BAB 5 ANALISIS
5.1
Analisis
Perawatan
dengan
Metode
Reliability
Centered
Maintenance (RCM) Pada Sistem Penukar Panas Reaktor Triga Mark 2000 Sistem penukar panas sekunder adalah sistem yang berfungsi sebagai tempat pembuangan energi panas terakhir yang dihasilkan oleh reaktor Triga Mark 2000. Untuk dapat menjalankan fungsinya, maka beberapa peralatan pendukung yang dimiliki oleh sistem penukar panas sekunder harus dalam kondisi yang baik. Pada saat ini kebijakan perawatan yang dilakukan untuk sistem penukar panas sekunder adalah preventive maintenance. Preventive maintenance lebih berfokus menjaga peralatan tetap bekerja. Menjaga peralatan tetap bekerja tidak sama dengan menjaga fungsi peralatan. Akan tetapi, menjaga fungsi peralatan berarti sekaligus menjaga peralatan tetap bekerja. Salah satu metode perawatan yang ditawarkan untuk menjaga fungsi peralatan adalah metode Reliability Centered Maintenance (RCM). Secara garis besar penerapan metode RCM untuk sistem penukar panas dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam menjalankan fungsinya, sistem penukar panas sekunder didukung oleh beberapa peralatan. Beberapa peralatan dikelompokkan menurut fungsinya dalam sistem sehingga membentuk beberapa sistem fungsional. Sistem fungsional digunakan sebagai informasi untuk menggambarkan masukan dan keluaran serta interaksi antar subsistem. Masukan dan keluaran serta interaksi antar subsistem akan dikembangkan lebih lanjut untuk mendeskripsikan fungsi dan kegagalan fungsi. Oleh karena itu, kegiatan untuk mengetahui fungsi sistem dan menentukan persyaratan yang harus dipenuhi merupakan kegiatan dalam RCM. Proses analisa RCM berfokus menjaga fungsi peralatan bukan hanya untuk menjaga mesin tetap bekerja seperti preventive maintenance. Metode RCM merniliki tujuh buah tahap dan setiap tahap selalu memfokuskan pada fungsi 104
sistem. Berikut ini akan dilakukan analis untuk sehap tahap metode RCM sistem penukar panas sekunder reaktor Triga Mark 2000.
5.1.1 Analisis Pemilihan Sistem Dalam melakukan fungsinya, reaktor nuklir Triga Mark 2000 didukung oleh fasilitas penukar panas. Fasilitas penukar panas ini diperlukan karena energi panas yang dihasilkan dari reaksi nuklir tidak dimanfaatkan ke bentuk energi lainnya melainkan dibuang. Pembuangan energi panas ini dilakukan oleh fasilitas penukar panas. Sehingga dapat dikatakan fasilitas penukar panas adalah fasilitas yang bekerja memindahkan panas dari tabung reaktor menuju atmosfer. Pada reaktor Triga Mark 2000, fasilitas penukar panas ini dibagi menjadi dua buah sistem yaitu sistem penukar panas primer dan sistem penukar panas sekunder. Sistem penukar panas primer adalah sistem yang bekerja mengambil panas dan tabung reaktor dan memindahkannya ke penukar panas. Sedangkan, sistem penukar panas sekunder adalah sistem yang bekerja dengan mengambil panas dari penukar
panas dan membuang panas tersebut melalui menara
pendingin. Melalui menara pendingin inilah panas terakhir dari reaktor dibuang. Sistem penukar panas sekunder adalah sistem yang berperan sebagai tempat untuk menurunkan panas yang terakhir dari reaktor. Sistem ini memiliki peran dalam menjaga temperatur pada tabung reaktor. Apabila proses pendinginan tidak berlangsung dengan baik, dapat terjadi kenaikan temperatur dalam tabung reaktor. Kenaikan temperatur yang terjadi dalam reaktor akan menyebabkan kerusakan pada inti reaktor dan kerusakan selongsong bahan bakar. Selongsong bahan bakar yang rusak dapat menyebabkan terlepasnya produk fisi dalam bentuk gas (kebocoran nuklir). Pada saat ini proses analisa RCM dibatasi hanya untuk sistem penukar panas sekunder.
5.1.2 Analisis Pendefinisian Batas Sistem Penerapan RCM pada fasilitas penukar panas reaktor Triga Mark 2000 dikelompokkan menjadi dua buah sistem yaitu sistem penukar panas primer dan sistem penukar panas sekunder. Agar tidak terjadi tumpang tindih antar sistem penukar panas primer dan sistern penukar panas sekunder maka dilakukan definisi 105
batas sistem. Penukar panas pada fasilitas penukar panas reaktor Triga Mark 2000 dapat masuk ke dalam sistem penukar pamas primer dan penukar panas sekunder. Dengan menetapkan penukar panas ke dalam sistem penukar panas sekunder maka proses analisa akan lebih jelas. Pendefinisian batas sistem juga memperlihatkan peralatan utama, batas fisik primer untuk setiap sistern serta gambar batas sistem. Pendefinistan batas sistem antara sistem penukar panas primer dan sekunder dapat dilihat pada Gambar 4.10.
5.1.3 Analisis Deskripsi Sistem dan Blok Diagram Fungsi Deskripsi sistem dan blok diagram fungsi, berfungsi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sistem penukar panas sekunder. Lima informasi yang harus dikembangkan dalam tahap ini adalah penguraian sistem, blok diagram fungsi, masukan dan keluaran sistem, data historis peralatan, dan System Work Breakdown Structure (SWBS) dari sistem penukar panas sekunder. Pada penguraian sistem penukar panas sekunder dikembangkan menjadi dua buah subsistem fungsional yaitu pumping secondary dan cooling secondary. Pembagian ini didasarkan pada fungsi subsistem yang berbeda. Pumping secondary berfungsi untuk mengalirkan air dengan debit aliran dan tekanan tertentu. Sedangkan cooling secondary berfungsi sebagai unit pemindah panas. Informasi selanjutnya adalah mengenai redudansi sistem. Sistem penukar panas sekunder tidak memiliki redudansi, namun untuk pumping secondary khususnya untuk peralatan pompa dan motor sekunder masing-masing memiliki satu buah cadangan yang berfungsi sebagai redudansi bila pompa dan motor sekunder mengalami kerusakan. Instrumen yang digunakan dalam sistem penukar panas adalah temperatur, pressure gauge, dan flowmeter, Pembuatan blok diagram fungsi memberikan informasi mengenai masukan dan keluaran serta interaksi antar subsistem fungsional yang ada pada penukar panas reaktor Triga Mark 2000. Informasi ini akan digunakan untuk pendeskripsian fungsi dan kegagalan fungsi. Blok diagram fungsi dapat dilihat pada Gambar 4.12. 106
SWBS merupakan sebuah struktur yang menggambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi subsistem. Subsistem fungsional pumping secondary terdiri dari peralatan pompa sentrifugal dan motor sekunder, katup gerbang, katup cegah, piping, flowmeter, dan pressure gauge. Sedangkan, subsistem fungsional cooling secondary terdiri dari peralatan penukar panas, cooling tower, termometer. SWBS digunakan untuk mempermudah penelusuran peralatan-peralatan yang digunalkan dalam sistem. System Work Breakdown Structure dapat dilihat pada Gambar 4.13.
5.1.4 Analisis Pendiskripsian Fungsi Subsistem dan Kegagalan Fungsi Dengan bantuan blok diagram fungsi (tahap ketiga RCM) dilakukan penyusunan fungsi dan kegagalan fungsi untuk sistem penukar panas sekunder reaktor Triga Mark 2000. Fungsi yang baik memperlihatkan masukan dan keluaran yang diharapkan sedangkan kegagalan fungsi memperlihatkan masukan dan keluaran yang tidak diharapkan dan masing-masing subsistem penukar panas sekunder. Pendeskripsian fungsi dan kegagalan fungsi dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.
5.1.5 Analysis Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Pendeskripsian fungsi dan kegagalan fungsi sistem penukar panas sekunder yang sudah diuraikan ditahap ketiga RCM menjadi input dalam pembuatan Failure Mode and Effects Analysis (FMEA). Proses analisa FMEA menggambarkan informasi mengenai nama bagian mesin yang dideteksi kerusakannya, mode kerusakan (failure mode), penyebab kerusalkan (failure cause), penganti kerusakan (failure effect) pada tiga area yaitu lokal (pada bagian mesin itu sendiri), sistem, dan fasilitas sistem penukar panas sekunder. Failure Mode and Effects Analysis dapat dilihat pada Tabel 4.16 dan Tabel 4.17.
107
5.1.6 Analisis Logic Tree Analysis (LTA) Proses analisa yang dilakukan pada tahap Logic Tree Analysis (LTA) adalah memberikan prioritas mode kerusakan yang sudah dibuat pada tahap kelima RCM. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini. Hasil yang didapatkan dan proses analisa LTA untuk sistem penukar panas sekunder adalah sebagai berikut: 1. Kategori D/A sebanyak 18 mode 2. Kategori D/B sebanyak 7 mode Peralatan (komponen) sistem penukar panas sekunder yang masuk ke dalam kategori A dalam proses analisa LTA adalah peralatan-peralatan yang memiliki priontas tertinggi. Hal ini disebabkan karena kelompok ini memiliki mode kerusakan yang menyebabkan masalah keselamatan. Peralatan-peralatan yang memiliki prioritas tertinggi dalam sistem penukar panas sekunder adalah katup gerbang, katup cegah, piping, outlet, inlet, stand pipe, fill, sprinkler hole water basin, motor kipas, menara pendingin, pelat dan gasket Semua instrumen yang berada dalam sistem penukar panas sekunder juga termasuk dalam peralatan yang memiliki prioritas tertinggi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Kegagalan fungsi dan katup gerbang, katup cegah, piping, inlet. stand pipe, water basin, sprinkler hole dan outlet mengakibatkan kegagalan sistem untuk mengalirkan air dengan debit dan tekanan tertentu. Kegagalan ini berhubungan dengan subsistem fungsional pumping secondary.
2.
Kegagalan fungsi dari sprinkler hole, fill, motor kipas, menara pendingin, pelat, dan gasket mengakibatkan kegagalan sistem untuk memindahkan panas air sekunder. Kegagalan ini berhubungan dengan subsistem fungsional cooling secondary.
3.
Kegagalan fungsi pada instrumen yang berupa kegagalan dalam penunjukan status informasi secara tepat dapat memberikan pengambilan keputusan yang salah dalam sistem penukar panas sekunder. Kelompok peralatan pada kategori B adalah pompa sekunder dan motor
sekunder serta sprinkler head. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 108
1.
Peralatan pompa sekunder dan motor sekunder memiliki redudansi, sehingga bila terjadi kegagalan fungsi dapat diganti dengan redudansi. Keberadaan redudansi menyebabkan peralatan tidak menjadi kritis. Karena dengan kegagalan fungsi peralatan pompa sekunder dan motor sekunder dapat diisi oleh redudansi.
2.
Kegagalan fungsi dari sprinkler head tidak mengakibatkan kegagalan fungsi pada kedua subsistem fungsional sistem penukar panas sekunder. Hal ini dikarenakan fungsi sprinkler head hanya sebagai pemutar sprinkler pipe. Jadi kegagalan fungsi sprinkler head tidak akan mengganggu debit air yang mengalir dan proses pemindahan panas air sekunder.
5.1.7 Analisis Pemilihan Tindakan Proses analisa ini merupakan langkah terakhir dalam tahap terakhir dalam RCM. Pemilihan tindakan diambil dengan mempertimbangkan delapan pertanyaan yang berperan sebagai petunjuk. Perianyaan-pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan lima buah tindakan yaitu tindakan time directed, condition directed, finding failure, run time to failure, dan tindakan modifikasi. Candidate task adalah tindakan pemeliharaan yang mungkin untuk dilakukan pada setiap mode kerusakan peralatan sistem penukar panas sekunder. Sedangkan, selection decision adalah tindakan perawatan yang diambil untuk setiap mode kerusakan peralatan sistem penukar panas sekunder berdasarkan selection guide. Selection decision yang dihasilkan untuk sistem penukar panas sekunder setelah dilakukan proses analisa RCM adalah 1.
Condition directed (CD) Tindakan CD yang diambil dalam sistem penukar panas sekunder merupakan tindakan yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan dengan cara visual, inspection, memeriksa alat, serta memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila pada saat pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen.
109
2.
Timed directed (TD) Tindakan TD yang diambil dalam sistem penukar panes sekunder lebih berfokus pada aktivitas pembersihan yang dilakukan secara berkala.
3.
Failure finding (FF) Tindakan FF diambil dalam sistem penukar panas sekunder bertujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala. Frekuensi tindakan pemeliharaan yang disarankan untuk sistem penukar
panas sekunder adalah 3 sampai 6 bulan kecuali untuk katup gerbang dilakukan pemeriksaan fungsi pemutaran katup setiap harinya. Frekuensi tindakan pemeliharaan ini tetap dilakukan baik sistem penukar panas sekunder sering dioperasikan ataupun jarang dioperasikan Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga fungsi peralatan pada sistem penukar panas sekunder itu sendiri.
5.2 Analisis Pengembangan Prosedur Perawatan Pada Sistem Penukar Panas Sekunder Metode perawatan RCM menitikberatkan pada menjaga fungsi peralatan bukan hanya menjaga peralatan tetap bekerja. Oleh karena itu pada tahap awal dari prosedur standar operasi untuk sistem penukar panas sistern penukar panas sekunder adalah memeriksa kegagalan fungsi peralatan pada sistem penukar panas sekunder di lapangan. Pemeriksaan ini dilakukan secara global pada fungsi sistem penukar panas yaitu fungsi pumping dan cooling. Dengan mengetahui masukan dan keluaran yang tidak sesuai pada subsistem, maka dapat diketahui kegagalan fungsi peralatan pada sistem penukar panas sekunder. Dokumen yang dapat digunakan adalah dokumen RCM-tahap 4. Melalui kegagalan fungsi peralatan, dapat ditelusuri nama bagian mesin yang dideteksi kerusakan-kerusakannya, mode kerusakan, penyebab kerusakan, pengaruh kerusakan, serta pengaruh kerusakan pada tiga area (informasi yang terdapat dalam dokumen RCM tahap-5). Prosedur berikutnya adalah dilakukan prioritas untuk tiap mode kerusakan dengan dokumen RCM tahap-6. Setelah dilakukan prioritas tentukan tindakan yang preventive maintenance yang tepat 110
untuk dilakukan melalui selection guide. Berikut ini adalah skerna pengembangan SOP sistem penukar panas sekunder berdasarkan RCM:
Tabel 5.1 Skema pengembangan SOP sistem penukar panas sekunder berdasarkan RCM
111
5.3 Analisis Saran Tindakan Perawatan Pada Sistem Penukar Panas Sekunder Saran tindakan perawatan pada sistem penukar panas sekunder adalah pembersihan pelat pada peralatan penukar panas (yang belum pernah dilakukan tindakan perawatan sejak pembelian), Hal ini disebabkan pelat pada peralatan penukar panas termasuk komponen yang termasuk kritis yang dapat mengganggu fungsi subsistem fungsional cooling secondary. Tindakan untuk pembersihan pelat juga diperkuat dengan Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Vol. IV, Edisi Khusus, 1 Agustus 2003: 43-46 yang berjudul "Prediksi Pengotor Penukar Panas Tipe Pelat ReaktorTriga 2000 Bandung". Menurut hasil perhitungan tebal pengotor pada pelat setelah beroperasi 48 bulan adalah 2,412782 mm, (hampir 68,5 persen) dari lebar celah laluan penukar panas yaitu 3,5 mm. Dengan meningkatnya tebal pengotor maka efekfivitas penukar panas akan semakin berkurang.
5.4 Menghitung Nilai Reliabilitas Reliabilitas didefinisikan sebagai kemungkinan sebuah sistem atau produk akan memberikan performa yang diinginkan pada suatu periode waktu yang ditentukan dan digunakan dalam kondisi operasi dan lingkungan yang telah ditentukan. Berikut akan dibahas mengenai laju kegagalan dan mean time between failures (MTBF): Laju kegagalan = λ (lambda) 1 MTBF = θ =
λ
Setelah mengetahui definisi dari laju kegagalan maka nilai reliabilitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
R(t)= e − λt
[5]
5.4.1 Reliabilitas dengan Susunan Seri
a
b
112
Rab=Ra.Rb Maka secara umum digunakan Ran=Ra.Rb,….,Rn Pada laju kegagalan yang konstan dimana: Ra= e − λa t Maka Rn= exp[− (λa + λb ,..., λn )t ]
5.4.2 Reliabilitas dengan Susunan Paralel
a b
Rsistem=1-(1-Ra)(1-Rb) Atau secara umum: Rsistem=1-(1-Ra)(1-Rb),…,(1-Rn)
5.5 Menghitung Nilai Reliabilitas pada Tiap Komponen 1. Pompa sentrifugal dan motor sekunder Susunan seri dua buah: a
b
Asumsi laju kegagalan ( λ ) = 7.10-6 per jam
λ system = λa + λb = 14.10-6 per jam 1 tahun= 8760 jam, maka:
λ t = 8760 × 14.10-6= 0,1226 Rsistem = e − λt = 0,885
113
2. Katup gerbang Dengan susunan sebagai berikut:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Asumsi laju kegagalan ( λ ) = 3.10-6 per jam
λ (2+3=4+5=6+7)=6.106 per jam
λ t = 8760 × 6.10-6= 0,0526 R2+R3=R4+R5=R6+R7= e − λt = 0,948 R8=R9= e − λt dimana λ t = 8760 × 3.10-6= 0,026 Maka R8=R9= 0,974 Rparalel = 1-(1-0,948)3(1-0,974)2 = 0,999 0,999= e − λt
λ t= 0,001 λ = 1,14.10-7 λ system= λ1 + λ par + λ10 = 3.10-6+1,14.10-7+3.10-6
λ system= 6,114.10-6 λ t = 8760 × 6,114.10-6= 0,0535 Rsistem= e − λt = 0,948 3. Katup cegah Cuma ada satu 114
10
Asumsi laju kegagalan ( λ ) = 5.10-6 per jam
λ t = 8760 × 5.10-6= 0,0438 Rsistem = e − λt = 0,95 4. Penukar panas Cuma ada satu Asumsi laju kegagalan ( λ ) = 15.10-6 per jam
λ t = 8760 × 15.10-6= 0,1314 Rsistem = e − λt = 0,87 5. Menara pendingin Susunan seri dua buah: a
b
Asumsi laju kegagalan ( λ ) = 9.10-6 per jam
λ system = λa + λb = 18.10-6 per jam 1 tahun= 8760 jam, maka:
λ t = 8760 × 18.10-6= 0,157 Rsistem = e − λt = 0,85
5.6 Menghitung Nilai Reliabilitas Sistem Karena semua komponen bisa dikatakan parallel, maka: Rtot = 1-(1-0,885)(1-0,948)(1-0,95)(1-0,87)(1-0,85) = 0,99
115