BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara
dan bahasa, berkomunikasi dan belajar.1 Kehilangan pendengaran terjadi sejak lahir, dampaknya lebih serius terhadap perkembangan anak. Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Istilah Tunarungu diambil dari kata "Tuna" dan "Rungu". Tuna artinya kurang dan Rungu artinya pendengaran.2 Tunarungu merupakan suatu yang tergolong sebagai Disabilitas. Disabilitas adalah kata lain yang merujuk pada penyandang cacat atau difabel. Disabilitas merupakan istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya, Suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh
1
Diposting oleh: You W4hyou, Menjelaskan tentang Ilustrasi Dampak Ketunarunguan Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara, 12/01/2012, diakses dari http://www.infokmu.com/2012/12/dampak-keTuna Runguan.html diakses pada tanggal 26 maret 2014
2
Diposting oleh: You W4hyou , Menjelaskan tentang Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal, 6/25/2011, diakses dari http://www.infokmu.com/2011/06/Tuna Rungu.html diakses pada tanggal 26 maret 2014
1
2
individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.3 Meskipun penyadang tunarungu memiliki keterbatasan, mereka juga memiliki hak yang sama untuk menerima, memberikan dan memanfaatkan informasi yang dibutuhkannya. Mereka akan mencari informasi tersebut demi kebutuhan informasinya agar terpenuhi, guna memanfaatkan informasinya secara maksimal. Menurut data WHO (1998) 2.1% populasi dunia sebanyak 120 juta orang menderita tuli atau gangguan pendengaran, sedangkan berdasarkan hasil Susenas BPS tahun 2003 penyandang cacat rungu wicara sebanyak 293.904 orang. Hasil survey kementerian kesehatan RI tahun 1994-1996 angka kejadian gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia sekitar 16,8 atau sekitar 3.500.000 orang, dan penderita tuli sejak lahir mencapai 850.000 orang. Hal ini menunjukan angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan kejadian di Negara lain dilingkungan Asia Tenggara.4 Kebutuhan informasi yang didapatkan secara tepat dan akurat oleh seseorang yang memiliki indera normal dan lengkap akan mempermudah untuk berperilaku informasi dan pencarian informasi pada media-media informasi. Hal tersebut secara satu kesatuan akan berhubungan membentuk pemanfaatan 3
Kamus besar bahasa Indonesia, World Health Organization - Disabilities diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Disabilitas diakses pada tanggal 26 maret 2014. 4 Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitas Sosial. Pandua Praktis sistem isyarat bahasa Indonesia, Jakarta: 2010, hal 1
3
informasi yang baik pula. Proses-proses pemanfaatan informasi tersebut senada dengan yang diungkapkan Barttlet “bahwa memanfaatkan informasi merupakan faktor yang mendorong semua perilaku informasi lainnya, karena merupakan tujuan utama dari kebutuhan dan pencarian informasi”. Hal yang membantu seseorang yang memiliki indera normal dan lengkap dalam mendapatkan informasi untuk menunjang pemanfaatan informasi yaitu didapatkan dari informan yang lain, pengalaman pribadi maupun informan lain serta dari seluruh indera yang digunakan secara maksimal untuk mendapatkan informasi yang diinginkan secara maksimal pula. 5 peneliti melihat suatu kenyataan yang ada dalam masyarakat bahwasanya tunarungu di Indonesia masih minim mendapatkan informasi, mereka masih dianggap sebagai sampah masyarakat dan semakin terdiskriminatif. Karena ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi dan mendengar membuat masyarakat enggan untuk bersosialisasi ataupun menghindari komunikasi dengan orang-orang tunarungu, dengan demikian semakin sulitlah orang-orang tuna rungu dalam mengakses informasinya untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Dalam perkembangannya, antara media cetak dan media elektronik sangat berhubungan dan saling membantu dalam penyampaian pesan pada publik. Pada media cetak, informasi yang disajikan memiliki gambar penjelasan yang sangat terbatas, tidak seperti penyampaian pada media elektronik. Media elektronik menutupi keterbatasan yang ada pada media cetak dalam menyampaikan suatu informasi. Media elektronik dilengkapi dengan gambar yang secara langsung 5
Barttlet, Joan C. 2005. “How is Information Used?” [Jurnal]. 2005, diakses dari http://www.caisacsi.ca/proceedings/2005/bartlett_2005.pdf. di akses pada tanggal 23 september 2014
4
disiarkan yang berkaitan dengan suatu peristiwa sehingga penonton dapat melihat secara langsung gambaran mengenai kejadian tertentu, yang dimana hal tersebut tidak dapat dijumpai dimedia cetak. Saat ini media televisi TVRI dianggap mampuh menghadirkan terobosan baru bagi kalangan tunarungu, melalui program berita Indonesia malam, TVRI telah menghadirkan SLI atau penerjemah bahasa isyarat untuk membantu tunarungu mendapatkan akses informasi. Perbedaan persepsi atau hasil interpretasi kalangan tunarungu inilah yang penulis maksudkan pada judul pemaknaan tunarungu dalam penyampaian informasi oleh SLI program berita Indonesia malam.
1.2
Fokus Penelitian Seperti yang kita ketahui hampir semua program berita yang disiarkan
oleh stasiun televisi tidak ada sign language interpreter (penerjemah bahasa isyarat) untuk membantu penyandang tunarungu dalam haknya memperoleh informasi, sehingga informasi yang diberikan hanya dapat diterima oleh orang – orang yang normal. Dan bagi orang yang berkebutuhan khusus TVRI menyiarkan suatu program berita Indonesia Malam yang menghadirkan sign language interpreter (penerjemah bahasa isyarat) didalamnya dengan maksud agar suatu informasi dalam program berita tersampaikan. Berdasarkan fokus penelitiian diatas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana suatu pemaknaan tunarungu dalam menerima informasi, hasil interpretasi kalangan tunarungu akan menjawab
5
suatu pemahaman mengenai informasi yang di sampaikan SLI (sign language interpreter). 1.3
Tujuan Penelitian Merujuk pada penelitian diatas tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis mengenai pemaknaan yang dilakukan tunarungu dalam menerima informasi yang dilakukan oleh SLI (Sign Language Interpreter) program berita TVRI Indonesia Malam. 1.4
Manfaat penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis/Akademis Penelitian
ini
diharapkan
mampu
memberikan
sumbangan
bagi
perkembangan ilmu pengetahuan komunikasi terutama dibidang broadcasting, khususnya manfaat adanya sign language interpreter (penerjemah bahasa isyarat) dalam program berita televisi. 1.4.2
Manfaat Praktis secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan
bahan masukan yang berarti bagi perkembangan program berita di Indonesia dan pembelajaran kepada mahasiswa tentang sign language interpreter pada berita televisi. Dimana diharapkan hasil akhir penelitian ini adalah mengetahui suatu analisis pemaknaan Tunarungu dalam penyampaian informasi oleh SLI (Sign Language Interpreter)program berita TVRI Indonesia malam.
6
1.4.3
Manfaat Sosial Manfaat sosial penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai positif
bagi penyandang tunarungu, dimana mereka dapat memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan dalam suatu tayangan berita dan juga dengan adanya penelitian ini, dapat menghimbau kepada stasiun televisi swasta untuk dapat memberikan kesempatan bagi para interpreter sebagai penerjemah untuk program berita, sehingga cakupan penyandang tunarungu dapat memperoleh informasi dari berbagai macam stasiun televisi.