1 BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan variasi dialek dan hubungan antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa dengan pemakaiannya. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu metode pupuan lapangan, metode penyampaian daftar tanyaan langsung ke lapangan, wawancara terarah, rekaman, dan observasi.
3.2 Sumber Data dan Korpus Sumber data penelitian Geografi Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar yaitu berupa tuturan lisan informan yang disebut dengan pembahan. Pembahan yang akan diwawancarai terdiri atas dua orang pembahan utama dan satu orang pembahan tambahan dari tiap-tiap daerah titik pengamatan. Hal ini, didasarkan pada kenyataan bahwa menggunakan lebih dari satu pembahan dari setiap penelitian justru akan memberikan data kebahasaan yang lebih objektif. Menurut Teeuw (1948)
syarat
pembahan dalam
penelitian dialektologi dikenal dengan rumus NORMs (Non-mobile, Older, Ruler, Male), yaitu: 1) Penduduk asli daerah tersebut dan tidak terpengaruh oleh dialek bahasa lain; 2) Berusia rata-rata 40-70 tahun; 3) Tingkat pendidikan, SD, SMP, atau SMU; dan
1
2 4) Pembahan berjenis kelamin laki-laki. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang memenuhi syarat-syarat: (1) penduduk asli Kota Banjar, (2) berjenis kelamin pria atau wanita, (3) berusia antara 50-70 tahun (tidak pikun), (4) berpendidikan maksimal SMA, (5) berstatus sosial menengah, (6) dapat berbahasa atau mengerti bahasa Indonesia, (7) alat artikulasinya lengkap (tidak ompong), dan (8) tidak cacat berbahasa serta memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat Selain syarat pembahan di atas ada juga hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan daerah penelitian geografi dialek, yaitu: 1 ) Keadaan geografi daerah penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus mengetahui apakah daerah penelitian berupa pegunungan, dataran rendah atau dataran tinggi. Sehingga dalam pembuatan daftar pertanyaan sesuai dengan geografis daerah penelitian; 2 ) Keadaan kependudukan daerah penelitian. Kependudukan daerah penelitian itu apakah ber-etnis, agama, budaya, dan keadaan sosial yang padu atau tidak padu; 3 ) Tinjauan sejarah daerah penelitian. Mengetahui sejarah daerah penelitian sangat diperlukan sekali dalam penelitian kebahasaan, karena dari sejarah tersebut peneliti dapat mengetahui bagaimana proses variasi bahasa itu bisa terjadi dan pengaruhnya terhadap bahasa tersebut;
2
3 4 ) Keadaan kebahasaan daerah penelitian. Bahasa yang digunakan pada daerah penelitian bahasanya bervariasi, sehingga kita sebagai peneliti merasa ingin tahu tentang bagaimana variasi bahasa yang digunakan di daerah penelitian tersebut; dan 5 ) Kajian sebelumnya. Di daerah yang diteliti belum pernah diadakan penelitian kebahasaan, sehingga merupakan penelitian terbaru dan bukan penelitian pengulangan yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
3.3 Gambaran Umum Daerah Titik Pengamatan 3.3.1 Sejarah Kota Banjar Sejarah terbentuknya Kota Banjar tidak terlepas dari sejarah berdirinya pemerintahan Kabupaten Ciamis di masa lalu. Oleh karena itu, sejarah singkat berdirinya Kota Banjar ini merupakan rangkaian waktu perjalanan berdirinya Pemerintahan Kabupaten Ciamis hingga terbentuknya Kota Banjar. Pada awalnya Banjar merupakan kecamatan yang terdiri dari dua belas desa dan satu kemantren (perwakilan kecamatan) yang meliputi tiga desa yang juga merangkap sebagai kewadanaan yang membawahi beberapa kecamatan. Kemudian masyarakat Banjar menghendaki Banjar menjadi Kota Administratif, karena masyarakat berharap aparatur pemerintahannya dapat meningkatkan pelayanan dan pembangunan. Masyarakat berharap dengan status Kotif Banjar mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat denga ditunjang oleh pembangunan beberapa fasilitas perdagangan dan jasa demi
3
4 mempertahankan citra Banjar sebagai Kota Jasa dan Perdagangan terbesar di wilayah Kabupaten Ciamis. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tidak dikenal lagi status Kotif, maka status Banjar berubah menjadi Daerah Otonom (Pemerintahan Kota) yang terpisah dari Kabupaten induknya yaitu Ciamis. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Daerah dan untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan. Pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Banjar di Provinsi Jawa Barat, tanggal 11 Desember 2002 dan diresmikan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 21 Februari 2003 dengan diikuti pelantikan pejabat Walikota Banjar. Sehingga pada waktu itu ditetapkan sebagai peresmian Kota Banjar.
3.3 2 Letak Geografis Kota Banjar Daerah Banjar terbentang pada dataran rendah, terletak antara 108.38’.20” BT dan 7 .32’.41”25 LS, dengan ketinggian 32-600 meter di atas permukaan laut. Sebelum menjadi Kota Administratif (Kotif) Banjar adalah ibukota salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Ciamis bagian Timur. Daerah yang berjarak 36 km dari Kota Kabupaten Ciamis itu berada di daerah perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah, dengan demikian Banjar merupakan “Pintu Gerbang” Provinsi Jawa Barat sebelah Timur. Di bawah ini merupakan peta Kota Banjar:
4
5
Wilayah Kota Banjar mempunyai batas wilayah sebagai berikut. 1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis serta Kecamatan Dayeuhluhur; 2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis dan Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah; 3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Lakbok dan Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis; dan 4) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Cimaragas dan Kecamatan Cijengjing Kabupaten Ciamis. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Banjar di Provinsi Jawa Barat. Wilayah Banjar terdiri dari empat kecamatan dan 22 desa, sebagai berikut. 1) Kecamatan Banjar yang meliputi enam desa, yaitu: Desa Cibereum, Desa Balokang, Desa Banjar, Desa Mekarsari, Desa Situbatu, dan Desa Neglasari; 5
6 2) Kecamatan Pataruman yang terdiri dari enam desa, yaitu: Desa Hegarsari, Desa Pataruman, Desa Mulyasari, Desa Batulawang, Desa Karyamukti, dan Desa Binangun; 3) Kecamatan Purwaharja terdiri dari empat desa, yaitu: Desa Purwaharja, Desa Karangpanimbal, Desa Raharja, dan Desa Mekarharja; dan 4) Kecamatan Langensari yang terdiri dari enam desa, yaitu: Desa Langensari, Desa Waringinsari, Desa Bojongkantong, Desa Muktisari, Desa Rejasari, dan Desa Kujangsari.
3.3.3 Topografi Kota Banjar Berdasarkan peta rupa bumi Bakosurtanal wilayah Banjar sebagian besar merupakan dataran dengan luas wilayah 13.1973,23 Ha, dengan rincian sebagai berikut. 1) Kecamatan Banjar
: 2.623,84 Ha
2) Kecamatan Pataruman : 5.405,66 Ha 3) Kecamatan Purwaharja : 1.826,74 Ha 4) Kecamatan Langensari : 3.340,99 Ha Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Dudu Prawiraatmaja pada tahun 1979 tentang Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis, tetapi dalam penelitian ini peneliti akan lebih menghkhususkan terhadap dialek bahasa Sunda Banjar yang telah terjadi sentuh bahasa antara bahasa Sunda dengan bahasa Jawa.
6
7 Sedangkan yang akan dijadikan korpus penelitian ini adalah kosakata Swadesh yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Sunda oleh pembahan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini diawali dengan pencarian informasi kebahasaan daerah yang akan dijadikkan titik pengamatan. Dalam hal ini peneliti menetapkan Banjar sebagai daerah pengamatan dengan lingkup kecamatan sebagai daerah pengamatan. Dengan memperhitungkan berbagai aspek yakni waktu, biaya, dan tenaga maka peneliti mengambil 8 desa sebagai sampel penelitian dari 22 desa yang berasal dari empat kecamatan di Banjar. Langkah selanjutnya yaitu melakukan observasi ke setiap kecamatan dan desa yang sudah ditentukan. Peneliti secara langsung mengajukan pertanyaan yang berisi 300 kosakata yang harus dialihbahasakan ke dalam bahasa Sunda dan merupakan reaksi pancingan dari pembahan. Data yang digunakan tersebut terlebih dahulu diseleksi dan dipilih berdasarkan kondisi lingkungan dan keadaan sosial masyarakat Banjar. Begitu pula dalam penentuan informan juga didasarkan pada syarat-syarat yang telah ditentukan.
3.5 Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengklasifikasikan,
dan
menganalisis
data
yang terkumpul.
Dalam
mengumpulkan dan mengklasifikasikan data dikelompokkan berdasarkan persamaan dan perbedaannya sesuai dengan aspek fonologis, morfologis, dan
7
8 leksikal. Sehingga mendapatkan kesimpulan berapa banyak perbedaan yang ada dan sejauh mana perbedaan tersebut. Selanjutnya yaitu memindahkan data yang sudah diidentifikasi ke dalam bentuk peta. Peta yang akan dibuat yaitu peta fonologis, peta morfologis, peta leksikal, dan peta gabungan. Proses berikutnya yaitu menentukan jenis isolek-isolek dengan menggunakan penghitungan dialektometri. Sehingga akan diperoleh hasil yang menentukan perbedaan-perbedaan yang ada merupakan perbedaan bahasa, dialek, subdialek, perbedaan wicara, atau tidak ada perbedaan di Kota Banjar. Sehingga tergambarkan pemetaan kebahasaan di daerah tersebut. Proses terakhir yaitu membandingkan hasil analisis antar daerah pengamatan.
3.6 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa daftar tanyaan. Daftar tanyaan ini memuat 300 kosakata dasar Swadesh yang terdiri atas 40 istilah yang berhubungan dengan anggota tubuh, 14 kata ganti, istilah, dan sapaan, 15 istilah sistem kekerabatan, 12 istilah dalam kehidupan desa dan masyarakat, 15 istilah bagian rumah, 20 istilah peralatan dan perlengkapan, 10 istilah makanan dan minuman, 16 istilah tumbuh-tumbuhan, bagian buah, dan hasil olahannya, 10 istilah binatang dan bagiannya, 55 istilah perangai, sifat, dan warna, 50 istilah gerak dan kerja, 9 istilah penyakit, 7 istilah pakaian dan perhiasan, 7 istilah bilangan dan ukuran waktu, 25 istilah waktu, musim, keadaan alam, dan arah. Penetapan daftar tanyaan tersebut merujuk pada kosakata dasar Swadesh yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan
8
9 merupakan hasil modifikasi Hesti Muliawati, tahun 2008 yang berjumlah 300 kosakata (200 kosakata dasar Swadesh dan 100 kosakata hasil modifikasi). Kemudian dipilih istilah-istilah yang memungkinkan adanya perbedaan di setiap daerah titik pengamatan serta disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat Banjar umumnya. Dari data tersebut yang dipakai sebagai bahan penghitungan
dialektometri
berjumlah
300
kata.
Adapun
alat
perlengkapannya yaitu berupa alat perekam.
9