BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan 1. Pemodelan pertunjukan bayangan 3D dengan layar datar tidak dapat digunakan untuk validasi pertunjukan bayangan 3D dengan layar sudut. 2. Persamaan untuk menentukan koordinat S1 dan S2 belum sempurna dan diperlukan trik khusus untuk menganulir kesalahan dari persamaan tersebut. 3. Sesuai dengan Tujuan Penelitian poin 1, hasil analisis yang didapat adalah sebagai berikut: a. V.2.1 i.
Pergeseran
mata
pengamat
dalam
sumbu-x
akan
mengakibatkan pergeseran bayangan 3D dalam sumbu-x pula, walaupun tanpa disertai dengan pergeseran objek P sepanjang sumbu-x ( ). ii.
Pada layar dengan sudut bukaan layar >90˚, laju perubahan nilai koordinat sumbu-x bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat
sumbu-x objek P ( ) akan meningkat. iii.
Pada layar dengan sudut bukaan layar <90˚, hubungan antara dengan
iv.
menjadi tidak linier
Perubahan posisi objek P sepanjang sumbu-x (
) ternyata juga
mempengaruhi nilai koordinat sumbu-z dari bayangan 3D P’ pada semua jenis layar kecuali layar dengan besar sudut bukaan 90˚ (layar datar). v.
Pada layar dengan sudut bukaan ≠ 90˚, semakin besar sudut bukaan layar menyimpang dari 90˚, semakin besar laju perubahan nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D nilai koordinat sumbu-x objek P ( ).
90
terhadap
91
vi.
Saat kutub pengamat sama dengan kutub objek, maka laju perubahan nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D
terhadap
nilai koordinat sumbu-x objek P ( ) akan menurun. b. V.2.2 i.
Nilai koordinat sumbu-z dari bayangan 3D P’ (
) tidak
dipengaruhi oleh pergeseran mata pengamat sepanjang sumbu-x ( ), selama besar sudut bukaan layar yang digunakan konstan. ii.
Semakin kecil nilai sudut bukaan layar yang digunakan, semakin besar laju perubahan nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D P’ (
iii.
) terhadap nilai koordinat sumbu-z objek P ( ).
Pergeseran
mata
pengamat
dalam
sumbu-x
akan
mengakibatkan pergeseran bayangan 3D dalam sumbu-x pula, walaupun tanpa disertai dengan pergeseran objek P sepanjang sumbu-x ( ). iv.
Semakin jauh posisi pengamat dari sumbu-
, semakin besar
pula laju perubahan nilai koordinat sumbu-x bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat sumbu-z objek P ( ), walaupun
tidak ada perubahan pada nilai koordinat sumbu-x objek P ( ). v.
Semakin besar nilai sudut bukaan layar yang digunakan, semakin kecil laju perubahan nilai koordinat sumbu-x bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat sumbu-z objek P ( ).
c. V.2.3 i.
Pada layar dengan besar sudut bukaan ≠ 90˚, nilai koordinat bayangan 3D P’ (
) dipengaruhi posisi mata pengamat
sepanjang sumbu-z ( ). ii.
Semakin besar nilai sudut bukaan layar, semakin besar pula laju perubahan nilai koordinat sumbu-x bayangan 3D P’ (
)
terhadap nilai koordinat sumbu-x objek P ( ). iii.
Pada layar dengan sudut bukaan ≠ 90˚, nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D (
) dapat berubah, walaupun tanpa adanya
perubahan dari nilai koordinat sumbu-z objek P ( ).
92
d. V.2.4 i.
Nilai koordinat bayangan 3D P’ (
) tidak hanya dipengaruhi
oleh nilai koordinat sumbu-z objek P ( ) saja, namun juga oleh posisi mata pengamat pada sumbu-z (
). Semakin jauh mata
pengamat dari layar, makin besar laju perubahan nilai koordinat bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat sumbu-z objek P
( ). ii.
Semakin kecil sudut bukaan layar yang digunakan, semakin besar laju perubahan nilai koordinat bayangan 3D P’ (
) terhadap
nilai koordinat sumbu-z objek P ( ). iii.
Selama tidak ada perubahan posisi pengamat sepanjang sumbu-x ( ) atau pergeseran objek P sepanjang sumbu-x ( ), perubahan nilai koordinat objek P sepanjang sumbu-z (
) tidak akan
menimbulkan perubahan pada koordinat sumbu-x dari bayangan 3D P’ (
) pada semua besar sudut bukaan layar.
e. V.2.5 i.
Saat jarak antar sumber cahaya relatif dengan jarak antar mata pengamat menurun, laju perubahan nilai koordinat sumbu-x bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat sumbu-x objek P
( ) meningkat. ii.
Semakin besar sudut bukaan layar, semakin besar pula laju perubahan nilai koordinat sumbu-x bayangan 3D P’ (
)
terhadap nilai koordinat sumbu-x objek P ( ). f. V.2.6 i.
Dapat terjadi hubungan non-linear antara pergerakan
linear
objek
P
sepanjang
dengan
, dimana
sumbu-z
dapat
menimbulkan pergerakan non-linear bayangan P’ apabila jarak antar sumber cahaya diubah. ii.
Layar dengan sudut bukaan layar semakin kecil akan mengakibatkan meningkatnya laju perubahan nilai koordinat
93
sumbu-z bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat sumbu-z
objek P ( ). iii.
Perubahan nilai
tidak akan berpengaruh pada nilai
,
walaupun jarak antar sumber cahaya L1 dan L2 diubah. Meskipun demikian, hal ini hanya berlaku apabila pengamat berada di tengah-tengah layar, seperti dijelaskan pada poin V.2.2 dan V.2.4. g. V.2.7 i.
Pada layar dengan sudut bukaan layar 90˚, perubahan posisi pengamat
sepanjang
sumbu-x
tidak
akan
menimbulkan
perubahan nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D P’( ii.
).
Pada layar dengan sudut bukaan ≠ 90˚, perubahan sudut bukaan layar mampu mengubah besar laju perubahan nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat sumbu-z
objek P ( ) walaupun tidak signifikan. iii.
Seiring objek P bergerak meenjauhi sumber cahaya dan mendekati layar dalam sumbu-z, bayangan 3D P’ yang terbentuk akan bergeser sepanjang sumbu-x dan nilai koordinatnya akan berusaha mencapai nilai yang sama dengan nilai koordinat sumbu-x dari objek P (
). Hal ini berlaku untuk setiap besar
sudut bukaan layar yang digunakan. h. V.2.8 i.
Penggunaan layar datar akan mengakibatkan nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D P’ ( objek P (
) terhadap nilai koordinat sumbu-z
) menjadi linier, perubahan posisi pengamat akan
menyebabkan kemiringan kurva berubah, namun sifat kurva masih akan tetap linier. ii.
Penggunaan
layar
dengan
sudut
bukaan
≠
90˚
akan
mengakibatkan timbulnya hubungan non-linier antara hubungan nilai koordinat sumbu-z bayangan 3D P’ ( koordinat sumbu-z objek P ( ).
) terhadap nilai
94
iii.
Seiring objek P bergerak menjauhi sumber cahaya dan mendekati layar dalam sumbu-z, bayangan 3D P’ yang terbentuk akan bergeser sepanjang sumbu-x dan nilai koordinatnya akan berusaha mencapai nilai yang sama dengan nilai koordinat sumbu-x dari objek P (
). Hal ini berlaku untuk setiap besar
sudut bukaan layar yang digunakan. iv.
Perubahan posisi pengamat sepanjang sumbu-z ternyata tidak terlalu mempengaruhi laju perubahan nilai koordinat sumbu-x bayangan 3D P’ (
) terhadap nilai koordinat sumbu-z objek P
( ). 4. Sesuai dengan Tujuan Penelitian poin 2, semakin besar sudut bukaan layar, semakin kecil nilai disparitas binokular yang timbul di mata pengamat. Dengan merekayasa besar sudut bukaan layar, dapat direkayasa sebuah panggung pertunjukan yang memungkinkan pengamat untuk merasakan disparitas binokular 35-70 arcmin dengan memperhitungkan jarak pengamat ke layar.
VI.2. Saran 1. Analisis matematis secara lebih mendalam dapat dilakukan untuk menentukan persamaan matematis yang mampu menghitung koordinat S1 dan S2 secara tepat. 2. Perhitungan disparitas binokular saat menyaksikan penayangan citra secara stereoskopik 3D belum ada, penulis menggunakan disparitas binokular pada penglihatan alami untuk menentukan disparitas binokular pada penayangan secara stereoskopik 3D. Perlu disusun definisi dan persamaan yang tepat untuk menentukan disparitas yang timbul saat menyaksikan
penayangan
citra
secara
stereoskopik
3D.