BAB I KASUS POSISI Peristiwa ini terjadi pada bulan Maret 2008, pada saat itu Bapak Joko (nama samaran) yang berkedudukan di Jakarta Selatan mengetahui bahwa Ibu Tini
(nama
samaran)
yang
berkedudukan
Ngampilan,Yogyakarta usia 45 tahun
di
Sorosutan,
membutuhkan
Notoprajan,
uang untuk usaha
dagangnya yaitu souvenir. 1 Bapak Joko memberikan uang sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) kepada Ibu Tini dengan perjanjian bahwa uang tersebut merupakan hutang dan pada saat itu Ibu Tini setuju dengan pemberian uang tersebut yang diberikan kepadanya. Akan tetapi uang yang dijanjikan oleh Bapak Joko tidak secara langsung diberikan semuanya tetapi 2 (dua) kali pemberian yang pertama pada tanggal 28 Maret sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan sekitar awal April sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) ditransfer ke rekening Ibu Tini. Setelah itu pada bulan Juni Bapak Joko memberikan kembali sejumlah uang sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dengan perjanjian yang sama bahwa uang tersebut merupakan hutang. Berdasarkan keterangan dari Bapak Joko uang tersebut merupakan uang Bapak Kiswadi yang merupakan teman Bapak Joko yang ingin uangnya diputar dalam usaha souvenir Ibu Tini.
1
Kasus ini penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan Ibu Tini (nama samaran) pada tanggal 17 November tahun 2009 pada pukul. 18.30 WIB di Yogyakarta.
1
Modal selanjutnya diberikan di Jakarta pada saat Ibu Tini berada di sana pada bulan Juni sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan modal usaha selanjutnya pada bulan Juli sebesar
Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah)
ditransfer ke rekening Ibu Tini. Perjanjian hutang piutang ini pada awalnya hanya berdasarkan kata sepakat antara kedua belah pihak saja tetapi sekitar bulan Desember Bapak Joko membuat perjanjian tersebut menjadi perjanjian tertulis di atas secarik kertas dan bermaterai. Setelah berjalannya kegiatan usaha sekitar bulan Juli 2008, Ibu Tini mentransfer pembayaran hutang sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan deviden sebanyak dua kali yaitu yang pertama sebesar Rp.800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) dan yang kedua sebesar Rp. 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah). Tetapi karena keadaan ekonomi yang semakin sulit, usaha Ibu Tini mengalami sepi pasar dan usaha menjadi macet. Karena macetnya usaha Ibu Tini mengakibatkan tidak dapat mengangsur hutang dan memberikan deviden dari usaha tersebut. Ibu Tini bermaksud untuk mengembalikan pinjaman modal tersebut ketika usaha berjalan kembali. Setelah terjadinya usaha macet Bapak Joko selalu menagih dengan membawa kwitansi dan perjanjian bermaterai. Sekitar bulan Agustus 2009 Bapak Joko datang ke Jogja memberikan surat ancaman kepada Ibu Tini
yang berisi
apabila tidak mengembalikan
pinjaman modal tersebut akan dilaporkan ke pihak kepolisian dengan tuduhan tindak pidana penipuan.
2
Pada tanggal 13 Agustus 2009 datang seorang laki-laki yang mengaku sebagai debt collector
hutang tersebut
bernama Galang Pratama. Galang
Pratama setiap datang ke rumah Ibu Tini selalu meminta uang sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan uang tersebut tidak dianggap sebagai mengangsur sebagian dari hutang tetapi tidak diberikan oleh Ibu Tini. Galang Pratama selalu datang dan menagih kepada Ibu Tini dengan nada ancaman. Seketika Galang pergi dari rumah Ibu Tini, Ibu Tini menghubungi Bapak Joko untuk memberitahukan bahwa perilaku Galang Pratama sudah melewati batas dan Bapak Joko hanya menjawab urusan hutang piutang sudah beralih kepada Galang Pratama. Pada tanggal 24 Agustus 2009 Ibu Tini mentransfer uang ke rekening Bapak Joko sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Setelah itu Ibu Tini menghubungi Bapak Joko telah mentransfer sejumlah uang ke rekening Bapak Joko serta memberikan pesan agar Galang Pratama tidak untuk menagih hutang kepadanya kembali dan Ibu Tini pun berjanji ketika memiliki uang lebih akan membayar angsuran uang tersebut. Pada hari yang sama Galang Pratama pun datang pada saat Ibu Tini berada di luar dan tetap menunggu Ibu Tini. Sesampainya di rumah Galang pun menagih terus menerus walaupun sudah diterangkan bahwa pada hari tersebut telah mentransfer angsuran hutang kepada Bapak Joko. Galang tidak menggubris keterangan telah mentransfer dan berdalih bahwa urusan hutang piutang telah beralih kepada Galang Pratama dan tidak lagi dengan Bapak Joko.
3
Pada hari tersebut pun Galang Pratama meminta sejumlah uang yaitu sebesar Rp. 500.000, tetapi Ibu Tini tidak memberikan karena uang telah ditransfer kepada Bapak
Joko. Tetapi
dengan terpaksa memberikan uang
sebesar Rp.25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah). Pada tanggal 31 Agustus 2009 Galang Pratama mengirimkan short message service (sms) yang isinya menteror Ibu Tini dan oleh Ibu Tini di forward kepada Bapak Joko tetapi tidak ada respon. Sekitar pukul 19.30 WIB Galang datang bersama tiga orang temannya dan meminta uang kepada Ibu Tini, pada akhirnya hanya diberikan uang sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah),. Galang pun berbicara kepada Ibu Tini, bahwa akan tetap menagih hutang tersebut, dan setiap Galang datang Ibu Tini harus memberikan uang sebesar Rp.500.000,00. Ibu Tini memberikan sanggahan ketidak inginannya untuk memberikan sejumlah uang yang diminta. Galang memberitahukan kepada Ibu Tini bahwa pada hari Rabu tepat tanggal 2 Desember ia akan kembali dan tetap meminta sejumlah uang sebelum Ibu Tini melunaasi hutang-hutang tersebut. Pada tanggal 1 September 2009 Ibu Tini melaporkan adanya pemaksaan yang dilakukan oleh Galang Pratama terkait masalah hutang piutang dengan Bapak Joko, kepada Kantor Kepolisian Sektor Pedes. Ia memberitahukan bahwa pada hari Rabu tanggal 2 September 2009 jam 10.00 WIB Galang akan datang kerumahnya untuk menagih hutang.
4
Pada hari Rabu, tanggal 2 September jam 10.00 WIB Galang beserta temannya datang untuk menagih hutang tersebut. Setelah itu Galang meminta Hp merk Siemen milik Ibu Tini menjadi jaminan untuk Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan uang sebesar Rp.150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Setelah itu ada orang yang bernama Hendrawan yang mengaku-ngaku sebagai direktur. Ia
memberikan rincian hutangnya Ibu Tini dan perincian
tersebut tidak jelas karena terdapat bunga sebesar Rp.47.000.000,00 (empat puluh tujuh juta rupiah) tersebut tidak mencakup hutang dari Ibu Tini saja dan ketika ditanyakan adanya surat kuasa dan surat tugas yang mengalihkan hutang kepada Galang mereka tidak dapat menunjukkan . Pada saat itu polisi datang dan membawa sekelompok orang tersebut termasuk Galang ke Polsek Pedes. Pada saat diinterogasi Galang memberikan keterangan jika ia disuruh oleh Bapak Joko dan pada saat di kantor polisi Ibu Tini menghubungi Bapak Joko via telepon memberitahukan
bahwa orang
suruhannya telah ditangkap polisi dan Bapak Joko pada saat itu juga memberikan alasan bahwa Galang adalah orang suruhan Bapak Kiswadi dan Bapak Joko hanya diminta menandatangani surat tersebut atas nama Bapak Joko sendiri bukan Bapak Kiswadi. Pada tanggal 3 September 2009 Ibu Tini datang kepada Penulis agar dapat membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi untuk mendapatkan perlindungan hukum.
5