BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai implementasi Perda DIY Nomor 3 Tahun 2012 oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY sebagai lead agency dalam upaya perlindungan perempuan dari tindakan kekerasan di Daerah Istimewa Yogyakarta serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya pada penelitian ini dapat disimpulkan: a) Implementasi Perda DIY Nomor 3 Tahun 2012 oleh BPPM DIY sebagai lead agency dalam upaya perlindungan perempuan dari tindakan kekerasan di DIY: -
Indikator akses: akses terhadap pelayanan maupun informasi sudah terintegrasi karena BPPM DIY sebagai lead agency menyelenggarakan Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) dengan baik ditambah dengan dukungan dari instansi/lembaga pengada layanan terkait terhadap pelaksanaan FPKK tersebut. Namun demikan, indikator ini belum optimal karena persebaran lembaga pengada layanan yang ada masih berpusat di satu daerah saja, hal tersebut membuat kemudahan akses hanya dinikmati oleh kelompok sasaran (dalam hal ini perempuan korban kekerasan) di daerah tertentu saja dan kelompok sasaran pada daerah lain akan lebih mengalami kesulitan dalam mengakses layanan atau informasi.
-
Indikator kesesuaian program dengan kebutuhan: pemberian pelayanan sudah sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran karena dalam pemberian pelayanan ini mempertimbangkan kebutuhan dari perempuan korban kekerasan itu sendiri. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya prosedur identifikasi kebutuhan korban
118
sebelum penanganan kasus. Dengan demikian indikator ini dinilai cukup baik dalam pelaksanaannya. -
Indikator cakupan: pelayanan yang disediakan sudah tersalurkan pada kelompok sasaran khususnya perempuan korban kekerasan ditunjukkan dengan adanya pemanfaatan pelayanan yang tersedia oleh perempuan korban kekerasan. Namun demikian, indikator ini masih belum optimal karena cakupan perempuan korban kekerasan yang dilayani belum seluruhnya kembali pada kondisi yang dikehendaki dengan masih adanya kasus yang berulang, bahkan kasus yang berulang menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Berdasarkan ringkasan tersebut dapat dilihat dari ketiga indikator tersebut
yang sudah optimal dalam pelaksanaannya ada pada satu indikator yaitu kesesuaian program dengan kebutuhan, sementara kedua indikator yang lainnya yaitu indikator akses dan cakupan masih harus lebih dioptimalkan. Implementasi Perda DIY Nomor 3 Tahun 2012 oleh BPPM DIY sebagai lead agency dalam upaya perlindungan perempuan dari tindakan kekerasan di DIY sudah cukup baik, akan tetapi melihat kedua indikator yaitu indikator akses dan cakupan yang masih belum optimal menunjukkan masih terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki agar pencapaian kedua indikator tersebut dapat lebih optimal. b) Berdasarkan penjabaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Perda DIY Nomor 3 Tahun 2012 oleh BPPM DIY sebagai lead agency dalam upaya perlindungan perempuan dari tindakan kekerasan di DIY dapat disimpulkan: -
Persebaran fasilitas sarana prasarana yang disediakan oleh lembaga pengada layanan untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan masih berpusat pada Kota Yogyakarta menyebabkan kemudahan akses perempuan korban
119
kekerasan pada fasilitas sarana dan prasarana tidak dapat dirasakan oleh perempuan korban kekerasan yang ada di daerah lain terutama daerah yang jauh. Dengan demikian belum seluruh kelompok sasaran mendapatkan akses yang sama sehingga pencapaian indikator akses masih belum optimal. -
Sudah tersedianya berbagai fasilitas baik fisik maupun layanan dan pendamping yang ada pada bidangnya masing-masing serta tersedianya dana yang memadai membuat pemberian layanan dapat diberikan pada perempuan korban kekerasan. Pemberian layanan tersebut juga mempertimbangkan kebutuhan dari perempuan korban kekerasan itu sendiri. Oleh karena itu, pada indikator kesesuaian program dengan kebutuhan dapat dicapai dengan baik.
-
Terjalinnya hubungan antar organisasi yang baik menyebabkan kerjasama dan koordinasi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di DIY dapat lebih mudah. Hal tersebut ditunjukkan dengan terjalinnya hubungan antar organisasi yang kuat melalui FPKK. Dengan adanya FPKK ini penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dapat dilakukan dengan berjejaring lewat sistem rujukan. Dengan demikian memudahkan perempuan korban kekerasan dalam mengakses pelayanan dan dapat memudahkan lembaga pengada layanan dalam memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan korban.
6.2
Saran Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab sebelumnya, saran-saran yang diberikan terkait dengan implementasi Perda DIY Nomor 3 Tahun 2012 oleh BPPM DIY sebagai lead agency dalam mengupayakan perlindungan perempuan korban kekerasan ditingkat provinsi DIY sebagai berikut:
120
a) BPPM DIY perlu memperhatikan persebaran instansi/lembaga pengada layanan penanganan perempuan korban kekerasan yang ada di DIY khususnya yang ada di daerah Gunungkidul dan Kulonprogo agar masyarakat dikedua daerah tersebut dapat lebih mendapatkan kemudahan akses pelayanan maupun informasi. Dengan demikian, kemudahan dalam mengakses pelayanan pun dapat merata keseluruh masyarakat DIY tidak hanya untuk didaerah tertentu saja. b) BPPM DIY perlu mengembangkan layanan outreach di DIY terutama pada PPT milik instansi pemerintah daerah DIY dalam hal ini P2TPA KK “Rekso Dyah Utami” dan bersama-sama dengan pemerintah kabupaten/kota juga turut mengembangkan layanan outreach pada PPT yang dimiliki masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Adanya layanan outreach tersebut dapat membantu masyarakat terutama perempuan korban kekerasan yang memiliki kesulitan dalam hal akses untuk menjangkau pelayanan. c) Dalam merumuskan kebijakan, program, atau kegiatan terkait upaya pencegahan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan pada tingkatan provinsi, BPPM DIY perlu memperluas cakupan kelompok sasaran. Kebijakan, program atau kegiatan pencegahan yang direncanakan maupun diimplementasikan selama ini kelompok sasaranannya didominasi oleh pihak perempuan, sementara program atau kegiatan yang dikhususkan untuk pihak laki-laki di DIY belum banyak dilakukan dan umumnya hanya sebatas peraturan perundangan yang mengatur mengenai pemberian hukuman pada pelaku semata. Beberapa contoh yang dapat dilakukan adalah sosialisasi yang secara khusus melibatkan pihak laki-laki, mengembangkan layanan konseling yang secara khusus diberikan untuk pihak laki-laki teerutama pada PPT milik pemerintah, atau pembentukan organisasi/lembaga yang dapat
121
secara khusus mengajak pihak laki-laki untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. d) Pengidentifikasian dan analisis mengenai penyebab naik atau turunnya kasus kekerasan terhadap perempuan di DIY dan persepsi masyarakat terhadap kesetaraan dan keadilan gender juga perlu diidentifikasi agar data yang ada dapat mendukung perumusan kebijakan atau program terkait pencegahan terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan yang lebih tepat. Data yang tidak lengkap ini dapat menimbulkan kebijakan atau program yang dibuat tidak menjawab permasalahan yang ada. e) Terkait penanganan pada jalur hukum yang ada dalam memberikan layanan perlu dipertegas. Hasil penelitian menunjukkan penanganan pelaku kekerasan terhadap perempuan di jalur hukum adalah alternatif terakhir dan diutamakan penyelesaian secara damai, terutama jika hal tersebut melibatkan anggota keluarga. Hal tersebut baik, akan tetapi jika melihat jumlah jenis kasus kekerasan yang terjadi di DIY ini didominasi oleh kasus di ranah domestik. Jika penyelesaian melalui jalur hukum tidak dipertegas maka akan memberikan kelonggaran pada para pelaku yang akan menyebabkan tidak ada efek jera yang diberikan dan akan menyebabkan terjadinya kekerasan yang berulang. f) Pelaksanaan monitoring pasca pendampingan perlu ditingkatkan karena masih terdapat beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan yang berulang. Jika kasus yang berulang tersebut pun terus terjadi juga dapat menimbulkan kasus kekerasan terhadap perempuan di DIY setiap tahunnya akan sulit diminimalisir.
122