BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Posyandu 2.1.1 Definisi Posyandu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu, mendefinisikan adalah Pos Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dikelola dan
diselenggarakan
dari,
oleh,
untuk
dan
bersama
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak. Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat yang selanjutnya disingkat (UKBM) adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan Pukesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Kelompok Kerja Opersional Pembinaan Pos Pembinaan dan Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut (Pokjanal Posyandu) adalah kelompok kerja yang tugas
dan
fungsinya
mempunyai
keterkaitan
dalam
pembinaan
penyelenggaraan/pengelolaan posyandu yang berkedudukan di Pusat, Provinsi,
12
13
Kabupaten/Kota dan Kecamatan, Pokja posyandu adalah kelompok kerja yang tugas dan
fungsinya
mempunyai
keterkaitan
dalam
pembinaan
penyelenggaraan/pengelolaan posyandu yang berkedudukan di Desa. Kader posyandu adalah anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu untuk mengelola kegiatan posyandu (Permendagri RI, 2007). 2.1.2
Tujuan Posyandu
1. Tujuan umum Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. 2. Tujuan khusus a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (kemenkes RI, 2011). 2.1.3
Manfaat Posyandu Posyandu memiliki banyak manfaat untuk masyarakat, diantaranya adalah:
1. Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga sehingga : a. Keluarga menimbang balitannya setiap bulan agar terpantau pertumbuhannya b. Bayi 6- 11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru (100.000 IU)
14
c. Anak 12- 59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah (200.000 IU) setiap 6 bulan (Februari dan Maret). d. Bayi umur 0- 11 bulan memperoleh imunisasi (Hepatitis B 4 kali, BCG 1 kali, Polio 4 kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali). e. Bayi diberi Air Susu Ibu (ASI) saja sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Ekslusif). f. Bayi umur 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI dan pemberian ASI dilanjutkan sampai umur 2 tahun. g. Bayi dan anak yang diare segera diberikan ASI lebih sering dari biasa, makanan seperti biasa serta larutan oralit dan minum air lebih banyak. h. Ibu hamil mau memeriksakan diri secara teratur dan mau melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan. i. Ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap hari. j. Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil mendapatkan imunisasi Tetanus Toxoid (TT). k. Setelah melahirkan ibu segera melaksanakan inisiasi menyusui dini (IMD). l. Ibu hamil, nifas dan menyusui makan makanan bergizi lebih banyak sebelum hamil. m. Keluarga mengunakan garam beryodium setiap kali memasak. n. Keluarga mengkonsumsi pagan/ makanan beragam dan gizi seimbang. 2. Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat, sehingga: persalinan ibu ditolong oleh tenaga kesehatan, mengunakan air bersih dan sabun, keluarga memanfaatkan
15
air bersih untuk kehidupan sehari- hari, rumah bebas jentik nyamuk, keluarga buang air besar/ kecil mengunakan jamban, keluarga makan buah dan sayur setiap hari dan tidak ada anggota keluarga merokok didalam rumah. 3. Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare, demam berdarah , ispa dan penyakit yang dapat dapat dicegah dengan imunisasi sehingga keluarga tidak menderita hepatitis, TBC, polio, difteri, batuk rejan tetatus dan campak. 4. Mendukung pelayanan Keluarga Berencana (KB). 5. Mendukung pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam penganekaragaman pangan melaui pemanfaatan perkarangan untuk budidaya tanaman, sayuran buahbuahan, ternak ikan dan ternak unggas. 6. Pemanfaatan penyuluhan, kenseling/ rujukan konseling bila diperlukan. 2.1.4
Sasaran Utama Posyandu Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya adalah : bayi, anak
balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur (PUS). 2.1.5
Kegiatan Posyandu Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan 5 utama yaitu Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi, Penanggulangan diare dan Kegiatan tambahan dalam keadaan tertentu masyarakat misalnya: perbaikan kesehatan lingkungan, pengendalian penyakit menular, dan berbagai program pembangunan masyarakat desa lainnya. Posyandu yang seperti ini disebut dengan nama posyandu terintegrasi.
16
2.1.6
Penyelengaraan Posyandu
A. Waktu penyelenggaraan Posyandu buka satu kali dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan hasil kesepakatan, apabila diperlukan hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan. B. Tempat penyelenggaraan Tempat penyelenggaraan kegiatan posyandu sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelenggaraan tersebut dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai Desa/Kelurahan, balai RW/RT/Dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran, atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat. C. Penyelenggaraan kegiatan Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan digerakkan oleh kader posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Pada saat penyelenggaraan posyandu minimal jumlah kader adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini sesuai dengan jumlah langkah yang dilaksanakan oleh posyandu, yakni yang mengacu pada sistim 5 langkah. Kegiatan yang dilaksanakan pada setiap langkah serta para penanggungjawab pelaksanaannya secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Langkah pertama kegiatan pendaftaran pelaksana oleh kader 2. Langkah kedua kegiatan penimbangan pelaksana oleh kader 3. Langkah ketiga kegiatan pengisian KMS pelaksana oleh kader
17
4. Langkah keempat kegiatan penyuluhan pelaksana oleh kader 5. Langkah kelima kegiatan pelayanan kesehatan pelaksana oleh kader atau kader bersama petugas kesehatan D. Tugas dan tanggungjawab para pelaksana Terselenggaranya pelayanan posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan posyandu adalah sebagai berikut. 1. Kader Sebelum hari buka posyandu, antara lain: a. Menyebarluaskan hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat. b. Mempersiapkan tempat pelaksanaan posyandu. c. Mempersiapkan sarana posyandu. d. Melakukan pembagian tugas antar kader. e. Berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya. f. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan. Hari buka posyandu, antara lain: a. Melaksanakan pendaftaran pengunjung posyandu. b. Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang c. berkunjung ke posyandu. d. Mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS e. dan mengisi buku register posyandu. f. Pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS.
18
g. Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT. h. Membantu petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan sesuai kewenangannya. i. Setelah pelayanan posyandu selesai, kader bersama petugas kesehatan melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut. Di luar hari buka posyandu, antara lain: a. Mengadakan pemutakhiran data sasaran posyandu: ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui serta bayi dan anak balita. b. Membuat diagram batang (balok) SKDN tentang jumlah Semua balita yang bertempat tinggal di wilayah kerja posyandu, jumlah balita yang mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) atau Buku KIA, jumlah balita yang datang pada hari buka posyandu dan jumlah balita yang timbangan berat badannya naik. c. Melakukan tindak lanjut terhadap : sasaran yang tidak datang dan sasaran yang memerlukan penyuluhan lanjutan. d. Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar berkunjung ke posyandu saat hari buka. e. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan. 2. Petugas puskesmas Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di posyandu satu kali dalam sebulan. Dengan perkataan lain kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas
19
tidak pada setiap hari buka posyandu (untuk posyandu yang buka lebih dari 1 kali dalam sebulan). Peran petugas Puskesmas pada hari buka posyandu antara lain sebagai berikut: a. Membimbing kader dalam penyelenggaraan posyandu. b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan KB di langkah 5 (lima). Sesuai dengan kehadiran wajib petugas Puskesmas, pelayanan kesehatan dan KB oleh petugas Puskesmas hanya diselenggarakan satu kali sebulan. Dengan perkataan lain jika hari buka posyandu lebih dari satu kali dalam sebulan, pelayanan tersebut
diselenggarakan hanya oleh
kader posyandu sesuai dengan
kewenangannya. c. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling kesehatan, KB dan gizi kepada pengunjung posyandu dan masyarakat luas. d. Menganalisa hasil kegiatan posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan posyandu. e. Melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap ibu hamil, bayi dan anak balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila dibutuhkan. 3 Stakeholder (Unsur Pembina dan Penggerak Terkait) a. Camat, selaku penanggung jawab Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) posyandu Kecamatan: 1. Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut kegiatan posyandu.
20
2. Memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan kinerja posyandu. Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu secara teratur. b. Lurah/ Kepala Desa atau sebutan lain, selaku penanggung jawab Kelompok Kerja (POKJA) posyandu Desa/ Kelurahan: 1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan posyandu. 2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat hadir pada hari buka posyandu. 3) Mengkoordinasikan peran kader posyandu, pengurus posyandu dan tokoh masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu. 4) Menindaklanjuti hasil kegiatan posyandu bersama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Lembaga Kemasyarakatan atau sebutan lainnya. 5) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu secara teratur. c. Instansi/Lembaga Terkait: 1) Badan / Kantor / Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) berperan dalam fungsi koordinasi penyelenggaraan pembinaan, penggerakan peran serta masyarakat, pengembangan jaringan kemitraan, pengembangan
metode
pendampingan
fasilitasi, pemantauan dan sebagainya.
masyarakat,
teknis
advokasi,
21
2) Dinas Kesehatan, berperan dalam membantu pemenuhan pelayanan sarana dan prasarana kesehatan (pengadaan alat timbangan, distribusi Buku KIA atau KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan tenaga teknis kesehatan. 3) SKPD KB di Provinsi dan Kabupaten/Kota, berperan dalam penyuluhan, penggerakan peran serta masyarakat melalui BKB dan BKL. 4) BAPPEDA, berperan dalam koordinasi perencanaan umum, dukungan program dan anggaran serta evaluasi. 5) Kantor Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan UKM, Dinas Perdagangan dan sebagainya, berperan dalam mendukung teknis operasional Posyandu sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. d. Kelompok Kerja (POKJA) posyandu: 1) Mengelola berbagai data dan informasi yang berkaitan dengankegiatan posyandu. 2) Menyusun rencana kegiatan tahunan dan mengupayakan adanya sumbersumber pendanaan untuk mendukung kegiatan pembinaan posyandu. 3) Melakukan analisis masalah pelaksanaan program berdasarkan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan potensi dan kebutuhan desa/kelurahan. 4) Melakukan bimbingan dan pembinaan, fasilitasi, pamantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan kegiatan dan kinerja kader posyandu secara berkesinambungan.
22
e. Tim Penggerak PKK: 1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu. 2) Penggerakkan peran serta masyarakat dalam kegiatan posyandu. 3) Penyuluhan, baik di Posyandu maupun di luar posyandu. 4) Melengkapi data sesuai dengan Sistim Informasi Posyandu (SIP) atau Sistim Informasi Manajemen (SIM). f. Tokoh Masyarakat/forum peduli kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk) 1) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan posyandu. 2) Menaungi dan membina kegiatan posyandu. 3) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam kegiatan posyandu. g. Organisasi Kemasyarakatan/LSM: 1) Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam kegiatan posyandu, antara lain: pelayanan kesehatan masyarakat, penyuluhan, penggerakan kader sesuai dengan minat dan misi organisasi. 2) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan posyandu. h. Swasta/ Dunia Usaha: 1) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan posyandu. 2) Berperan aktif sebagai sukarelawan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu.
23
E. Pembiayaan posyandu Sumber biaya untuk pembiayaan kegiatan posyandu berasal dari berbagai sumber, antara lain: 1. Masyarakat : iuran pengguna/pengunjung posyandu, iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat, sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat, sumber dana sosial lainnya, misal dana sosial keagamaan, Zakat, Infaq, Sodaqoh (ZIS). 2. Swasta/ Dunia Usaha: Peran aktif swasta/dunia usaha juga diharapkan dapat menunjang pembiayaan posyandu. Misalnya dengan menjadikan posyandu sebagai anak angkat perusahaan. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana, sarana, prasarana, atau tenaga, yakni sebagai sukarelawan posyandu. 3. Hasil Usaha: pengurus dan kader posyandu dapat melakukan usaha yang hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan posyandu. Contoh kegiatan usaha yang dilakukan antara lain: Kelompok Usaha Bersama (KUB). Hasil karya kader posyandu, misalnya kerajinan, Taman Obat (TOGA). 4. Pemerintah, bantuan dari pemerintah terutama diharapkan pada tahap awal pembentukan, yakni berupa dana stimulant atau bantuan lainnya dalam bentuk sarana dan prasarana Posyandu yang bersumber dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pemanfaatan dan pengelolaan dana yang diperoleh posyandu, digunakan untuk membiayai kegiatan posyandu, antara lain dalam bentuk: 1) Biaya operasional posyandu.
24
2) Biaya penyediaan PMT. 3) Pengganti biaya perjalanan kader. 4) Modal usaha KUB dan bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan. 2.1.7
Tingkat Perkembangan Posyandu Untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu, dikembangkan metode
dan alat telaah kemandirian
perkembangan Posyandu, yang dikenal dengan nama telaah
posyandu.
Tujuan
telaah
adalah
untuk
mengetahui
tingkat
perkembangan posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut: 1. Posyandu Pratama Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan posyandu, di samping karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader. 2. Posyandu Madya Posyandu Madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan posyandu.
25
3. Posyandu Purnama Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja posyandu. 4. Posyandu Mandiri Posyandu Mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja posyandu (Kemenkes RI, 2011). Tabel 2.1 Tingkat Perkembangan Posyandu No Indikator 1 Frekwensi penimbangan 2 Rerata kader tugas 3 Rerata cakupan D/S 4 Cakupan kumulatif KIA 5 Cakupan kumulatif KB 6 Cakupan kumulatif Imunisasi 7 Program tambahan 8 Cakupan dana sehat Sumber : Kemenkes RI, 2011
Pratama <8 <5 < 50% < 50% < 50% < 50% < 50%
Madya >8 ≥5 < 50% < 50% < 50% < 50% < 50%
Purnama >8 ≥5 ≥ 50% ≥ 50% ≥ 50% ≥ 50% + < 50%
Mandiri >8 ≥5 ≥ 50% ≥ 50% ≥ 50% ≥ 50% + ≥ 50%
26
2.2 Pelayanan Anak Balita di Posyandu 2.2.1
Pengertian Pelayanan Anak Balita di Posyandu Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/ MENKES/
PER/VII/ 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan merupakan
yang
tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselengarakan daerah
Kabupaten/ Kota, salah satu indikatornya Pelayanan Kesehatan Anak Balita adalah : 1. Setiap anak umur 12 - 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan, minimal 8 kali dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita dan Pra Sekolah, Buku KIA/ KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya. 2. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan pertinggi/panjang badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak-kanak. 3. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk menentukan status gizinya dan upaya tindak lanjut 4. Pemantauan perkembangan meliputi penilaian perkembangan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan daya dengar, daya lihat. Jika ada keluhan atau kecurigaan terhadap anak, dilakukan pemeriksaan untuk gangguan mental emosional, autisme serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas.
27
5. Bila ditemukan penyimpangan atau gangguan perkembangan harus dilakukan rujukan kepada tenaga kesehatan yang lebih memiliki kompetensi. 6. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak usia 12-59 bulan minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan) dan tercatat pada Kohort Anak Balita dan Prasekolah atau pencatatan pelaporan lainnya. Pelayanan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain yang dalam menjalankan tugasnya melakukan stimulasi dan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak. 7.
Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak umur 1259 bulan 2 kali pertahun (bulan Februari dan Agustus).
8.
Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi anak balita sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan kesehatan
9. Target SPM di tahun 2010 sebesar 90 persen (Kemenkes RI, 2008).
2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Pamantauan Anak Balita di Posyandu 2.3.1
Pendidikan Ibu Pendidikan formal merupakan pendidikan di sekolah yang diperoleh secara
teratur, bertingkat dan dengan mengikuti syarat- syarat di lembaga yang jelas. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal- hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup menurut Wawan dan Dewi (2011).
Mantra dalam
28
Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) mengambarkan model sistem kesehatan (health system model) yang merupakan model kepercayaan kesehatan.
Di dalam model Anderson ini terdapat
tiga kategori utama dalam
pelayanan kesehatan salah satunya adalah karekteristik predisposisi, karekteristik ini digunakan
untuk
menggambarkan
fakta
bahwa
tiap
individu
mempunyai
kecenderungan untuk mengunakan pelayanan kesehatan yang berbeda- beda , hal ini disebabkan karena adanya ciri- ciri demografi, struktur sosial seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan. Penelitian yang dilakukan Silaen (2012) hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
dengan tingkat
pemanfaatan posyandu (p = 0,001) yang berarti pendidikan rendah atau tinggi mempengaruhi tindakan ibu dalam memanfaatkan posyandu. Analisis multivariat menerangkan bahwa pendidikan rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat pemanfaatan posyandu (p = 0,001), OR 13,85 artinya kemungkinan ibu dengan pendidikan rendah untuk memanfaatkan posyandu kurang 13,85 kali lebih tinggi dibanding memanfaatkan posyandu baik atau cukup pada kelompok ibu dengan pendidikan tinggi pada analisis multivariat penelitian ini, pendidikan merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan tingkat pemanfaatan posyandu karena mempunyai OR yang paling tinggi dan pada analisis bivariat variabel pendidikan berhubungan secara signifikan dengan tingkat pemanfaatan Posyandu.
29
2.3.2
Pekerjaan Ibu Menurut Thomas yang dikutip dari Wawan dan Dewi (2011) pekerjaan adalah
yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga, berkerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu- ibu mempunyai pengaruh terhadap keluarga. Ibu yang berkerja akan lebih sibuk sehingga tidak ada waktu untuk kunjungan ke posyandu dibanding ibu yang tidak bekerja. Penelitian Aminudddin dkk (2011) berkaitan dengan peningkatan peran posyandu
partisipatif mengemukakan
bahwa
pekerjaan
ibu
rumah
tangga
memberikan waktu luang yang banyak untuk membawa anak balita ke posyandu untuk penimbangan atau mendapatkan pelayanan kesehatan yang lain seperti imunisasi, pemberian vitamin A, pemeriksaan kehamilan dan penyuluhan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2012) hubungan antara pekerjaan ibu dengan perilaku kunjungan Ibu bayi dan balita ke posyandu menunjukan proporsi ibu yang bekerja mempunyai perilaku kunjungan lebih rendah dibandingkan dengan proporsi ibu yang tidak bekerja/ ibu rumah tangga. Peluang ibu yang bekerja mempunyai peluang 1,18 kali dibandingkan ibu bayi dan balita yang tidak bekerja, namun perbedaan peluang ini tidak bermakna (nilai p=0,081 dan 95% CI:0,93-1,51). 2.3.3 Umur Anak Balita Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah periode usia balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
30
perkembangan anak selanjutnya. Tahap – tahap usia tumbuh kembang anak adalah usia bayi: 0 -1 tahun, usia pra sekolah :1- 6 tahun dan usia sekolah: 6 -18 tahun masa sekolah (Soetjiningsih, 1995) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741 tahun 2008 tentang SPM Kesehatan, salah satu indikatornya Pelayanan Kesehatan Anak Balita adalah : Setiap anak umur 12 - 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan, minimal delapan kali dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita dan Pra Sekolah, Buku KIA/ KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya. Survei awal yang dilakukan pada duapuluh ibu yang tidak rutin membawa balita ke posyandu di Desa Rantau Pauh, ibu tidak memanfaatkan pelayanan balita di posyandu dengan alasan anaknya sudah tidak di imunisasi lagi dan usia anaknya sudah besar. Penelitian Djaiman (2003) berkaitan dengan
faktor- faktor yang
mempengaruhi ibu balita berkunjung ke posyandu adalah faktor umur balita, tenaga penolong persalinan, kemampuan membaca ibu, jumlah anak, status pekerjaan ibu, dan ketersedian waktu ibu untuk merawat anak,
faktor yang paling berpengaruh
terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur balita 12 sampai 35 bulan. Penelitian Sandjaja dkk (2005) berkaitan dengan cakupan penimbangan anak balita di Indonesia terdapat tren semakin meningkat umur anak balita semakin rendah cakupan penimbangan. Cakupan penimbangan anak umur ≥ 48 bulan hanya separuh dari cakupan penimbangan pada bayi.
31
2.3.4 Pengetahuan Ibu Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal, pengetahuan sanggat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan semangkin luas pula pengetahuannya, akan tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengigat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif, kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semangkin banyak aspek positif dan objek yang yang diketahui maka akan menimbulkan sikap baik atau positif terhadap objek tertentu menurut WHO dalam Notoatmodjo (2003). Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2011) tentang pengaruh pengetahuan terhadap pemanfaatan posyandu, uji statistik menunjukkan variabel pengetahuan berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu oleh ibu yang mempunyai balita. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik pengetahuan ibu
32
yang mempunyai balita tentang posyandu maka akan meningkat pemanfaatan posyandu. 2.3.5 Sikap Ibu Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesedian untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Salah satu teori yang berkaitan dengan determinan perubahan perilaku adalah teori WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya pemahaman dan pertimbangan yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek, sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat, sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi suatu objek (Notoatmodjo, 2010). Penelitian yang dilakukan Nasution (2012) berkaitan dengan analisis kunjungan balita ke Posyandu, faktor sikap, norma subjektif, perceived behavioral control dan intensi ibu dapat memengaruhi kunjungan balita ke posyandu dengan nilai F=0,001. Secara langsung sikap berpengaruh terhadap kunjungan balita ke
33
posyandu. Besarnya pengaruh sikap terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah sebesar 0,088 atau 8,8%. Artinya baik tidaknya kunjungan balita ke posyandu dipengaruhi oleh sikap ibu yang mempunyai balita sebesar 8,8% sedangkan selebihnya 91,2% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Jika intensi meningkat maka dipengaruhi oleh sikap sebesar 0,088. 2.3.6 Penyediaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Posyandu Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader dan petugas kesehatan. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) lokal, suplementasi vitamin A dan tablet Fe. Salah satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan menurunkan prevalensi pendek menjadi 32%. Kementerian Kesehatan menyediakan anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang antara lain dapat digunakan untuk pembinaan posyandu dan penyuluhan serta penyediaan makanan tambahan pemulihan gizi untuk balita gizi kurang (Kemenkes RI, 2011b). Pembiayaan untuk kegiatan posyandu berasal dari berbagai sumber yaitu dari masyarakat, swasta dan pemerintah, dana yang diperoleh posyandu digunakan untuk membiayai kegiatan posyandu, antara lain dalam bentuk antara lain
biaya
operasional posyandu dan penyediaan PMT posyandu (Kemenkes RI, 2011a). Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno dkk (2007) mengenai posyandu dengan cakupan penimbangan
lebih dari 70%, salah satu variabel yang diteliti
34
mengenai
penyediaan makanan tambahan (PMT) di posyandu dengan kategori
teratur dan
menarik,
penyedian
jarang,
sangat jarang di Posyandu.
Dari hasil analisis
PMT, pengobatan, bidan, kesadaran rnasyarakat, dan luas wilayah
posyandu yang sedang dan baik berkaltan dengan tingkat pencapaian penirnbangan diatas 70%, pelaksanaan PMT yang baik sangat dipengaruhi oleh peranan Bidan. Peran kader atau motor penggerak posyadu yang mempunyai rasa sosial yang tinggi dapat mernbantu pelaksanaan PMT yang baik juga dukungan tokoh rnasyarakat yang baik. Keberhasilan pelaksanaan upaya perbaikan kesehatan dan gizi harus melibatkan masyarakat, karena itu bidan harus menjalin hubungan baik dengan tokoh masyarakat, kader dan pimpinan desa. 2.3.7 Dukungan Keluarga Green (1980) dalam Notoadmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor diluar perilaku , selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk oleh faktor- faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan dukungan keluarga yaitu suami, orang tua yang merupakan kelompok referensi. Penelitian Silaen (2012), hasil penelitian memberi gambaran
bahwa
dukungan suami merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tindakan ibu dalam memanfaatkan posyandu, dukungan suami yang tinggi akan memberi peluang lebih besar kepada ibu untuk memanfaatkan posyandu. Sebaliknya dukungan suami yang rendah merupakan faktor penghambat bagi ibu dalam memanfaatkan posyandu.
35
Suami tidak melarang ibu untuk membawa balita ke posyandu merupakan suatu bentuk dukungan emosional yang sangat berarti bagi ibu dalam tindakannya untuk memanfaatkan posyandu. Perlu peningkatan pengetahuan suami tentang posyandu untuk meningkatkan dukungan suami terhadap pemanfaatan posyandu, mengingat suami merupakan pengambil keputusan dalam keluarga. 2.3.8 Dukungan Bidan Green (1980) dalam Notoadmodjo (2012) mengemukakan bahwa faktor faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau tenaga bidan merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Bidan dapat menjadi rool model atau contoh yang diikuti bagi masyarakat untuk berperilaku hidup sehat dan rujukan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas atau Bidan
yang diwajibkan di
posyandu satu kali dalam sebulan. Peran Bidan dan tenaga kesehatan lain pada hari buka
posyandu
antara
lain
sebagai
berikut:
membimbing
kader
dalam
penyelenggaraan Posyandu, menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana di langkah 5 (lima), menyelenggarakan penyuluhan dan konseling kesehatan, KB dan gizi kepada pengunjung posyandu dan masyarakat luas, menganalisa hasil kegiatan posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan posyandu dan melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap ibu hamil, bayi dan anak balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila dibutuhkan (Kemenkes RI, 2011).
36
Penelitian yang dilakukan Suryaningsih (2012) hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi kunjungan ibu ke posyandu dengan pernah mendapat bimbingan petugas kesehatan lebih tinggi (86,9%) dibandingkan proporsi ibu ke posyandu yang tidak pernah mendapat bimbingan petugas kesehatan (75%) dan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara bimbingan petugas kesehatan dengan ibu berkunjung ke posyandu (P = 0,027). Peluang responden yang pernah mendapat bimbingan dan dukungan petugas kesehatan 1,14 kali dibanding responden yang tidak pernah mendapat bimbingan dan dukungan dari petugas kesehatan. 2.3.9 Dukungan Kader Posyandu Penelitian Aminuddin dkk ( 2011) ada pengaruh signifikan antara kunjungan ibu ke posyandu dan peran kader, perubahan yang paling besar pada komponen ibu balita adalah frekuensi kunjungan ke posyandu sebagai akibat kader yag telah aktif sehingga ibu balita menjadi lebih intensif ke posyandu. Ibu balita yang mendapat pembinaan dari kader akan berpartisipasi dengan baik ke posyandu. Karena mereka akan merasa diakui dan diperhatikan keberadaannya oleh pengelola posyandu sehingga rutin datang ke posyandu (sambas, 2002). Terselenggaranya pelayanan posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun tugas, tanggung jawab peran serta masing-masing pihak dalam menyelenggarakan posyandu bagi kader dan pengurus posyandu dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan
37
penurunan Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita. Tugas dan tanggung jawab kader posyandu adalah sebagai berikut: 1. Sebelum hari buka posyandu, antara lain adalah menyebarluaskan hari buka posyandu
melalui
pertemuan
warga
setempat,
mempersiapkan
tempat
pelaksanaan posyandu, mempersiapkan sarana posyandu, melakukan pembagian tugas antar kader, berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya, mempersiapkan bahan PMT penyuluhan. 2. Pada hari buka posyandu, antara lain adalah melaksanakan pendaftaran pengunjung posyandu, melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang berkunjung ke posyandu, mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS dan mengisi buku register posyandu, pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS, melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT, membantu petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan KB sesuai kewenangannya, setelah pelayanan posyandu selesai kader bersama petugas kesehatan melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut (Kemenkes RI, 2011b).
2.4 Landasan Teori Derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat berdasarkan konsep H.L. Blum (1974) dipengaruhi oleh empat faktor utama yakni: lingkungan (fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan dan
38
keturunan, perilaku sebagai salah satu determinan kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus. Upaya pemberantasan penyakit menular dan tidak menular, perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan tanpa mempertimbangkan aspek perilaku niscaya tidak dapat berhasil dengan baik, hal ini disebabkan karena semua masalah kesehatan selalu mempunyai aspek perilaku sebagai faktor resiko (Notoatmodjo, 2010) 2.4.1 Konsep Perilaku Kesehatan Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan aspek tindakan atau practice (Kemenkes RI, 2011). Dari segi biologik, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas mahluk hidup yang bersangkutan, dan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaiatan dengan sakit
39
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan, perilaku kesehatan dapat diklasifikasika menjadi tiga kelompok antara lain : 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance). Adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana sakit. 2. Perilaku pencarian dan pengunaan sistem atau fasilitas kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya,
dengan
perkataan
lain
bagaimana
seseorang
mengelola
lingkungannya sehingga tidak mengangu kesehatannya sendiri , keluarga atau masyarakatnya.
Misal
bagaimana
mengelola
pembuangan
tinja,
tempat
pembuangan sampah, pembuangan limbah, pengeloalaan air minum dan sebagainya. Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons tergantung pada karakteristik atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan.
40
aktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni : 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Seorang ahli psikologi pendidikan Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012), membagi perilaku manusia kedalam tiga domain sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan ranah atau kawasan yakni : Kognitif (cognitive), afektif (affective), psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : 1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa da raba. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang tercakup dalam dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni :
Pertama
Tahu (know), Kedua
Memahami (comprehension), Ketiga Aplikasi (aplication), Keempat Analisis (analysis), Kelima Sintesis (synthesis), Keenam Evaluasi (evaluation).
41
2. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas , akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. 3. Praktik atau tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinka, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yakni aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit ditarik garis yang tegas batas-batasnya. Secara lebih terinci perilaku masusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut gejala kejiwaan
42
tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio- budaya masyarakat dan sebagainya, sehingga proses terbentuknya perilaku ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut : Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat
Pengalaman Keyakinan Lingkungan Sosial Budaya
Perilaku
Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia ( Notoatmodjo, 2012) Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan diluar perilaku (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor antara lain : a. Faktor-faktor
predisposisi
(predisposing
factors),
yang
terwujud
dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai- nilai dan sebagainya. b. Faktor- faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas- fasilitas atau sarana kesehatan misal Puskesmas, obat, obatan, alat kontrasepsi, posyandu, sebagainya.
jamban dan
43
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, trandisi dan sebagainya. Disamping itu ketersedian fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya atau menimbang berat badan balita di Posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi dan manfaat Posyandu bagi anaknya (predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari Posyandu atau Puskesmas tempat mengimunisasikan dan penimbangan
anaknya (enabling factors). Sebab lain
mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah membawa anaknya di Posyandu atau mendapatkan imunisasi reinforcing factors (Notoatmodjo, 2012).
44
(predisposing factors) Faktor – faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Kepercayaan - Keyakinan - Nilai- nilai - Manfaat - Dan sebagainya (enabling factors) Faktor- faktor Pemungkin - Lingkungan fisik - Sarana Kesehatan - Fasilitas Kesehatan - Jarak tempuh - Dan sebagainya (Reinforcing factors) Faktor- faktor Pendorong - Sikap dan dukungan petugas kesehatan - Sikap dan dukungan masyarakat - Sikap dan dukungan keluarga - Dan sebagainya
Gambar 2.2 Landasan Teori
(Health Behavior) Perilaku Kesehatan
45
2.5
Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor –Variabel faktor Predisposisi Independen • Pendidikan ibu • Pekerjaan ibu • Umur anak balita • Pengetahuan ibu • Sikap ibu
Faktor- faktor Pemungkin • Penyediaan PMT di posyandu
Pelayanan pemantauan anak balita di posyandu
Faktor- faktor Pendorong • Dukungan keluarga • Dukungan bidan • Dukungan kader posyandu
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian