1
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan memiliki usia yang sama dengan manusia. Sejak manusia berada di bumi, sejak itu pula kekerasan mewujud. Wujud kekerasan nampak dalam berbagai sisi kehidupan manusia, salah satunya adalah kekerasan yang berbasis agama. Agama tidak hanya memiliki dimensi positif yang dijadikan sebagai common ground dan fondasi teologis untuk membangun hubungan antar agama yang lebih sehat, dinamis, berkualitas, dan manusiawi yang penuh dengan semangat toleransi dan pluralisme, tetapi juga dimensi negatif yang mampu menginspirasi lahirnya tindakan kejahatan dan kekerasan. Hal ini merupakan watak ambiguitas sebuah agama ( the ambivalence of the sacred) dimana satu sisi agama bisa dijadikan sebagai sumber kekerasan, perang, kerusuhan, kebencian, permusuhan, pelecehan dan sebagainya seperti dilakukan oleh kelompok Islam garis keras dan kaum Muslim militan-konservatif tetapi pada saat yang sama ia bisa dijadikan sebagai medium untuk menggerakkan perdamaian, cinta-kasih, harmoni, keadilan, dan aksi-aksi kemanusiaan yang mulia sebagaimana disuarakan oleh kelompok Muslim moderat-progresif.
Di Indonesia, terdapat gerakan-gerakan Islam yang menggunakan kekerasan dan penghakiman terhadap mereka yang dianggap berlawanan. Contoh nyata adalah kelompok Front Pembela Islam (FPI). FPI adalah sebuah organisasi massa Islam bergaris keras yang memiliki tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler. Dalam menjalankan misinya, FPI kerap kali melakukan penghakiman sendiri melalui penghancuran tempat-tempat hiburan, ancaman atau penangkapan terhadap warga negara tertentu, serta konflik dengan organisasi berbasis agama lain. Selain FPI, terorisme juga merupakan gerakan politik agama yang menggunakan kekerasan. Tidak berbeda jauh dengan aksi Front Pembela Islam, terorisme kerap menjadikan agama sebagai pembenaran dan pendasaran atas tindakan mereka. Para teroris melakukan gerakan politik dengan alat justifikasi yaitu agama. Agama digunakan sebagai alat berperang dan menganggap segala tindakannya sejalan dengan keinginan Tuhan. Hal ini
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
2
menjadikan mereka sebagai kaum radikal tidak merasa bersalah sedikit pun atas tindakannya meski harus menumpahkan darah dengan jumlah dan kondisi yang di luar batas nilai kemanusiaan. Ironisnya, tindakan mereka justru dianggap sebagai jalan menuju kebaikan tertinggi dan rute menuju surga. Hal yang perlu diingat adalah bahwa kekerasan berbasis agama tidak hanya mewujud dalam bentuk kekerasan fisik atau kekerasan yang menghasilkan darah dan air mata tetapi juga dalam bentuk psikis atau kekerasan yang tidak kasat mata bahkan kadang manusia tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan manifestasi dari kekerasan. Kasus yang dapat dijadikan contoh adalah perilaku indoktrinisasi keberagamaan terhadap anak-anak yang dilakukan oleh orangtua atau pembimbing dalam pendidikan. Orangtua yang memeluk agama A, maka si anak akan beragama A pula. Hampir tidak pernah seorang anak memiliki kebebasan untuk menentukan keyakinan mana yang ingin ia anut dan menentukan apakah ia ingin beragama atau tidak. Contoh lain yang merujuk pada kekerasan agama yang sifatnya psikis adalah salah satu perintah di dalam agama dimana memperbolehkan suami untuk memukul istri namun tidak ada teks yang mengatakan bahwa istri boleh memukul suami. Ada aroma kekerasan di dalam teks suci ini yang menyiratkan bahwa kekerasan ada di dalam tubuh agama itu sendiri. Contoh lainnya yang dapat mengarah pada bentuk kekerasan adalah pengaturan cara berpakaian pada salah satu jenis kelamin yang disebabkan ketidakmampuan untuk mengendalikan gairah nafsu jenis kelamin yang lain. Cara berpakaian adalah persoalan domestik seseorang yang seharusnya tidak dijamah oleh ranah publik. Pencampuradukan urusan privat dan urusan publik akan membuahkan konflik serta menyimpan kekerasan yang terselubung serta berkepanjangan.
Berbagai bentuk kekerasan berbasis agama yang terjadi memunculkan berbagai pertanyaan. Apakah sesungguhnya sebab yang menjadikan para pemeluk agama begitu bergairah untuk melakukan kekerasan dengan menjadikan teks suci sebagai pembenarannya? Apa yang bermasalah dalam hal ini? Apa yang harus dilakukan oleh manusia dalam menyikapi persoalan besar dalam peradabannya tersebut? Sebagian orang melihat bahwa kekerasan yang berbasis agama terjadi karena kekeliruan tafsir akan satu teks suci yang mereka imani. Hal ini diperkuat
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
3
dengan tumbuhnya sekelompok kecil kaum Muslim yang menafsirkan Islam secara tekstual (rigid), literal dan bahkan melampaui batas ortodoksi. Mereka inilah yang disebut sebagai kelompok fundamentalistik yang berupaya melakukan formalisasi agama dan untuk itu rela melakukan segala bentuk kekerasan.
Tidak ada yang salah dengan asumsi bahwa kekerasan berbasis agama terjadi disebabkan oleh kekeliruan tafsir para pemeluknya. Namun asumsi tersebut tidak sepenuhnya dapat dibenarkan dengan mempertimbangkan fakta yang ada bahwa kekerasan masih terus terjadi hingga saat ini dan permasalahan yang terjadi tidak sesederhana ”kekeliruan tafsir”. Penulis melihat adanya permasalahan yang lebih substansial dalam memicu terjadinya kekerasan berbasis agama. Kekerasan berbasis agama tidak semata-mata dipicu oleh kekeliruan tafsir akan suatu teks, namun teks itu sendiri berkemungkinan memuat suatu masalah dalam dirinya sendiri.
Untuk memecahkan persoalan kekerasan yang terjadi dalam basis agama, langkah awal yang diperlukan adalah melakukan investigasi secara ilmiah terhadap fenomena agama. Persoalan agama dan praktek keagamaan adalah persoalan mengenai kesadaran dan perilaku manusia. Usaha untuk menyelidiki agama merupakan bentuk usaha investigasi terhadap ruang kesadaran, pikiran, serta
perilaku
manusia.
Agama
perlu
melakukan
detoksifikasi
untuk
mengeluarkan racun-racun berbahaya di dalam tubuhnya. Detoksifikasi dilakukan dengan perangkat ilmu pengetahuan ilmiah demi menghasilkan penyelidikan yang objektif, ilmiah, serta bebas prasangka dan nilai. Untuk menelusuri kebenaran asumsi tersebut, penulis mengambil langkah penelusuran secara ilmiah tanpa adanya pretensi subjektivitas.
I.2 Batasan Masalah Dalam penelusuran dan pembahasan masalah, penulis akan memberikan garis batas agar persoalan yang dibahas menjadi terfokus dan diharapkan sampai pada titik pemahaman yang sesungguhnya. Dalam mengkaji persoalan religi, penulis akan menggunakan kerangka teori dari Daniel Clement Dennett serta
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
4
merujuk pada karyanya yang berjudul Breaking The Spell : Religion As A Natural Phenomenon sebagai rujukan utama. Melalui rujukan karya Dennett tersebut, penulis akan menelusuri kemunculan agama (bagaimana agama hadir dalam peradaban manusia) dan kebertahanannya (bagaimana dan mengapa agama sebagai bentuk sistem keyakinan dapat terus bertahan di tengah serangan teknologi tinggi dan resiko terhadap ancaman kepunahan agama). Sebelum memasuki pembahasan utama mengenai religi, penulis akan memberi ruang untuk sebuah penjelasan akan pemikiran filosofis Dennett. Dasar pijakan dan teori utama yang terkait akan mengisi ruang tersebut.
Pembahasan mengenai agama secara keseluruhan akan merujuk pada karya Dennett yang telah disebutkan. Dalam hal ini, penulis sekaligus melakukan pemaparan deskriptif filosofis terhadap kandungan dari karya tersebut. Selanjutnya, pada bab berikutnya penulis akan memberikan analisis filosofis terhadap persoalan kekerasan berbasis agama. Dalam bagian tersebut, penulis akan memberi kontribusi berupa analisis terhadap permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam upaya penguatan teori, penulis memperlihatkan bukti-bukti serta fakta yang terkait dalam membuktikan adanya kekerasan berbasis agama. Kekerasan berbasis agama yang dipermasalahkan oleh penulis tidak hanya kekerasan yang kasat mata tetapi juga kekerasan yang terselubung atau bahkan kadang tidak disadari.
I.3 Rumusan Masalah Berpangkal dari permasalahan tersebut, maka penulis berkeinginan untuk membedah permasalahan tersebut dengan menggunakan pisau analisis yang filosofis. Inti masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Memperlihatkan bahwa terjadinya kekerasan berbasis agama menuntut manusia untuk bersikap objektif terhadap persoalan agama. Sikap tersebut dapat dimulai dengan melakukan investigasi ilmiah terhadap agama dan praktek keagamaan. 2. Melalui penelitian skripsi ini, penulis ingin memberikan suatu wacana mengenai pentingnya penyelidikan ilmiah terhadap agama dan mencoba untuk
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
5
melawan standar baku bahwa hanya pemeluk agama terkait yang dapat menyelidiki agama tersebut serta anggapan bahwa tidak ada peran objektif dalam mempelajari agama dan prakteknya. 3. Melalui kerangka pemikiran Dennett, penulis memberi anggapan bahwa investigasi ilmiah terhadap agama adalah sesuatu yang dapat dan sebaiknya dilakukan terhadap fenomena keagamaan demi mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik.
I.4 Tujuan Penelitian Dengan rumusan masalah sebagai berikut. Maka penelitian ini bertujuan untuk : •
Memahami fenomena agama melalui kerangka pemikiran Daniel Dennett.
•
Memperlihatkan pentingnya investigasi ilmiah terhadap agama dan prakteknya demi menghasilkan pembelajaran serta penyelidikan yang objektif.
•
Menawarkan suatu wacana yang refleksif dan filosofis dalam upaya memahami permasalahan mendasar dari kekerasan berbasis agama.
•
Membuka wacana baru dengan menerapkan pemikiran Dennett pada persoalan terbesar dalam peradaban manusia.
I.5 Manfaat Penelitian Dengan tujuan penelitian seperti tersebut, maka penulis memiliki harapan bahwa penelitian ini dapat membawa manfaat yang berarti. Beberapa manfaat adalah sebagai berikut : 1. Melalui kajian penelitian ini, diharapkan dapat memahami lebih jauh mengenai konflik kekerasan yang kejadiannya dilegitimasi atas nama agama. 2. Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi berupa paradigma berbeda dalam memahami dan menelusuri agama secara ilmiah filosofis pada pemahaman kekerasan atas dasar agama.
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
6
3. Memberikan suatu wacana filosofis akan pemahaman pemikiran dari Daniel Dennett sebagai jalan dalam memahami agama sebagai suatu fenomena alamiah. 4. Memberikan suatu perspektif akan pentingnya penyelidikan ilmiah terhadap agama dan praktek keagamaan.
I.6 Kerangka Teori Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, maka penulis akan menggunakan kerangka teori dari pemikiran Daniel Dennett. Penulis akan membedah pemikiran Dennett mengenai agama sebagai fenomena alamiah terkait dengan permasalahan kekerasan yang berlatar belakang agama. Karya dari Dennett yang akan menjadi acuan utama adalah karyanya yang berjudul Breaking The Spell : Religion As A Natural Phenomenon. Premis utama dari karya Dennett tersebut adalah keyakinan Dennett bahwa eksistensi agama dan keyakinan kepada Tuhan dapat dijelaskan melalui teori evolusi Darwinian.. Dennett mengungkapkan pentingnya manusia untuk mengkaji agama secara objektif serta menganalis kecenderungan spiritual manusia melalui pengamatan sains. Satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa upaya tersebut bukan suatu usaha untuk menyangkal atau mendiskreditkan agama serta bukan untuk membuktikan eksistensi Tuhan, tetapi lebih kepada keingintahuan pada kenyataan : mengapa manusia mempercayai halhal supernatural? Mengapa manusia percaya kepada Tuhan? Pertanyaan ”mengapa” menjadi titik sentral dalam pembahasan Dennett mengenai religiusitas.
Agama merupakan fenomena yang muncul dari alam (natural) dan bukan dari luar alam (supernatural). Dalam hal ini, keberadaan Tuhan tidak menjadi pokok pembahasan karena keberadaan atau ketiadaannya tidak merusak status agama sebagai fenomena alamiah. Salah satu sebab mengapa Tuhan tidak menjadi pokok bahasan karena Tuhan adalah sesuatu yang supernatural, sedangkan agama adalah sesuatu yang natural. Hal yang sulit untuk mengkaji Tuhan secara ilmiah, namun kita dapat melakukan kajian ilmiah terhadap agama dan perilaku kaum beragama. Hanya sesuatu yang alamiah yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
7
Melalui proposisi tersebut, Dennett mengatakan bahwa mempelajari agama secara ilmiah adalah sesuatu yang mungkin.
Sebagai langkah awal, dennett memaparkan panjang lebar mengenai sejarah dan evolusi agama. Pemaparan mengenai agama-agama primitif hingga agama-agama yang terorganisir yang ada pada zaman sekarang. Dennett memaparkan beragam tahap dari evolusi sejarah panjang agama. Dimulai dari mitos, ritual suku-suku primitif, hingga gereja-gereja evangelis besar berhaluan pasar di Amerika Serikat. Dennett berargumen bahwa semua agama yang ada dan pernah ada adalah hasil kompetisi darwinistik diantara sistem-sistem kepercayaan. Hanya sistem keyakinan yang paling kuat yang akan bertahan. Hal tersebut dirumuskan berdasarkan kemampuan para pemeluk agama untuk menggalang para penganut baru serta mempertahankan para pengikutnya agar tidak keluar atau berpindah keyakinan. Hal ini tidak berkorelasi dengan kebenaran dari keyakinan tersebut.
Bagi Dennett, beragama atau menerima suatu doktrin religius sebagai suatu kebenaran adalah sebuah pilihan dan tindakan sukarela yang dilakukan secara sadar dan sebaiknya berpengetahuan. Salah satu tesis dari Dennett adalah tentang fenomena ”kepercayaan dalam kepercayaan” (belief in belief). Banyak orang yang menganggap diri mereka relijius namun pada kenyataannya mereka tidak serta merta meyakini doktrin-doktrin agama yang dianutnya. Mereka hanya meyakini apa yang mereka ingin yakini dari agama itu. Sehingga untuk menjadi bagian dari suatu agama tertentu, seseorang tidak harus percaya. Mereka hanya harus ingin percaya atau bahkan pura-pura percaya. ’Belief in Belief’ adalah persoalan mengenai kepercayaan terhadap kepercayaan, bukan kepercayaan terhadap fakta. Kepercayaan terhadap fakta adalah percaya bahwa hal yang dibicarakan benar-benar ada dan nyata. Sedangkan kepercayaan terhadap kepercayaan adalah percaya terhadap kepercayaan bahwa hal itu ada. Ini adalah dua hal yang berbeda dan jarang disadari oleh para pemeluk agama.
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
8
Dalam upaya memahami berbagai gagasan mengenai agama dan prakteknya, diperlukan pemahaman mengenai evolusi pikiran manusia. Menurut Dennett, pikiran adalah produk dari evolusi melalui seleksi alam. Teori evolusi dan seleksi alam tidak hanya digunakan untuk menjelaskan asal-usul alam semesta, keberadaan bumi, dan kompleksitas makhluk hidup, namun juga untuk menjelaskan sejarah dan perkembangan agama. Dennett menggunakan kerangka evolusi untuk menjelaskan keberadaan agama. Hal yang menjadi kajian bagi Dennett bukanlah keberadaan Tuhan, tetapi keberadaan agama sebagai suatu lembaga yang paling bertanggung jawab dalam menciptakan konsep-konsep supernatural, termasuk konsep tentang Tuhan. Mengikuti jejak Darwinian, Dennett menganggap bahwa agama yang ada saat ini merupakan bentuk evolusi terkini dari agama-agama primitif yang pernah ada. Kemunculan agama terjadi secara evolusioner sesuai dengan tingkat kecerdasan manusia pada saat zamannya. Ketika peradaban manusia berkembang, agama pun turut berkembang.
Sebagai seorang neo-darwinis, dennett mengulas persoalan gen dalam memahami asal-usul kemunculan agama. Gen yang disebut sebagai ”gen Tuhan” itu bernama vesicular monoamine transporter no.2 (VMAT2). Gen ini ditemukan oleh Dr. Dean Hamer, seorang neurobiolog dan ahli genetika di National Cancer Institute, Amerika Serikat. Gen VMAT2 ini bertanggungjawab pada persoalan sensitivitas emosional, termasuk persoalan kemampuan seseorang untuk bertransendensi. Mereka yang mengalami Tuhan sebagai sesuatu yang besar dalam dirinya memiliki gen tersebut di dalam otaknya. Menurut Dennett, agama bukan sebuah produk hasil aktivitas intelektual manusia. Agama merupakan fenomena alam yang berkembang dan menular bukan melalui gen, tapi melalui bahasa dan simbol. Jika seseorang beragama yang sama dengan orangtuanya, ia memperoleh agama tersebut bukan melalui gen keturunan, tapi melalui bahasa dan didikan yang diberikan kepadanya.
Selain memaparkan sejarah dan evolusi agama, dennett memaparkan pula pandangannya mengenai agama dalam dunia modern. Salah satu bab dalam bukunya yang berjudul Morality and Religion, Dennett menganggap agama
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
9
sebagai biang permasalahan bagi banyak persoalan pada abad ini. Tidak hanya kelompok fanatik yang meyakini agama sebagai panggilan untuk melakukan aksiaksi terorisme, tapi juga kelompok moderat yang mengakui cinta akan kedamaian namun terlalu pasif untuk tidak secara terbuka mengutuk aksi-aksi terorisme. Untuk hal tersebut, Dennett mengutip ujaran Steven Weinberg seorang fisikawan pemenang Nobel tahun 1999 yaitu ”Good people will do good things, and bad people will do bad things. But for good people to do bad things – that takes religion.” (Dennett, 2006, p.279)
Dalam karyanya yang berjudul Breaking The Spell: Religion As A Natural Phenomenon,
Dennett berusaha untuk mematahkan mantera-mantera dalam
fenomena agama. Namun perlu dipahami bahwa mantera tidak selalu dan semuanya buruk serta perlu untuk dipatahkan. Mantera yang ingin dipatahkan oleh Dennett adalah mantera yang mewujud pada ilusi dan berakibat pada pembahayaan dan penghancuran nilai-nilai kemanusiaan. Mantera yang dimaksudkan Dennett adalah agama itu sendiri dan pentabuan bentuk investigasi ilmiah terhadap agama. Dennett memaparkan penjelasannya mengenai agama terdahulu atau yang ia sebut dengan folk religion. Pembahasan mengenai folk religion akan membuka jalan menuju pemahaman agama masa kini.
Dennett menggunakan konsep meme sebagai basis analisis terhadap gagasan keagamaan. Menurut Dennett, agama tersebar bukan melalui jalur genetik, melainkan jalur kebudayaan dimana agama tersebar dan direplikasi dari satu orang ke orang yang lain. Selain itu, Dennett memberi satu ruang bagian untuk memberi penjelasan mengenai persoalan agama saat ini.
I.7 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode yaitu metode kepustakaan dimana penulis mengumpulkan kerangka teori dari pemikiran filsuf yang digunakan dengan menggunakan buku-buku yang relevan untuk penulisan. Penulis mengklasifikasikan bahan pustaka yang bersifat primer
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
10
(bahan dasar acuan untuk penulisan ini) dan bahan sekunder yang merupakan pelengkap dari penulisan skripsi ini.
I.8 Sistematika Penulisan Bab I memaparkan pokok inti dari penulisan skripsi. Pada bab ini, akan disampaikan latar belakang masalah yang akan dibedah oleh penulis, disertai pula batasan masalah sehingga permasalahan menjadi lebih spesifik untuk dibahas, rumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan, kerangka teori, dan metode apa yang digunakan oleh penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Bab II berisi pemaparan akan perspektif, inti pemikiran filsofis, serta teori dari pemikiran Dennett yang terkait dengan pembahasan penulis. Pemaparan ini dimaksudkan dalam upaya memahami pemikiran filosofis Dennett sebelum memasuki pintu pembahasan mengenai agama.
Bab III berisi uraian pemikiran Dennett yang tertuang dalam karyanya yang berjudul Breaking The Spell : Religion As A Natural Phenomenon. Hal ini sekaligus menjadi paparan deskriptif terhadap pemikiran Dennett dalam karyanya tersebut.
Bab IV memuat analisis filosofis seputar permasalahan tentang kekerasan berbasis agama termasuk analisa religious violence dalam perspektif Daniel Dennett.
Bab V akan termuat deskripsi singkat mengenai keseluruhan analisa skripsi, hasil pikiran (after thoughts), serta penemuan (findings) dari keseluruhan penelitian mengenai kekerasan berlatar belakang agama.
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
11
I.9 Relevansi Penelitian Relevansi teoretis dari penelitian skripsi ini adalah untuk memberikan kontribusi terhadap peradaban manusia melalui wacana yang ditawarkan oleh penulis. Sedangkan relevansi praktis dari penelitian proposal ini adalah menawarkan kepada publik sebuah cara pandang baru dalam memahami kekerasan yang berbasis agama. Memahami fenomena kekerasan berbasis agama melalui kacamata pemikiran Daniel Dennett diharapkan mampu membuka pintu cakrawala manusia dalam pemahaman objektif terhadap agama dan praktek keagamaan.
Pada akhirnya, penulis memberikan thesis statement yaitu agama sebagai satu persoalan besar dalam peradaban manusia membutuhkan pemahaman yang objektif dimana hal tersebut dapat ditempuh melalui jalan investigasi ilmiah. Investigasi ilmiah terhadap agama merupakan rute menuju pencerahan pemikiran dimana manusia dituntut untuk mampu secara objektif menganalisis apakah agama sesungguhnya baik untuk kemanusiaan atau justru menghancurkan pilarpilar kemanusiaan.
Kekerasan berbasis..., Rianty Rusmalia, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia