien pre operasi hernia antara sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel terikat, yaitu sama-sama tentang kecemasan pra operasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel bebas, metode penelitian, desain penelitian dan uji analisis data yang digunakan. Penelitian ini menggunakan sosial ekonomi, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan
pendidikan kesehatan sebagai variabel bebas. Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimen dengan desain one group pre test and post test design, sedangkan penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dengan desain cross sectional. Uji statistik yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah paired sample t-test sedangkan penelitian ini menggunakan uji rank spearman .
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Sosial ekonomi a.
Pengertian Sosial ekonomi adalah kedudukan seseorang yang diakui dalam masyarakat. Sosial ekonomi dalam masyarakat merupakan indikator dalam penilaian apakah dalam suatu keluarga itu mampu atau tidak dalam memenuhi kebutuhan. Sosial ekonomi menengah ke bawah diidentikkan dengan kemiskinan (Depsos, 2008).
b.
Indikator Sosial Ekonomi Keluarga Depsos (2008) menyatakan indikator sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain: 1. Berdasarkan Tahapan Keluarga Sejahtera Menurut Depsos (2008), sosial ekonomi dapat dilihat dari tahapan keluarga sejahtera. Berikut ini adalah kriteria tahapan keluarga sejahtera. a) Keluarga Sejahtera III Plus (1) Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan (2) Memberikan sumbangan materil secara teratur
b) Keluarga Sejahtera III (1) Memperoleh informasi dari surat kabar, radio, TV, majalah
(2) Mengikuti kegiatan masyarakat (3) Makan bersama paling kurang sekali seminggu untuk berkomunikasi (4) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang maupun barang (5) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama c) Keluarga Sejahtera II (1) PUS dengan anak 2 atau lebih menggunakan alat kontrasepsi (2) Seluruh anggota keluarga umur 10-60 th bisa baca tulisan latin (3) Ada anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan (4) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat (5) Jenis lantai rumah paling kurang dalam keadaan sehat (6) Luas lantai rumah paling kurang 8m2 untuk setiap penghuni rumah (7) Memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru dalam setahun (8) Paling kurang sekali seminggu makan daging/ ikan/ telur (9) Melaksanakan ibadah agama dan kepercayaan masing-masing d) Keluarga Sejahtera I (1) Semua anak umur 7-15 th dalam keluarga bersekolah (2) PUS ingin ber KB ke sarana pelayanan kontrasepsi (3) Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan (4) Rumah yang ditempati mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik (5) Memiliki pakaian yang berbeda (6) Makan dua kali sehari atau lebih e) Keluarga Prasejahtera
Belum dapat memenuhi satu atau lebih dari 6 indikator Keluarga Sejahtera I 2. Berdasarkan data Rumah Tangga Sasaran Bantuan Langsung Tunai Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai sosial ekonomi rumah tangga adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Keluarga yang termasuk dalam Rumah Tangga Sasaran (RTS) BLT merupakan keluarga miskin. Keluarga yang tidak termasuk dalam RTS BLT, maka dikategorikan keluarga dengan sosial ekonomi menengah ke atas (Depsos, 2008). 3. Berdasarkan Data Penerima Bantuan Sosial Berdasarkan surat keputusan (SK) Kepala Bappenas Nomor 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 tentang penjelasan data penduduk miskin dan strategi pemerintah dalam mengurangi kemiskinan, maka RTS penerima bantuan sosial dari pemerintah berupa bantuan beras miskin (raskin) dan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dikategorikan sebagai keluarga miskin atau sosial ekonomi menengah ke bawah. c. Jamkesmas 1) Pengertian Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Program ini telah berjalan sejak tahun 2005 dengan nama Askeskin yang kemudian ditahun 2008 berganti nama menjadi Jamkesmas (Depkes RI, 2008).
2) Prinsip Pelayanan Kesehatan Prinsip program pelayanan kesehatan Jamkesmas yang diselenggarakan pada pelayanan kesehatan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut : a) Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin. b) Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang ’cost effective’ dan rasional. c) Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas d) Transparan dan akuntabel 3) Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan di BKMM / BBKPM / BKPM / BP4 / BKIM: a) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah, BKMM / BBKPM / BKPM / BP4 / BKIM meliputi: (1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum (2) Rehabilitasi medik (3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik (4) Tindakan medis kecil dan sedang
(5) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan (6) Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya (alat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN) (7) Pemberian obat yang mengacu pada Formularium Rumah Sakit (8) Pelayanan darah (9) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit b) Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III RS Pemerintah, meliputi : (1) Akomodasi rawat inap pada kelas III (2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan (3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik. (4) Tindakan medis (5) Operasi sedang dan besar f. Pelayanan rehabilitasi medis (6) Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU) (7) Pemberian obat mengacu Formularium RS program ini (8) Pelayanan darah (9) Bahan dan alat kesehatan habis pakai (10)Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK) 4) Pelayanan Kesehatan Jamkesmas Yang Dibatasi a) Kacamata diberikan dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp.150.000 berdasarkan resep dokter.
b) Intra Ocular Lyns (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat tersebut di daerah. c) Alat bantu dengar diberi penggantian sesuai resep dari dokter THT, pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat tersebut di daerah. d) Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep dokter dan disetujui Direktur Rumah Sakit atau pejabat yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi dalam aktivitas sosial peserta tersebut. Pemilihan alat bantu gerak berdasarkan harga yang paling efisien dan ketersediaan alat tersebut di daerah e) Pelayanan penunjang diagnostik canggih. Pelayanan ini diberikan hanya pada kasus-kasus ‘ life-saving’ dan kebutuhan penegakkan diagnosa yang sangat diperlukan melalui pengkajian dan pengendalian oleh Komite Medik. 5) Pelayanan Yang Tidak Dijamin (Exclusion) a) Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan b) Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika c) General check up d) Prothesis gigi tiruan. e) Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah
f)
Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi.
g) Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti social. 6) Hak Perawatan Pasien JAMKESMAS Pasien Jamkesmas berhak dirawat di ruang kelas III.
2. Kecemasan a.
Pengertian Kecemasan Terdapat banyak ahli yang mempelajari teori tentang kecemasan, demikian juga definisi dari kecemasan. Banyak ahli yang mengemukakan definisi dari kecemasan, antara lain : kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar–samar atau konfliktual. Respon tersebut berupa campuran perasaan yang sangat tidak enak, khawatir, gelisah yang disertai dengan satu atau lebih gejala badaniah. Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaa khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid, 2005).
b. Stressor Menurut Hastuti (2007) stressor adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dipersepsikan mengancam atau berbahaya dan menimbulkan ketegangan. Stressor bagi setiap individu tidak sama, bahkan ada hal-hal kecil yang secara umum bukan
dianggap sebagai stressor, tetapi pada individu tertentu merupakan stressor. Pada penelitian ini stressor yang dihadapi pasien adalah hal yang sama, yaitu menghadapi operasi katarak. c. Tanda dan Gejala Kecemasan Nevid (2005) menjelaskan, beberapa ciri kecemasan adalah ciri fisik, ciri behavioral dan ciri kognitif. 1) Ciri Fisik Kecemasan a) Kegelisahan atau kegugupan b) Tangan atau anggota tubuh bergetar (gemetaran) c) Sensasi merasa ada pita ketat yang mengikat sekitar dahi d) Kekencangan pada pori-pori kulit atau dada e) Berkeringat banyak f)
Telapak tangan berkeringat
g) Pening atau pingsan h) Mulut dan kerongkongan terasa kering i)
Sulit berbicara
j)
Sulit bernafas atau bernafas pendek
k) Jantung berdebar keras l)
Suara yang bergetar
m) Jari jari menjadi dingin n) Pusing o) Merasa lemas atau mati rasa p) Sulit menelan
q) Kerongkongan terasa tercekat r)
Leher atau punggung terasa kaku
s)
Sering buang air kecil
t)
Wajah terasa memerah
2) Ciri Behavioral Kecemasan Ciri behavioral kecemasan meliputi : a) Perilaku menghindar b) Perilaku melakat atau dependen c) Perilaku terguncang 3) Ciri Kognitif Kecemasan Ciri kognitif kecemasan meliputi : a) Khawatir tentang sesuatu b) Perasaan terganggu akan ketakutan sesuatu yang buruk akan terjadi c) Terpaku pada satu pikiran d) Sangat waspada e) Merasa terancam f)
Sensitif
g) Ketakutan akan kehilangan kontrol, ketidakmampuan mengatasi masalah h) Khawatir terhadap hal hal sepele i) Sulit berkonsentrasi d. Faktor Predisposisi Menurut Nevid (2005) faktor-faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan yaitu :
1) Faktor Psikologis Pengalaman masa kecil yang bernilai emosi tinggi namun pada masa berikutnya ditekan dapat menimbulkan kecemasan. Betapa besar faktor psikologis yang dapat dikumpulkan oleh hilangnya kekuasaan diri seseorang. Dibutuhkan proses yang rumit dan cukup lama agar seseorang bisa sampai pada penerimaan yang wajar atau perubahan nasib tersebut. 2) Faktor Genetik Biasanya faktor genetik pada wanita lebih banyak dari pada pria dan lebih dari satu keluarga yang terkena gangguan psikologis : kecemasan. Gangguan panik memiliki komponen genetik yang sama dan terdapat lebih banyak pada wanita. e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Ramaiah (2003), mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu : 1) Faktor Sosial Ekonomi Status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami stress. Salah satu faktor pengaruh terhadap timbulnya kecemasan adalah stress psikososial, yang termasuk adalah kemiskinan. Soewadi (2007) menyatakan bahwa status ekonomi yang tinggi pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut tidak mudah mengalami stress dan kecemasan. 2) Faktor Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman berkaitan dengan kondisi psikologis akibat trauma akan halhal yang tidak menyenangkan.
3) Faktor Sistem Pendukung Sistem pendukung yang tidak adekuat dapat memperparah tingkat seseorang dalam menghadapi stressor. 4) Faktor Umur Umur berkaitan dengan kedewasaan berpikir. Individu dengan umur yang lebih matang cenderung lebih dewasa dalam menghadapi masalah, sehingga mempunyai rentang stress yang tidak sempit. 5) Faktor Pendidikan Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung mendapat tuntutan secara sosial, sehingga mendapat tekanan yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tingkat stres yang dialami. Hal ini berbeda dengan individu dengan tingkat pendidikan rendah, yang cenderung tidak mendapat tuntutan peran di masyarakat, sehingga tekanan yang dihadapinya cenderung kurang. Hal ini berbeda menyatakan status pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mengalami stress. Stress dan kecemasan ini bisa terjadi pada orang di tingkat pendidikan rendah disebabkan karena kurangnya informasi yang didapat orang tersebut.
6) Pengetahuan tentang stressor Pengetahuan yang memadai tentang stressor dapat menurunkan derajat kecemasan yang dialami oleh individu, tetapi ada kalanya pengetahuan tentang stressor justru meningkatkan kecemasan yang dialami apabila stressor dirasakan mengancam. Kecemasan pasien dalam menghadapi operasi katarak dapat diperberat dengan ketidaktahuan pasien tentang prosedur operasi dan akibat yang akan dialami. Sebagaimana dikemukakan Hawari (2001) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menimbulkan kecemasan adalah ketidaktahuan seseorang akan sesuatu yang menimpanya. 7) Faktor biologis Banyak sistem neurotransmitter dilibatkan dalam mengintepretasi rangsang kecemasan. Ketidakberdayaan, pembangkitan, dan sensitasi menimbulkan norepinefrin, dopamine, opiat endogen dan reseptor benzodiazepine dan sumbu hipotalamus , hipofisis adrenal. Secara kasat mata, faktor biologis tidak dapat dinilai karena berhubungan dengan status hormonal seseorang. f. Klasifikasi Kecemasan Menurut Stuart dan Laraia (2005) tingkatan kecemasan adalah sebagai berikut :
1) Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. 2) Kecemasan sedang Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan perhatian pada hal penting-penting dan mengesampingkan yang lain. Hal ini membuat seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih baik. 3) Kecemasan berat Kecemasan pada tingkat ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. 4) Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menimbulkan disorganisasi kepribadian. Panik dapat meningkatkan aktifitas motorik, menurunkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. g. Pengukuran Kecemasan Pengukuran kecemasan adalah untuk mengukur kecemasan digunakan dengan skala Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA), yang merupakan suatu skala kecemasan yang diterima secara internasional. HRSA terdiri dari 14
kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka antara 1 – 4, yang artinya adalah : nilai 1: tidak pernah; nilai 2 : jarang; nilai 3 : sering dan nilai 4: selalu (Hawari, 2001). Sarason dan Sarason (1989, dalam Luluk & Bandiyah 2006) menyatakan bahwa untuk mengukur kecemasan individu dapat diketahui dari pernyataan yang diungkapkan oleh seseorang. Pernyataan yang diungkapkan dan menunjukkan adanya kecemasan adalah : 1) Saya sering terganggu dengan debaran jantung saya 2) Gangguan yang kecil dapat menyebabkan saya gelisah atau jengkel 3) Saya sering merasa takut tanpa alasan yang jelas 4) Saya merasa cemas terus menerus 5) Saya seringkali mengalami kelelahan menyeluruh 6) Sulit bagi saya untuk memutuskan sesuatu 7) Saya selalu merasa takut 8) Saya merasa gugup setiap saat 9) Saya sering merasa tidak mampu mengatasi kesulitan saya 10) Saya merasa terus menerus tegang 3. Katarak a. Pengertian Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Kebanyakan lensa agak keruh setelah usia 60 tahun. Sebagian besar penderita mengalami perubahan yang serupa pada kedua matanya, meskipun
perubahan pada salah satu mata mungkin lebih buruk dibandingkan dengan mata yang lainnya. Banyak penderita katarak yang hanya mengalami gangguan penglihatan yang ringan dan tidak sadar bahwa mereka menderita katarak (Darling & Thorpe, 2006). b. Penyebab Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak bisa disebabkan oleh: cedera mata penyakit metabolik (misalnya diabetes) obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid). Katarak kongenitalis adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir (atau beberapa saat kemudian). Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital, seperti campak Jerman dan berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia. c.
Jenis Katarak pada dewasa dikelompokkan menjadi: 1) Katarak immatur : lensa masih memiliki bagian yang jernih 2) Katarak matur : lensa sudah seluruhnya keruh 3) Katarak hipermatur : bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada struktur mata yang lainnya.
d. Faktor risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya katarak menurut Darling dan Thorpe (2006) adalah: 1) Kadar kalsium darah yang rendah 2) Diabetes 3) Pemakaian kortikosteroid jangka panjang 4) Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik 5) Faktor lingkungan (trauma, penyinaran, sinar ultraviolet).
e. Gejala Menurut Kusuma (2008) semua sinar yang masuk ke mata harus terlebih dahulu melewati lensa. Karena itu setiap bagian lensa yang menghalangi, membelokkan atau menyebarkan sinar bisa menyebabkan gangguan penglihatan. Beratnya gangguan penglihatan tergantung kepada lokasi dan kematangan katarak. Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan penglihatan yang muncul secara bertahap. Gangguan penglihatan bisa berupa: 1) Kesulitan melihat pada malam hari 2) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata 3) Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari). 4) Gejala lainnya adalah sering berganti kaca mata dan penglihatan ganda pada salah satu mata.
5) Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata (glaukoma), yang bisa menimbulkan rasa nyeri. f.
Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah: pemeriksaan mata standar, termasuk pemeriksaan dengan slit lamp usg mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak (Darling & Thorpe, 2006).
g. Pengobatan Satu-satunya pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan. Pengangkatan lensa ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa: 1) Pembedahan ekstrakapsuler Lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya. Untuk memperlunak lensa sehingga mempermudah pengambilan lensa melalui sayatan yang kecil, digunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (fakoemulsifikasi). 2) Pembedahan intrakapsuler
Lensa beserta kapsulnya diangkat. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan. Penggantian lensa penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang telah diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler, biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata. Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. h. Pencegahan Pencegahan utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak. Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata. Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak (Darling & Thorpe, 2006).
B. KERANGKA TEORI Faktor yang mempengaruhi Kecemasan : 1. Faktor sosial ekonomi 2. Faktor pengalaman sebelumnya 3. Faktor sistem pendukung 4. Faktor umur 5. Faktor pendidikan 6. Pengetahuan tentang stressor
1. 2. 3. 4.
Kecemasan : Ringan Sedang Berat Panik
Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber : Depsos (2008), Nevid (2005), Hastuti (2007), Ramaiah (2003), Stuart dan Laraia (2005), Hawari (2001), Luluk dan Bandiyah (2006), Darling dan Thorpe (2006), Kusuma (2008), C. KERANGKA KONSEP Variabel bebas
Variabel terikat
Faktor yang mempengaruhi Kecemasan : 1. Faktor sosial ekonomi
Kecemasan pasien pre operasi katarak 1. Kecemasan Ringan
2. Faktor pengalaman sebelumnya 3. Faktor sistem pendukung 4. Faktor umur 5. Faktor pendidikan 6. Pengetahuan tentang stressor 7. Faktor biologis
2. Kecemasan sedang 3. Kecemasan berat 4. Panik
Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
D. HIPOTESIS
Hipotesis adalah kesimpulan teoritis dari hasil studi perpustakaan untuk menjawab permasalahan suatu penelitian (Mantra, 2004 dalam Machfoedz, 2007). Hipotesis alternatif (Ha) pada penelitian ini adalah Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi korelasional, yaitu penelaahan hubungan antara dua variabel pada situasi atau kelompok subyek. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu situasi kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Notoatmodjo 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menelaah adakah hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan pasien pre operasi katarak di ruang transit pasien Instalasi Bedah Sentral RSUD Cilacap Tahun 2012. 2. Cara Pendekatan Terhadap Subyek Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk efek observasi sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010).
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSUD Cilacap dan pengambilan data penelitian dilakukan pada minggu keempat Bulan September serta minggu pertama dan kedua Bulan Oktober 2012.
C. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Populasi adalah sekumpulan data yang mengidentifikasikan suatu fenomena. Populasi tidak terbatas pada masalah manusia, tetapi juga dapat hewan, tumbuhan dan sebagainya (Mario, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pra operasi katarak di RSUD Cilacap. Jadi jumlah populasi pada penelitian ini adalah sebanyak 221 pasien. 2.
Sampel Sampel penelitian adalah sekumpulan data yang diambil atau diseleksi dari suatu populasi (Mario, 2006). Besar sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan sampel minimal, yaitu 30 orang. Macfoedz (2007) menyatakan bahwa sampel minimal untuk membuat kurva normal dalam suatu penelitian analitik adalah 30 data. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling, yaitu pemilihan sampel yang sesuai dengan kriteria sampel sampai jumlah sampel yang ditentukan terpenuhi (Sugiyono, 2009). Seluruh sampel telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Kriteria inklusi yang digunakan dalam memilih sampel adalah: a.
Pasien yang baru pertama kali menghadapi operasi katarak
b. Pasien berusia > 40 tahun
Berpendidikan minimal tamat SD
c.
d. Tidak memiliki riwayat penyakit syaraf atau pikun e. Bersedia menjadi responden penelitian Kriteria eksklusi ditentukan sebagai berikut : a.
Pasien yang tidak ditunggu keluarga
b. Pasien yang pernah menjalani operasi katarak sebelumnya c. Tidak bersedia menjadi responden
D. DEFINISIOPERASIONAL Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar 2003).
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala No. 1.
Variabel Sosial ekonomi
Definisi Operasional Kemampuan keluarga pasien dalam memenuhi kebutuhan hidup
Cara ukur Diperoleh dengan cara mengisi kuesioner tentang pembiayaan operasi
Hasil ukur Dibagi menjadi 2, yaitu : 1) Sosial ekonomi menengah ke bawah, apabila pembiayaan menggunakan
Skala Ordinal
program Jamkesmas atau Jamkesda 2) Sosial ekonomi menengah ke atas, apabila pembiayaan sendiri atau Askes, astek atau asuransi 2.
Kecemasan Reaksi emosional yang dirasakan oleh pasien sebelum menghadapi operasi katarak
Diperoleh dengan mengisi kuesioner tentang tanda kecemasan menurut Sarason dan Sarason (1989, dalam Luluk & Bandiyah 2006) yang terdiri dari 10 tanda kecemasan. Masingmasing kelompok gejala diberi penilaian : nilai 1: tidak pernah; nilai 2: jarang; nilai 3 : sering; nilai 4: selalu
Dikelompokkan menjadi 4, yaitu : 1. Kecemasan ringan, apabila skor 10-17 2. Kecemasan sedang, apabila skor 18-25 3. Kecemasan berat, apabila skor 26-33 4. Panik, apabila skor 34-40
Ordinal
E. INSTRUMEN PENELITIAN Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan untuk mengetahui karakteristik pasien, meliputi inisial, pekerjaan dan jenis pembiayaan. Kuesioner bagian 2 adalah kuesioner untuk mengetahui kecemasan, yang terdiri dari 10 soal sesuai gejala kecemasan menurut Sarason dan Sarason (1989, dalam Luluk & Bandiyah 2006). Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka antara 1 – 4, yang artinya adalah : nilai 1: tidak pernah; nilai 2 : jarang; nilai 3 : sering dan nilai 4: selalu.
F. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA Data diperoleh dari data primer dan data sekunder. 1. Data Primer
Data yang diperoleh dan diisi langsung oleh responden yang sebelumnya sudah diberikan informasi tentang gambaran isi kuesioner (Saryono 2010). Pada penelitian ini, data primer diperoleh dari hasil jawaban responden atas kuesioner. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya, biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang tersedia (Saryono 2008). Data penelitian ini diperoleh dari catatan Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap tentang jumlah pasien operasi katarak.
G. PENGOLAHAN DATA Dalam penelitian ini, kegiatan mengolah data dilakukan sesuai dengan pendapat Achmadi dan Narbuko (2010), yang terdiri dari: 1. Editing Mengedit adalah memeriksa daftar pernyataan yang telah diserahkan kembali oleh responden setelah mengisi kuesioner. Seluruh data pada penelitian ini telah melewati proses editing dan dapat dinyatakan bahwa seluruh data telah lengkap dan dapat digunakan sebagai data penelitian. 2. Scoring Scoring adalah dilakukan untuk mengetahui skor total dari jawaban responden atas kuesioner kecemasan. Kuesioner tentang kecemasan akan dilakukan scoring dengan cara jumlah item pertanyaan dikalikan dengan jumlah jawaban yang diperoleh sehingga akan didapatkan skor terendah sampai tertinggi, yaitu 10 X 1 = 10 sampai dengan 10 X
4 = 40, kemudian nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dan dibagi 4, yaitu 40 – 10 = 30 : 4 = 7,5 dibulatkan menjadi 8, sehingga akan diketahui skor sebagai berikut : 1) Kecemasan ringan, apabila skor 10-17 2) Kecemasan sedang, apabila skor 18-25 3) Kecemasan berat, apabila skor 26-33 4) Panik, apabila skor 34-40 3. Coding Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari responden ke dalam kategori. Coding dilakukan dengan cara memberi kode berbentuk angka pada masing-masing variabel penelitian. Coding dilakukan sebagai berikut : 1) Sosial ekonomi a) Sosek menengah ke atas : kode 1 b) Sosek menengah ke bawah : kode 2 2) Kecemasan a) Kecemasan ringan, kode 1 b) Kecemasan sedang, kode 2 c) Kecemasan berat, kode 3 d) Panik, kode 4 4. Tabulating Tabulating merupakan kelanjutan langkah coding untuk mengelompokkan data ke dalam suatu data tertentu menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.
H. ANALISIS DATA Setelah kegiatan pengolahan data selesai dilakukan, maka dilanjutkan dengan analisis data (Narbuko & Achmadi, 2010). Dalam penelitian ini, analisa data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat (analisis korelasional). 1.
Analisis univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang mempunyai dua pengukuran atau variabel (Santoso, 2008). Untuk mengetahui hubungan antara sosial ekonomi dengan kecemasan yang menggunakan skala ordinal maka uji analisis bivariat menggunakan korelasi “Rank Spearman”. Rumus yang digunakan : 6E bi r= 1–
2
2
n(n – 1) Keterangan : r
: koefisien korelasi Rank Spearman
b
: perbedaan setiap Rank
n
: jumlah pasangan Rank (Arikunto, 2009) Intepretasi dari uji korelasi Rank Spearman menurut Santoso (2008) adalah sebagai
berikut : a.
Angka probabilitas > a maka H o diterima
b. Angka probabilitas < a maka H o ditolak
I. ETIKA PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan harus sesuai dengan etika penelitian menurut Notoatmodjo (2010) yang meliputi : 1. Informed concent Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan menggunakan lembar persetujuan ( informed concent). Tujuan informed concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Seluruh sampel telah mendapat informed concent yang ditunjukkan dengan telah jika menandatangani lembar persetujuan.
2. Anonim (tanpa nama) Merupakan masalah etika dalam penelitian dengan cara peneliti tidak memberikan nama responden pada data penelitian. 3. Confidentiality (kerahasian) Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasian dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.