BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang berlapis karang serta rentan terhadap perubahan lingkungan. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan di kabupaten ini (Rahantokman, dkk., 2012)1. Tumpuan utama kegiatan ekonomi dari sektor perikanan tangkap yang diusahakan pun terus menyusut karena semakin banyak pelakunya serta maraknya tindakan illegal fishing2. Kerugian negara akibat illegal fishing yang terjadi di perairan Kabupaten Maluku Tenggara mencapai kurang lebih Rp. 31,1 triliun per tahun dan di Laut Arafura mencapai Rp. 40 triliun per tahun per tahun (Rahardjo, 2013). Sektor lain yang menjanjikan namun belum dimanfaatkan secara maksimal yakni pariwisata. Terkait dengan pembangunan sektor pariwisata, Damanik (2005) mengemukakan tiga sumbangan sektor pariwisata bagi perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah, yakni perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan (devisa), dan pemerataan pembangunan antar-wilayah. Hal tersebut tentu dapat terealisasi jika Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah serius dalam mengelola sektor pariwisata, apalagi jika pemerintah menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor ekonomi andalan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1
2
Lihat artikel: “Meletakkan Harapan Pada Tabob”
(diakses 21 Agustus 2014). Lihat artikel: “Mengungkap Illegal Fishing Di Maluku Tenggara” (diakses 25 Agustus 2014).
2
Kabupaten Maluku Tenggara dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 masuk dalam Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional Kei dan sekitarnya. Kabupaten ini memiliki beberapa obyek wisata dengan beragam daya tarik, baik bersifat alam (bahari, pantai, air terjun, hutan) maupun budaya (Pusat Studi Pariwisata UGM, 2006; Rahantokman, dkk., 2012)3. Data yang dirilis oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Maluku Tenggara (2008) menunjukkan bahwa terdapat 24 obyek wisata di kabupaten ini. Pemerintah
Kabupaten
Maluku
Tenggara
berupaya
menjadikan
pariwisata sebagai sektor andalan bagi pembangunan daerah mengingat keindahan alam dan didukung oleh keberadaan beberapa obyek wisata4. Namun hal ini masih belum disertai dengan upaya-upaya konkrit dalam mencapai tujuan tersebut. Fakta menunjukkan bahwa baik pemerintah daerah maupun masyarakat setempat di lokasi obyek wisata belum sepenuhnya dapat mengantisipasi perkembangan pariwisata, yakni permintaan terhadap produk dan layanan yang berkualitas (Rahantokman, dkk., 2012). Belum responsifnya pemerintah daerah kabupaten Maluku Tenggara dalam mengelola obyek wisata dapat dilihat ketika masih banyak lokasi obyek wisata yang belum dikelola secara profesional baik oleh Pemerintah Desa maupun bersama masyarakat setempat. Meskipun belum dikelola secara profesional, keberadaan tiap obyek wisata ternyata memberikan ruang bagi masyarakat setempat untuk terlibat demi
3
4
Lihat artikel: “Mutiara Senja di Pantai Pasir Panjang” (diakses 21 Agustus 2014). Lihat artikel: “Meletakkan Harapan Pada Tabob” (diakses 21 Agustus 2014).
3
menciptakan
lapangan
kerja
mandiri
serta
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat. Berdasarkan pengamatan di beberapa obyek wisata yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, keterlibatan masyarakat setempat terwujud melalui pembangunan warung makan yang menyediakan kebutuhan makan-minum pengunjung, penjualan aksesoris (cinderamata), penyewaan peralatan olah raga (voli pantai, bantal renang, dan sepak bola gawang mini), penyewaan tempat peristirahatan, toilet umum, kamar mandi, penginapan-home stay, dan tempat karoke. Pola keterlibatan seperti ini tidak hanya ditemukan di Maluku Tenggara, namun dapat ditemukan juga di daerah lainnya di Indonesia. Pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat setempat, baik warung makan, tempat peristirahatan, toilet umum, kamar mandi, dan lain-lain seperti tersebut di atas cukup sederhana, jauh dari kesan mewah. Pada umumnya, dinding tiap bangunan terbuat dari kayu dan beratapkan daun rumbia (daun sagu). Dapat diduga kesederhanaan bentuk bangunan disebabkan karena keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pelaku usaha setempat. Namun, jika mengamati pola pergeseran minat wisatawan yang ingin mengunjungi daerah dengan aneka kearifan dan keunikan serta kesederhanaan masyarakat setempat, maka bangunan yang “jauh dari kesan mewah” tersebut berpotensi untuk menjadi daya tarik bagi wisatawan. Hal ini dapat saja terjadi, mengingat pengunjung yang berasal dari daerah perkotaan akan merasa jenuh dengan segala rutinitas yang dialami, dan ingin mencari sesuatu yang berbeda dari kondisi kesehariannya. Hal tersebut dapat ditemukan di daerah ohoi yang jauh
4
dari rutinitas perkotaan dan masih menampakkan kesederhanaan baik pada bangunan maupun sikap masyarakatnya. Keterlibatan masyarakat setempat yang beraktivitas di obyek wisata, turut membantu memperkenalkan aneka makanan lokal kepada pengunjung. Misalnya di Nguur Bloat terdapat pisang yang digoreng menggunakan tepung embal (ubi kayu). Berbeda dengan Pemandian Alam Evu yang terkenal dengan tumis kepiting bakau (hal ini didukung oleh keberadaan hutan bakau di pesisir Ohoi Evu). Makanan tersebut dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Terlepas dari masih belum profesionalnya pengelolaan di tiap obyek wisata, keunggulan-keunggulan yang dimiliki sepatutnya berdampak pada banyaknya jumlah pengunjung maupun tingginya frekuensi kunjungan pengunjung ke tiap obyek wisata. Namun pada kenyataannya, tidak semua obyek wisata tersebut ramai dikunjungi, padahal interaksi sosial, ekonomi, budaya dan keberlanjutan obyek-obyek tersebut sangat tergantung pada kehadiran pengunjung.
Dengan kata lain
terdapat
perbedaan jumlah
pengunjung antara satu obyek dengan yang lain. Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa suatu obyek wisata lebih banyak dikunjungi daripada obyek wisata lainnya, padahal jika dilihat lebih jauh, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada daya tarik wisata yang dimiliki di kedua obyek (Damanik, 2013). Dapat diduga bahwa pengunjung memiliki penilaian tersendiri terhadap kondisi suatu obyek wisata, dan penilaian tersebut menjadi dasar dalam menentukan apakah ia akan berkunjung ke obyek tersebut serta mengulangi kunjungannya kelak.
5
Penilaian tersebut tentunya berdasarkan pada faktor-faktor yang berada di luar diri pengunjung, dengan kata lain pengunjung memberikan penilaian terhadap apa yang dia telah lihat dan rasakan pada saat berkunjung ke suatu obyek wisata. Selain faktor dari luar, terdapat juga faktor dari dalam yang turut mempengaruhi pengunjung. Dapat disimpulkan, alasan yang mendasari seseorang memilih berkunjung ke suatu obyek merupakan kombinasi dari kedua faktor, yakni faktor dari dalam dan dari luar.
1.2 Permasalahan Penelitian Penelitian ini hendak mengkaji pengaruh berbagai faktor terhadap frekuensi kunjungan ke dua obyek wisata alam di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat beberapa obyek wisata alam di kabupaten ini namun tidak semuanya ramai dikunjungi. Obyek wisata yang dipilih dalam penelitian ini yakni Nguur Bloat dan Pemandian Alam Evu. Publikasi Pusat Studi Pariwisata UGM tahun 2006 menempatkan kedua obyek wisata ini sebagai obyek wisata dengan Klasifikasi A. Obyek wisata dengan Klasifikasi A adalah obyek wisata yang paling layak dari segi potensi wisata, pengelolaan, dan jumlah kunjungan. Meskipun keduanya
digolongkan
dalam obyek wisata dengan
Klasifikasi A, namun berdasarkan pengamatan, terdapat perbedaan jumlah pengunjung yang cukup mencolok, apalagi pada akhir pekan maupun hari libur. Jika dilihat lebih jauh, kedua obyek memiliki keunikan atraksi wisata tersendiri; kedua obyek wisata juga memiliki ketersediaan sarana rumah makan, kamar mandi, toilet, tempat parkir, dan tempat peristirahatan yang cukup layak, serta
6
akses menuju ke kedua obyek cukup mudah; harga tiket masuk ke obyek wisata cukup terjangkau. Lantas apa yang mempengaruhi pengunjung ketika memilih berkunjung ke suatu obyek khususnya ke kedua obyek tersebut. Faktor-faktor yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi persepsi pengunjung tentang daya tarik wisata dan kualitas layanan di obyek wisata, serta motivasi berwisata pengunjung. Persepsi terhadap daya tarik wisata dan kualitas layanan merupakan faktor di luar diri pengunjung, sementara motivasi berwisata merupakan faktor dari dalam diri pengunjung. Daya tarik wisata terkait dengan atraksi wisata, kelengkapan amenitas, kemudahan aksesibilitas, dan tingkat harga produk-jasa di obyek wisata. Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini yakni, 1.
Bagaimana pengaruh persepsi pengunjung tentang atraksi wisata, kelengkapan amenitas, kemudahan aksesibilitas, tingkat harga produk-jasa, dan kualitas layanan terhadap frekuensi kunjungan ke Obyek Wisata Nguur Bloat dan Pemandian Alam Evu?
2.
Apa motivasi berwisata pengunjung ke Obyek Wisata Nguur Bloat dan Pemandian Alam Evu dan bagaimana pengaruhnya terhadap frekuensi kunjungan yang dilakukan.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis pengaruh persepsi pengunjung tentang atraksi wisata, kelengkapan amenitas, kemudahan aksesibilitas, tingkat harga produk-jasa,
7
dan kualitas layanan terhadap frekuensi kunjungan ke Obyek Wisata Nguur Bloat dan Pemandian Alam Evu? 2.
Menganalisis motivasi berwisata pengunjung ke Obyek Wisata Nguur Bloat dan Pemandian Alam Evu dan pengaruhnya terhadap frekuensi kunjungan yang dilakukan.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini yakni: 1.
Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah Ohoi dan masyarakat setempat serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan Obyek Wisata Nguur Bloat dan Pemandian Alam Evu.
2.
Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah Daerah dalam upaya pengembangan serta pengambilan kebijakan tingkat daerah di bidang pariwisata, khususnya pada Obyek Wisata Nguur Bloat dan Pemandian Alam Evu.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian yang berhubungan dengan obyek wisata di Kabupaten Maluku Tenggara belum terlalu banyak. Dari pengamatan penulis, terkait dengan pariwisata, Nguur Bloat lebih sering diteliti dibandingkan Pemandian Alam Evu. Penelitian dengan tema seperti ini, belum pernah dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara, apalagi di dua obyek sekaligus. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang berkaitan, maupun penelitian dengan tema yang sejenis.
8
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Wiyata (2005) tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kunjungan wisata di berbagai objek wisata di Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kunjungan wisata serta melihat perkembangan kepariwisataan berdasarkan asal wisatawan, dan mengetahui faktor apa yang mempengaruhi. Populasi penelitian ini adalah objek wisata di Kabupaten Mojokerto dengan sampel sebanyak 8 objek wisata yang diambil secara purposive. Variabel yang diperhatikan meliputi variabel terikat yaitu kunjungan wisata, dan variabel bebas meliputi pelaksanaan sapta pesona, aksesbilitas, sarana dan prasarana, promosi, atraksi, dan jarak tiap-tiap objek dari Kabupaten Mojokerto. Analisis data menggunakan regresi linier berganda, untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan wisata. Berdasakan hasil analisis diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan jumlah kunjungan wisata diberbagai obyek wisata di Kabupaten Mojokerto adalah faktor pelaksanaan sapta pesona dan atraksi objek wisata. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Syadat (2006) tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan di Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor pelayanan, sarana prasarana, obyek dan daya tarik wisata alam serta keamanan secara
simultan terhadap
jumlah pengunjung.
Analisis data
menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat faktor tersebut secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh terhadap jumlah pengunjung akan tetapi tidak secara nyata (tidak signifikan).
9
Secara parsial, faktor keamanan yang mempunyai pengaruh yang signifikan (nyata) dan dominan terhadap jumlah pengunjung di Taman Nasional Gede Pangrango. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Riswanto (2012) tentang faktorfaktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan wisatawan ke Objek Wisata Owabong di Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik wisatawan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan wisatawan. Metode analisis yang digunakan yakni analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Sampel sebanyak 81 pengunjung. Hasil penelitian yakni wisatawan didominasi oleh laki-laki. Pendidikan terakhir didominasi oleh lulusan SMA. Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi frekuensi kunjungan wisatawan di Owabong adalah persepsi mereka terhadap harga tiket masuk, lama mengetahui tentang Owabong, penghasilan keluarga, dan jarak tempuh ke Owabong.