BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika sudah menjadi kebutuhan utama, terutama bagi orang yang bidang pekerjaannya membutuhkan penampilan wajah menarik. Dalam hal ini, kerapian susunan serta warna gigi menjadi penting artinya. Meskipun warna gigi seseorang bervariasi, tetapi warna yang berbeda secara mencolok tentunya akan sangat mengganggu (Sundoro, 2005). Penampilan juga memainkan peran penting dalam memberikan kepercayaan diri saat berinteraksi dengan orang lain dan merupakan aspek penting dari komunikasi non verbal (Graham dan Jouhar, 1983 sit. Craig dan Supeene, 1999). Warna gigi yang putih dan bersih sangat membantu seseorang untuk berani tampil dan berkomunikasi dengan orang lain (Halim, 2006). Perubahan warna gigi merupakan keluhan umum di bidang kedokteran gigi dan dapat disebabkan oleh pewarnaan superfisial bersumber dari makanan seperti teh, kopi dan anggur merah, atau bahan kimia seperti klorheksidin di dalam obat kumur. Perubahan warna gigi juga dapat disebabkan oleh kondisi patologis gigi pada masa perkembangan awal atau faktor lingkungan misalnya pewarnaan karena tetrasiklin, karies gigi dan nekrosis pulpa (Walsh dkk., 2005 sit. Gokduman, 2008). Selain faktor-faktor tersebut, penuaan juga dapat menyebabkan perubahan warna gigi (Goldstein dan Garber, 1995). Umumnya mahkota gigi terlapisi oleh lapisan email yang semi transparan dengan variasi warna mulai dari kuning muda sampai putih keabu-abuan
1
2
(Swindler, 2002). Email merupakan jaringan terkeras dari tubuh manusia, tersusun dari 92-96% bahan anorganik atau fase mineral dan 4% bahan organik serta plasma. Fase mineral gigi terutama terdiri dari kalsium fosfat dalam bentuk kristal hidroksiapatit (Oliveira dkk., 2009). Menurut Craig dan Supeene (1999) mekanisme pembentukan pewarnaan gigi terjadi ketika email yang terlapisi oleh pelikel memiliki muatan negatif, oleh karena itu memungkinkan adhesi selektif ion positif ke permukaan gigi. Ion dari makanan dan minuman yang mengandung tanin serta kromogen seperti tembaga, nikel, dan besi merupakan ion positif sehingga dapat menempel pada muatan negatif, yaitu email yang terlapisi pelikel. Akumulasi dari kromogen yang menempel pada permukaan email akan membentuk deposisi noda pada permukaan gigi. Di klinik gigi umumnya digunakan bahan pemutih, misalnya menggunakan produk yang mengandung hidrogen peroksida atau karbamid peroksida untuk jangka waktu yang lebih singkat. Hidrogen peroksida mampu mengoksidasi berbagai senyawa organik dan anorganik berwarna, sehingga terjadi pemudaran warna dan karenanya substrat dapat menjadi putih (Joiner, 2007). Karbamid Peroksida merupakan suatu senyawa yang tidak berbau, tidak toksik, berbentuk kristal putih, dan merupakan kombinasi antara 7% urea dan 3% hidrogen peroksida. Larutan karbamid peroksida sangat tidak stabil dan segera terurai menjadi bagian-bagiannya saat berkontak dengan jaringan atau saliva (Goldstein dan Garber, 1995). Rostein dkk., (1996) melaporkan bahwa penggunaan hidrogen peroksida dan karbamid peroksida menyebabkan
3
perubahan kadar kalsium, fosfor, sulfur, dan kalium pada jaringan keras gigi. Perubahan dalam komponen anorganik hidroksiapatit merupakan hasil dari perubahan rasio kalsium/fosfor dalam kristal hidroksiapatit pada jaringan keras gigi (Craig dan Supeene, 1999). Pisang kepok kuning adalah salah satu dari tanaman panenan yang paling umum tumbuh di hampir semua negara beriklim tropis. Pisang dapat dikonsumsi secara langsung ketika buah matang atau diolah terlebih dahulu. Kulit pisang kepok kuning membentuk sekitar 18-33% dari seluruh buah dan merupakan produk limbah. Limbah kulit pisang kepok kuning biasanya dibuang di tempat pembuangan sampah, sehingga memberikan kontribusi masalah pada lingkungan yang ada (Wachirasiri dkk., 2008; Nagarajaiah dan Prakash, 2011). Secara tradisional kulit pisang kepok kuning dapat digunakan sebagai pemutih gigi (Singhal dan Ratra, 2013). Kulit pisang kepok kuning mengandung beberapa komponen diantaranya komponen mineral dan fitokimia. Komponen mineral kulit pisang kepok kuning terdiri dari kalium, kalsium, fosfor, natrium, magnesium, dan besi, sedangkan komponen fitokimia kulit pisang kepok kuning terdiri dari alkaloid, flavonoid, fenol, tanin dan saponin (Okareh dkk., 2015; Okechukwu dkk., 2012). Saponin yang terkandung dalam kulit pisang kepok kuning merupakan senyawa bioaktif yang dapat mengikat kromogen sehingga dapat memutihkan gigi (Sugianti, 2012). Selain itu, kadar kalium dan mangan yang tinggi pada kulit pisang kepok kuning matang juga merupakan mineral yang dapat memutihkan gigi (Bohnert dkk., 2012).
4
Dari hasil penggunaan kulit pisang secara tradisional diketahui bahwa, kulit pisang kepok kuning dapat memutihkan gigi. Kalium dan saponin dalam kulit pisang kepok kuning merupakan substansi yang diduga dapat memutihkan gigi. Akan tetapi pengaruh penggunaan kulit pisang kepok kuning untuk pemutihkan gigi belum diteliti lebih lanjut. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti apakah aplikasi ekstrak kulit pisang kepok kuning (Musa paradisiaca L. Kepok) pada permukaan gigi
dapat
mempengaruhi jaringan keras gigi, khususnya kadar fosfat gigi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah, bagaimana pengaruh aplikasi ekstrak kulit pisang 80% sebagai bahan alami pemutih gigi terhadap kadar fosfat gigi? C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang khasiat kulit pisang sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, akan tetapi penelitian tentang khasiat kulit pisang sebagai bahan alami pemutih gigi masih sangat terbatas. Khasiat kulit pisang sebagai pemutih gigi secara tradisional dilaporkan oleh Singhal dan Ratra (2013). Abbasi dkk. (2013) menyatakan bahwa penggunaan bubuk kulit pisang mampu mengabsorbsi logam berat yang terdapat dalam larutan coba yang mengandung kobalt dan nikel karena adanya kandungan kalium dan mangan yang terdapat dalam kulit pisang. Selain itu, hasil penelitian Zaidan dkk. (2013) tentang pemanfaatan kulit pisang untuk mengabsorbsi sulfida dalam air sumur
5
menunjukkan bahwa kulit pisang tidak hanya menurunkan kadar besi, tembaga, dan nikel, tetapi juga meningkatkan kadar kalium dan magnesium pada air sumur. Sejauh yang peneliti ketahui, penelitian untuk mengetahui manfaat kulit pisang sebagai pemutih gigi dan pengaruhnya terhadap kadar fosfat gigi belum pernah dilakukan. D. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar fosfat gigi setelah aplikasi ekstrak kulit pisang sebagai bahan alami pemutih gigi. E. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya: 1.
Memberikan referensi tentang kulit pisang sebagai bahan alami pemutih gigi dan pengaruhnya terhadap unsur anorganik gigi
2.
Sebagai sumber informasi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan ilmu, khususnya mengenai bahan alami pemutih gigi dan efeknya terhadap unsur anorganik gigi