BAB I PENDAHULUAN
1.1 Gambar Umum Objek Penelitian Pasar modal (capital market) merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Menurut undang-undang pasar modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek” (www.idx.co.id). Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu Negara karena pasar modal menjalankan dua pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument (www.idx.co.id). Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1995, Bab I, Pasal 5 Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berhaga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Saham merupakan bagian dari Efek. Jadi bursa saham merupakan bagian dari bursa efek (www.sahamok.com).
1
Bursa efek atau bursa saham adalah sebuah pasar yang berhubungan dengan pembelian dan penjualan efek perusahaan yang sudah terdaftar di bursa itu. Perusahaan yang memenuhi syarat bursa saham dapat diperdagangkan di bursa. Bursa efek yang dimiliki Indonesia yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) (www.sahamok.co.id). Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikelompokkan dalam tiga sektor, yaitu sektor utama (industri bahan baku), sektor kedua (industri pengolahan atau manufaktur), dan sektor ketiga (industri jasa). Pada tahun 2015 jumlah perusahaan yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia sebanyak 525 perusahaan, diantaranya terdapat 143 perusahaan manufaktur. Sektor manufaktur terdiri dari tiga sektor yaitu sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri dan sektor industri barang konsumsi. (www.sahamok.co.id). Tabel 1.1 Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2015 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Sub Sektor Sektor Semen Sektor Keramik, Porselen dan Kaca Sektor Logam dan Sejenisnya Sektor Kimia Industri dasar & Kimia Sektor Plastik dan Kemesan Sektor Pakan Ternak Sektor Kayu dan Pengolahannya Sektor Pulp dan Kertas Sektor Mesin dan Alat Berat Sektor Otomotif dan Komponen Sektor Tekstil dan Garment Aneka Industri Sektor Alas Kaki Sektor Kabelp Sektor Elektronika Sektor Makanan dan Minuman Sektor Rokok Industri Barang Sektor Farmasi Konsumsi Sektor Kosmetik dan Barang 18 Keperluan Rumah Tangga 19 Sektor Peralatan Rumah Tangga Total Sumber: Data Sekunder yang Diolah 2
Sektor
Jumlah 5 6 16 10 13 4 2 9 2 13 17 2 6 1 14 4 10 6 3 143
Sektor manufaktur adalah perusahaan yang kegiatannya melalui beberapa tahap pemrosesan dari bahan mentah menjadi barang jadi yang akan dipasarkan. Sektor manufaktur dipilih karena untuk menghindari adanya industrial effect yaitu resiko industri yang berbeda antara suatu sektor yang satu dengan yang lain. Sektor manufaktur juga dipilih karena jenis perusahaan yang paling banyak terdaftar di perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI). Sektor manufaktur merupakan sektor yang memiliki sensifitas tinggi terhadap perubahan ekonomi makro serta memiliki volatilitas return saham yang berbeda. Aktivitas industri manufaktur membaik pada Desember 2013, ini terlihat dari peningkatan indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya
melampaui
50,3.
Survey
PMI
dilakukan
oleh
HSBC
(kemenperin.go.id). Pada tahun 2014, kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyampaikan, pertumbuhan produksi industri manufaktuur Indonesia tumbuh 4,74% dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini terutama disebabkan naiknya produksi industri makanan sebesar 10,56%, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 9,92%, industri peralatan listrik sebesar 9,84% (www.ekbis.sindonews.com). 1.2 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi (PSAK No. 1 revisi 2011). Para pengguna laporan keuangan adalah pihak-pihak yang berkepentingan terhadap isi laporan keuangan yang merupakan para stakeholder, manajemen, investor, masyarakat, pelanggan, pemasok dan lain sebagainya. Pihak manajemen perusahaan menyajikan laporan keuangan perusahaan untuk memberikan informasi mengenai kinerja yang telah dilakukan. Investor berkepentingan terhadap dividen dan informasi yang terkait dengan nilai perusahaan. Keputusan yang diambil menyangkut apakah investasi dilanjutkan atau tidak, berapa
3
besarnya dividen dan lain-lain, sedangkan masyarakat berkepentingan terhadap sejauhmana peranan perusahaan terhadap lingkungannya, masyarakat dan lainlain. Oleh karena itu menurut Sari (2015) dibutuhkan pihak ketiga (auditor) yang lebih independen untuk memonitor manajemen apakah sudah bertindak sesuai dengan kepentingan investor dan perusahaan sebagai pemakai dan penyedia laporan keuangan. Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan. Pernyataan auditor yang diungkapkan melalui opini audit akan lebih dipercayai oleh investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Auditor memiliki tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan tugasnya, bahwa ia harus bertindak independen dimana kewajiban auditor untuk dapat bersiap mempertahankan sikap tidak memihak dalam melaksanakan pekerjaannya serta bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah perusahaan tersebut terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit. Oleh karena itu, auditing merupakan mekanisme corporate governance yang penting yang dapat dipergunakan untuk mengurangi agency problem. Dalam kaitannya dengan agency problem, Agency theory menekankan bahwa pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen menyebabkan terjadinya masalah kepentingan antara prinsipal dan agen. Dalam hubungan keagenan seperti ini,
untuk
memastikan
bahwa
agen
(manajer)
akan
bertindak
untuk
memaksimalkan kepentingan prinsipal (pemegang saham), maka prinsipal memerlukan biaya untuk memonitor. Biaya monitoring ini digunakan untuk mempekerjakan auditor untuk mengaudit laporan keuangan yang diaudit yang diharapkan dapat menyelesaikan agency problem. Menurut Joanna H.Lo (1994) auditor mengalami kesulitan dalam memprediksi kelangsungan hidup perusahaan disebebkan oleh antara lain: yang pertama, masalah
self-fulfilling
prophecy
yang
mengakibatkan
auditor
tidak
mengungkapkan status going concern yang muncul ketika auditor khawatir bahwa
4
opini modifikasi going concern yang dikeluarkan dapat mempercepat kegagalan perusahaan yang bermasalah. Kedua, karena tidak terdapatnya prosedur penetapan status going concern yang terstruktur. Hal ini membuat auditor tidak memiliki dasar dan teknik yang tepat dalam menetapkan opini modifikasi going concern karena
hal
tersebut
menyangkut
berbagai
pihak
dan
mempertaruhkan
kelangsungan (going concern) emiten selanjutnya. Auditor diharuskan untuk mempertimbangkan informasi penting perusahaan dalam
menyampaikan
opini
audit
khususnya
mengenai
kemungkinan
kelangsungan hidup perusahaan (Setyowati, 2013). Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) PSA No. 30 (SA Seksi 341,2011:341.3) auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam memepertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam periode tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit. Secara umum kondisi yang dapat mempengaruhi auditor dalam menerbitkan opini audit modifikasi going concern yaitu trend negatif, petunjuk lain kemungkinan kesulitan keuangan, masalah internal dan masalah luar yang telah terjadi. Pada perusahaan manufaktur periode 2010 sampai dengan 2015 sedikitnya perusahaan yang menerima opini audit modifikasi going concern yang dilihat dari laporan keuangan yang telah diaudit. Berikut adalah daftar perusahaan manufaktur yang sudah menerima opini audit modifikasi going concern dan yang belum menerima opini audit modifikasi going concern pada tahun 2010-2015: Tabel 1.2 Daftar Perusahaan Manufaktur yang Menerima Opini Going Concern dan Non Going Concern pada Tahun 2010-2015 2010 Opini audit modifikasi 11 going concern Opini audit modifikasi 89 non going concern Sumber: Data diolah oleh Penulis
2011
2012
2013
2014
2015
Total
10
11
10
9
8
59
90
89
90
91
92
541
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 59 perusahaan sudah menerima opini audit modifikasi going concern dimana terdapat kesangsian
5
perusahaan untuk bertahan hidup. Permasalahan yang banyak dihadapi perusahaan besar terkait keberlangsungan usaha (going concern) adalah masalah pendanaan dimana perusahaan tersebut rugi terus menerus, restrukturisasi utang serta kerugian operasi yang terus menerus sehingga dapat mendorong perusahaan ke dalam kebangkrutan. Terdapat beberapa fenomena yang terjadi pada perusahaan manufaktur periode 2010 sampai dengan 2015 yaitu: Kasus pertama, PT Argo Pantes Tbk menerima opini audit modifikasi going concern secara berturut-turut selama tahun 2010 hingga 2015, bahkan hingga tahun 2014 Argo Pantes Tbk masih menerima opini audit modifikasi going concern namun kini Argo Pantes Tbk mengalami kebangkrutan akibat anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang mengakibatkan 1.961 karyawannya terkena PHK. Tak hanya PT Argo Pantes Tbk saja yang mengalami kebangkrutan namun ada 4 lainnya yaitu PT Kirin Dinamika, PT Delta Inova, PT Gunaparamita dan PT Panasonic (www.gobekasi.pojoksatu.id, 2015). Hal ini dapat merugikan para pemegang saham perusahaan tersebut dimana telah mempercayakan PT Argo Pantes Tbk sebagai tempat berinvestasi. PT Argo Pantes Tbk adalah perusahaan industri tekstil terpadu yang memproduksi jenis-jenis tekstil berupa benang hingga menjadi kain jadi. Perusahaan ini telah mengalami kerugian mencapai pada tahun 2010 sebesar 125 miliar rupiah, pada tahun 2011 kerugian mencapai 108 miliar rupiah, pada tahun 2012 masih rugi hingga 138 miliar, pada tahun 2013 mengalami keuntungan sebesar 81 miliar rupiah, namun pada tahun 2014 sebesar 379 miliar rupiah hingga pada tahun 2015 kerugian yang dialami oleh PT Argo Pantes Tbk yaitu 10 juta USD. Dari laporan keuangan PT Argo Pantes Tbk, likuiditas yang dialami perusahaan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 dari perhitungan menggunakan proksi quick ratio bahwa hasilnya kurang dari 1 yaitu sebesar 0.21%. Saham perusahaan juga sebagian besar dimiliki oleh institusi yaitu sekitar 54.67% dan pihak manajer baik direktur, komisaris dan direksi memiliki saham sebanyak 2.09%.
6
PT Argo Pantes Tbk menerima opini audit modifikasi going concern secara berturut-turut disebabkan oleh likuiditas di bawah 100% atau 1, hal ini terjadi karena kewajiban lancar perusahaan lebih besar dibandingkan aset lancarnya. Dari hasil likuiditas tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat kemungkinan perusahaan telah gagal dalam memenuhi kewajiban utangnya. PT Argo Pantes Tbk juga memiliki kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional yang sedikit sehingga membuat pihak manajemen belum termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Dengan kecilnya kepemilikan institusional maka kekuatan suara dan dorongan institusi untuk mengawasi
manajemen
semakin
kecil
sehingga
perusahaan
berpotensi
kebangkrutan yang dapat mengimplikasikan auditor tidak memberikan opini atau disclaimer opinion. Kasus kedua, PT Barito Pacific Tbk adalah perusahaan di sektor sumber daya alam yang terdiversifikasi dan terintegritas. PT Barito Tbk merupakan salah satu pionir dibidang pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI), yang menerapkan cara pengolahan hutan berkelanjutan. Perusahaan ini mengalami kerugian berturut-turut selama tahun 2010 hingga 2015. Dimana pada tahun 2010 kerugian tercatat sebesar 55 juta USD, pada tahun 2011 mengalami kerugian sebesar 1 juta USD, pada tahun 2012 juga mengalami kerugian mencapai 123 juta USD hal ini terjadi karna adanya perubahan kurs valuta asing sehingga terjadi kerugian yang begitu besar dari tahun sebelumnya, tahun 2013 kerugian menurun sebesar 20 juta USD dan tahun 2014 kerugian terus menurun hingga 140 ribu USD dan 2015 mengalami penurunan kerugian hingga 5 ribu USD. Perusahaan mengalami kerugian yang berkelanjutan dimana adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal ini dapat memungkinkan perusahaan menerima opini audit modifikasi going concern namun pada laporan auditor independen perusahaan tersebut menerima opini audit wajar tanpa pengecualian tanpa adanya audit modifikasi going concern. Kondisi yang dialami PT Barito Pacific Tbk adalah contoh kondisi atau peristiwa tren negatif yang merupakan pertimbangan menerima opini audit
7
modifikasi going concern. PT Barito Pacific Tbk menerima opini audit wajar tanpa pengecualian karena untuk mengurangi kerugian secara terus menerus. Langkah yang dilakukannya adalah melakukan akuisisi antara pihak entitas pengendali PT Royal Indo Mandiri dalam rangka resktrukturisasi usaha dengan cara metode menyatukan kepemilikan. Kemudian perusahaan melakukan Kuasireorganisasi dengan tujuan untuk mengeliminasi akumulasi saldo kerugian sehingga perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan usahanya sekaligus mencapai pertumbuhan dalam jangka panjang. Dilihat dari rasio likuditasnya dengan proksi quick ratio bahwa hasilnya pada tahun selain tahun 2011 kurang dari angka 1 atau 100% sedangkan tahun 2011 angka quick ratio di atas 1 atau 100%. Hal ini dapat dikatakan bahwa kewajiban lancar perusahaan lebih besar dibandingkan asset lancar perusahaan. Saham perusahaan juga sebagian besar dikuasai oleh institusi sebanyak 70.82% dan pihak manajer baik direktur, komisaris dan direksi memiliki saham sebanyak 0.92%. Penelitian atas opini audit modifikasi going concern telah dilakukan oleh banyak peneliti, baik di Indonesia maupun luar negeri serta dengan variabel yang berbeda-beda. Diantara berbagai variabel-variabel penelitian sebelumnya tersebut, kajian atas opini modifikasi going concern pada penelitian ini dilakukan dengan menelaah dan melibatkan kondisi internal perusahaan meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan likuiditas. Struktur kepemilikan saham terdiri dari kepemilikan saham yang dimiliki institusi dan kepemilikan saham yang dimiliki manajerial. Institusi sebagai pemilik saham dianggap mampu dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi dan manajemen dapat mengoptimalkan kinerja dan tanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Menurut Herawaty (2008) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan manajerial sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan sarana monitoring yang efektif yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi, sehingga opini audit yang diterima atas laporan
8
keuangan perusahaan cenderung merupakan opini yang bersih (clean opinion). Namun, kekuasaan yang dipegang oleh manajer dengan kepemilikan sahamnya yang besar juga dapat membawa dampak negatif pada pemegang saham eksternal, dimana pemegang saham eksternal tidak dapat mengendalikan tindakan manajemen. Kepemilikan perusahaan oleh manajemen diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan, sehingga mengurangi risiko terjadinya kesulitan keuangan yang nanti berpengaruh juga terhadap pemberian opini oleh auditor terutama kaitannya dengan going concern. Penelitian yang dilakukan Eduk dan Nugraeni (2015) yang selaras dengan penelitian Adjani dan Rahardja (2013) menyatakan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit modifikasi going concern. Dengan adanya keikutsertaan manajer menjadi pegang saham, maka meraka termotivasi untuk meningkatkan kinerja, nilai perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan agar terhindar dari masalah keuangan dan operasional, sehingga auditor tidak menyangsikan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan memberikan opini audit non going concern. Namun berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Mada dan Laksito (2013) yang selaras dengan penelitian yang dilakukan Irfana dan Muid (2012) bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Adanya bukti bahwa tidak ada pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kepemilikan audit going concern, dapat dikeranakan fungsi pengawasan yang belum menjamin untuk tidak diberikannya opini audit modifikasi going concern. Hal ini disebabkan kinerja perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu dari internal maupun eksternal. Menurut Irfana dan Muid (2012) kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian dan institusi lainnya pada akhir tahun. Kepemilikan institusional memiliki peran penting dalam meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara manajemn dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Semakin besar persentase kepemilikan institusional maka pengawasan investor institusional terhadap kinerja dan setiap keputusan yang diambil manajer akan
9
semakin tinggi. Maka dari itu, manajer akan meningkatkan kinerjanya agar sesuai yang diharapkan para pemegang saham sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan sehingga dapat terhindar dari kemungkinan penerimaan opini audit modifikasi going concern Penelitian yang dilakukan Fauziyah (2015) yang selaras dengan penelitian yang dilakukan Eduk dan Nugraeni (2015) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap pemberian opini audit modifikasi going concern. Kepemilikan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, sehingga mengurangi risiko terjadinya kesulitan keuangan. Semakin besar kepemilikan institusional akan meningkatkan efiesiensi pemakaian aktiva perusahaan. Dengan kepemilikan institusional diharapkan akan ada
monitoring
keputusan
manajemen,
sehingga
mengurangi
potensi
kebangkrutan. Pencegahan dalam kebangkrutan akan berdampak terhadap tidak diterimanya opini audit going concern. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Ravyanda et al (2013) dan Adjani dan Rahardja (2013) bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit modifikasi going concern. memberikan opini audit modifikasi going concern. Pengawasan institusiinstitusi tidak terhadap aktivitas manajemen tidak dapat menjamin perusahaan diberikan opini audit non going concern oleh auditor independen, karena untuk meningkatkan kinerja perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara lancar dan tepat waktu. Jika suatu perusahaan mengalami masalah dalam likuiditas maka sangat memungkinkan perusahaan tersebut mulai memasuki masa kesulitan keuangan (financial distress), dan jika kondisi kesulitan tersebut tidak cepat diatasi maka bisa berakibat kebangkrutan usaha (bankruptcy) (Fahmi, 2011:157). Semakin kecil likuiditas suatu perusahaan maka akan semakin sulit perusahaan tersebut untuk mampu menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya, hal ini dapat memungkinkan perusahaan tersebut mendapat opini modifikasi going concern.
10
Hasil penelitian Warnida (2011) dan Kristiana (2012) menemukan bukti bahwa likuiditas berpengaruh negatif terhadap opini audit modifikasi going concern, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar likuiditas maka perusahaan dinilai mampu untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya sehingga auditor tidak memiliki keraguan terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Namun pada penelitian yang dilakukan Haribowo (2013) bahwa likuiditas yang diproksikan dengan quick ratio dan banking ratio tidak berpengaruh terhadap opini audit modifikasi going concern. Penelitian ini selaras dengan Soliyah Wulandari (2014) bahwa likuditas tidak memiliki pengaruh terhadap pemberian opini audit modifikasi going concern karena auditor tidak hanya melihat kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tetapi melihat kemampuan perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan uraian di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini modifikasi going concern pada suatu perusahaan masih perlu dikaji ulang karena masih banyak ditemukan perbedaan pendapat atas hasil penelitian terdahulu. Atas dasar perbedaan dari hasil penelitian sebelumnya tersebut dan perlunya perluasan penelitian yang didukung teori yang melandasi, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan penerimaan opini audit modifikasi going concern dengan judul “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Likuiditas terhadap Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going Concern (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2015). 1.3 Perumusan Masalah Dalam memberikan opini audit modifikasi going cocnern, auditor harus memperhatikan apakah ada kesangsian terhadap kesinambungan usaha pada entitas. Dengan adanya opini audit going concern maka entitas tersebut dapat mempertahankan hidupnya dalam jangka waktu panjang dan tidak dilikuidasi. Faktor penyebab diberikannya opini audit modifikasi going concern pada perusahaan salah satunya karena adanya tren negatif dan adanya kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya baik jangka panjang maupun jangka pendek.
11
Dalam hal ini maka digunakan variabel likuiditas untuk menguji pengaruh atau tidaknya terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern. Penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2015 masih sedikit dan banyak yang memiliki kepemilikan manajerial dan institusional dimana kedua variabel tersebut dapat mengawasi dan mengoptimalkan kinerjanya agar terhindar dari penerimaan opini audit modifikasi going concern. Oleh sebab itu peneliti menelaah apakah dengan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional yang dimiliki perusahaan mampu menghindarkan perusahaan dalam penerimaan opini audit modifikasi going concern. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, likuiditas dan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)? 2. Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan likuiditas secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)? 3. Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan likuiditas secara parsial berpengaruh terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)? a. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern? b. Apakah
kepemilikan
institusional
berpengaruh
terhadap
penerimaan opini audit modifikasi going concern? c. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern?
12
1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibahas sebelumnya, maka tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk
mengetahui
pengaruh
serta
keterkaitan
antar
variabel
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan likuiditas terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan likuiditas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan likuiditas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern, yaitu: a. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur. b. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur. c. Untuk mengetahui pengaruh likuiditas terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada perusahaan manufaktur. 1.6 Kegunaan Penelitian 1.6.1 Aspek Teoritis Kegunaan teoritis yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagi Penulis Sebagai aplikasi dari teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam perusahaan atau lembaga instansi, serta untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana. 2. Penelitian Selanjutnya
13
Diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi dan sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi opini audit modifikasi going concern. 1.6.2 Aspek Praktis Kegunaan praktis yang ingin dicapai dari pencapaian pengetahuan sebagai hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi Auditor Penelitian ini dapat digunakan auditor dalam memberikan penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern) perusahaan dimasa mendatang. Hal ini dengan memperhatikan kondisi keuangan maupun non keuangan perusahaan. 2. Bagi Perusahaan Memudahkan manajememn dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan manfaat ekonomi di masa mendatang sehingga mampu mengurangi kemungkinan mendapatkan opini audit modifikasi going concern. 3. Bagi Investor Investor dapat mempertimbangkan keputusan berinvestasi dalam suatu perusahaan dilihat dari berapa lama perusahaan tersebut akan bertahan maupun faktor lainnya. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Variabel dan Sub Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga variabel independen (bebas). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penerimaan opini audit modifikasi going concern. Variabel independen dalam penelitian ini adalah struktrur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional serta likuiditas. 1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah Bursa Efek Indonesia (BEI) dan objek penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah perusahaan manufaktur yang
14
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data dianalisis menggunakan model data panel 1.7.3 Waktu dan Periode Penelitian Penelitian ini menggunakan sampel emiten perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2010-2015. 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Pembahasan dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini mengungkapkan dengan jelas, ringkas, dan padat mengenai landasan teori dari variabel penelitian yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan likuiditas dalam kaitannya dengan penerimaan opini audit modifikasi going concern. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, kerangka pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian dan pedoman untuk pengujian data, serta ruang lingkup penelitian yang menjelaskan dengan rinci batasan dan cakupan penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini memuat penjelasan mengenai jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel dependen dan variabel independen, definisi operasional variabel, tahapan penelitian, jenis dan sumber data (populusi dan sampel), serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisikan tentang deskripsi penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan pembahasan hasil dan analisis penelitian, pengujian yang dilakukan, dan analisis hipotesis. Sehingga akan jelas gambaran pembahasan yang terjadi dan hasil dari analisis pemecahan masalah. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
15
Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian. Selain itu juga sub bab ini berisi keterbatasan dan masalah yang dihadapi selama proses penelitian, sehingga dapat berguna dan menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
16