BAB I PENDAHULUAN
Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.
A. Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang sistematik yang dimiliki manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan subsistem dari kebudayaan. Kebudayaan menjadi latar suatu bahasa (Sibarani, 2004: 76). Pandangan tersebut bermakna bahwa bahasa tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan karena dari bahasa itu sendiri akan muncul leksikon yang bermuatan nilai-nilai budaya. Leksikon dapat mencerminkan kebudayaan masyarakat penuturnya yang meliputi cara hidup dan cara berpikir mengenai alam sekelilingnya. Menurut Kridalaksana (2001: 127), leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Sejatinya leksikon penanda
waktu
merupakan
sejumlah
kosakata
yang
digunakan
untuk
cara
tersendiri
dalam
mengungkapkan konsep waktu dalam suatu bahasa. Setiap
kelompok
masyarakat
mempunyai
mengklasifikasikan kehidupan, termasuk dalam membagi waktu. Salah satu dari kecenderungan tersebut terwujud pada masyarakat di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. Masyarakat di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, sejak dulu sudah mengenal penanda waktu. Leksikon penanda waktu menyimpan kekayaan budaya yang mencerminkan kearifan lokal masyarakat Sunda di Kecamatan
Kasomalang,
Kabupaten
Subang.
Leksikon
tersebut
menginformasikan pengetahuan masyarakat yang selalu telaten mengamati segala peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. 1
Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2
Sebagai contoh, leksikon penanda waktu yang terdapat di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, adalah tunggang gunung ‘tunggang gunung’, sariak layung ‘riak-riak lembayung’, isuk-isuk ‘pagi-pagi’, rebun-rebun ‘embunembun’, haneut moyan ‘hangat berjemur’, indung peuting ‘ibu malam’ disada tonggérét ‘berbunyi serangga’, dan janari ‘dini hari’. Menurut Lindawati (1998: 61), ada dua istilah teknis yang bisa muncul tentang kata waktu, yaitu penunjuk waktu dan satuan waktu. Penunjuk waktu adalah (kata, frasa, dan klausa) yang digunakan untuk menunjukkan saat tertentu dalam melakukan sesuatu (Lindawati, 1998: 61). Adapun contohnya terdapat dalam kalimat berikut: Asep buru goyang, enges sareupna! ‘Asep cepat pulang, sudah mulai gelap!’ Pada kalimat di atas digunakan leksikon penunjuk waktu, yaitu leksikon goyang dan sareupna. Masyarakat di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, menyatakan leksikon goyang yang berarti ‘pulang’, yaitu penunjuk waktu untuk cepat pulang. Leksikon goyang ‘pulang’ digunakan ketika seseorang mengajak pulang kepada orang lain yang sedang berada di sawah atau di ladang. Akan tetapi, leksikon tersebut tidak dipergunakan ketika seseorang mengajak pulang kepada orang lain yang berada di perkampungan. Leksikon goyang ‘pulang’ merupakan salah satu temuan leksikon penunjuk waktu yang terdapat di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. Leksikon tersebut tidak ditemukan di kecamatan lain atau masyarakat Sunda pada umunya. Sementara itu, leksikon sareupna ‘mulai gelap’ merupakan leksikon penunjuk waktu saat langit mulai gelap karena matahari terbenam yang bertepatan dengan saatnya salat magrib (kira-kira pukul 18.10). Leksikon sareupna ‘mulai gelap’ menyiratkan keunikan orang Sunda dalam menyatakan waktu karena leksikon tersebut berkaitan dengan cara pandang orang Sunda terhadap lingkungannya. Artinya, orang Sunda tidak mungkin menggunakan leksikon tersebut kalau mereka tidak pernah secara telaten mengamati pergerakan matahari di lingkungan sekitarnya. Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3
Adapun satuan waktu yang mengandung pengertian dasar untuk mengukur waktu di antaranya adalah pagi dan malam (Lindawati, 1998: 61). Leksikon satuan waktu yang terdapat di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, adalah saabad ‘satu abad’, sabulan ‘satu bulan’, saminggu ‘satu minggu’, sapeuting ‘satu malam’, saumur jagong ‘berusia seumur jagung’, sawindu ‘satu windu’, dan tujuh bulan ‘tujuh bulan’. Satuan waktu yang digunakan sekarang ini lebih dominan pada penghitungan jam, hari, minggu, dan tahun. Leksikon penanda waktu di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, dapat memberikan gambaran tentang pandangan kolektif masyarakat adat Sunda terhadap
dunianya.
Wierzbicka
(1997:
4)
mengemukakan
bahwa
kata
mencerminkan dan menceritakan karakteristik cara hidup dan cara berpikir penuturnya, serta dapat memberikan petunjuk yang sangat bernilai dalam upaya memahami budaya penuturnya. Begitu pula apa yang terjadi pada masyarakat di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. Dalam kehidupannya mereka memiliki dimensi hubungan secara vertikal dan horizontal. Hubungan secara vertikal adalah hubungan yang sangat erat antara manusia dan Tuhan. Sementara itu, hubungan secara horizontal adalah hubungan manusia dan manusia serta manusia dan alam. Kedudukan Tuhan yang berada pada peringkat paling tinggi dari semua manusia yang berada di dunia, termasuk raja harus berbakti pada Tuhan (Warnaen, dkk., 1987:190). Artinya, Tuhan merupakan Zat yang harus diberi pembaktian atau pengabdian oleh semua manusia. Tuhan merupakan pegangan hidup yang diyakini masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. Orang Sunda memandang Tuhan sebagai suatu kekuasaan tunggal, takwa, percaya, dan kelak pada saatnya akan kembali, seperti diungkapkan mulih ka jati mulang ka asal’ meninggal, berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan’ (Garna, 2008: 188). Hubungan manusia dengan Tuhan tergambar dalam leksikon penanda waktu. Sebagai contoh, adanya leksikon magrib ‘magrib’ atau sareupna ‘mulai gelap’ terjadi saat langit mulai gelap karena matahari terbenam yang Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4
bertepatan dengan saatnya salat magrib, sekitar pukul 18.00. Leksikon tersebut menggambarkan konsep harmoni antara manusia dan Tuhan. Leksikon tersebut menunjukkan bagaimana orang Sunda menjaga harmoni dengan Tuhan yang tergambar dalam pelaksanaan waktu ibadah salat dalam agama Islam. Adapun cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan manusia digambarkan dengan tingkah laku dan budi bahasanya karena orang Sunda dituntut kudu hadé gogog, hadé tagog ‘harus baik budi bahasanya dan tingkah laku’ dan nyaur kudu di ukur, nyabda kudu diunggang ‘selalu mengendalikan diri dalam berkata’ (Garna, 2008: 186). Hubungan manusia dan sesama manusia itu harus dilandasi oleh sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai ketenteraman, kerukunan, kedamaian, dan kekeluargaan. Hubungan manusia dengan manusia tergambar dalam leksikon penanda waktu. Sebagai contoh, adanya leksikon sareureuh budak ‘saatnya anak-anak beristirahat’ kira-kira pukul 21.00 dan sareureuh kolot ‘saatnya orang tua beristirahat’ kira-kira pukul 22.00 menggambarkan hubungan antara manusia dan manusia dalam memandang pentingnya menjaga keselarasan waktu istirahat. Cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan alam menggambarkan salah satu sisi dari lingkungan yang sangat penting. Alam dapat memberikan kemanfaatan bagi proses kehidupan manusia. Orang Sunda memiliki pandangan bahwa alam dapat diatur sebagaimana mereka telah mempelajarinya untuk memanfaatkan alam itu dalam bentuk-bentuk atau situasi-situasi tertentu (Warnaen, 1987: 178). Hubungan manusia dan alam tergambar dalam leksikon penanda waktu. Sebagai contoh, adanya leksikon sariak layung ‘riak-riak lembayung’, yaitu saatnya muncul riak-riak lembayung sekitar pukul 17.30, menggambarkan harmoni antara manusia dan alam yang menunjukkan bahwa orang Sunda memerhatikan perubahan alam. Merujuk pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penanda waktu dalam bahasa Sunda masih digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Kasomalang, Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5
Kabupaten Subang. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil wawancara awal dengan responden. Artinya, masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, masih menggunakan leksikon penanda waktu yang menyiratkan keunikan dan cara pandang orang Sunda terhadap lingkungannya. Kajian tentang leksikon yang menyatakan waktu telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Lindawati (1998) melakukan penelitian tentang penanda waktu dalam bahasa Minangkabau. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa kata waktu itu muncul dari istilah teknis, yaitu penunjuk waktu, satuan waktu, dan komitmen seseorang terhadap waktu. Sementara itu, Rijal, dkk. (2004) meneliti penanda waktu dalam bahasa Massenrempulu dialek Duri. Pada penelitian tersebut diungkapkan bentuk-bentuk pernyataan waktu dalam dialek Duri dan pernyataan waktu yang menghubungkan waktu situasi yang ditujukan dengan waktu-waktu yang lain. Selanjutnya, tulisan Adri, dkk. (2008) meneliti penanda waktu dalam bahasa Toraja. Pada penelitian tersebut diungkapkan bentuk-bentuk leksikon penanda waktu dalam bahasa Toraja, kekhasan titik labuh atau jangkauan ungkapkan waktu yang diungkapkan secara leksikal, dan makna yang terkandung oleh leksikon penanda waktu dalam bahasa Toraja. Adapun tulisan Fasya (2011) tentang leksikon waktu harian dalam bahasa Sunda menjelaskan klasifikasi dan deskripsi leksikon waktu harian dalam bahasa Sunda, fungsi leksikon harian bagi masyarakat penuturnya, dan cerminan gejala budaya yang muncul berdasarkan leksikon waktu harian yang digunakan. Berpijak dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Penanda waktu dalam bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, kini terancam keberadaannya. Leksikon penanda waktu dalam bahasa Sunda kini jarang ditemukan di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. Dengan begitu, khazanah pengetahuan dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya akan hilang. Bisa jadi sepuluh atau dua puluh tahun lagi, orang tak mengenal penanda waktu dalam bahasa Sunda. Oleh karena itu, kajian tentang leksikon penanda waktu dalam bahasa Sunda di Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6
Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang ini, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kaitannya dengan upaya menjajaki kekhasan budaya orang Sunda sehingga menjadi cerminan bagaimana kebudayaan menjadi ciri atau identitas dari masyarakat tersebut.
B. Masalah Dalam bagian ini akan diuraikan masalah yang menjadi fokus penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah.
1. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Penanda waktu merupakan manifestasi kebudayaan Indonesia yang harus dilestarikan. Pada kenyataannya seiring berjalannya waktu dan berubahnya tradisi kehidupan masyarakat, leksikon pananda waktu dalam bahasa Sunda kini jarang digunakan lagi. Artinya, jika tidak ada upaya pelestarian, kebudayaan lisan ini perlahan akan bergeser oleh zaman. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian dengan objek penanda waktu dalam bahasa Sunda sebagai salah satu upaya pelestarian budaya. 2) Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, eksistensi leksikon yang menyatakan konsep waktu dalam bahasa Sunda terancam mengalami kepunahan. 3) Seiring dengan perkembangan zaman, generasi yang mengetahui leksikon penanda waktu dalam bahasa Sunda semakin berkurang.
2. Batasan Masalah Peneliti merasa perlu untuk memberikan batasan terhadap masalah yang diteliti ini agar masalah tersebut lebih terarah dan terhindar dari penyimpangan. Batasan masalah tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut. Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
7
1) Penelitian ini difokuskan pada leksikon penanda waktu dalam bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. 2) Penelitian ini difokuskan pada leksikon penanda waktu yang terdiri atas penunjuk waktu dan satuan waktu di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. 3) Data yang ditemukan dikaji berdasarkan aspek bahasa dan budaya. 4) Kajian yang digunakan adalah kajian etnolinguistik.
3. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini dirumuskan masalah-masalah yang dianalisis pada bagian pembahasan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana klasifikasi dan deskripsi leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang? 2) Bagaimana cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan manusia dari leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang? 3) Bagaimana cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan alam dari leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang? 4) Bagaimana cerminan dimensi hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan dari leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1) klasifikasi dan deskripsi leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang;
Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
8
2) cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan manusia dari leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang; 3) cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan alam dari leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang; 4) cerminan dimensi hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan dari leksikon penanda waktu yang digunakan oleh masyarakat Sunda di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat, baik manfaat teoretis maupun praktis. 1) Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar atau referensi untuk melakukan penelitian sejenis atau penelitian selanjutnya di bidang ilmu linguistik khususnya cabang etnolinguistik. 2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a) menambah kosakata pada kamus bahasa Indonesia; b) menjadi salah satu upaya pelestarian bahasa dan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Sunda; c) membantu usaha penyelamatan bahasa Sunda dan sebagai pendukung pembinaan
dan
pengembangan
bahasa
daerah
khususnya
dan
pengembangan ilmu kebahasaan pada umumnya.
E. Stuktur Organisasi Penulisan Penelitian ini akan dilaporkan dalam bentuk skripsi yang terdiri atas lima bab. Untuk memudahkan penyajiannya, struktur organisasi penulisan ini disusun dari bab satu sampai bab lima. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulisan Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
9
dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan. Berikut ini adalah uraian struktur organisasi penulisannya. Bab pertama memuat pendahuluan yang membahas latar belakang masalahan penelitian yang mencakup identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah. Pembahasan dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Pada bab kedua dipaparkan kajian pustaka dan kerangka teori yang mencakup teori-teori yang digunakan untuk membedah permasalahan yang ada. Adapun pada bab ketiga dijelaskan metode penelitian yang meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Pada bab keempat dibahas klasifikasi dan deskripsi pada leksikon penunjuk waktu dan satuan waktu, cerminan dimensi hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan manusia, serta cerminan dimensi hubungan horizontal antara manusia dan alam yang terkandung dalam leksikon penanda waktu. Sementara itu, pada bab kelima ditampilkan simpulan dan saran yang merupakan bagian penutup dari skripsi ini.
Aprilia Marantika Dewi, 2013 Penanda Waktu Dalam Bahasa Sunda di Kecamatan Kasomalang,Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu