BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama untuk membangun peradaban suatu bangsa. Masyarakat suatu bangsa memperoleh pengetahuan, semisal dari mana asal-usul dan tujuan hidupnya melalui pendidikan. Kesadaran akan arti penting pendidikan dapat menentukan kualitas kesejahteraan dan masa depan masyarakat. Tanpa pendidikan, bisa dipastikan manusia akan kehilangan hidup dan tujuan. Hal tersebut setidaknya dinyatakan oleh Pembayun dalam Pendidikan Berwawasan Kebangsaan: “Pendidikan merupakan tiang pancang kebudayaan dan fondasi utama untuk membangun peradaban sebuah bangsa” (Pembayun, 2008:ix). Pendidikan sekalipun dianggap sebagai tiang pembangun peradaban bangsa, nyatanya masalah yang terkandung di dalamnya masih terbilang “luas” dan muncul dari berbagai aspek diIndonesia. Mulai dari kekurang-merataan sarana dan prasarana diberbagai wilayah, kualitas pengajar yang terbilang belum sama dalam standar kompetensi hingga metode pengajaran di sekolah yang masih meletakkan guru sebagai pusat belajar,oleh karenanya secara tidak langsung membuat siswa menjadi pasif dan kurang berkembang sebagai pribadi yang kritis. “Bagi yang benar-benar mengabdi (pada pembebasan) harus menolak konsep pendidikan gaya bank secara menyeluruh, menggantikannya dengan konsep tentang manusia sebagai makhluk yang sadar akan dunianya. Mereka harus meninggalkan tujuan pendidikan sebagai usaha tabungan dengan menggantinya dengan penghadapan pada masalah-masalah manusia dalam hubungannnya dengan dunia” (Freire, 1972: 66). Konsep tersebut diungkapkan oleh Freire, yang menyoroti model pembelajaran dengan menjadikan
1
2 siswa sebagai subjek pasif yang hanya terus dibekali teori, namun minim bersentuhan dengan masalah-masalah kehidupan yang tengah terjadi. Realitas tersebut rupanya tak luput pula dari sorotan H. A. R. Tilaar, seorang pemerhati pendidikan Indonesia. Tilaar menafsirkan fungsi pendidikan sebagai agen perubahan. Proses pendidikan harus
berjalan
secara
demokratis,
menghormati
hak
anak
didik
dan
bersifat
transformatif.Tilaar juga menekankan tentang pentingnya proses pendidikan sebagai aktivitas dialogis yang memungkinkan dialog antar-subjek ataupun antara subjek-objek dan kesepakatan-kesepakatan yang ada di dalam lingkungan masyarakat. Peran guru pun turut Tilaar soroti. “Guru dalam masyarakat modern adalah seorang profesional, karena ia mengemban misi suatu industri-strategis dasar. Guru dalam masyarakat itu adalah seorang Resi dalam arti yang modern. Ia menguasai sains dan teknologi, ia membawa peserta didik kepada pengenalan sains dan tekologi itu” (Tilaar,2012a:178-179).
Tilaar turut pula menawarkan solusi dari permasalahan pendidikan di Indonesia berdasarkan pada keadaan Indonesia yang terdiri dari keberagaman, seperti budaya, suku, agama, bahasa dan gaya hidup. Tilaar menjabarkan solusi tersebut dalam pendidikan multikulturalisme demi menghadapi globalisasi. Pendidikan multikultural yang tanpa meleburkan kebudayaan masing-masing etnis, tetapi menerima percampuran dari masingmasing budaya yang dimiliki oleh etnis di dunia (Tilaar, 2012b: 859 dan 2012c: 867). Berdasar pada kekhasan yang Tilaar usung, yaitu kemampuannya untuk menyoroti masalah faktual pendidikan di Indonesia, namun tetap menjagarealitas Indonesia sebagai kesatuan dari beragam perbedaan, maka peneliti berkeinginan untuk mengupas lebih dalam tentang pemikiran Tilaar. Penulis berasumsi bahwa dengan pemikiran Tilaar, setidaknya
3 benang merah permasalah pendidikan di Indonesia setidaknya akan dapat sedikit diurai. Di samping itu, asumsi yang muncul adalah memang masih sedikitnya peneliti lain yang mengupas konsep pemikiran Tilaar. Hal tersebut dibuktikan dalam daftar keaslian penelitian. Sebagai usaha untuk menulis sebuah tulisan filosofis, penulis perlu untuk memasukkan pandangan filsafat pendidikan dalam mengupas pemikiran Tilaar, sehingga kekhas-an dari konsep Tilaar tersebut dapat lebih terbaca secara terang. Aliran dari filsafat pendidikan yang peneliti ambil adalah aliran progresivisme, dikarenakan progres sebagaimana akar kata dari progresivisme, yang mengisyaratkan bahwa terjadi hal yang selalu dinamis di dalamnya, menurut peneliti sejalan dengan semangat pendidikan yang dibawa Tilaar. Tilaar menghendaki adanya perubahan konsep pendidikan dari yang sebelumnya siswa bersifat pasif, menjadi lebih aktif dengan mengadakan dialog antarsubjek maupun antara subjek-objek, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal tersebut kiranya senada cara pembekalan pengetahuan yang terbaik untuk siswa sebagaimana yang disuarakan oleh aliran pendidikan progresivisme, yaitu mempersiapkan siswa untuk masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategistrategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini (Jalaludi, 2007: 19). Ciri khas aliran progresivisme sebagai the liberal road of cultural, peneliti harap pula mampu untuk mengupas lebih tajam pemikiran Tilaar. The liberal road of culture berarti nilai-nilai yang dianut filsafat ini bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka (open minded), dan menuntuk pribadi para penganutnya untuk selalu bersikap penjelajah, dan peneliti, guna mengembangkan pengalaman mereka (Arifin, 1987:183). Aliran filsafat pendidikan yang lain dirasa peneliti kurang relevan terhadap konsep pendidikan Tilaar. Aliran eksistensialisme misalnya, sekalipun berangkat dari konsep pendidikan sebagai
4 pendorong setiap individu untuk mampu mengembangkan semua potensinya sebagimana turut digaungkan oleh aliran progresivisme, namun pandangan tentang „unit‟ pendidikan yang lain semisal kurikulum, tidak serupa dengan pemikiran Tilaar. Kurikulum menurut pandangan eksistensialisme cenderung bersifat liberal, membawa manusia pada kebebasan (Gandhi, 2011: 189), sedangkan Tilaar menekankan pentingnya konsep multukulturalisme untuk terlibat dalam konsep pendidikan, artinya tidak bebas mutlak, namun cenderung bebas yang berdasar pada ke-khas-an kultural masing-masing wilayah. Aliran lain seperti idealisme yang mengartikan individu dapat menjadi seseorang jika telah menghayati moral, agama dan menerapkan estetika, serta aliran esensialis yang memandang pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memilliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan nnilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Gandhi, 2011: 149), dirasa peneliti tidak sejalan dengan semangat pendidikan Tilaar yang menawarkan demokrasi pendidikan dan ingin beranjak dari konsep pendidikan konvensional nan pasif. Aliran lain semisal realisme justru sangat bertolak belakang. Realisme sebagaimana disuarakan oleh salah satu pendukungnya, yaitu John Lock, menganggap bahwa murid bak „tabula rasa‟, atau kertas putih yang harus terus diisi (Gandhi, 2011: 142). Penulis beranggapan bahwa konsep tersebut seolah mendukung gaya bank yang turut pula dikritik oleh Tilaar, yaitu murid harus terus-menerus diisi oleh teori. Titik penting konsep pendidikan Tilaar salah satunya adalah penekanan dialog bukan hanya antar-subjek, melainkan juga subjek-objek (realita).
5 1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumuskan permasalahan yang akan dikaji berupa: a. Apa hakikat pendidikan menurut H.A.R. Tilaar? b. Apa itu aliran filsafat pendidikan perspektif progresivisme? c. Bagaimana konsep pendidikan H.A.R Tilaar jika dianalisis dari perspektif progresivisme? 2. Keaslian Penelitian Peneliti telah melakukan penelusuran karya ilmiah lewat media internet. Penulis menemukan beberapa penelitian yang dipublikasikan terkait dengan pemikiran H. A. R. Tilaar. Yakni: a. Isnaini, Muhammad, 2013, Konsep Pendidikan Multikultural Dalam Merespon Tantangan Globalisasi Analisis Pemikiran H. A. R. Tilaar, dalam Mukadimmah, vol. 19, No. 1, diunduh dari: http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/KONSEPPENDIDIKANMULTIKULTU RAL.pdf. 3 Februari 2015, pukul 14:01 WIB. b. Alim Kahfi, Muhammad, 2013, Hubungan Antara Kekuasaan Dengan Pendidikan Agama Islam (Rekonstruksi Pemikiran H. A. R. Tilaar tentang Kekuasaan dan Pendidikan), diunduh dari: digilib.uinsuka.ac.id/9143/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf. c. Joyo, Priman, 2013, Pemikiran Pendidikan Kritis Prof. H. A. R. Tilaar dan Relevansinya
Dalam
Pendidikan
Islam,
diunduh
dari:
6 http://digilib.uinsuka.ac.id/9185/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA. pdf d. Abidin, Saiful, 2008, Penerapan Konsep Pendidikan Multikultural H. A. R. Tilaar Pada Madrasah, diunduh dari: http://digilib.uin-suka.ac.id/2649/
Adapun beberapa tulisan tentang objek formal, yaitu aliran filsafat pendidikan progresivisme yang telah dilakukan di lingkup Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada antara lain: a. Angenjati, Tri Renandita, 2003, Musik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Progresivisme, tidak diterbitkan. Angenjati membahas musik melalui pandangan progresivisme, yaitu melalui proses dalam memainkan instrumen musik ataupun dalam vokalisasi memberikan pengaruh kepada anak didik, bukan hanya untuk kiognitifnya, namun juga bagi perkembangan sosialnya. b. Prakoso, Aditya Dwi Hadi, 2014, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Progresivisme, tidak diterbitkan. Prakoso berkesimpulan bahwa konsep pendidikan pada KTSP dan kurikulum 2013 menurut perspektif progresivisme sama-sama berorientasi pada keaktifan siswa. c. Nugroho, Hening, 2011, Pendidikan Sistem Among menurut Ki Hajar Dewantara (suatu tinjauan filsafat pendidikan progresivisme), tidak diterbitkan. Nugroho menjelaskan bahwa sistem Among Ki Hajar Dewantara yang merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. d. Putro, Adhi, 2009, Konsep Pendidikan Multikultural menurut Perspektif Filsafat
7 Pendidikan
Progresivisme
John
Dewey,
tidak
diterbitkan.
Adhi
memandang
progresivisme dalam pendidikan multikultural akan menjadikan proses pengarahan dan pengembanganpeserta didik sesuai dengan kondisi yang selalu berubah. Sejauh penelusuran dan pengamatan tentang karya-karya ilmiah di lingkungan Fakultas Filsafar Universitas Gadjah Mada, penulis tidak menemukan penelitian yang mengkaji Filsafat Pendidikan H. A. R. Tilaar. Oleh karena itu penulis menjamin tidak ada penelitian yang sama dengan penelitian yang akan penulis susun. 3. Manfaat Penelitian Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat, bagi: 1. Peneliti Kajian ini dapat mengantarkan peneliti sebagai usaha aktualisasi pemikiranpemikiran filsafat pendidikan dalam menghadapi relitas bangsa yang majemuk. 2. Ilmu Filsafat Penelitian ini diharapkan mampu menyumbang pemikiran terhadap ilmu filsafat, terutama tentang filsafat pendidikan. 3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Melalui pemikiran H.A. R Tilaar tentang pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau wawasan tentang pendidikan, khususnya sebagai “cahaya” baru dalam memandang persoalan-persoalan yang terdapat dalam pendidikan nasional.
8 4. Tujuan Penelitian Penelitian ilmiah, penelitian ini bertujuan untuk ; 1. Menjelaskan pemikiran H.A. R. Tilaar tentang pendidikan. 2. Mendeskripsikan konsep pendidikan aliran progresivisme 3. Menjelaskan corak filosofis pemikiran H. A. R. Tilaar, khususnya dalam ranah filsafat pendidikan dan relevansinya dengan aliran pendidikan progresivisme.
B.
Tinjauan Pustaka Tulisan tentang Tilaar tersebar di media online, namun sebagian besar karya tersebut
membahas tentang pemikiran multikultural Tilaar dan pengapikasiannya dalam pendidikan bercorak agama Islam. Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Indonesia termasuk salah satu dari sekian puluh negara berkembang, yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu sarana startegis dalam upaya membangun jati diri bangsa. Langkah tersebut terbilang bagus, relatif tepat dan menjanjikan pendidikan yang layak dan kelihatannya tepat dan kompatibel untuk membangun bangsa kita adalah dengan model pendidikan multikultural. Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur dan ras (Isnaini, 2013: 4).
9 Tilaar menyatakan bahwa masyarakat multikultural menyimpan dua sisi tajam. Keberagaman dalam masyarakat multikultural menyimpan banyak kekuatan. Di sisi lain benih perpecahan dapat muncul jika keberagaman tidak dikelola dengan baik dan rasional. Oleh karenanya diperlukan upaya menanamkan kesadaran multikultural kepada seluruh lapisan masyarakat (Abidin, 2008: vii). Isnaini (2013: 92) mengutip pernyataan Tilaar, bahwa dalam konteks keIndonesiaan yang demikian multikultural, pendidikan yang tepat untuk menanamkan dan menggaungkan nilai-nilai pluralitas atau multikultural adalah pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan sebuah ikhtiar untuk mengurangi gesekan-gesekan atau ketegangan-ketegangan yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Pendidikan multikultural merupakan upaya mereduksi berbagai jenis prasangka sosial yang secara potensial hidup dalam masyarakat pluralis. Perlu diingat, bahwa pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan merupakan tripartit tunggal. Tilaar menyarankan untuk tidak melalaikan tiga hal penting tersebut. Kebudayaan sebagai dasar, dan masyarakat sebagai penyedia sarana serta nilai-nilai kehidupan, kemudian pendidikan, sebagai pengembangan dan pelestarian nilai-nilai yang meningkatkan kehidupan (Abidin, 2008: 2). Pendidikan yang diajarkan oleh karena itu hendaknya merupakan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman, dengan tanpa melupakan poin-poin penting dalam pembentukan manusia yang adaptif, yakni keberagaman nilai-nilai budaya. Perkembangan dunia yang sarat akan perjumpaan antar-kultur harus diiringi dengan kemampuan untuk melihat, merasakan, memahami dan memaknai fenomena multikultural. Kesadaran ini akan diperoleh melalui pendidikan yang tepat. Pendidikan menjadi proses untuk memupuk kemampuan siswa agar dapat memahami makna dirinya dan lingkungan (Putro, 2009: 77).
10 Proses pendidikan memerlukan pula interaksi anatara pendidik dan peserta didik. Pendidik dalam hal ini guru adalah seorang profesional didalam masyarakat terbuka. Profesi guru di dalam era terbuka adalah profesi yang sangat kompetitif, artinya profesi guru harus betul-betul mempunyai karakteristik profesional karena sifat dan kerjaannya, tetapi juga profesionalisme profesi guru harus berhadapan dan bersangi dengan profesiprofesi lain di dalam masyarakat terbuka (Tilaar, 2012: 515). C.
Landasan Teori Hamdani (1987: 8) dalam Filsafat Pendidikan menjelaskan pendidikan, dalam arti
umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta ketrampilannya kepada generasi muda untuk memungkinnya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaikbaiknya. Pendidikan dapat diklaim sebagai sebuah warisan yang klasik dilihat secara genealogi-historis. Begitu juga dengan filsafat, yang dapat tumbuh dan melewati batasanbatasan ruang dan waktu yang sulit dijelaskan. Sampai kapan pun keduanya selalu hadir dalam kehidupan manusia, hingga muncul pembahasan tentang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan dapat dipahami sebagai bagian dari filsafat yang secara seksama bertujuan untuk melihat tentang apa, mengapa, dan bagaimana pendidikan dalam pengertianpengertian mendasar dan asli sehingga penyelenggaraan pendidikan yang ada dilapangan dapat menemukan peranan di dalam kehidupan manusia. Filsafat pendidikan, secara difinitif, adalah upaya penerapan metodis filsafat untuk mempersoalkan konsepsikonsepsi yang melandasi upaya-upaya manusia di dalam membangun hidup dan kehidupannya untuk menjadi semakin baik dan berkualitas (Gandhi, 2011: 80, 82-84). Tujuan filsafat pendidikan adalah sebagai upaya untuk mengarahkan penyelnggaraan pendidikan pada kondisi-kondisi ideal (Gandhi 2011: 82).
11 Sebagai salah satu cabang filsafat, dalam filsafat pendidikan pun terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut diantaranya telah peneliti ungkap di atas, antara lain aliran idelisme, eksistensialisme, realisme, esensialisme, pragmatisme, behaviorisme dan progresivisme. Aliran progresivisme sebagai aliran yang peneliti ambil sebagai kacamata dalam tulisan ini mempunyai konsepsi-konsepsi khusus tentang pendidikan. Progresivisme memandang anak didik sebagai sentral dari pendidikan. Hal tersebut setidaknya tersirat dalam:
“The aim of the progressivisme education will be to enable its pupils to develop all three in; body-mind-spirit, co-ordination with one another, and so to develop the whole personality”
“Tujuan dari pendidikan perorangan adalah untuk mengembangkan kesatuan; tubuh, jiwa dan pikiran dari anak didik, terkoordinasi satu sama lain dan untuk mengembangkan keseluruhan kepribadiannya” (Ryburn, 1983:17).
Anak didik, yang terdiri dari tubuh, jiwa dan pikiran merupakan pengendali utama atas unsur-unsur diri tersebut. Berpijak dari kutipan di atas, kepribadian mendapat porsi pula dalam pandangan progresivisme, yaitu sifratnya sebagai tujuan dari proses pendidikan. Hal tersebut senada dengan analisis Angenjati, bahwa “tugas utama dari filsafat pendidikan progresivisme adalah menghasilkan watak dan kepribadian anak didik semulia dan seoptimal mungkin, yaitu dengan jalan mengembangkan akal pikiran dan kecerdasan secara selaras.” (Angenjati, 2003:56).
12 Dalam hal ini, anak didik adalah bagian dari lingkungan dengan peristiwa-peristiwa diantara hubungan perasaan, pikiran dan benda-benda. Anak didik sebagai bagian dari lingkungan dan juga disebut sebagai kesatuan dari tubuh, jiwa dan pikiran sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan pendidikan melalui anak didik adalah mampu memecahkan problem dalam hidupnya (Angenjati, 2003: 63). Kurikulum sebagai bagian dari proses belajar turut berkiblat pada anak didik sebagai sentral dari keseluruhan pendidikan. Fungsi kurikulum dalam pendidikan progresivisme adalah memberi kesempatan kepada anak didik untuk berfikir, merasa dan berbuat untuk dirinya sendiri. Kesempatan yang diberikan anak didik tersebut membawa dirinya berhubungan langsung dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Terdapat term core curriculum yang mengandung unsur-unsur integral dalam aliran pendidikan progresivisme. Core curriculum adalah tipe kurikulum yang bersifat eksperimental, mata pelajaran satu dan yang lain terintegrasi ke dalam satu unit. Jalauddin dan Abdullah Idi menyebutkan bahwa mata pelajaran yang terintegrasi dalam satu unit dapat membuat anak berkembang secara fisik maupun psikis dan juga dapat menjangkau aspek koknitif, afektif dan psikomotorik (Jalaluddin dan Abdullah, 1997: 73). Adapun ciri dan tipe core curriculum adalah sebagai berikut (1)unit merupakan suatu keselurahan yang bulat, (2)unit menerobos batas-batas mata pelajaran, (3)unit didasarkan pada kebutuhan anak, (4)unit didasarkan pada pendapat-pendapat modern tentang cara belajar, (5)unit memerlukan waktu yang panjang, (6)unit sifatnya life-centered, (7)unit memeberikan dan menggunakan dorongan atau stimilus yang sewajarnya pada anak didik, (8)dalam unit anak didik dihadapkan pada situasi yang mengandung masalh atau problema, (9)unit dengan sengaja memajukan perkembangan sosial pada anak didik, (10)unit direncanakan oleh guru dan bersama anak didik (Nasution, 1982: 157-160).
13 Ciri dari core curriculum turut pula memberi gambaran tentang peran guru dalam proses mengajar. Guru adalah subjek yang diharapkan bukan hanya mengajar, namun turut pula mendidik, sehingga pertolongan dalam pendidikan seyogyanya dilaksanakan selangkah demi selangkah sesuain denga tingkat perkembangan psikologi anak (Jalaluddin dan Abdullah, 2007: 92-93). Sistem pendidikan di Indonesia yang terkesan menjadikan guru sebagai subjek yang mendominasi kegiatan belajar hanya menjadikan murid sebagai subjek pasif dan reseptif. Sorotan tentang hal tersebut disuarakan pula oleh aliran progresivisme melalui salah satu tokohnya, yaitu John Dewey yang ingin mengubah hambatan dalam demokrasi pendidikan dengan jalan: (1)memeberi kesempatan murid untuk belajar perorangan, (2)memberi kesempatan murid untuk belajar melalui pengalaman, (3)memberi motivasi dan bukan perintah, (4)mengikutsertakan murid dalam setiap aspek dalam kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan pokok anak didik, (5)menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis (Soemanto, 1990: 4). Pendidikan secara luas diharapkan mampu merubah, dalam arti membina hubungan baru yang dapat menyelamatkan manusia di hari depan yang mungkin lebih kompleks dan menantang (Nugroho, 2011: 48).
Hal tersebut setidaknya tercermin dalam bahasan
kurikulum di atas. Alhasil pandangan tentang anak didik menjadi salah satu kunci dalam memahami aliran pendidikan progresivisme, karena arti peserta didik yang bukan hanya sebagai individu, melainkan berada dalam kesatuannya dengan lingkungan. D.
Metode Penelitian 1. Bahan dan Materi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Bahan dan materi penelitian ini akan diperoleh melalui penelusuran pustaka, yaitu bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini. Bahan kepustakaan
14 dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan, sehingga kajiannya selalu terarah sesuai tema. Bahan penelitian ini dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni bahan yang bersumber dari data primer dan bahan yang bersumber dari data sekunder. a. Data Primer Adapun data primer yang digunakan peneliti adalah: i.
Tilaar, H.A.R., 2012, Kaleidoskop Pendidikan Nasional, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
ii.
Tilaar, H. A.R, 1999, Pendidikan, Budaya, dan Masyarakat Madani Indonesia,
Jakarta: ROSDA. iii.Gandhi, Teguh
Wangsa, 2011, Filsafat Pendidikan: Mazhabmazhab Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: AR-Ruzz Media.
b. Data Sekunder
Bahan sekunder merupakan tulisan dari sumber lain yang digunakan penulis sebagai bahan pelengkap dan tambahan. Bahan diperoleh dari buku, majalah, jurnal, surat kabar maupun artikel internet yang berhubungan dengan tema penelitian, baik yang berhubungan dengan objek formal penelitian maupun yang berhubungan dengan objek material penelitian.
15 2. Jalan Penelitian Jalan penelitian digunakan untuk mengarahkan langkah-langkah yang harus diambil dalam melakukan penelitian ini. Adapun langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarkan tahap demi tahap, yaitu sebagai berikut : a.
Tahap persiapan diawali dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan kajian penelitian, data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dipisahkan berdasarkan kesesuaian dengan objek materi dan objek formal.
b.
Tahap pambahasan mencakup penguraian masalah sesuai objek formal dan objek material kemudian dianalisis dan dituangkan dalam bentuk pemikiran yang filosofis.
c.
Tahap terakhir merupakan penulisan yang dilakukan secara sistematis disertai dengan koreksi penelitian.
3. Analisis Data Penelitian ini menggunakan kajian-kajian yang berhubungan dengan metodemetode yang sesuai, guna mendapatkan hasil yang baik dan sesuai dengan tujuan peneliti. Penelitian ini menggunakan unsur-unsur metodis yang mengacu pada buku yang ditulis oleh Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair yang berjudul Metodologi Penelitian Filsafat (1990: 41-54), yaitu : a. Hermeneutika penulis berusaha menangkap dan mengolah filsafat pendidikan H. A. R. Tilaar.
16 b. Induksi-Deduksi induksi adalah penulis berusaha mencari dan merumuskan tentang filsafat pendidikan H. A. R. Tilaar, sedangkan deduksi digunakan untuk merumuskan landasan filosofis filsafat pendidikan H. A. R. Tilaar. c. Koherensi Intern penulis mencari keselarasan filsafat pendidikan H. A. R. Tilaar dengan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat saat ini di Indonesia. d. Deskripsi penulis menguraikan seluruh pemahaman yang didapat secara teratur.
E.
Hasil yang Dicapai a. Memperoleh penjelasan tentang konsep pendidikan H. A. R Tilaar. b. Memperoleh penjabaran tentang konsep pendidikan aliran progresivisme. c. Memperoleh pemahaman tentang corak filsafat pendidikan Tilaar dan relevansi pemikiran Tilaar melalui kacamata aliran pendidikan progresivisme.
F.
Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini dilaporkan dalam lima bab sebagai berikut : BAB PERTAMA berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode yang digunakan dalam melakukan penelitian, hasil yang akan dicapai, dan sistematika penelitian.
17 BAB KEDUA berisi tentang uraian objek material yang terdiri dari biografi Tilaar karya-karya serta konsep Tilaar tentang pendidikan, khususnya tentang pendidikan multukulturalisme, kredo pendidikan dan pedagogik kritis. BAB KETIGA berisi tentang konsep aliran progresivisme meliputi arti anak didik, kurikulum dan proses mengajar. BAB KEEMPAT berisi usaha pemaparan filosofis terhadap pemikiran Tilaar, meliputi penjelasan ontologis khususnya tentang anak didik, guru dan realita, epistemologis dan aksiologis tentang proses pembelajaran serta analisis konsep pendidikan Tilaar melalui kacamata progresivisme. BAB KELIMA berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari rangkaian keseluruhan dari bab-bab sebelumnya dan juga disertai saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya.